Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI


Diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Etika Profesi dan Tata Kelola Perusahaan
Dosen: NURHUDAWI LUBIS, SE, M.AK

D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Kelompok III :

Khairul Amri Manurung (71200313044)


Zaskia Andini (71200313046)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah Swt yang maha pengasih lagi maha
penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahnya kepada kita semua, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Lingkungan Etika dan Akuntansi”.

Makalah ini penulis susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan Makalah ini.

Terlepas dari itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada


kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka Penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun
dari pembaca agar Penulis dapat memperbaiki Makalah ini.

Akhir kata Penulis berharap Makalah “Lingkungan Etika dan Akuntansi” ini
dapat memberikan manfaat maupun menambah pengetahuan dan wawasan
pembaca mengenai Lingkungan Etika dan Akuntansi.

Medan, 1 Februari 2022

Penulis

ii
Daftar Isi
Kata Pengantar...........................................................................................................ii

Daftar Isi ....................................................................................................................iii

BAB 1 Pendahuluan .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

1.3 Tujuan Makalah .......................................................................................... 2

BAB 2 Pembahasan .................................................................................................. 3

2.1 Ekspektasi Masyarakat terhadap Bisnis dan Akuntansi................................ 4

2.2 Pemaparan Praktik Bisnis Yang Beretika .................................................... 6

2.3 Belajar dari Masa Lalu Profesi Akuntansi:

PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) ................................................. 10

2.4 Inisiatif Untuk Menciptakan Bisnis Berkelanjutan....................................... 16

BAB 3 Penutup.......................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 17

3.2 Saran .............................................................................................................. 17

Daftar Pustaka ........................................................................................................... 18

iii
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam bisnis yang modern ini, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-
orang yang profesional di bidangnya. Mereka dituntut mempunyai keahlian dan
keterampilan bisnis yang melebihi keterampilan dan keahlian bisnis orang kebanyakan
lainnya. Kaum profesional bisnis ini dituntut untuk memperlihatkan kinerja tertentu
yang berada diatas rata-rata kinerja pelaku bisnis amatir. Kinerja ini tidak hanya
menyangkut aspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan juga
menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis ini juga
menyangkut komitmen moral, integritas moral, disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral,
pelayanan, dan sikap mengutamakan mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan
pihak-pihak terkait yang berkepentingan (stakeholder), yang lama kelamaan akan
berkembang menjadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan.
Terjadinya krisis keuangan yang disebabkan skandal keuangan oleh berbagai
perusahaan besar di dunia menyebabkan perubahan padapersepsi mayarakat terhadap
nilai serta perilaku etika perusahaan. Pembentukan komite audit dan komite etika yang
berisikan oleh individu di luar perusahaan, pembentukan nilai code of conduct
perusahaan serta peningkatan nilai pelaporan perusahaan untuk meningkatkan integritas
adalah berbagai upaya yang dilakukan perusahaan untuk menumbuhkan kembali
kepercayaan publik tersebut.Pada lingkup yang lebih kecil, skandal keuangan
mengakibatkan adanya jurang kepercayaan (expectation gap) antara persepsimasyarakat
mengenai laporan keuangan oleh akuntan serta laporan audit olehauditor dengan apa
yang sebenarnya terjadi dengan keuangan perusahaan.Terjadinya jurang kepercayaan
tersebut pada akhirnya akan berujung pada aturan yang lebih ketat, hukuman yang lebih
besar serta penyelidikan tentang integritas,independensi dan peranan profesi akuntan
dan auditor.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang maka masalah yang akan dibahas pada lingkungan
etika dan akuntansi adalah:
1. Bagaimana Ekspektasi Masyarakat Terhadap Bisnis Dan Akuntansi?
2. Bagaimanakah Pemaparan Praktik Bisnis Yang Beretika?
3. Belajar Dari Masa Lalu Profesi Akuntansi:Kereta Api Indonesia ?
4. Bagaimanakah Inisiatip Untuk Menciptakan Bisnis Yang Berkelanjutan ?

