Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL

‘DISKRIMINASI’

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial

Dosen Pengampu:

Drs. Sugiyarta S.L., M.Si.

Pundani Eka Pratiwi, S.Psi., M.Psi. Psikolog.

Disusun Oleh:

Firda Salya Mutiara (1511422072)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah psikologi sosial
tentang ‘Diskriminasi’. Rasa terimakasih kami sampaikan pula kepada Bapak Drs. Sugiyarta
S.L., M.Si. dan Ibu Pundani Eka Pratiwi, S.Psi.M.Psi. Psikolog selaku dosen mata kuliah
Psikologi Sosial yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
untuk penguatan materi makalah ini agar menjadi lebih baik kedepannya. Kami juga berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun semua pihak. Demikian, semoga
makalah kami dapat diterima dengan baik. Sekian dan terimakasih.

Semarang, 9 Mei 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perbedaan adalah hal yang biasa terjadi, apalagi di negara kita, Indonesia. Berbeda
dengan mayoritas negara di dunia yang terdiri dari satu ras saja, negara Indonesia justru terdiri
dari ratusan ras dan suku. Setiap suku memiliki budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda,
dialek yang berbeda, hingga kebiasaan hidup yang berbeda satu sama lain. Semua perbedaan itu
biasanya terjadi karena letak geografis dan juga budaya dari daerah tersebut.

Terlahir dan menjalani hidup di Indonesia yang terdiri dari begitu banyak suku, budaya,
bahasa, dan penampilan, membuat kita sebagai masyarakat Indonesia saling menghargai dan
menghormati perbedaan tersebut. Dengan begitu, persatuan dan kesatuan Indonesia tetap terjaga
dan kuat. Selain itu, membuat kita sadar bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda bukan
untuk saling bermusuhan apalagi mengacungkan pedang satu sama lain, melainkan untuk belajar
mengenai keesaan Tuhan. Dengan begitu, kita jadi belajar bagaimana caranya menghargai
perbedaan itu sendiri, untuk belajar mengerti bahwa tidak apa-apa untuk menjadi berbeda dari
orang lain.

Sayangnya, tidak semua orang bisa berpikir begitu, sehingga bisa memicu
ketersinggungan antar individu. Bicara soal perbedaan, sebenarnya hampir semua orang tahu
bahwa pada dasarnya semua manusia itu berbeda satu sama lain. Hal ini dapat kita lihat dari
keluarga terdekat saja yang di mana fisik serta sifat anggota keluarga tak selalu sama. Sekali lagi,
banyak orang tahu bahwa setiap manusia itu berbeda, sayangnya hanya sedikit yang benar-benar
mengerti akan hal itu. Jika banyak manusia yang tidak menyadari akan hal itu, maka akan
banyak kasus diskriminasi di mana-mana. Pada makalah ini kami akan menjelaskan mengenai
pengertian diskriminasi, bentuk, target, dampak, sampai cara mengatasi diskriminasi.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa itu diskriminasi?
b. Bagaimana bentuk diskriminasi?
c. Apa saja target diskriminasi?
d. Apa dampak yang ditimbulkan dari adanya diskriminasi
e. Bagaimana cara mengatasi diskriminasi?

1.3. Tujuan

a. Memahami pengertian diskriminasi


b. Mengetahui bentuk diskriminasi
c. Mengetahui target diskriminasi
d. Memahami dampak yang terjadi akibat diskriminasi
e. Mengetahui cara menngatasi diskriminasi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Diskriminasi

Diskriminasi adalah perilaku negatif terhadap orang lain yang menjadi target
prasangka.Merasa tidak nyaman jika duduk di samping target prasangka menunjukkan bahwa
seseorang memiliki prasangka, namun memutuskan untuk pindah tempat duduk untuk menjauhi
target prasangka adalah sebuah diskriminasi.

Dasar dari munculnya prasangka dan diskriminasi adalah stereotip. Walaupun dikatakan
bahwa stereotip adalah dasar dari prasangka dan diskriminasi, namun tidak berarti bahwa
seseorang yang memiliki stereotip negatif mengenai sebuah kelompok tertentu pasti akan
menampilkan prasangka dan diskriminasi.

