Anda di halaman 1dari 12

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

“ETIKA DISKRIMINASI PEKERJAAN”

Dosen Pengampu :
P. D'YAN YANIARTHA SUKARTHA, S.E., Ak., M.Acc., Ph.D., CA., CPA.,GMA.

Oleh :
Luh Sri Isa Dewi Jayanti 2281611019/19

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
1. DISKRIMINASI

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu

tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu

tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat,

ini disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain.

Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antar

golongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau

karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.

Diskriminasi langsung terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas

menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan

menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat

peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan dilapangan.

Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional

dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya. Diskriminasi telah

menjadi sumber utama ketidakadilan, karena dalam diskriminasi kelompok-kelompok

tertentu mereka terkecualian, bahkan mereka kehilangan hak-hak dasar tertentu seperti

pekerjaan, kesehatan, jaminan sosial dan pendidikan dan lain – lain.

2. SIFAT DISKRIMINASI PEKERJAAN


Istilah diskriminasi berasal dari bahasa Latin, yaitu discernere yang artinya
membedakan, memilah atau memisahkan. Diskriminasi adalah membedakan satu objek
dari objek lainnya. Dalam pengertian ini diskriminasi merupakan suatu tindakan yang
secara moral adalah netral dan tidak dapat disalahkan. Namun, dalam pengertian modern
istilah ini secara moral tidak netral karena biasanya mengacu pada tindakan membedakan
seseorang dari orang lain bukan berdasarkan keunggulan yang dimiliki tetapi berdasarkan

2
prasangka atau sikap - sikap yang secara moral tercela. Diskriminasi terjadi dalam semua
sektor kehidupan masyarakat, termasuk bisnis. Sebagai contoh diskriminasi rasial dan
seksual telah lama ada dalam sejarah bisnis. Meskipun saat ini banyak kaum minoritas
dan perempuan memasuki dunia kerja, namun berbagai masalah diskriminasi masih
menyelimuti para pekerja. Melakukan diskriminasi tenaga kerja berarti membuat
keputusan (atau serangkaian keputusan) yang merugikan pegawai (atau calon pegawai)
yang merupakan anggota kelompok tertentu karena adanya prasangka yang secara moral
tidak dibenarkan terhadap kelompok tersebut menyebabkan banyak pegawai
diperlakukan berbeda tanpa alasan yang relevan (Sutrisna Dewi, 2011 : 226).

Dalam hal ini diskriminasi melibatkan 3 elemen dasar, yaitu:

a) Keputusan yang merugikan seorang pegawai karena tidak berdasarkan


kemampuan yang dimilikinya.
b) Keputusan yang merugikan pegawai karena diambil berdasarkan prasangka
(misalnya rasial, seksual, dan agama) stereotype yang salah, atau sikap lain yang
secara moral tidak benar terhadap anggota kelompok tertentu dimana pegawai
tersebut berasal.
c) Keputusan yang memiliki pengaruh negatif atau merugikan pada kepentingan-
kepentingan pegawai yang dapat mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan,
kesempatan memperoleh kenaikan pangkat, atau gaji yang lebih baik.

Dalam suatu organisasi tindakan diskriminatif dapat terjadi dalam berbagai


bentuk, yaitu sebagai berikut:

