Anda di halaman 1dari 21

TUGAS ETIKA PROFESI

KASUS KREDIT MACET BRI CABANG JAMBI 2010

NAMA KELOMPOK:

NAULIAN HAMSYANI (023160016)

JOSEPHINE CHRISTINE AUDINA (023160017)

RAHEL CRISANTA (023161006)

MARIANA ANGGREINI (023161012)

STANLEY (02316XXXX)

AUL (02316XXXX)

UNIVERSITAS TRISAKTI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI

JAKARTA, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Kasus Kredit Macet Bank Bri Jambi 2010
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima
kasih pada Ibu Mayang Sari Edastami,,SE,ME selaku Dosen mata kuliah Etika
Profesi serta teman-teman sekelas yang turut mendukung dalam penyelesaian
makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jakarta, 25 juni 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh


kepercayaandari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan
kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Profesi akuntan
publik akan selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang
akuntan publik berada pada dua pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik
akan mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi kesepakatan dengan klien
mengenai beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik
memenuhi tuntutan klien berarti akan melanggar standar pemeriksaan, etika profesi
dan komitmen akuntan publik tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila tidak
memenuhi tuntutan klien maka dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian
penugasanoleh klien.

Dalam praktiknya para akuntan publik tidak terhindar dari pelanggaran etika di
dalam pekerjaannya tersebut itu bergantung pada bagaimana seorang akuntan
dalam mengambil keputusan yang etis atau tidak. Pengambilan keputusan yang etis
yang sesuai dengan aturan-aturan etika yang ada jelas akan meminimalisir
terjadinya pelanggaran-pelanggaran etika yang dilakukan perusahaan.

Pelanggaran-pelanggaran seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat


pemakai jasa profesi akuntan publik untuk menuntut mereka bekerja secara lebih
profesional denganmengedepankan integritas diri dan profesinya sehingga hasil
laporannya benar-benar adil dantransparan. Hal ini semakin mempengaruhi
kepercayaan terhadap profesi akuntan danmasyarakat semakin menyangsikan
komitmen akuntan terhadap kode etik profesinya. Hal iniseharusnya tidak perlu
terjadi atau dapat diatasi apabila setiap akuntan mempunyai pemahaman,
pengetahuan dan menerapkan etika secara memadai dalam pekerjaan
profesionalnya. Independensi meliputi kepercayaan terhadap diri sendiri yang
terdapat pada beberapaorang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas
profesional. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Etika Bisnis

Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang
utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral[1]. Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau
taetha yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat.
Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral
yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan
kebajikan dan suara hati. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti
benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Pada pengertian yang paling dasar,
etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau
apa yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten
dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Etika juga diartikan
pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang tindakan-tindakan
baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya[2]. Apa yang
dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik
(yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai
tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam
bertindak.

2.2. Prinsip-prinsip Etika Bisnis

Pada umumnya, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik


sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari, dan prinsip-
prinsip ini sangat berhubungan erat terkait dengan sistem nilai-nilai yang dianut di
kehidupan masyarakat.

Menurut Sonny Keraf (1998) dalam buku yang ditulis oleh Agus Arijanto
(2011), prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi
adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik
untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas
bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak
didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat
perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa
dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja
intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip Keadilan
Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan
yang adil dan sesuai kriteria yang rasional objektif, serta dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Prinsip Saling Menguntungkan (mutual benefit principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan
semua pihak.
5. Prinsip Integritas Moral
Terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau
perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik
pimpinan maupun perusahaannya.

2.3. Permasalahan-permasalahan Dalam Etika Bisnis

Menurut Agus Arijanto (2011:7), permasalahan yang dihadapi dalam etika bisnis
pada dasarnya ada tiga jenis masalah, yaitu:

1. Sistematik, yaitu masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis adalah


pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik,
hokum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi, yaitu permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah
pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu.
Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas, aktivitas,
kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai
keseluruhan.
3. Individu, yaitu permasalahan individual dalam etika bisnis adalah
pertanyaan-pertanyaan yang muncul seputar individu-individu tertentu dalam
perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan,
tindakan, dan karakter individual.