2.2. Bentuk Diskriminasi

➔ Menolak untuk menolong

Menolak untuk menolong orang lain (reluctance to help) yang berasal dari kelompok
tertentu sering kali dimaksudkan untuk membuat kelompok lain tersebut tetap berada
dalam posisinya yang kurang beruntung.Selain itu,menolak untuk menolong adalah
ciri-ciri dari diskriminasi rasial yang nyata. Penelitian Eksperimen dari Gaertner dan
Dovidio (1977 dalam Vaughan dan Hogg,2005)menunjukkan bahwa orang kulit putih
lebih menolak untuk menolong confederate kulit hitam daripada confederate kulit putih
dalam situasi darurat

➔ Tokenisme

Tokenisme adalah minimnya perilaku positif kepada pihak minoritas.Perilaku Ini nanti
digunakan sebagai pembelaan dan justifikasi bahwa ia sudah melakukan hal baik yang
tidak melanggar diskriminasi (misalnya : saya sudah memberikan cukupkan?)Tokenisme
dapat dipraktikkan oleh organisasi atau oleh masyarakat luas.Di Amerika Serikat,ada
kritik pada beberapa organisasi karena adanya tokenisme untuk kelompok minoritas
disana,yaitu kulit hitam, perempuan dan orang Spanyol, yang dilakukan oleh organisasi
kerja.Organisasi ini hanya mempekerjakan kelompok minoritas sebagai strategi untuk
terhindar dari tuduhan melakukan diskriminasi.Tokenisme pada level ini dapat
menghancurkan harga diri orang yang dikenai token ini.

➔ Reserve Discrimination

Bentuk token yang lebih ekstrem adalah reserve discrimination,yaitu praktik melakukan
diskriminasi yang menguntungkan pihak yang biasanya menjadi target prasangka dan
diskriminasi dengan maksud agar mendapatkan justifikasi dan terbebas dari tuduhan telah
melakukan prasangka dan diskriminasi.Oleh karena reserve discrimination memberikan
keuntungan kepada kelompok minoritas,maka efek jangka pendeknya dapat dirasakan
langsung. Namun dengan berjalannya waktu ada konsekuensi negatif yang bisa
ditanggung oleh kelompok minoritas tersebut.

Menjadi penting bagi para peneliti untuk melihat apakah perilaku positif yang
ditampilkan kepada kelompok minoritas adalah benar-benar ungkapan untuk membantu
orang yang kurang beruntung atau justru sebuah reserve discrimination.

2.3. Target Diskriminasi

● Diskriminasi Gender (Seksisme)

Nampaknya prasangka dan diskriminasi yang paling banyak terjadi adalah dalam
membedakan antara pria-wanita. Hal ini mungkin berkaitan dengan banyaknya
penderitaan yang dialami wanita sepanjang sejarah sebagai korban dari seksisme. Contoh
paling nyata di Indonesia adalah pada zaman Raden Ajeng Kartini. Dalam praktek
seksisme di tempat lain,sering terjadi apa yang disebut selective infanticide,yaitu
pembunuhan bayi perempuan (fetus).Biasanya hal ini terjadi pada budaya yang lebih
menilai tinggi kaum pria ketimbang kaum hawanya. Praktek ini terdapat di beberapa
tempat,misalnya di RRC,Taiwan,Korea, dan India. Sedangkan praktek seleksi jenis
kelamin yang mengutamakan kaum perempuan tidak ditemukan.
Dalam praktik kerja, terjadi praktik prasangka dan diskriminasi yang dikenal dengan
istilah glass ceiling effect, yaitu adanya batas yang menghambat seseorang (dalam hal ini
wanita) untuk mengembangkan karirnya dengan leluasa seperti rekan kerja prianya.
Prasangka dan diskriminasi ini menghambat para manajer wanita yang handal menduduki
posisi top di organisasinya.

● Diskriminasi Ras (Rasisme)

Diskriminasi terhadap ras dan etnis tampaknya merupakan diskriminasi yang paling
banyak menimbulkan perbuatan brutal di muka bumi ini.Banyak penelitian psikologi
sosial yang berfokus pada sikap terhadap anti-kulit hitam di Amerika Serikat.Mereka
cenderung melihat bahwa kulit hitam merefleksikan persepsi umum mengenai orang
desa,budak,dan pekerja kasar.Penelitian tentang sikap anti-kulit hitam di Amerika Serikat
menunjukkan adanya penurunan yang tajam sejak tahun 1930-an, namun demikian bukan
berarti bahwa prasangka rasial ini hilang dimuka bumi ini.Adanya sanksi yang jelas
membuat tampilan diskriminasi yang jelas dan eksplisit sulit lagi untuk ditemui.Namun
demikian, bentuk diskriminasi yang tersamar dan halus ternyata ditemukan.Bentuk baru
dari rasisme ini disebut aversive racism,modern racism symbolic racism, regressive
racism, atau ambivalent racism.