 Sengaja
Diskriminasi dilakukan secara sengaja dan sadar karena :
a) Perilaku pribadi individu yang ada dalam organisasi dan bukan
merupakan praktek yang dikehendaki organisasi. Misalnya, suatu
perusahaan tidak bermaksud melakukan dikriminasi, tetapi petugas
pewawancara yang ditunjuk saat rekrutmen secara sengaja dan sadar
melakukan diskriminasi karena prasangka pribadi.
b) Perilaku rutin organisasi yang secara historis (turun-temurun)
melakukan praktek diskriminasi karena prasangka pribadi para
3
anggotanya sehingga praktek tersebut akhirnya melembaga. Misalnya,
suatu perusahaan dari dulu sampai sekarang hanya menerima pria
sebagai tenaga keamanan, karena beranggapan wanita tidak cocok
sebagai tenaga keamanan. Tindakan ini akhirnya melembaga dan
dilakukan terus menerus.
 Tidak Sengaja
Suatu organisasi mungkin saja tidak pernah bermaksud malakukan diskriminasi,
tetapi secara tidak sengaja dan tidak sadar telah melakukannya karena:
a) Menerima praktek stereotip tradisional dari masyarakat sekitarnya.
Misalnya, di suatu lingkungan masyarakat terdapat anggapan bahwa
wanita tidak pantas menjadi pemimpin, sehingga wanita tidak lumrah
menduduki posisi atau jabatan penting.
b) Menjalankan prosedur formal perusahaan. Misalnya, suatu perusahaan
wajib mengikuti proedur yang telah ditetapkan dalam melakukan
rekrutmen. Tetapi prosedur tersebut ternyata mengakibatkan adanya
kelompok tertentu menjadi terdiskriminasi.
c) Kebetulan. Misalnya, jumlah pekerja yang diterima bekerja dalam suatu
perusahaan mayoritas pria, karena kebetulan yang melamar pekerjaan
dan berhasil memenuhi standar kelulusan sebagian besar pria.

Selama abad terakhir, terjadi satu perubahan penekanan yang cukup penting
yang melihat diskriminasi hanya sebagai masalah yang sifatnya disengaja dan individual
menuju penekanan yang melihat diskriminasi sebagai sesuatu yang sistematis dan tidak
harus disengaja dari perilaku perusahaan. Selanjutnya, dalam seperempat abad
penekanannya beralih kembali pada diskriminasi sebagai suatu tindakan yang disengaja.

3. TINGKAT DISKRIMINASI PEKERJAAN


Menurut Velasques (2000:373) dengan melihat indikator statistik tentang distribusi
anggota kelompok dalam organisasi yang bersangkutan dapat diperkirakan tentang
terjadinya diskriminasi pada kelompok tertentu dalam suatu organisasi. Indikator bahwa
diskriminasi telah terjadi apabila terdapat proporsi yang tidak seimbang atas anggota

4
kelompok tertentu yang memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu institusi
tanpa mempertimbangkan preferensi atau pun kemampuan mereka.
Terdapat tiga perbandingan yang dapat membuktikan distribusi semacam itu, yakni:

a) Perbandingan penghasilan rata-rata, yaitu perbandingan atas keuntungan rata-


rata yang diberikan institusi pada kelompok yang terdiskriminasi dengan
keuntungan rata-rata yang diberikan pada kelompok lain. Perbandingan
penghasilan ini mencerminkan berbagai kesenjangan yang berkaitan dengan ras,
gender/jenis kelamin, dll.
b) Perbandingan kelompok penghasilan terendah, yaitu perbandingan atas proporsi
kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkat pekerjaan paling rendah
dengan proporsi kelompok lain dalam tingkat yang sama.
c) Perbandingan pekerjaan yang diminati, yaitu perbandingan proporsi dari anggota
kelompok terdiskriminasi yang memegang jabatan lebih menguntungkan dengan
proporsi kelompok lain dalam jabatan yang sama. Distribusi pekerjaan dapat
dinilai dan dibuktikan dari diskriminasi kelompok minoritas, rasial, dan seksual.

4. DISKRIMINASI: UTILITAS, HAK DAN KEADILAN


Argumen yang menentang diskriminasi secara umum dapat dibagi menjadi tiga
kelompok: (a) argument ulitarian yang menyatakan bahwa diskriminasi mengarahkan
pada penggunaan sumber daya manusia secara efisien, (b) argumen hak, yang
menyatakan bahwa diskriminasi melanggar hak asasi manusia, dan (c) argumen keadilan,
yang menyatakan bahwa diskriminasi mengakibatkan munculnya perbedaan distribusi
keuntungan dan beban dalam masyarakat.
4.1 Utilitas
Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual didasarkan
pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberikan
dengan berdasarkan kompetensi (atau “kebaikan”). Pekerjaan-pekerjaan yang berbeda,
menurut argumen ini, memerlukan keahlian dan sifat kepribadian yang berbeda jika kita
ingin agar semuanya seproduktif mungkin. Diskriminasi terhadap para pencari kerja
berdasarkan ras, jenis kelamin, agama atau karakteristik-karakteristik lain yang tidak