2.5 Tujuan Makalah


1. Mengetahui Bagaimana Ekspektasi Masyarakat Terhadap Bisnis Dan
Akuntansi
2. Mengetahui Pemaparan Praktik Bisnis Yang Beretika
3. Belajar Dari Masa Lalu Profesi Akuntansi:Kereta Api Indonesia
4. Mengetahui Inisiatip Untuk Menciptakan Bisnis Yang Berkelanjutan

2
BAB 2
PEMBAHASAN
Perubahan ekpektasi publik terhadap bisnis pada gilirannya melahirkan
sebuah mandat baru bagi dunia usaha. Milton Friedman (1970) memberikan
pandangan bahwa bisnis hadir untuk melayani masyarakat umum, bukan
sebaliknya.Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa perusahaan didalam sistem pasar
bebas,melalui eksekutif perusahaan, bertanggung jawab kepada pemegang
saham dalam bentuk menghasilkan laba tetapi harus menyelaraskan hal tersebut
dengan aturan dasar yang ada dalam masyarakat. Kedua hal tersebut kemudian
diwujudkan dalam bentuk aturan hukum dan aturan etika. Hal tersebut
menjadikan ukuran kinerja perusahaan tidak hanya terlihat dari kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba tetapi juga bagaimana perusahaan dapat
selaras dengan aturan hukum dan etika yang diharapkan oleh publik.
Perubahan ekpektasi publik terhadap bisnis juga akan mempengaruhi
ekspektasi publik terhadap peran akuntan. Trade Off antara akuntan sebagai
bagian dari perusahaan dan sebagai penjaga kepentingan publik bisa dikatakan
sulit. Pada satu sisi, akuntan sebagai bagian dari perusahaan diharapkan mampu
dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai karyawan dalam sebuah
perusahaan, sisi lainnya adalah publik mengharapkan agar akuntan juga tetap
profesional dan memegang teguh nilai-nilai objektivitas, Integritas dan
kerahasiaan untuk melindungi kepentingan publik.
Hubungan saling ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat
mulai menjadi pokok perhatian pada dekade 1980 an. Perusahaan kemudian
menanggapi harapan masyarakat, baik sebagai shareholder maupun sebagai
stakeholder dengan menghadirkan:
a. Menghadirkan konsep tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) melalui pembentukan sistem pengendalian internal untuk
menjamin tercapainya tujuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan
melindungi hak-hak pemegang saham
b. Membuat serangakaian code of conduct sebagai pedoman bagi internal
perusahaan dalam hubungannya dengan para stakeholder seperti karyawan,
pemerintah dan masyarakat umum.

3
2.1 Ekspektasi Masyarakat terhadap Bisnis dan Akuntansi
Perusahaan memerlukan dukungan dari stakeholders seperti pemegang
saham, pegawai, konsumen, kreditur, supplier, pemerintah, dan aktivis untuk
dapat mencapai tujuan jangka panjangnya. Dukungan untuk bisnis secara umum
tergantung pada kredibilitas penempatan stakeholders dalam komitmen
perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan dari keunggulan kompetitif
perusahaan. Kini, stakeholder menginginkan kegiatan perusahaan akan lebih
menghargai kepentingan dan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dalam arti
luas perusahaan diminta untuk menentukan sikap etis dalam mencapai
kesuksesan. Oleh karena itu, kini direksi perusahaan berkeinginan untuk
memimpin perusahaan mereka secara lebih beretika,yang berarti perusahaan
memperhatikan eksekutif dan pegawai secara etis. Lebih dari itu, perusahaan
diharapkan lebih bertanggung jawab kepada stakeholder dalam hal transparansi
dan sikap etis. Penilaian keberhasilan kini tidak hanya sekedar apa yang telah
dicapai perusahaan tapi juga menyangkut bagaimana keberhasilan itu dapat
dicapai secara etis. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan perubahan
ekspektasi publik terhadap perilaku bisnis:
a. Urusan Lingkungan
Hal ini dimulai dengan masalah pencemaran udara yang berfokus pada cerobong
dan pipa asap pabrik yang dapat menyebabkan iritasi dan kelainan pada
masyarakat sekitar pabrik. Selain pencemaran udara, hal lain yang harus
diperhatikan adalah pencemaran air.
b. Sensitivitas moral
Sensitivitas moral berkaitan dengan tekanan publik akan adanya suatu keadilan
dalam ketenagakerjaan. Hal tersebut kini telah dicantumkan dalam hukum,
peraturan, kontrak dan kegiatan-kegiatan perusahaan.
c. Penilaian buruk dan aktivis
Terkadang masyarakat atau kelompok tertentu menyerang instansi yang dinilai
buruk, seperti perusahaan sepatu Nike yang diboikot karena mempergunakan
tenaga kerja dibawah umur. Para investor berpandangan bahwa investasi mereka

