Anda di halaman 1dari 11

KERTAS KERJA MAHASISWA

ETIKA DISKRIMINASI PEKERJAAN

OLEH :

KELOMPOK 2
1. AGUS NANDA YUDISTIRA
2. AA.NGURAH BAGUS DANENDRA
3. YENNY PRATIWI
4. G.A. WULANDARI KUSUMANINGAYU
5. EMY SUPMAYA DEWI
6. JEFRY EKO JUNIAWAN
7. DEWA NYOMAN REZA ADITYA
8. DEWA PUTU PRASETYA CAHYA UTAMA
9. I PUTU PUTRA ADI DARMAWAN
10. I GEDE OKA WIJAYA

1206205059
1206205115
1206205141
1206205143
1206205161
1206205006
1206205108
1206205111
1206205119
1206205168

Disajikan Dalam Rangka Tugas Kelompok


Mata Kuliah Etika Bisnis

Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekonomi Universitas Udayana


2013

KATA PENGANTAR

Puji

syukur

kehadirat

IDA

SANG

HYANG

WIDHI

WASA

karena

atas

asungkertawaranugraha nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini


dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. i
DAFTAR ISI... ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

BAB II

PEMBAHASAN
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6

BAB III

Sifat diskriminasi pekerjaan.


Tingkat diskriminasi.
Praktek Praktek diskriminasi.
Diskriminasi : utilitas, hak, dan keadilan.
Tindakan afirmatif.
Peraturan yang terkait.

KESIMPULAN
3.1

DAFTAR PUSTAKA

Kesimpulan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tujuan pemasaran adalah untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan permintaan

1.2.Perumusan Masalah
1. Apa pengertian bauran pemasaran (marketing mix)?
2. Apa pengertian produk serta tingkatan dan klasifikasinya?
3. Apa perbedaan karakteristik antara jasa dan barang?

.3

Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Dapat

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SIFAT DISKRIMINASI TENAGA KERJA
Diskriminasi adalah membedakan objek dari objek lainnya. Dalam pengertian ini
diskriminasi merupakan suatu tindakan yang secara moral adalah netral dan tidak dapat
disalahkan. Namun, dalam pengertian modern, istilah ini secara moral tidak netral karena
biasanya mengacu pada tindakan membedakan seseorang dari orang lain bukan
berdasarkan keunggulan yang dimiliki, tetapi berdasarkan prasangka atau berdasarkan
sikap-sikap yang secara moral tercela.
Dalam suatu organisasi tindakan diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk,
yaitu :
1. Sengaja.
Diskriminasi dilakukan secara sengaja dan sadar karena :
Prilaku pribadi individu yang ada dalam organisasi dan bukan merupakan

praktek yang dikehendaki organisasi.


Prilaku rutin organisasi yang secara historis (turun-temurun) melakukan
praktek diskriminasi karena prasangka pribadi para anggotanya sehingga

praktek tersebut akhirnya melembaga.


2. Tidak Sengaja.
Satu organisasi mungkin saja tidak pernah bermaksud melakukan diskriminasi, tetapi
secara tidak sengaja dan tidak sadar telah melakukan karena :
Menerima praktek stereotip tradisional dari masyarakat sekitar.
Menjalankan prosedur formal perusahaan.
Kebetulan.
2.2 TINGKAT DISKRIMINASI
Menurut velasques (2000:373) dengan melihat indicator statistik tentang distribusi
anggota kelompok dalam organisasi yang bersangkutan dapat diperkirakan tentang
terjadinya diskriminasi pada kelompok tertentu dalam suatu organisasi. Indikator bahwa
diskriminasi telah terjadi apabila terdapat proporsi yang tidak seimbang atas anggota
kelompok tertentu yang memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu institusi
tanpa mempertimbangkan prefensi ataupun kemampuan mereka. Ada tiga perbandingan
yang bias membuktikan distribusi semacam itu :

Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi pada


kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang diberikan
pada kelompok lain dalam pekerjaan yang sama.

Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam


tingkat pekerjaan paling rendah dengan proposi kelompok lain dalam tingkat

yang sama.
Perbandingan proposi dari anggota kelompok tersebut yang memgang jabatan
lebih mnguntungkan dengan proposi kelompok lain dalam jabatan yang sama.

