Anda di halaman 1dari 10

UAS

DISKRIMINASI TENAGA KERJA

Nama : Dedi Suprapto


Nim : A1A021006
Kelas : A
Mata Kuliah : ESDM & Ketenagakerjaan

Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Mataram
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiratallah SWT. yang atas rahmat-Nya dan
karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan Proposal penelitian ini tepat pada
waktunya. Adapun tema dari proposal ini adalah pengalaman dan persepsi wisatawan
tentang pariwisata berkelanjutan di Gili Terawangan Kabupaten Lombok Utara
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah metode penelitian yang telah memberikan tugas terhadap
saya. saya juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini.
saya jauh dari kata sempurna. Dan ini merupakan Langkah baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karna itu, keterbatasan waktu dan kemampuan saya, maka keritik
dan saran yang membangun senantiasa saya harapkan. Semoga proposal ini dapat
berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diskriminasi ketenagakerjaan telah menjadi masalah yang berkelanjutan di
berbagai negara di seluruh dunia. Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk,
seperti diskriminasi berdasarkan ras, etnisitas, jenis kelamin, agama, usia,
disabilitas, atau faktor lain yang tidak relevan dengan kemampuan atau kualifikasi
pekerjaan.
Sejarah diskriminasi ketenagakerjaan mencakup periode ketika kelompok-
kelompok tertentu dianggap tidak setara dalam hal akses dan kesempatan di
tempat kerja. Misalnya, selama masa kolonial dan periode penjajahan, orang-orang
dengan latar belakang etnis tertentu mungkin mengalami diskriminasi dalam hal
upah yang lebih rendah, pekerjaan yang buruk, atau peluang karir yang terbatas.
Jika kita mendengar istilah diskriminasi pasti yang terbayang didalam ingatan
kita pertama kali adalah adanya suatu perlakuan yang tidak adil dan perlakuan yang
berbeda oleh kelompok masyarakat. Pada dasarnya diskriminasi adalah
pembedaan perlakuan. Diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak adil dan tidak
seimbang yang dilakukan untuk membedakan terhadap perorangan, kelompok atau
berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal atau atribut-atribut khas seperti
berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama dan keanggotaan kelas-kelas
sosial.istilah tersebut biasanya untuk melukiskan, suatu tindakan darimayoritas
yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat
dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokratis.
Lebih jauh lagi, diskriminasi merupakan perilaku yang ditujukan untuk
mencegah suatu kelompok, atau membatasi kelompok lain yang berusaha memiliki
atau mendapatkan sumber daya. Secara teoritis, diskriminasi dapat dilakukan
melalui kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, menaklukka, memindahkan,
melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya dan mengasimilasi
kelompok lain.
Diskriminasi terjadi seringkali diawali dengan prasangka. Dengan prasangka,
kita membuat pembedaan antara kita dengan orang lain. Pembedaan ini terjadi
karena kita adalah mahluk sosial yang secara alami ingin berkumpul dengan orang
yang memiliki kemiripan dengan kita. Prasangka seringkali didasari pada ketidak
pahaman, ketidakpedulian pada kelompok diluar kelompoknya atau ketakutan atas
perbedaan. Prasangka makin diperparah dengan cap buruk (stigma/stereotif). Cap
buruk ini lebih didasarkan pada berbagai fakta yang menjurus kepada kesamaan
pola, sehingga kemudian kita sering mengeneralisasi seseorang atas dasar
kelompoknya. Cap buruk ini dipelajari seseorang dari pengaruh sosial seperti
masyarakat, tetangga, keluarga, orangtua, sekolah, media dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, penulis dapat mengambil beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
a) Apa saja Definisi dan Konsep Diskriminasi Tenagakerja?
b) Apa saja Jenis, Tipe Diskriminasi Tenagakerja?
c) Apa saja Faktor Penyebab Diskriminasi Ketenagakerjaan?
d) Bagaimana Strategi Pengurangan diskriminasi Tenagakerja?

1.3 Tujuan
a) Menganalisis fenomena diskriminasi tenaga kerja secara mendalam untuk
memahami faktor penyebab dan dampaknya.
b) Menjelaskan peran undang-undang, kebijakan, dan regulasi dalam melindungi
pekerja dari diskriminasi tenaga kerja.
c) Menyajikan strategi dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh individu,
organisasi, dan pemerintah dalam mengatasi dan mencegah diskriminasi tenaga
kerja.
d) Mendorong kesadaran dan pemahaman yang lebih luas tentang pentingnya
lingkungan kerja yang inklusif dan adil.
1.4 Manfaat
a) Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang diskriminasi tenaga kerja
kepada pembaca, termasuk mahasiswa, akademisi, praktisi sumber daya
manusia, dan pembuat kebijakan.
b) Meningkatkan kesadaran tentang implikasi negatif diskriminasi tenaga kerja
terhadap individu, organisasi, dan masyarakat secara luas.
c) Memberikan panduan bagi organisasi dan pemerintah dalam mengembangkan
kebijakan anti-diskriminasi yang efektif.
d) Menyediakan landasan untuk penelitian lebih lanjut dan studi kasus tentang
upaya pengurangan diskriminasi tenaga kerja.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Konsep Diskriminasi Tenagakerja