● Diskriminasi umur (Ageisme)

Dalam sebuah komunitas,lansia biasanya diperlakukan dengan penuh hormat.Masyarakat


melihat bahwa kaum tua ini berpengalaman,bijak,dan memiliki intuisi tajam yang
biasanya tidak dimiliki oleh kaum yang lebih muda.Namun,di masyarakat lain kaum tua
diperlakukan sebagai pihak yang kurang berharga dan kurang memiliki kekuasan.
Masyarakat yang seperti ini biasanya sangat menghargai kaum muda nya dan memiliki
stereo negatif terhadap kaum tuanya.Biasanya mereka hidup dalam keluarga
inti.Negara-negara yang masyarakatnya hidup dalam keluarga inti adalah Amerika
Serikat,Australia,Selandia Baru,Kanada dan Inggris.Hasil penelitian dari Noels,Giles,
danLa Poire (2003 dalam Vaughan dan Hogg,2005) menunjukkan bahwa dewasa muda
cenderung menilai individu di atas 65 tahun sebagai orang yang mudah tersinggung,tidak
sehat,tidak menarik, pelit,tidak efektif,kurang terampil secara sosial,lemah,terlalu
mengontrol,terlalu membuka diri,egosentris,tidak kompeten,kasar,dan ringkih

● Diskriminasi terhadap kelompok homoseksual

Ada pro-kontra dalam memandang homoseksual.Ada yang melihatnya sebagai pilihan


atas hak hidup dan ada juga yang melihatnya sebagai perilaku abnormal.Sikap negatif
terhadap kaum homoseksual melahirkan aturan-aturan yang dapat menghukum orang
yang mempraktikkan homoseksualitas.

Prasangka terhadap homoseksualitas ini makin menyebar.Contoh, sebuah survei di AS


oleh levitt dan Klasen tahun 1974 menunjukkan bahwa mayoritas orang memiliki belief
bahwa homoseksualitas adalah penyakit dan perlu dilarang secara legal.Bahkan dalam
penelitian Henry (1994 dalam Vaughan dan Hogg,2005) ditemukan hanya 39% orang
yang mau mengunjungi praktek dokter seorang homoseksual.

Sebenarnya secara umum,pada tahun 1960 ada liberalisasi progresif terhadap sikap untuk
homoseksual.Walaupun demikian,epidemi HIV yang mulai sejak tahun 1980-an
menimbulkan histeria terhadap homoseksualitas,hingga berkembang jadi homofobia.

● Diskriminasi terhadap keterbatasan fisik

Prasangka dan diskriminasi karena keterbatasan fisik sudah berlangsung sejak lama,
bahkan orang dengan keterbatasan seperti ini dipandang sebagai menjijikkan dan kurang
bermartabat.Saat ini diskriminasi atas orang yang memiliki keterbatasan fisik dianggap
ilegal dan tidak diterima secara sosial,bahkan masyarakat di Australia dan Selandia Baru
sangat sensitif dengan kebutuhan orang-orang yang berkebutuhan khusus ini.Mereka
menyediakan fasilitas umum yang mempertimbangkan kepentingan kaum yang
mengalami keterbatasan fisik ini, misalnya toilet khusus,jalur khusus untuk kursi roda di
area publik, apa adanya penyediaan bahasa gerak di televisi.Sering kali masih ada
ketidaknyamanan yang dirasakan oleh beberapa orang jika di lingkungannya terdapat
orang dengan keterbatasan fisik.Selain itu,sering juga muncul ketidakpastian karena tidak
tahu bagaimana cara memperlakukan mereka.
2.4. Dampak Diskriminasi

Diskriminasi dapat memiliki dampak yang signifikan pada individu dan masyarakat. Dampak
dapat berupa:

1. Stress dan Kesehatan Mental

Diskriminasi dapat memicu stres dan kesehatan mental pada individu yang menjadi
sasaran. Ini dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental seseorang, serta kinerjanya
di tempat kerja atau di pendidikan

2. Kesenjangan Sosial

Diskriminasi berdampak pada ketimpangan sosial antara kelompok yang mendapat


perlakuan tidak setara dan kelompok yang tidak. itu dapat memperburuk ketidaksetaraan
sosial dan ekonomi dan memperkuat ketidaksetaraan dalam masyarakat.

3. Gangguan Hubungan Antar Kelompok

Diskriminasi dapat menimbulkan konflik antar kelompok dan memperburuk hubungan


antar kelompok. hal ini dapat mengancam keamanan dan stabilitas sosial serta
menghambat kemajuan masyarakat

2.5. Cara Mengendalikan Diskriminasi

a. Belajar untuk tidak membenci

Ada pandangan yang mengatakan bahwa prasangka dibawa seseorang sejak lahir.
Sedangkan pandangan lain menegaskan bahwa sikap negatif tersebut diciptakan,bukan
dibawa dari lahir.Anak-anak memiliki prasangka dengan mempelajari dari orang tuanya
serta juga dari media massa.Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi prasangka
adalah dengan melarang orang tua atau orang dewasa lain untuk menurunkan sikap
negatifnya tersebut terhadap anak-anaknya.Namun Dalam prakteknya,hal ini tidaklah
sesederhana yang dibicarakan.Langkah pertama adalah dengan membantu orang tua atau
orang dewasa untuk menyadari prasangka yang dimilikinya,kemudian dapat motivasinya
lebih jauh untuk tidak menularkannya pada anak-anaknya.Prasangka yang dimiliki
membuat seseorang hidup tidak cukup tenang karena selalu ada perasaan was-was
kalau-kalau ia berjumpa dengan out group yang menjadi target prasangkanya.