2.3 PRAKTEK PRAKTEK DISKRIMINASI


Diskriminasi dalam prakteknya dapat terjadi pada tahap sebagai berikut:
1) Rekrutmen
Perusahaan perusahaan yang sepenuhnya bergantung pada referensi verbal
para pegawai saat ini dalam merekrut pegawai baru cenderung merekrut
pegawai dari kelompok ras dan seksual yang sama dengan yang terdapat
dalam perusahaan.
2) Screening(sleksi)
Kualifikasi pekerjaan dianggap diskriminatif jika tidak relevan dengan
pekerjaan yang dilaksanakan.Karena alasan alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan , perusahaan meloloskan calon tenaga kerja tertentu
dan mengabaikan calon lain yang memiliki kompetensi atau kualifikasi yang
lebih memadai.
3) Kenaikan pangkat
Proses kenaikan pangkat, kemajuan kerja, dan mutasi dikatakan diskriminatif
jika perusahaan memisahkan evaluasi kerja pria dengan pegawai wanita dan
pegawai kelompok minoritas.
4) Kondisi pekerjaan
Pembagian gaji dikatakan diskriminatif jika diberikan dalam jumlah yang
tidak sama untuk orang orang yang melaksanakan pekerjaan yang pada
dasarnya sama.
5) Pemutusan hubungan kerja(PHK)
Bentuk diskriminasi yang terjadi saat pemutusan hubungan kerja adalah
kebijakan yang didasarkan pada system senoritas dan kedekatan.
2.4 DISKRIMINASI :UTILITAS, HAK, DAN KEADILAN.
Argumen yang menentang diskriminasi secara umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
A. Argumen utilitarian, yang menyatakan bahwa diskriminasi mengarahkan pada
penggunaan sumber daya manusia secara tidak efisien.
B. Argumen hak, yang menyatakan bahwa diskriminasi melanggar hak asasi manusia.

C. Argumen keadilan, yang menyatakan bahwa diskriminasi mengakibatkan munculnya


perbedaan distribusi keuntungan dan beban dalam masyarakat.

A. utilitas
Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual didasarkan pada
gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberikan berdasarkan
kompetensi (kebaikan). Namun, argumen ini dihadapkan pada dua keberatan. Pertama, jika
argumen ini benar, pekerjaan haruslah diberikan dengan dasar kualifikasi yang berkaitan
dengan pekerjaan, hanya jika hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kedua, argumen utilitarian harus menjawab tuntutan penentangnya yang menyatakan bahwa
masyarakat secara keseluruhan akan memperoleh keuntungan dari keberadaan bentuk
diskriminasi seksual tertentu.
Kaum utilitarian menanggapi berbagai kritik dengan menyatakan bahwa
menggunakan faktor selain kualifikasi pekerjaan tidak akan memberikan keuntungan yang
lebih besar dibandingkan dengan kualifikasi pekerjaan.
B. Hak
Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual salah
satunya menyatakan diskriminasi salah karena melanggar hak moral dasar manusia.
Diskriminasi melanggar hak prinsip ini dalam dua cara. Pertama, diskriminasi didasarkan
pada keyakinan suatu kelompok dianggap terlau rendah dibanding kelompok lain. Kedua,
diskriminasi menempatkan kelompok yang terdiskriminasi dalam posisi sosial dan ekonomi
yang rendah.
C. Keadilan
Argumen non-utilitarian kedua melihat diskriminasi melanggar prinsip keadilan.
Diskriminasi melanggar prinsip ini dengan cara menutup kesempatan bagi kaum minoritas
untuk menduduki posisi tertentu dala suatu lembaga dan berarti mereka tidak memperoleh
kesempatan yang sama dengan orang lain.
2.5 TINDAKAN AFIRMATIF.

Untuk menghapus pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak perusahaan yang


melaksanakan pogram tindakan afirmatif yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi yang
lebih representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada kaum perempuan
dan minoritas.
Inti dari program ini adalah suatu penyelidikan yang mendetail atas semua klasifikasi
pekerjaan besar dalam perusahaan. Tujuan penyelidika untuk menentukan apakah jumlah
pegawai perempuan dan minoritas dalam klasifikasi kerja tertentu lebih kecil dibandingkan
yang diperkirakan dari tingkat ketersediaan tenaga kerja kelompok ini di wilayah tempat
mereka direkrut. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoorinasikan dan melaksanakan
program afirmatif, dan melaksanakan program dan langkah khusus untuk menambah pegawai
baru dari kelompok minoritas dan perempuan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.
Bagi banyak orang, program tindakan afirmatif yang memberikan pekerjaan
berdasarkan keanggotaan dalam kelompok yang dirugikan tidak sepenuhnya legal. Namun,
yang lain menginterpretasikan rekomendasi secara lebih sempit, yaitu senioritas tidak dapat
diberikan hanya karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok yang dirugikan.
A. Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi
Keadilan kompensatif mengimplementasikan bahwa seseorang wajib memberikan
kompensasi terhadap orang yang dirugikan secara sengaja. Selanjutnya, program tindakan
afirmatif diinterpretasikan sebagai salah satu bentuk ganti rugi yang diberikan kaum pria kulit
putih kepada perempuan dan kaum minoritas karena telah merugikan mereka di masa lalu.
Kelemahan argumen yang mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada
prinsip kompensasi adalah prinsip ini mensyaratkan hanya dari individu yang sengaja
merugikan orang lain, dan hanya memberikan kompensasi kepada individu yang dirugikan.
B. Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan Sosial
Hambatan utama yang dihadapi oleh pembenaran utilitarian atas program
afirmatif, pertama berkaitan dengan persoalan apakah biaya sosial dari program tindakan
afirmatif lebih besar dari keuntungan yang diperoleh. Kedua, mempertanyakan asumsi bahwa
ras merupakan indikator kebutuhan yang tepat.
Salah satu tujuan pogram tindakan afirmatif adalah mendistribusikan keuntungan
dan beban masyarakat yang konsisten dengan prinsip keadilan distributif, dan mampu
menghapuskan dominasi rasatau jenis kelamin tertentu atas kelompok pekerjaan yang
penting.
Tujuan dasarnya adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil. Kesempatan yang
dimiliki seseorang tidak dibatasi oleh ras atau jenis kelaminnya. Tujuan ini secara moral sah

