PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diskriminasi ketenagakerjaan telah menjadi masalah yang berkelanjutan di
berbagai negara di seluruh dunia. Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk,
seperti diskriminasi berdasarkan ras, etnisitas, jenis kelamin, agama, usia,
disabilitas, atau faktor lain yang tidak relevan dengan kemampuan atau kualifikasi
pekerjaan.
Sejarah diskriminasi ketenagakerjaan mencakup periode ketika kelompok-
kelompok tertentu dianggap tidak setara dalam hal akses dan kesempatan di
tempat kerja. Misalnya, selama masa kolonial dan periode penjajahan, orang-orang
dengan latar belakang etnis tertentu mungkin mengalami diskriminasi dalam hal
upah yang lebih rendah, pekerjaan yang buruk, atau peluang karir yang terbatas.
Jika kita mendengar istilah diskriminasi pasti yang terbayang didalam ingatan
kita pertama kali adalah adanya suatu perlakuan yang tidak adil dan perlakuan yang
berbeda oleh kelompok masyarakat. Pada dasarnya diskriminasi adalah
pembedaan perlakuan. Diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak adil dan tidak
seimbang yang dilakukan untuk membedakan terhadap perorangan, kelompok atau
berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal atau atribut-atribut khas seperti
berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama dan keanggotaan kelas-kelas
sosial.istilah tersebut biasanya untuk melukiskan, suatu tindakan darimayoritas
yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat
dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokratis.
Lebih jauh lagi, diskriminasi merupakan perilaku yang ditujukan untuk
mencegah suatu kelompok, atau membatasi kelompok lain yang berusaha memiliki
atau mendapatkan sumber daya. Secara teoritis, diskriminasi dapat dilakukan
melalui kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, menaklukka, memindahkan,
melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya dan mengasimilasi
kelompok lain.
Diskriminasi terjadi seringkali diawali dengan prasangka. Dengan prasangka,
kita membuat pembedaan antara kita dengan orang lain. Pembedaan ini terjadi
karena kita adalah mahluk sosial yang secara alami ingin berkumpul dengan orang
yang memiliki kemiripan dengan kita. Prasangka seringkali didasari pada ketidak
pahaman, ketidakpedulian pada kelompok diluar kelompoknya atau ketakutan atas
perbedaan. Prasangka makin diperparah dengan cap buruk (stigma/stereotif). Cap
buruk ini lebih didasarkan pada berbagai fakta yang menjurus kepada kesamaan
pola, sehingga kemudian kita sering mengeneralisasi seseorang atas dasar
kelompoknya. Cap buruk ini dipelajari seseorang dari pengaruh sosial seperti
masyarakat, tetangga, keluarga, orangtua, sekolah, media dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, penulis dapat mengambil beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
a) Apa saja Definisi dan Konsep Diskriminasi Tenagakerja?
b) Apa saja Jenis, Tipe Diskriminasi Tenagakerja?
c) Apa saja Faktor Penyebab Diskriminasi Ketenagakerjaan?
d) Bagaimana Strategi Pengurangan diskriminasi Tenagakerja?
1.3 Tujuan
a) Menganalisis fenomena diskriminasi tenaga kerja secara mendalam untuk
memahami faktor penyebab dan dampaknya.
b) Menjelaskan peran undang-undang, kebijakan, dan regulasi dalam melindungi
pekerja dari diskriminasi tenaga kerja.
c) Menyajikan strategi dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh individu,
organisasi, dan pemerintah dalam mengatasi dan mencegah diskriminasi tenaga
kerja.
d) Mendorong kesadaran dan pemahaman yang lebih luas tentang pentingnya
lingkungan kerja yang inklusif dan adil.
1.4 Manfaat
a) Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang diskriminasi tenaga kerja
kepada pembaca, termasuk mahasiswa, akademisi, praktisi sumber daya
manusia, dan pembuat kebijakan.
b) Meningkatkan kesadaran tentang implikasi negatif diskriminasi tenaga kerja
terhadap individu, organisasi, dan masyarakat secara luas.
c) Memberikan panduan bagi organisasi dan pemerintah dalam mengembangkan
kebijakan anti-diskriminasi yang efektif.
d) Menyediakan landasan untuk penelitian lebih lanjut dan studi kasus tentang
upaya pengurangan diskriminasi tenaga kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Konsep Diskriminasi Tenagakerja
Diskriminasi dapat hadir dalam UU atau peraturan – dikenal juga dengan istilah
“de jure” – dan/atau ada dalam kenyataan dan praktik – dikenal dengan sebutan “de
facto”. Sebuah kitab peraturan perburuhan yang mengatur bahwa orang dari satu
kelompok etnis akan memperoleh bayaran yang lebih rendah dari kelompok etnis
lainnya karena asal etnis mereka itu merupakan diskriminasi “de jure”, sementara
praktik nyata dengan membayar orang dari kelompok etnis tertentu labih besar dari
kelompok etnis lainnya merupakan diskriminasi “de facto”.