4
seharusnya tidak hanya untuk mendapatkan pendapatan namun juga untuk
masalah-masalah etis.
d. Ekonomi dan tekanan persaingan
Perkembangan pasar global memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk
mendistribusikan produknya ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu
diperlukan restrukturisasi yang memungkinkan produktivitas yang lebih tinggi
dan biaya yang lebih rendah.
e. Skandal keuangan: kesenjangan ekspektasi dan kesenjangan kredibilitas
Penyalah gunaan jabatan dalam bidang keuangan telah membuat krisis
kepercayaan terhadap laporan keuangan perusahaan dan pemerintah. Hal
tersebut menyebabkan
terjadinya kesenjangan ekspektasi dimana seharusnya pihak perusahaan
menyampaikan keadaan perusahaan sebenarnya tapi malah melakukan
manipulasi.
f. Kegagalan kepemimpinan dan penilaian resiko
Pemerintah menyadari penting untuk melindungi kepentingan publik, dimana
dewan direksi perusahaan telah memperkirakan penilaian dan meyakini bahwa
risiko yang dihadapi perusahaan telah diatur dengan baik, serta risiko etika kini
telah menjadi aspek kunci proses pencapaian tujuan perusahaan.
g. Peningkatan keinginan transparansi
Kurangnya kepercayaan stakeholder akan kegiatan yang dijalankan perusahaan
menimbulkan peningkatan keinginan akan transparansi pada bagian yang
menyangkut kepentingan investor dan stakeholder yang lain.
h. Sinergi semua faktor dan penguatan institusional
Hubungan diantara semua faktor berdampak pada ekspektasi publik terhadap
masalah etika. Dimana akibatnya masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya
kontrol terhadap perilaku perusahaan yang tidak etis. Kesadaran publik tersebut
berimbas pada dunia politik, yang menyatakan reaksinya dalam hal penyusunan
hukum dan peraturan. Hal tersebut akan mengakomodasi kesadaran publik
dalam proses penguatan institusi dan penegakan hukum.

Tabel 1. Faktor Penyebab Perubahan Ekspektasi Publik


Fisik Kualitas air dan udara, keamanan
Moral Keinginan atas keadilan dan hak di rumah dan
5
lingkungan
Penilaian buruk Mengoperasikan kesalahan dan kompensasi
eksekutif.
Aktivis Investor yang bersikap etis, konsumen dan
pecinta lingkungan.
Ekonomi Kelemahan, tekanan untuk selamat, dan
Pemalsuan
Kompetisi Tekanan global
Penyalahgunaan jabatan Berbagai skandal, korban, ketamakan
keuangan
Kesalahan pemerintah Pengakuan terhadap penilaian masalah etis dan
pemerintahan yang baik.
Transparansi Keinginan untuk melakukan Transparansi
Sinergi Publisitas, keberhasilan perubahan
Penguatan institusi Peraturan baru

2.2 Pemaparan Praktik Bisnis Yang Beretika


Menanggapi adanya perubahan akuntabilitas bisnis dan pengambilan
keputusan etis, konsep dan istilah yang telah di pelajari selama berabad-abad
oleh para filsuf mengenai etika perilaku telah dikembangkan. Konsep tersebut
antara lain:

a. Tugas baru dunia bisnis


Perubahan ekspektasi publik telah menyebabkan evolusi tugas-tugas dalam
dunia bisnis. Kini kesuksesan perusahaan sangat tergantung pada seberapa
sanggup perusahaan menyeimbangkan profit dan kepentingan stakeholder.
b. Kepemimpinan baru dan kerangka transparansi
Kinerja dewan direksi harus merefleksikan kepentingan stakeholder dalam hal
pencapaian tujuan, proses, dan hasil.
c. Penguatan aturan untuk profesional akuntan
Ekspektasi publik akan kebenaran laporan kinerja perusahaan tidak lepas dari
profesional akuntan yang menyiapkan atau mengaudit laporan keuangan
tersebut. Profesional akuntan tersebut berfokus pada loyalitas kepada