5
berkaitan dengan pekerjaan adalah tidak efisien dan bertentangan dengan prinsip-prinsip
utilitarian. Akan tetapi, argumen utilitarian ini dihadapkan pada dua keberatan, yakni:
a) Pertama, jika argumen ini benar maka pekerjaaan haruslah diberikan dengan
dasar kualifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan, jika hal tersebut akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika dalam suatu situasi tertentu,
kesejahteraan masyarakat akan menjadi lebih baik dengan memberikan
pekerjaan berdasarkan faktor yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, maka
para pendukung argumen utilitarian akan mengatakan bahwa dalam situasi-
situasi semacam itu, pekerjaan tidak perlu diberikan berdasarkan kualifikasi
pekerjaan, namun berdasarkan pada faktor lain.
b) Kedua, argumen utilitarian juga harus menjawab tuntutan penentangnya yang
menyatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan akan memperoleh
keuntungan dari keberadaan bentuk-bentuk diskriminasi seksual tertentu.
4.2 Hak
Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual salah
satunya menyatakan bahwa diskriminasi salah karena hal tersebut melanggar hak
moral dasar manusia. Teori Kant misalnya, menyatakan bahwa manusia haruslah
diperlakukan sebagai tujuan dan tidak boleh hanya sebagai sarana. Tindakan
diskriminasi melanggar prinsip ini dalam dua cara, yakni:
a) Pertama diskriminasi didasarkan pada keyakinan bahwa suatu kelompok
tertentu dianggap lebih rnudah dibandingkan kelompok lain.
b) Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang terdiskriminasi dalam posisi
sosial dan ekonomi yang rendah.
4.3 Keadilan
Kelompok argumen non-utilitarian kedua melihat diskriminasi sebagai
pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan. Diskriminasi dalam pekerjaan adalah salah
karena ia melanggar prinsipdari keadilan dengan cara membedakan orang-orang
berdasarkan karakteristik-karakteristik tertentu yang tidak relevan dengan tugas yang
harus dilaksanakan. Diskriminasi melanggar prinsip ini dengan cara menutup
kesempatan bagi kaum minoritas untuk menduduki posisi-posisi tertentu dalam
sebuah lembaga sehingga otomatis mereka tidak memperoleh kesempatan yang sama

6
dengan orang lain. Dan hilangnya kesempatan bersaing untuk memperoleh pekerjaan
tertentu adalah tidak adil.
5. TINDAKAN AFIRMATIF
Akibat praktek dirkriminasi masa lalu, kaum minoritas dan perempuan saat ini tidak
mempunyai keahlian yang sebanding dengan kaum mayoritas dan pria. Indonesia yang
terdiri dari banyak etnis memiliki budaya dan tingkat kemajuan berbeda-beda. Perjalanan
sejarah yang panjang telah menunjukkan fakta bahwa Pulau Jawa menjadi barometer
kemajuan berbagai bidang, seperti penididikan, kesehatan, dan ekonomi. Calon tenaga di
Pulau Jawa jelas memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan calon tenaga
kerja dari daerah tertinggal. Kalau berorientasi pada prinsip equal employee oppotunity,
jelas calon tenaga kerja dari daerah tertinggal akan selalu tersisih. Hal ini akan
menimbulkan diskriminasi yang tidak disengaja. Demikian pula praktek diskriminasi
yang stereotip terhadap perempuan Indonesia saat ini belum banyak dapat menduduki
jabatan-jabatan penting.
Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi akibat ketidakadilan pada masa
lampau? Untuk menghapus pengaruh-pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak
perusahaan melakukan tindakan afirmatif, yaitu tindakan yang dimaksudkan untuk
mencapai distribusi yang lebih representatif dalam perusahaan dengan memberikan
preferensi pada kaum perempuan dan minoritas. Inti program afimatif adalah
penyelidikan yang mendetail (analisis utilisasi) atas semua klasifikasi pekerjaan besar
dalam perusahaan untuk menentukan apakah jumlah pegawai perempuan dan minoritas
dalam klasifikasi pekerjaan tertentu lebih kecil bila dibandingkan dengan tingkat
ketersediaan tenaga kerja di wilayah tempat pekerja direkrut.
Tindakan afirmatif dikritik dengan alasan bahwa upaya memperbaiki kerugian
diskriminasi masa lalu diatasi justru dengan melakukan diskriminasi kebalikan (reverse
discrimination), yaitu dengan memberikan preferensi kepada kaum minoritas dan
perempuan. Preferensi yang tidak relevan ini dianggap melanggar keadilan, karena tidak
mengindahkan prinsip kesamaan hak dan kesempatan. Diskriminasi kebalikan apapun
bentuknya tetap merupakan tindakan yang tidak adil, karena merupakan diskiminasi.
Program tindakan afirmatif secara umum dikritik dengan alasan bahwa, dalam
upaya memperbaiki kerugian akibat diskriminasi masa lalu, program-program itu sendiri