Relatif lebih mudah untuk mengobati diskriminasi “de jure” dan kemajuan yang
lumayan baik telah dicapai selama 50 tahun terakhir dalam hal ini. Di kebanyakan
negara UU telah diubah dan peraturan yang mengecualikan satu kelompok dari
kelompok lainnya telah dihilangkan. Akan tetapi, ketentuanketentuan diskriminasi de
juremasih tetap ada di sejumlah negara. Misalnya, di beberapa negara,
undangundang masih menerapkan pembatasan untuk jenis pekerjaan yang dapat
dilakukan oleh perempuan, atau mengeluarkan mereka dari sektor pekerjaan
tertentu, seperti kehakiman atau polisi. Di banyak negara kaum laki-laki seringkali
berhak atas lebih banyak tunjangan pekerjaan dibandingkan perempuan dalam
pekerjaan yang sama atau pekerjaan dengan nilai yang setara.
a) Diskriminasi Gender
Diskriminasi gender merupakan bentuk diskriminasi paling umum dan sering
terjadi di tempat kerja. Bahkan, terkadang diskriminasi gender ini terjadi tanpa
disadari. Ada berbagai bentuk diskriminasi gender yang bisa terjadi kepada
pekerja. Bentuk diskriminasi gender yang paling sering terjadi meliputi:
1) Ketidaksetaraan gaji antara pekerja laki-laki dan perempuan
2) Ketidaksetaraan kesempatan dalam pengembangan karier
3) Sulitnya mendapatkan hak cuti haid dan melahirkan bagi perempuan
c) Diskriminasi umur
Diskriminasi umur dapat terjadi ketika ada ketimpangan usia yang cukup jauh
antar rekan kerja, atau antara atasan dan bawahan. Ketimpangan usia tersebut
menyebabkan seringnya terjadi miskomunikasi antar pekerja. Biasanya
diskriminasi umur dialami bagi para pelamar kerja. Begitu mengetahui bahwa
pelamar kerja mempunyai umur sudah melebihi batas usia tertentu, maka
biasanya akan sulit mendapat panggilan kerja. Hal ini dikarenakan adanya
batasan usia pada pekerjaan yang mereka lamar meskipun mereka memiliki
kualifikasi yang sesuai.
d) Diskriminasi pandangan politik
Selama beberapa tahun terakhir, isu perbedaan pandangan politik menjadi isu
yang hangat dibicarakan, bahkan di tempat kerja. Perbedaan pandangan politik
bahkan menyebabkan diskriminasi di tempat kerja.
Tentu kita pernah mendengar atau membaca berita berbagai kasus pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang terjadi akibat perbedaan pandangan politik.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 153 ayat (1),
pemberi kerja dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan
alasan perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
c. Diskriminsasi Struktural
Perlakuan berbeda paling sering dianggap sebagai perlakuan yang timbul dari
tingkah laku seorang pengusaha individu dalam situasi tertentu dan pada waktu
tertentu. Akan tetapi, seringkali diskriminasi tidak merupakan hal yang
menyimpang dari biasanya atau pengecualian, timbul sebagai akibat dari tindakan
terpisah dari seorang individu pengusaha atau pekerja, tetapi merupakan
fenomena yang sistematis, yang telah sangat berakar dalam cara suatu organisasi
berfungsi, penerapan UU dan peraturannya, dan operasi di tempat kerja. Efeknya
akan jauh lebih signifikan, tentunya, jika timbul akibat UU, peraturan administratif,
kebijakan, praktik-praktik, dan fungsi institusi-institusi atau pola sosial – hal ini
yang disebut dengan diskriminasi struktural(sistemik, sistematis atau institusional)
dan harus ditanggapi sebagai suatu kebijakan publik.
2.3 Faktor Penyebab Diskriminasi Tenaga Kerja
a) Stereotip dan Prasangka: Stereotip dan prasangka yang ada dalam masyarakat
dapat mempengaruhi persepsi dan sikap terhadap individu atau kelompok
tertentu. Keyakinan yang tidak akurat atau negatif tentang ras, etnisitas, jenis
kelamin, agama, atau faktor lainnya dapat menyebabkan diskriminasi dalam
pengambilan keputusan terkait pekerjaan.
b) Kebijakan dan Praktik Organisasi yang Diskriminatif: Beberapa organisasi
mungkin memiliki kebijakan atau praktik yang secara tidak langsung atau
langsung mendiskriminasi individu atau kelompok tertentu. Contohnya, kebijakan
perekrutan yang tidak adil atau kriteria promosi yang tidak objektif dapat
menyebabkan perlakuan diskriminatif terhadap karyawan.
c) Budaya Organisasi yang Tidak Inklusif: Budaya organisasi yang tidak
mendukung keberagaman dan inklusi dapat memicu diskriminasi. Ketika nilai-
nilai dan norma organisasi tidak mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan
semua anggota tim, diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk.
d) Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan: Kurangnya pemahaman tentang
pentingnya keberagaman, inklusi, dan hak asasi manusia dalam lingkungan kerja
dapat menyebabkan sikap diskriminatif. Kurangnya edukasi tentang konsekuensi
negatif dari diskriminasi tenaga kerja juga dapat berkontribusi terhadap
keberlanjutan masalah ini.
e) Praktik Budaya dan Tradisi: Beberapa budaya dan tradisi tertentu mungkin
memperkuat diskriminasi dalam konteks ketenagakerjaan. Misalnya, tradisi yang
mendorong segregasi jenis kelamin dalam pekerjaan atau stereotip yang
diperkuat oleh norma budaya tertentu.
f) Kekurangan Kebijakan Perlindungan dan Penegakan Hukum: Kurangnya
kebijakan perlindungan yang kuat dan penegakan hukum yang efektif terhadap
diskriminasi tenaga kerja dapat memberikan kesempatan bagi perilaku
diskriminatif untuk terus berlanjut