1. Pengertian Diskriminasi Tenaga Kerja

Diskriminasi di tempat kerja berarti perlakuan yang berbeda terkait dengan


pekerjaan atau kesempatan kerja, yang biasanya merugikan tanpa ada pembenaran
yang obyektif atau sah. Misalnya, diskriminasi timbul ketika ada dua orang dengan
prestasi yang sama tapi berbeda ras, warna kulit, atau jenis kelamin dibayar dengan
jumlah gaji yang berbeda atau diperlakukan berbeda untuk jenis pekerjaan yang
sama atau pekerjaan dengan nilai yang setara. Akan tetapi, jika pembayaran yang
berbeda menunjukkan perbedaan produktivitas atau kualifikasi awal para pekerja,
pengusaha dapat memiliki alasan yang sah untuk membayar seorang karyawan lebih
tinggi dibanding yang lainnya.

Diskriminasi dalam praktik masih terdapat di banyak tempat dan lebih


menantang untuk diberantas. Misalnya, di banyak negara sekarang merupakan hal
yang terlarang untuk menentukan secara spesifik jenis kelamin atau etnis tertentu
dalam iklan pekerjaan. Akan tetapi, di kebanyakan negara orang-orang dengan jenis
kelamin atau etnis tertentu lebih diutamakan untuk pekerjaan tertentu dan ini
mengakibatkan adanya bias atas kelompok-kelompok dari jenis kelamin atau asal
etnis lainnya dalam proses rekrutmen yang sesungguhnya.

Diskriminasi dapat hadir dalam UU atau peraturan – dikenal juga dengan istilah
“de jure” – dan/atau ada dalam kenyataan dan praktik – dikenal dengan sebutan “de
facto”. Sebuah kitab peraturan perburuhan yang mengatur bahwa orang dari satu
kelompok etnis akan memperoleh bayaran yang lebih rendah dari kelompok etnis
lainnya karena asal etnis mereka itu merupakan diskriminasi “de jure”, sementara
praktik nyata dengan membayar orang dari kelompok etnis tertentu labih besar dari
kelompok etnis lainnya merupakan diskriminasi “de facto”.

Relatif lebih mudah untuk mengobati diskriminasi “de jure” dan kemajuan yang
lumayan baik telah dicapai selama 50 tahun terakhir dalam hal ini. Di kebanyakan
negara UU telah diubah dan peraturan yang mengecualikan satu kelompok dari
kelompok lainnya telah dihilangkan. Akan tetapi, ketentuanketentuan diskriminasi de
juremasih tetap ada di sejumlah negara. Misalnya, di beberapa negara,
undangundang masih menerapkan pembatasan untuk jenis pekerjaan yang dapat
dilakukan oleh perempuan, atau mengeluarkan mereka dari sektor pekerjaan
tertentu, seperti kehakiman atau polisi. Di banyak negara kaum laki-laki seringkali
berhak atas lebih banyak tunjangan pekerjaan dibandingkan perempuan dalam
pekerjaan yang sama atau pekerjaan dengan nilai yang setara.

2.2 Jenis, Tipe Diskriminasi Tenagakerja

1. Jenis-Jenis Diskriminasi Tenaga kerja

a) Diskriminasi Gender
Diskriminasi gender merupakan bentuk diskriminasi paling umum dan sering
terjadi di tempat kerja. Bahkan, terkadang diskriminasi gender ini terjadi tanpa
disadari. Ada berbagai bentuk diskriminasi gender yang bisa terjadi kepada
pekerja. Bentuk diskriminasi gender yang paling sering terjadi meliputi:
1) Ketidaksetaraan gaji antara pekerja laki-laki dan perempuan
2) Ketidaksetaraan kesempatan dalam pengembangan karier
3) Sulitnya mendapatkan hak cuti haid dan melahirkan bagi perempuan

b) Diskriminasi suku, ras, dan agama (SARA)