b. Direct intergroup contact

Pettigrew (1981,1997 dalam Baron dalam Byrne,2003) menyatakan,bahwa prasangka


yang terjadi antar kelompok dapat dikurangi dengan cara meningkatkan intensitas kontak
antara kelompok yang berprasangka tersebut.Apa yang dijelaskannya ini terkenal sebagai
teori contact hypothesis. Dasar argumentasinya adalah bahwa: pertama,meningkatnya
kontak memungkinkan terjadi pemahaman yang lebih mendalam mengenai kesamaan
yang mungkin mereka miliki. Kedua,walaupun stereotip resisten terhadap
perubahan,namun stereotip dapat berubah jika ada sejumlah informasi yang tidak
konsisten atau bisa juga karena menemukan adanya sejumlah pengecualian dalam
stereotip yang dimilikinya.Ketiga,adalah bahwa meningkatnya kontak dapat menjadi
counter terhadap munculnya illusion of outgroup homogeneity.

c. Rekategorisasi

Rekategorisasi adalah melakukan perubahan batas antara ingrup dan outgroup


nya.Sebagai akibatnya,bisa saja seseorang yang sebelumnya dipandang sebagai outgroup
nya,tetapi kemudian menjadi ingrupnya.Rekategorisasi ini berpotensi untuk mengurangi
prasangka yg sebelumnya ada.Seperti yang diungkapkan Gaertner dan koleganya
(1989,1993 dalam Baron dan Byrne,2003)dalam teorinya mengenai Common ingroup
identity model.Teori ini menjelaskan bahwa jika individu dalam kelompok yang berbeda
melihat diri mereka sebagai anggota dari entitas sosial yang tunggal,maka kontak positif
akan meningkat dan intergroup bias akan berkurang

d. Intervensi Kognitif

Kecenderungan untuk melihat keanggotaan orang lain dalam berbagai kelompok sering
menjadi kunci penyebab munculnya prasangka.Oleh karena itu, ada sejumlah intervensi
untuk mengurangi dampak stereotip yang pada akhirnya dapat mengurangi
kecenderungan prasangka dan diskriminasi.Pertama,dampak dari stereotip dapat
dikurangi dengan memotivasi individu untuk tidak berprasangka.Kedua,melakukan
sebuah intervensi untuk mengurangi kecenderungan orang untuk berpikir stereotip.

e. Social Influence sebagai cara mengurangi prasangka

Kenyataan bahwa sikap terhadap kelompok ras atau kelompok etnis tertentu bisa
dipengaruhi oleh lingkungan sosial,maka pengubahan sikap tersebut juga bisadengan
memanfaatkan pengaruh sosial yang ada.Teori ini dapat memberikanarahan kepada kita
mengenai pendekatan intervensi yang dapat dikembangkanuntuk mengubah sikap
terhadap kelompok/ras tertentu.

f. Coping terhadap prasangka

Sejumlah studi menemukan banyaknya efek negatif yang ditemukan padaindividu yang
menjadi target diskriminasi.Individual yang tergolong minoritas sering mendapatkan
pengalaman yang disebutnya sebagai „stereotype threat‟ yaitu kesadaran orang-orang
minoritas bahwa ia akan dievaluasi berdasarkan statusminoritasnya.Kondisi semacam ini
tentu saja dapat mengganggu berkembangnyarasa percaya diri dalam berbagai setting
sosial yang ada.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Diskriminasi adalah perilaku negatif terhadap orang lain yang menjadi target
prasangka.Target-target dari diskriminasi adalah seksisme, rasisme, ageism, diskriminasi
terhadap kelompok homoseksual,dan diskriminasi berdasarkan keterbatasan fisik.Bentuk-bentuk
diskriminasi ada berbagai macam,yaitu menolak untuk menolong, tokenisme,dan reverse
discrimination. Beberapa teknik untuk mengendalikan diskriminasi adalah belajar untuk tidak
membenci,direct intergroup contact, kategorisasi, intervensi kognitif, social influence sebagai
cara mengurangi prasangka dan coping terhadap prasangka.
DAFTAR PUSTAKA

Barron, A Robert. Byrne, Donn. 2003. Psikologi Sosial edisi kesepuluh. Jakarta: Erlangga
Psikologi Sosial Penyunting Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno Penerbit: Salemba
Humanika

Anda mungkin juga menyukai