7
juga menjadi diskriminatif, baik rasial maupun seksual. Dengan menunjukkan preferensi
pada kaum perempuan dan minoritas, program tersebut membentuk diskriminasi terhadap
pria kulit putih.
Program tindakan afirmatif dianggap sebagai diskriminasi terhadap pria kulit putih
karena menggunakan karakteristik-karakteristik yang tidak relevan ras atau jenis kelamin
dalam mengambil keputusan, dan ini melanggar keadilan karena tidak mengindahkan
prinsip-prinsip kesamaan hak dan kesempatan.
Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-program tindakan afirmatif
dalam menghadapi kecaman di atas dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian. Salah
satunya menginterpretasikan perlakuan preferensial (khusus) yang diberikan pada kaum
masa lalu. Argumen kedua menginterpretasikan perlakuan preferensial terhadap suatu
sarana guna mencapai tujuan-tujuan sosial tertentu. Argumen yang pertama (kompensasi)
cenderung melihat ke belakang karena memfokuskan pada kesalahan dari tindakan-
tindakan masa lalu. Argumen kedua (instrumentalis) lebih melihat ke depan sejauh
memfokuskan kepada hal-hal yan baik di masa mendatang (dan kesalahan yang terjadi di
masa lalu dianggap tidak relevan).
a) Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi
Afirmatif merupakan salah satu bentuk kompensasi dan didasarkan pada konsep
keadilan kompensasif. Keadilan kompensasif mengimplikasikan bahwa seseorang
wajib memberikan kompensasi terhadap orang-orang yang dirugikan secara
sengaja. Selanjutnya, program tindakan afirmatif diinterpretasikan sebagai salah
satu bentuk ganti rugi yang diberikan kaum pria kulit putih kepada perempuan dan
kelompok minoitas karena telah merugikan mereka dengan secara tidak adil
mendiskriminasikan mereka di masa lalu. Kelemahan argumen yang mendukung
tindakan afirmatif yang didasarkan pada prinsip kompensasi adalah prinsip ini
menyarankan kompensasi hanya dari individu-individu yang dirugikan.
b) Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan Sosial
Argumen untuk mendukung program tindakan afirmatif didasarkan pada gagasan
bahwa program-program tersebut secara moral merupakan instrumen yang sah
untuk mencapai tujuan-tujuan yang secara moral juga sah. Tujuan program
tindakan afirmatif:

8
 Mendistribusikan keuntungan dan beban masyarakat yang konsisten
dengan prinsip-prinsip keadilan distributif.
 Untuk menetralkan bias untuk menjamin hak yang sama untuk
memperoleh kesempatan bagi kaum perempuan dan minoritas.
 Untuk menetralkan kelemahan kompetitif yang saat ini dimiliki oleh
kaum perempuan dan minoritas saat ini mereka bersaing.
Tujuan dasar program tindakan afirmatif adalah terciptanya masyarakat
yang lebih adil, masyarakat dimana kesempatan yang dimiliki oleh seseorang
tidak dibatasi oleh ras atau jenis kelaminnya.
c) Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman
Para pendukung program tindakan afirmatif menyatakan bahwa kriteria lain selain
ras dan jenis kelamin perlu dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam
program tindakan afirmatif. Pertama, jika hanya kriteria ras dan jenis kelamin
yang digunakan, hal ini akan mengarahkan kepada perekrutan pegawai yang tidak
berkualitas dan mungkin akan menurunkan produktivitas.kedua, banyak pekerjaan
yang memiliki pengaruh-pengaruh penting pada kehidupan orang lain. Jadi, jika
suatu pekerjaan memiliki pengaruh penting, katakanlah pada jiwa orang lain
(misalnya pengawas penerbangan atau dokter bedah), maka kriteria selain ras dan
jenis kelamin harus diutamakan dan lebih dipertimbangkan dibandingkan tindakan
afirmatif. Ketiga, para pentang menyatakan bahwa program tindakan afirmatif,
jika dilanjutkan akan membuat negara kita akan menjadi negara yang lebih
diskriminatif. Pedoman berikut ini diusulkan sebagai salah satu cara untuk
memasukkan berbagai pertimbangan ke dalam program tindakan afirmatif ketika
kaum minoritas kurang terwakili dalam suatu perusahaan.
 Kelompok minoritas dan bukan minoritas wajib direkrut atau
dipromosikan hanya jika mereka telah mencapai tingkat kompetensi
minimum atau mampu mencapai tingkat tersebut dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan.
 Jika kualifikasi calon dari kelompok minoritas hanya sedikit leih rendah
dibandingkan yang bukan dari kelompok bukan minoritas, maka calon
tersebut harus lebih diutamakan.

9
 Jika calon dari kelompok minoritas dan bukan minoritas sama-sama
berualifikasi atas suatu pekerjaan , namun kelompok dari calon bukan
minoritas jauh lebih berkualifikasi, maka:
a. Jika pelaksanaan pekerjaan tersebut berpengaruh langsung pada
kehidupan atau keselamatan orang lain atau jika pelaksanaan
pekerjaan tersebut memiliki pengaruh penting pada efisiensi seluruh
perusahaan, maka calon dari kelompok bukan minoritas yang jauh
lebih berkualifikasiharus lebih diutamakan, namun
b. Jika pekerjaan tersebut tidak berkaitan langsung dengan aspek
keselamatan dan tidak memiliki pengaruh penting pada efisiensi
perusahaan, maka calon dari kelompok minoritas harus lebih
diutamakan.

6. KESIMPULAN
6.1 Sifat Diskriminasi Pekerjaan
Bentuk – bentuk diskriminasi terdiri dari dua bentuk, yaitu aspek kesengajaan dan
aspek institusional. Melakukan diskriminasi tenaga kerja berarti membuat keputusan
yang merugikan pegawai yang merupakan anggota kelompok tertentu karena adanya
prasangka yang secara moral tidak dibenarkan terhadap kelompok tersebut
menyebabkan banyak pegawai diperlakukan berbeda tanpa alasan yang relevan,
6.2 Tingkat Diskriminasi
Indikator bahwa diskriminasi telah terjadi apabila terdapat proporsi yang tidak
seimbang atas anggota kelompok tertentu yang memegang jabatan yang kurang diminati
dalam suatu institusi tanpa mempertimbangkan preferensi ataupun kemampuan mereka.
6.3 Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan
Indikator bahwa diskriminasi telah terjadi apabila terdapat proporsi yang tidak
seimbang atas anggota kelompok tertentu yang memegang jabatan yang kurang diminati
dalam suatu institusi tanpa mempertimbangkan preferensi ataupun kemampuan mereka.
6.4 Tindakan Afirmatif
Tindakan afirmatif sdalah tindakan positif di luar dari cara - cara umum yang
berlaku dalam suatu organisasi atau negara untuk menjamin bahwa tidak ada

10
diskriminasi terhadap kelompok - kelompok minoritas seperti perempuan, orang kulit
berwarna lain, orang cacat atau kaum difabel, orang berusia lanjut, dll.

11
DAFTAR PUSTAKA

Velasquez, Manuel G, 2005, Etika Bisnis, Konsep dan Kasus, Edisi ke-5, Yogyakarta: Penerbit
Andi.

12

Anda mungkin juga menyukai