6
kepentingan publik dan adoptasi prinsip independensi, penilaian, objektivitas
dan integritas.
d. Kejelasan kepemimpinan dan model transparansi stakeholder
Sering dengan perubahan yang terjadi, perusahaan mulai memusatkan perhatian
pada bagaimana menerapkan etika pada aktivitas perusahaan mereka, dan untuk
mengurangi terjadinya masalah-masalah etika. Dari hal tersebut semakin jelas
terlihat bahwa komando tradisional dan pendekatan pengendalian dari atas ke
bawah tidak lagi cukup dan perusahaan perlu membuat lingkungan yang cocok
untuk memelihara perilaku etika. Tanggung jawab perusahaan yang berkait
dengan transparansi ditujukan kepada pemegang saham, pegawai, konsumen,
suplier, aktivis, pemerintah dan kreditor. Dimana dalam hal ini perusahaan
bertanggungjawab untuk melakukan transparansi atau pengungkapan atas
laporan finansial dan nonfinansial perusahaan.
e. Manajemen berdasarkan nilai, reputasi, dan risiko
Dalam rangka menggabungkan kepentingan stakeholder ke dalam kebijakan,
strategi dan operasi dari korporasi mereka, direksi, khususnya bila eksekutif
manajer, dan karyawan lainnya harus memahami sifat kepentingan stakeholder
mereka dan nilai-nilai yang mendukung mereka.
f. Akuntabilitas
Munculnya kepentingan pelaku kebijakan dan akuntabilitas dan debacles
keuangan yang menakjubkan dari Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom,
telah meningkatkan keinginan untuk laporan yang lebih relevan dengan berbagai
kepentingan stakeholder, lebih transparan, dan lebih akurat daripada di masa
lalu.
g. Perkembangan etika bisnis
Dua perkembangan ini berguna untuk memahami etika bisnis dan bagaimana
bisnis dan penerapan profesi. Mereka adalah konsep stakeholder dan konsep
kontrak sosial perusahaan
h. Pendekatan etis pengambilan keputusan melalui analisis dampak pemangku
kepentingan
Peningkatan akuntabilitas kepada para pemangku kepentingan dalam
versi
yang lebih baru dari kontrak sosial telah membebankan tanggung jawab pada
eksekutif untuk memastikan keputusan mereka mencerminkan nilai etis untuk

7
sebuah perusahaan. Pendekatan ini dimulai dengan identifikasi stakeholder
yang signifikan, investigasi kepentingan mereka, dan peringkat kepentingan-
kepentingan untuk memastikan bahwa pemberian perhatian yang memadai
pada analisis dan pertimbangan lebih besar pada tahap keputusan.
Sebagai lingkungan etis untuk bisnis berubah, pengamat dan eksekutif
menyadari bahwa orang lebih banyak dari pemegang saham hanya memiliki
kepentingan dalam perusahaan atau aktivitasnya. Sebagaimana dicatat
sebelumnya, meskipun beberapa tidak memiliki klaim hukum pada korporasi,
mereka memiliki kapasitas yang sangat nyata untuk mempengaruhi perusahaan
baik atau tidak baik. Selain itu, seiring berjalannya waktu , klaim dari beberapa
pihak yang berminat membuat modifikasi melalui undang-undang atau
peraturan. Ini menjadi jelas bahwa kepentingan dari seseorang dengan saham
dalam bisnis atau dampaknya yang terpengaruh oleh atau dapat mempengaruhi
pencapaian organisasi objektif harus dipertimbangkan dalam rencana perusahaan
dan keputusan. Untuk kemudahan referensi, orang-orang ini datang untuk
diketahui sebagai stakeholder dan kepentingan pihak mereka sebagai hak-hak
merka . Contoh kelompok stakeholder akan mencakup karyawan, pelanggan,
pemasok, kreditur, debitur, masyarakat tuan rumah, pemerintah, lingkungan, dan
tentu saja, pemegang saham. Stakeholder normal Acorporation telah di petakan.
Gambar 1 : Peta Akuntabilitas pemegang saham

shareholders
activist employees

government
customer
corporation

creditors suppliers

other
lenders including
media

Gambar 2: Kerangka Akuntabilitas Stakeholder dan Tata Kelola Perusahaan

Fungsi Utama Dewan Pengendalian:


Pemegan
Stakehold Menetapkan bimbingan dan
g Saham
er batasan kebijakan, kode, budaya,
8 kepatuhan (hukum, regulasi,
aturan)
Dewan Mengatur arah strategi, sasaran
Direksi, remunerasi, insentif
Memil Subkomite Menunjuk CEO, CFO, dan
Kelola, Mengatur sumber daya
Kompensasi Memantau feedback operasional,
kepatuhan kebijakan, laporan
Auditor keuangan
Laporan untuk pemegang saham,
pemerintah
Alur Info Tindakan Menentukan auditor

Para direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan lain harus memahami


sifat dari kepentingan stakeholder dan nilai yang dapat mendukung mereka
untuk menggabungkan kepentingan stakeholder ke dalam kebijakan, stategies,
dan kegiatan operasional perusahaan. Reputasi perusahaan dan tingkat dukungan
dari stakeholder akan tergantung pada pemahaman dan kemampuan perusahaan
untuk mengelola risiko yang dihadapi perusahaan secara langsung, maupun
risiko yang berdampak pada para stakeholder. Reputasi ditentukan oleh empat
faktor, yaitu kredibilitas, keandalan, kepercayaan dan tanggungjawab.