2.4. Pengertian Etika Profesi

Agus Arijanto (2011:27) mengartikan bahwa profesi dapat dirumuskan


sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk nafkah hidup dengan mengandalkan
keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi
(moral) yang mendalam. Dengan demikian, profesional adalah orang yang
melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan
mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta mempunyai komitmen
pribadi yang mendalam atas pekerjaan itu.

2.5. Prinsip-prinsip Etika Profesi

Dalam tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik
untuk masing-masing profesi. Kode etik berhubungan dengan prinsip etika tertentu
yang berlaku untuk suatu profesi. Prinsip-prinsip etika pada umumnya berlaku bagi
semua orang, serta berlaku pula bagi kaum profesional. Adapun prinsip-prinsip etika
profesi adalah:

1. Prinsip Tanggung Jawab


Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Orang yang
profesional sudah dengan sendirinya berarti bertanggungjawab atas profesi
yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya, dia akan bertanggung
jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin dengan
standar diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
2. Prinsip Keadilan
Yaitu prinsip yang menuntut seseorang yang professional agar dalam
melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak
tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan
profesi yang dimilikinya.
3. Prinsip Otonomi
Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional dalam menjalankan
profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi
itu sendiri. Karena hanya mereka yang profesional, ahli, dan terampil dalam
bidang profesinya, sehingga tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur
tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
4. Prinsip Integritas Moral
Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakikat dan ciri-ciri profesi di atas,
terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang
mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu,
mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya,
nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.

2.6. Isu Etika dalam Dunia Bisnis dan Profesi

Isu etika dalam dunia bisnis dan profesi dibagi menjadi 4 macam, yaitu
sebagai berikut :

a) Benturan kepentingan
Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis
perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau
pemegang saham utama perusahaan.
Berikut ini upaya perusahaan dalam menghindari benturan kepentingan :
a) Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
perusahaan.
b) Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun
perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan
pemupukan.
c) Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat
menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemeliharaan.
d) Mengungkapkan dan melaporkan setiap kepentingan dan atau kegiatan-
kegiatan di luar pekerjaan dari perusahaan, yaitu:
· Kepada atasan langsung bagi karyawan,
· Kepada Pemegang Saham bagi Komisaris, dan
· Kepada Komisaris dan Pemegang Saham bagi Direksi.
e) Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
f) Menghormati hak setiap insan perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar
jam kerja, yang sah, di luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas
dari benturan dengan kepentingan.
b) Etika dalam tempat kerja

Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral


utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan
menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan
etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:

a. Etika Terhadap Saingan


Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan
dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu
atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar,
sehingga menimbulkan citra negatif dari pihak konsumen.
b. Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang
mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan
menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik
pangkat, dan memperoleh penghargaan.
c. Etika dalam hubungan dengan publik
Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar selalu
terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini
menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi
konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam,
recycling (daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang dapat
dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan
menghemat sumber daya alam.
c) Aktivitas Bisnis dan Budaya

Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk


budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar,
melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah
tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan
sesuatu.

Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan


perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas
dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan
perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering
mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan
tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah
budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-
masing pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan
itu sendiri.

Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap


pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan
seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya
dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong
terciptanya prilaku yang tidak etis.

d) Manajemen Krisis

Manajemen Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga


yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini
bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi
keuangan dan reputasi. Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana
perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak
diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil
yang lebih baik . Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri
sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat
mengubah krisis menjadi suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan
publik.

Sebab Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara


organisasi dengan publiknya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa
penyebab krisis adalah :

1. Sebab umum :
· Gangguan kesejahteraan dan rasa aman
· Tanggung jawab sosial diabaikan
2. Sebab khusus :
· Kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah
· Penurunan profit yang tajam
· Penyelewengan
· Perubahan permintaan pasar
· Kegagalan/penarikan produk
· Regulasi dan deregulasi
· Kecelakaan atau bencana alam.