Diskriminasi SARA adalah bentuk diskriminasi lain yang sering terjadi di tempat
kerja. Bahkan, diskriminasi SARA disinyalir menjadi diskriminasi yang cukup
sering didengar. Diskriminasi seperti ini umumnya dialami oleh pekerja dengan
suku, ras, ataupun penganut agama minoritas. Salah satu bentuk diskriminasi
agama yang dapat terjadi ketika pekerja mengalami kesulitan dalam
mendapatkan hak cuti keagamaan. Bentuk diskriminasi lainnya dapat terjadi
ketika pekerja ditempatkan pada suatu posisi atas dasar stigma-stigma yang
melekat pada suku atau rasnya.

c) Diskriminasi umur
Diskriminasi umur dapat terjadi ketika ada ketimpangan usia yang cukup jauh
antar rekan kerja, atau antara atasan dan bawahan. Ketimpangan usia tersebut
menyebabkan seringnya terjadi miskomunikasi antar pekerja. Biasanya
diskriminasi umur dialami bagi para pelamar kerja. Begitu mengetahui bahwa
pelamar kerja mempunyai umur sudah melebihi batas usia tertentu, maka
biasanya akan sulit mendapat panggilan kerja. Hal ini dikarenakan adanya
batasan usia pada pekerjaan yang mereka lamar meskipun mereka memiliki
kualifikasi yang sesuai.
d) Diskriminasi pandangan politik
Selama beberapa tahun terakhir, isu perbedaan pandangan politik menjadi isu
yang hangat dibicarakan, bahkan di tempat kerja. Perbedaan pandangan politik
bahkan menyebabkan diskriminasi di tempat kerja.
Tentu kita pernah mendengar atau membaca berita berbagai kasus pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang terjadi akibat perbedaan pandangan politik.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 153 ayat (1),
pemberi kerja dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan
alasan perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.

e) Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas


Sampai saat ini, para penyandang disabilitas masih mengalami kesulitan dalam
mendapatkan pekerjaan. Bahkan, berdasarkan laporan kementerian Tenaga
Kerja hanya 1% dari penyandang disabilitas di Indonesia yang bekerja di sektor
formal.
Praktik diskriminasi ini menyebabkan penyandang disabilitas kesulitan
mendapatkan pekerjaan yang layak walaupun telah dilindungi oleh undang-
undang. Diskriminasi terhadap pekerja penyandang disabilitas juga dapat terjadi
karena pekerja lain tidak mengetahui cara bersikap yang baik kepada rekan
kerjanya yang menyandang disabilitas. Hal ini membuatnya tanpa sadar malah
melakukan diskriminasi terhadap rekan kerja tersebut.
2. Tipe-tipe Diskriminasi Diskriminasi Tenaga Kerja
a. Diskriminasi Langsung
Tindakan membatasi wilayah tertentu, seperti pemukiman, jenis pekerjaan, fasilitas
umum dan semacamnya dan juga terjadi manakal pengambil keputusan diarahkan
oleh prasangka-prasangka terhadap kelompok tertentu.
Diskriminasi langsung timbul ketika suatu dasar diskriminasi yang dilarang secara
terang-terangan digunakan untuk suatu perbedaan perlakukan terkait pekerjaan
dalam UU, peraturan atau praktik. Misalnya, suatu UU ketenagakerjaan mengatur
bahwa pekerja migran dari pedesaan di kota akan menerima bayaran kurang dari
pekerja yang merupakan penduduk kota ini untuk jenis pekerjaan yang sama
merupakan tindak diskriminasi langsung. Atau, penciptaan kesempatan kerja yang
berbeda bagi laki-laki atau perempuan saja, atau bagi orang yang menganut
agama tertentu saja, merupakan diskriminasi langsung.
Diskriminasi langsung terus menjadi hal yang umum dalam praktik
ketenagakerjaan yang sesungguhnya. Diskriminasi eksplisit atau langsung
“berdasarkan selera” sering timbul ketika pengusaha memilih satu jenis kelamin
saja dalam bidang di mana mereka dianggap memiliki keuntungan kompetitif,
misalnya, perempuan dalam pekerjaan bidang jasa karena para pelanggan lebih
memilih perempuan, atau laki-laki sebagai manajer karena mereka dianggap lebih
mampu untuk menjadi pembuat keputusan.