Suatu hypernoms adalah nilai-nilai yang dihormati oleh sebagian besar


kelompok atau budaya di seluruh dunia. Hypernoms terdiri dari enam nilai dasar,
yaitu kejujuran, keadilan, empati, integritas, prediktabilitas, tanggung jawab.
Keenam hypernorms memiliki relevansi yang signifikan terhadap keberhasilan
perusahaan di masa depan. Oleh karena itu, hypernorms tersebut harus
dikembangkan menjadi sebuah kode etik, kebijakan, strategi, dan kegiatan
perusahaan sebagai upaya untuk memastikan bahwa kepentingan kelompok
stakeholder dihormati, dan bahwa reputasi perusahaan akan memperoleh
dukungan maksimal.
Munculnya kepentingan stakeholder dan akuntabilitas telah
meningkatkan keinginan untuk membuat laporan kinerja perusahaan yang lebih
transparan dengan mempertimbangkan kepentingan para stakeholder. Hal
tersebut membuktikan bahwa laporan perusahaan seringkali tidak memiliki
integritas karena tidak mencakup beberapa isu, dan juga tidak selalu
memberikan presentasi yang jelas dan seimbang tentang bagaimana kepentingan
para stakeholder akan terpengaruh. Kadang-kadang masalah akan di sebutkan,
tetapi dengan cara tidak jelas, sehingga kurangnya transparansi akan membuat

9
pemahaman pembaca menjadi samar. Akurasi atau representasi yang tepat
merupakan dasar untuk memahami fakta-fakta yang mendasarinya. Perbaikan
integritas, transparansi dan akurasi telah memotivasi para akuntan profesional
untuk mengenali pedoman (aturan dan prinsip) yang seharusnya digunakan
untuk menyusun laporan keuangan. Keinginan tersebut melahirkan laporan
keuangan yang bersifat nonfinansial dan telah disesuaikan dengan kebutuhan
para stakeholder yang berupa laporan CSR.

2.3 Belajar dari Masa Lalu Profesi Akuntansi: PT KERETA API INDONESIA

(PT KAI)

PT. KAI (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
menyelenggarakan jasa angkutan Kereta api yang meliputi angkutan penumpang dan
barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi UU No.13/1992 yang
menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah dìberi kesempatan
untuk mengelola jasa angkutan Kereta api di Indonesia. Kasus di atas merupakan Kasus
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan
Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi.
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan
dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang
dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan
dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi
manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan
BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63
Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi
dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003

10
dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan
(BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui
sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT
KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun
2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan
keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak
pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai
piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung
beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga
yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada
kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar
yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen
PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad    akhir tahun
2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai
kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam
tahun 2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70
Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005
sebagai bagian dari hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap
kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah
dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI
tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor
akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan

11
yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit
(komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit
akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika
terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin
praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip
akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan
karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan
masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh
pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya.
Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini
mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi
permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar
Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan.
Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh
Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang
melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu
menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan
Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran.
Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan
baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal
itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari
berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor,
masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke
depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan
harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
Prinsip Etika Yang Dilanggar:
Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan
dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum

12
sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan
yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan
standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain:
1. Tanggung Jawab Profesi; 
Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional
terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang
bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan
memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan
merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Kepentingan Publik;
Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang
berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam
kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena
diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang
seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI
terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk
bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak
dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3. Integritas;                                                                                     
Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam
kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah
melakukan manipulasi laporan keuangan.
4. Objektifitas;
Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak
memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif
karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi Dan Kehati-Hatian  Professional ;                            
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh
kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat
yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-
hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan

13
PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan
mengalami keuntungan
6. Perilaku Profesional ;                                                                   
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten
selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak
berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan
pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng
nama baik) profesinya.
7. Standar Teknis;
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan
mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak
melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan
sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api
Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam
laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai
pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat
dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
Sikap Yang Diambil:
1)   Manajemen PT KAI
a) Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang
dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan
perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang
seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
b) Meminta maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji
tidak mengulangi kembali di masa datang.
2)   KAP S. Manan & Rekan & Rekan
a) Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus
berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi
b) Melakukan koreksi atas opini yang telah dibuat