2.7. Pengambilan Keputusan Etis


Secara umum pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan
masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada. Sebagai ilmu, pengambilan
keputusan merupakan suatu aktivitas yang memiliki metode, cara, dan pendekatan
tertentu secara sistematis, teratur dan terarah.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan


keputusan:

1. Penetapan goal dan objective serta pengukuran hasil


 Penetapan goal dan objective akan mengarahkan pada hasil mana
yang sudah dicapai dan pengukuran mana yang menunjukkan hasil
yang sesuai dengan yang diinginkan.
 Penetapan goal dan objective membutuhkan komunikasi antara
manajer dengan bawahan.
2. Pengidentifikasian masalah
Adanya masalah menunjukkan adanya gap antara goal dan objective
organisasi dengan kinerja aktual. Faktor yang menggangu identifikasi
masalah:
 Persepsi terhadap masalah
 Penetapan masalah dalam lingkup solusi
 Identifikasi gejala sebagai masalah.
3. Pengembangan alternatif
Alternatif (Potensi Solusi) harus dikembangkan (lingkungan internal &
eksternal) dan konsekuensi/akibat yang mungkin timbul dari setiap
alternatif.
 Perlu mempertimbangkan kendala waktu & biaya; banyaknya alternatif
dengan kecepatan keputusan yang diambil.
 Cara untuk kembangkan alternatif adalah dengan analisis skenario.
4. Pengevaluasian alternatif
 Alternatif yang sudah dipilih dievaluasi dan dibandingkan dengan
objective.
 Objective dari pengambilan keputusan setiap alternatif harus berupa
hasil/keluaran positif paling banyak dan akibat buruk paling kecil.
5. Pemilihan alternatif
 Pemilihan alternatif yang dipilih berdasarkan hasil/keluaran yang
sesuai objective.
 Perlu mempertimbangkan dampak alternatif + dan - terhadap
objective yang lain (tujuan yang satu optimal sedangkan tujuan yang
lain tidak optimal).
 Tidak mungkin solusi keputusan akan memuaskan semuanya, tetapi
yang optimal adalah yang sesuai standar.
6. Penerapan keputusan
 Keputusan yang baik adalah yang efektif untuk implementasi.
 Perlu pengujian terhadap perilaku orang terhadap keputusan tersebut.
7. Pengendalian dan pengevaluasian
 Efektivitas manajemen terkait dengan pengukuran hasil periodik.
 Perlu pengendalian dan evaluasi keputusan terhadap objective.

2.7.1 Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan etis yaitu:

a) Gender, Dalam proses pengambilan keputusan peranan gender


mempengaruhi hasil keputusan yang diambil. Secara etis, pembedaan
terhadap gender dalam pengambilan keputusan tidak dibenarkan.
b) Filosofi, Pola fikir seseorang juga turut mempengaruhi hasil keputusan
seseorang. Pertimbangan-pertimbangan masa lalu dan pengkajian kembali
masalah yang dihadapi yang bersumber dari hasil pemikiran masa lalu harus
diperhatikan
c) Edukasi, Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi
kualitas pengambilan keputusan yang diambil oleh individu.
d) Pengalaman, Dalam menghadapi sebuah permasalahan, seseorang individu
dituntut untuk mencari sebuah solusi. Faktor pengalaman dapat menjadi
sebuah kelebihan bagi individu tersebut. Permasalahan yang pernah
dihadapi di masa lalu bisa menjadi kunci tersendiri dalam mencari sebuah
solusi terhadap permasalahan yang dihadapi saat ini.
e) Umur, Faktor usia memiliki keunggulan tersendiri dalam hal pengambilan
keputusan, terkadang perbedaan usia dapat menghasilkan perbedaan
kebijakan.
f) Kode etik, Didalam perusahaan, perlu diperhatikan aturan-aturan yang
sudah berjalan. Hal ini berguna agar keputusan yang dihasilkan tidak
bertentangan dengan peraturan perusahaan.
g) Reward dan sanksi, Perlu diperhatikan bahwa dalam setiap keputusan akan
menghasilkan sebuah output bagi permasalahan yang sedang terjadi.
Apabila dalam sebuah keputusan menghasilkan output yang baik, maka
akan mendapatkan penghargaan tertentu begitu pula sebaliknya.
BAB 3

PEMBAHASAN

A. KRONOLOGI

Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden


Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang
Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini
terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut
pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut. Fitri
Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu,
Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan
konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan
pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat
dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam
proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan
keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang
diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam
mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.

Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam


diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi. Semestinya data laporan
keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam
laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan
Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh
akuntan publik. Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak
penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus
dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet
senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.
Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum
mau memberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir
tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik
tersebut. Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu
terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit
yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam
kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein
Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan
tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai
pengajuan kredit.

B. BEBERAPA HASIL PEMERIKSAAN

Berkaitan dengan hal itu,Kamis (6 Mei 2010), pemeriksaan pertama kalinya


untuk tersangka Effndi Syam (ES), pegawai BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena
alasan sakit, dan pemeriksaan dilanjutkan pada mendatang dengan agenda
pemeriksaaan sebagai tersangka," tegas Soleh. Secara resmi memang ada surat
pernyataan sakit dari dokter atas nama Effendi Syam yang diantarkan langsung oleh
kuasa hukumnya kepada tim penyidik kejaksaaan tinggi Jambi.
Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap tersangka lainnya yakni Zein
Muhammad (ZM) Pimpinan Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan
pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang Jambi, belum bisa dipastikan
kehadirannya. Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka, terkait kasus
tindak pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang didapati kejaksaan
dalam penyidikan. Diduga karena lambannya dalam proses hokum, sehinggaForum
Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi,
menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet sebesar Rp 52 Miliar oleh PT
RPL (Reden Motor) usaha jual beli mobil bekas. Demo tersebut sempat membuat
aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti tidak melayani nasabah.. Koordinator Forbes
Jambi, Rudi Ardiyansyah pada waktu itu mengatakan dan menilai, kasus kredit
macet itu terkesan “dipetieskan” oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus ini sudah
sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak BRI Cabang Jambi
menjadi tersangka.
Menurut Forbes Jambi, bangunan Reden Motor diketahui jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kredit yang diajukan. Rudi juga mengakui bahwa pihaknya
(Forbes) mendapat informasi pihak Reden Motor memberikan hadiah, sejumlah
mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan kredit
tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi. Kepala bagian
pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu menerima LSM
Forbes Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh pihak
Kejati Jambi dan kini proses hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat
pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Es, yang saat sudah bertugas di
Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik Kejati Jambi.
Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi ahli adalah Direktur
Utama PT RPL Zien Muhammad, mantan account officer (AO) BRI cabang Jambi
Effendi Siam, dan akuntan publik Biasa Sitepu yang saat ini tidak ditahan. Untuk
mengetahui prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian kredit dari BRI ke
Raden Motor. Menurut keterangan yang dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi
RD tidak mengetahui langsung masalah pencairan kredit tersebut namun Es
diperiksa memang mengetahui pasti masalah kredit tersebut karena masih menjabat
waktu pemberian kredit untuk Raden Motor.Ada empat kegiatan data laporan
keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan
dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta
tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data
laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun
dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan
Raden Motor , tidak dibuat oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik
Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus tersebut
dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet
senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam kasus diatas,
akuntan publik diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk
pengembangan usaha Perusahaan Raden Motor.
Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan public yang di anggap lalai
dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan
data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan
keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga
menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam,
pegawai BRI yang terlibat kasus itu. Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah
kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada
dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa
Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor
dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Dalam kasus ini, seorang akuntan publik
(Biasa Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP
( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik
diantaranya yaitu :
 Pertama. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia
(Biasa Sitepu) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya
sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai
kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
 Kedua. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia
lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan
para saksi.
 Ketiga, Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah
dipengaruhi oleh pihak lain. Ke-Empat, Prinsip perilaku profesional : Dia
tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah
melanggar etika profesi. Ke-Lima, Prinsip standar teknis : Dia tidak
mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap
profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.