b. Diskriminasi Tidak Langsung


Diskriminasi tidak lngsung dilaksankan melalui penciptaan kebijakan-kebijakan
yang menghalangi ras/etnik tertentu untuk berhubungan secara bebas dengan
kelompok ras/etnik lainnya yang mana aturan dan prosedur yang mereka jalani
mengandung bias diskriminasi yang tidak tampak dan mengakibatkan kerugian
sistematis bagi komunitas atau kelompok masyarakat tertentu.
Diskriminasi tak langsung merujuk pada peraturan dan praktik-praktik yang terlihat
netral tetapi pada praktiknya berujung pada kondisi tidak menguntungkan terutama
dialami oleh orang-orang dari satu kelompok jenis kelamin, ras, warna kulit atau
karakteristik lainnya, dan tidak dapat dibenarkan oleh persyaratan inheren dari
suatu pekerjaan. Diskriminasi tak langsung dapat melibatkan persyaratan tertentu
(misalnya, tinggi badan atau cara berpakaian), kondisi (misalnya jam kerja) atau
praktik (misalnya, menyalahkan orang untuk kejadian biasa) yang memiliki dampak
negatif yang tidak proporsional terhadap anggota kelompok tertentu, seperti
perempuan, kelompok etnis atau agama.
Diskriminasi tak langsung seringkali tersembunyi dan tidak langsung terlihat. Hal
ini mungkin merupakan hal yang tidak disengaja dan berkembang dari praktik
yang tidak disadari dan diterima secara kultural. Dalam banyak contoh diskriminasi
tidak langsung dapat dianggap sebagai “bisnis seperti biasanya” atau prosedur
operasi “normal” yang sejalan dengan tradisi yang telah lama berjalan dan
diterima. Untuk memahami diskriminasi tak langsung seseorang harus sering
menantang asumsi yang sudah terbentuk dan mencatat dampak dan hasil
negatifnya dalam bursa tenaga kerja dengan cara yang meyakinkan. Orang tidak
boleh mempertanyakan motif dari orang-orang yang terlibat, melainkan apa hasil
dari tindakan mereka.

c. Diskriminsasi Struktural
Perlakuan berbeda paling sering dianggap sebagai perlakuan yang timbul dari
tingkah laku seorang pengusaha individu dalam situasi tertentu dan pada waktu
tertentu. Akan tetapi, seringkali diskriminasi tidak merupakan hal yang
menyimpang dari biasanya atau pengecualian, timbul sebagai akibat dari tindakan
terpisah dari seorang individu pengusaha atau pekerja, tetapi merupakan
fenomena yang sistematis, yang telah sangat berakar dalam cara suatu organisasi
berfungsi, penerapan UU dan peraturannya, dan operasi di tempat kerja. Efeknya
akan jauh lebih signifikan, tentunya, jika timbul akibat UU, peraturan administratif,
kebijakan, praktik-praktik, dan fungsi institusi-institusi atau pola sosial – hal ini
yang disebut dengan diskriminasi struktural(sistemik, sistematis atau institusional)
dan harus ditanggapi sebagai suatu kebijakan publik.
2.3 Faktor Penyebab Diskriminasi Tenaga Kerja
a) Stereotip dan Prasangka: Stereotip dan prasangka yang ada dalam masyarakat
dapat mempengaruhi persepsi dan sikap terhadap individu atau kelompok
tertentu. Keyakinan yang tidak akurat atau negatif tentang ras, etnisitas, jenis
kelamin, agama, atau faktor lainnya dapat menyebabkan diskriminasi dalam
pengambilan keputusan terkait pekerjaan.
b) Kebijakan dan Praktik Organisasi yang Diskriminatif: Beberapa organisasi
mungkin memiliki kebijakan atau praktik yang secara tidak langsung atau
langsung mendiskriminasi individu atau kelompok tertentu. Contohnya, kebijakan
perekrutan yang tidak adil atau kriteria promosi yang tidak objektif dapat
menyebabkan perlakuan diskriminatif terhadap karyawan.
c) Budaya Organisasi yang Tidak Inklusif: Budaya organisasi yang tidak
mendukung keberagaman dan inklusi dapat memicu diskriminasi. Ketika nilai-
nilai dan norma organisasi tidak mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan
semua anggota tim, diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk.
d) Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan: Kurangnya pemahaman tentang
pentingnya keberagaman, inklusi, dan hak asasi manusia dalam lingkungan kerja
dapat menyebabkan sikap diskriminatif. Kurangnya edukasi tentang konsekuensi
negatif dari diskriminasi tenaga kerja juga dapat berkontribusi terhadap
keberlanjutan masalah ini.
e) Praktik Budaya dan Tradisi: Beberapa budaya dan tradisi tertentu mungkin
memperkuat diskriminasi dalam konteks ketenagakerjaan. Misalnya, tradisi yang
mendorong segregasi jenis kelamin dalam pekerjaan atau stereotip yang
diperkuat oleh norma budaya tertentu.
f) Kekurangan Kebijakan Perlindungan dan Penegakan Hukum: Kurangnya
kebijakan perlindungan yang kuat dan penegakan hukum yang efektif terhadap
diskriminasi tenaga kerja dapat memberikan kesempatan bagi perilaku
diskriminatif untuk terus berlanjut

2.4 Strategi Pengurangan diskriminasi Tenagakerja

Anda mungkin juga menyukai