14
c) Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang
melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan
Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak
otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di
masa yang akan datang.
Solusi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang
1. Membangun kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan
integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal
maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
2. Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan publik.
3. Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik,
serta memberikan siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya
integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan.
4. Memperbaiki sistem pengendalian internal perusahaan.
5. Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam
rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya
fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-
kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
6. Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal,
pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan
pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi
yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi
perusahaan dari kerugian.
7. Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal
diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan
membahayakan perusahaan.
8. Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran
auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait
dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah
fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan
ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan
keuangan atau  penyalahgunaan asset.
9. Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi
apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk

15
posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi
dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada
pengecualian yang tidak masuk akal
10. Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan
tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat
mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih
artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang
tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk
menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran
profesionalisme dikedepankan.
11. Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi
agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga
penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan
diberikan sangsi tanpa kompromi.

2.4 Inisiatif Untuk Menciptakan Bisnis Berkelanjutan

Meningkatnya harapan untuk bisnis selalu berdampak pada tuntutan reformasi


tata kelola dan pengambilan keputusan etis. Penting bagi keberhasilan perusahaan
untuk memahani harapan etika. Sebuah perusahaan tidak dapat memiliki etika budaya
perusahaan yang efektif tanpa etika kerja yang terpuji. Melalui tata kelola perusahaan
(Good Coorporate Government), diharapkan seluruh organ perusahaan mampu
bertindak secara etis. Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance) adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan Organ
Perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan
nilai perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan, secara akuntabel dan
berlandaskan peraturan perundangan serta nilai-nilai etika.

Konsep dari GCG belakangan ini makin mendapat perhatian dari masyarakat
karena konsep ini semakin memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar
para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi konsep ini mencakup beberapa
hal antara lain:

1. Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya

16
2. Hak dan peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders)

lainnya
3. Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
4. Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan
5. Tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan, kepada
para pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkrpentingan.

Konsep GCG sendiri muncul dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan
yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, salah satu contohnya Endron
WorldCom, KAP Arthur-Andersen.

BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Perusahaan memerlukan dukungan dari stakeholders seperti pemegang saham,
pegawai, konsumen, kreditur, supplier, pemerintah, dan aktivis untuk dapat mencapai
tujuan jangka panjangnya. Dukungan untuk bisnis secara umum tergantung pada
kredibilitas penempatan stakeholders dalam komitmen perusahaan, reputasi perusahaan,
dan kekuatan dari keunggulan kompetitif perusahaan. Kini, stakeholder menginginkan
kegiatan perusahaan akan lebih menghargai kepentingan dan hal-hal yang bermanfaat
bagi mereka, dalam arti luas perusahaan diminta untuk menentukan sikap etis dalam
mencapai kesuksesan. Faktor-faktornya terdiri dari urusan lingkungan, sensitivitas
moral, penilaian buruk dan aktivis, ekonomi dan tekanan persaingan, skandal
keuangan: kesenjangan ekspektasi dan kesenjangan kredibilitas, kegagalan
kepemimpinan dan penilaian resiko, peningkatan keinginan transparansi dan sinergi
semua faktor dan penguatan institusional.
Dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan
suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang

17
terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan
PT KAI tersebut. pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak
seperti investor tersebut. Seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur
sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.

3.2 Saran
Hendaknya setiap pelaku bisnis menjalankan bisnisnya sesuai degan kode etik dan
prinsip etika yang berlaku. Semua hal yang dilakukan dengan benar, maka akan
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan menguntungkan banyak pihak. Kode etik
dan prinsip etika ini bermanfaat untuk mengurangi risiko kerusakan di lingkungan
sekitar.

Daftar Pustaka

Brooks, Leonard J. 2007. Business & Professional Ethics for Directors, Executives, &
Accountans. Toronto: Thomson South-Western

Duska, Ronald F. and B.S. Duska. 2005. Accounting Ethics. Blackwell Publishing

http://triyatmoko.wordpress.com/2009/02/24/lingkungan-etika-dan akuntansi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kereta_Api_Indonesia

http://yudasil.blogspot.com/2013/01/kasus-3-manipulasi-laporan-keuangan-pt.html

Sumber : Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006

18

Anda mungkin juga menyukai