Kepala KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi,


Indra Safri mengatakan, Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan
KPKLN untuk selanjutnya diumumkan akan adanya pelelangan itu di media massa.
Indra juga menilai, apa yang dilakukan perbankan terhadap agunan debitur itu juga
sebagai syok terapi. "Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah
yang nunggak. Kadang belum sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,”
ujarnya kepada wartawan.
Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah
itu 50 persennya berasal dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi
tidak semua agunan yang dilelang laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah bisa
dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi,
Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi.
Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya dilelang
berupaya bagaimana agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga berupaya
mendapatkannya.
Melelang bangunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu
menjadi salah satu cara untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau
kredit macet. Tidak sedikit, nasabah yang kreditnya macet agunannya berakhir pada
pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari
debitur kepada bank.
Dalam lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua
uang hasil lelang masuk ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar
Rp 100 juta, sementara agunan terjual Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta
dikembalikan kepada nasabah. "Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk
menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya menegaskan.
Pemimpin BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal
senada. BRI memilih melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet.
Itu merupakan sudah ketentuan bahwa, apabila nasabah tidak sanggup membayar
utang, aset yang diagunkan akan dilelang.

C. PRINSIP YANG DILANGGAR

Ada delapan prinsip etika profesi akutansi, yaitu tanggung jawab profesi,
kepentingan publik, integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian
profesional, kerahasiaan, perilaku profesional dan standar teknis. Apabila dugaan
keterlibatan akuntan publik terhadap kasus korupsi dalam mendapatkan pinjaman
modal senilai Rp 52 miliar dari bank BRI cabang Jambi tahun 2010 oleh perusahaan
raden motor sehingga menyebabkan kredit macet untuk pengembangan usaha di
bidang otomotif tersebut. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa
pelanggaran etika profesi akutansi yang dilanggar oleh akuntan publik, yaitu:
a) Tanggung Jawab Profesi
Akuntan publik tersebut tidak melakukan tanggung jawab secara
profesional dikarenakan akuntan publik tersebut tidak menjalankan tugas
profesinya dengan baik dalam hal pembuatan laporan keungan
perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp
52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada tahun 2009, sehingga
menyebabkan kepercayaan masyarakat (raden motor) terhadap akuntan
publik hilang.
b) Kepentingan Publik
Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan publik (raden
motor) dikarenakan melakukan kesalahan dalam laporan keuangan
Perusahaan Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI
dengan tidak membuat laporan mengenai empat kegiatan.
c) Objektivitas
Akuntan Publik tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan cara
melakukan tindak ketidakjujuran secara intelektual dengan melakukan
kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden
Motor.
d) Perilaku Profesional
Akuntan Publik berperilaku tidak baik dengan melakukan pembuatan
laporan keuangan palsu sehingga menyebabkan reputasi profesinya buruk
dan dapat mendiskreditkan profesinya.
e) Integritas
Akuntan Publik tidak dapat mempertahankan integritasnya sehingga
terjadi benturan kepentingan (conflict of interest). Kepentingan yang
dimaksud adalah kepentingan publik dan kepentingan pribadi dari akuntan
publik itu.
f) Standar Teknis
Akuntan Publik tidak menjalankan etika/tugasnya sesuai pada etika profesi
yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen
Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara lain :
 Independensi, integritas, dan obyektivitas
 Standar umum dan prinsip akuntansi
 Tanggung jawab kepada klien
 Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
 Tanggung jawab dan praktik lain

D. PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Proses pengambilan keputusan etis (seven steps):


1. Penetapan goal dan objective serta pengukuran hasil
Tujuan dari pengambilan keputusan etis ini adalah menghentikan
kegiatan kredit macet yang disebabkan oleh akuntan publik yang
melakukan kesalahan dalam pembuatan lap keuangan dan diduga
karena kelalaiannya dalam menjalankan tugas sebagai seorang akuntan
publik dan bekerja sama dengan perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi. Keputusan etis ini juga diambil untuk mencegah dan
menaggulangi tindakan-tindakan etis agar tidak terjadi pada setiap
profesi yang ada.

2. Pengidentifikasian masalah
Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan
Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar
dari BRI Cabang Jambi pada 2010, diduga terlibat kasus korupsi dalam
kredit macet. Terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan
perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan
tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses
kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Akuntan publik diduga kuat
terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet karena bekerjasama
dengan pihak perusahaan Raden Motor untuk pengembangan usaha
Perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan keuntungan pribadi serta
lemahnya mental dan moral dalam individu-individu yang terlibat.