sejauh usaha untuk memperoleh kesempatan yang sama secara moral juga masih dianggap
sah.
C. Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman
Kriteria lain selain ras dan jenis kelamin yang perlu dipertimbangkan saat
mengambil keputusan dalam program tindakan afirmatif. Pertama, jika hanya kriteria ras dan
jenis kelamin yang digunakan akan mengarah pada perekrutan pegawai yang tidak
berkualifikasi dan mungkin menurunkan produktivitas. Kedua, banyak pekerjaan yang
memiliki pengaruh penting pada kehidupan orang lain. Jika suatu pekerjaan memiliki
pengaruh penting, katakanlah pada jiwa orang lain, kriteria selain ras dan jenis kelamin harus
diutamakan dan lebih dipertimbangkan dibandingkan tindakan afirmatif.
Kontroversi sehubungan dengan kelayakan moral program tindakan afirmatif
belum berakhir. Tidak berarti program seperti itu tidak melanggar semua prinsip moral. Jika
argumen itu benar, program tindakan afirmatif setidaknya konsisten dengan prinsip moral.
2.6 PERATURAN YANG TERKAIT
Perlakuan diskriminasi sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 beserta
amandemennya. UUD 1945 yang secara tegas mengutamakan kesetaraan dan keadilan dalam
kehidupan bermasyarakat baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan bidang
kemasyarakatan lainnya. Untuk itu UUD 1945 beserta amendemennya sangat penting untuk
menjadi acuan universal para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
Penguatan komitmen Pemerintah Indonesia Penolakan terhadap berbagai bentuk
diskriminasi sebagaimana tertuang dalam Konvensi Internasional tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965 (International Convention on the Elimination of All
Forms of Racial Discrimination, 1965) telah diratifikasi dengan UU Nomor 29 Tahun 1999;
Konvensi Internasional

tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

Perempuan (International Convention on the Elimination of All Form of Discrimination


Against Women) yang telah diratifikasi dan mempunyai konsekuensi wajib untuk melakukan
penyesuaian berbagai peraturan perundang-undangan nasional yang terkait sejalan dengan
Konvensi internasional tersebut.

Untuk memahami arti dari istilah diskriminasi, kami merujuk pada Konvensi ILO No. 111
Mengenai Diskriminasi Dalam Hal Pekerjaan dan Jabatan yang telah disahkan dengan UU
No. 21 Tahun 1999.
Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah
dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada Pasal 28 I
angka 2 ditetapkan bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan diskriminatif itu. Disebutkan
pula dalam pada Pasal 28 I angka 4 UUD 1945 bahwa negara terutama Pemerintah
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan
hak asasi manusia. Sehingga sangat jelas disebutkan ketentuan bagi warga negara untuk
mendapatkan dan dilindungi hak-haknya sebagai warga negara tanpa ada diskriminasi.
Selanjutnya, Pasal 1 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengecualian
yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat, pengurangan, penyimpangan atau penghapusan,
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam
kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Dengan pengertian itu, diskriminasi merupakan persoalan penting dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan umum, terutama dalam pemenuhan hak-hak dasar setiap warga
negara sebagaimana diatur di dalam UUD 1945.

BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Dalam bauran pemasaran terdapat empat variabel yang sangat penting dalam strategi
pemasaran, yaitu terdiri dari produk, harga, promosi dan tempat. Keempat variabel itu

diperlukan dalam bauran pemasaran dan keempat variabel ini harus saling berkaitan satu
sama lain. Hal ini bertujuan agar dapat mencapai tujuan dari strategi pemasaran yang berupa
keberhasilan menyeluruh. Yang sangat dipentingkan, bahwa pemilihan pasar target dan
pengembangan bauran pemasaran saling berkaitan. Kedua kegiatan ini diputuskan bersama.
Yang harus dibandingkan dengan tujuan perusahaan adalah strategi bukan pasar target
alternatif atau bauran pemasaran alternatif.

Anda mungkin juga menyukai