3. Pengembangan alternatif
Alternatif-alternatif yang dapat diambil antara lain:
 Akuntan Publik tersebut mengakui tindakan dugaan korupsi yang
dia lakukan dan mengikuti prosedur yang ada.
 Akuntan Publik tetap bungkam mengenai tindakan dugaan korupsi
yang dilakukannya.

4. Pengevaluasian alternatif
 Jika Biasa Sitepu selaku akuntan publik mengakui dugaan korupsi
yang dilakukanya dan terbukti ia salah maka kemungkinan
terbeaarnya ia akan mendapat sanksi sesuai undang-undang atau
peraturan yang berlaku. Kemudian hal ini akan berdampak pada
penurunan citra baik dan kepercayaan atas kinerjanya sebagai
seorang akuntan publik. Selain itu jika Biasa Sitepu
mengungkapkan kebenaran atas kasus ini maka pihak-pihak lain
yang telibat dalam kasus dugaan korupsi ini tentu juga akan
menimbulakan reputasi yang buruk terutama pihak intern BRI
Cabang Jambi yang pada saat itu menjabat sebagai penilai
pengajuan kredit telah berperilaku tidak professional serta
mendapat sanksi tegas yang berlaku agar diharapkan dapat
memeberikan efek jera bali pelaku pelanggaran hukum sehingga
mencegah terulangnya kasus yang sama.
 Apabila Biasa Sitepu selaku akuntan publik tersangka dugaan
korupsi tidak mau mengakui tindakanya tersebut maka ia telah
melanggar kode etik profesi seorang akuntan publik, dimana
dalam hal ini ia tidak profesional dan jujur dalam pelaksanaan
tugasnya dan mengabaikan ketentuan atau peraturan yang
berlaku. Hal ini tentu saja akan menyebabkan kerugian bagi
banyak pihak, terutama pihak Bank BRI dimana kliennya yaitu
Raden Motor tidak dapat membayar pinjaman kreditnya sebesar
Rp 52 miliar. Kemudian jika ia tetap bungkam akan tindakan
kecurangannya maka tindakan-tindakan penyalahgunaan
kewenangan seperti ini bisa saja terulang kembali dimasa depan.

5. Pemilihan alternatif
Solusi yang tepat untuk kasus kredit macet adalah :
 Seharusnya perusahaan Raden Motor membuat laporan keuangan
yang diajukan ke Bank BRI harus lengkap dan telah sesuai dengan
ketentuan dari Bank BRI
 Tersangka Effendi Syam dari pihak Bank BRI, yang saat itu
menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit, seharusnya teliti
dalam melakukan tugasnya untuk menerima pengajuan kredit dari
pihak Raden Motor.
 Biasa Sitepu selaku seorang akuntan publik seharusnya bertindak
profesional dan jujur dalam melakukan tugasnya. Apabila ada
keganjalan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor,
beliau harus mengakuinya. Sebagai seorang akuntan publik, Biasa
Sitepu telah melanggar etika profesi dan tidak mengikuti undang-
undang yang berlaku

6. Penerapan keputusan
Seharusnya Biasa Sitepu selaku seorang akuntan publik harus mengikuti
kode etik profesinya dimana ia harus mengimplementasikan setiap
prinsip-prinsip etika profesinya dalam hal ini tentu saja ia seharusnya
tidak melakukan tindakan korupsi dalam membantu klienya mendapat
modal pengembangan usaha dari kredit kepada Bank BRI sebesar Rp 52
miliar dengan tidak mengungkapkan kesalahan laporan keuangan klienya
yaitu Raden Motor (terdapat kekurangan 4 kegiatan dalam laporan
keuangan bersangkutan).

7. Pengendalian dan pengevaluasian


Dari penerapan keputusan yang diambil maka dapat disimpulkan bahwa
akuntan akan mencapai tujuannya untuk menghentikan kredit macet
dengan melakukan pekerjaanya secara profesional serta jujur dan
bertindak sebagai akuntan yang independen sesuai kode etiknya.

Anda mungkin juga menyukai