DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Mudjiran, M. S., Kons.
OLEH:
Ade Maharani
21006001
B. Stereotipe
Stereotip (stereotype) merupakan sebuah keyakinan atau kepercayaan atau
asosiasi yang mengaitkan sekelompok orang dengan sifat atau karakteristik. Stereotip
adalah persepsi yang khas mengenai individu atau keanggotaan individu dari suatu
kelompok tertentu. Stereotip merujuk pada kepercayaan umum yang kita pegang
tentang kelompok, keyakinan yang mencerminkan seperti apa yang kita pikirkan
tentang anggota kelompok tertentu. Meskipun stereotip itu tidak akurat, namun
stereotip berlaku sangat universal dan sering dialami sehingga tampaknya hampir
merupakan bagian esensial dari kondisi manusia (Maryam, 2019).
Stereotip dapat muncul oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
a. Keluarga: perlakuan ayah dan ibu terhadap anak laki laki dan perempuan yang
berbeda. Orang tua mempersiapkan kelahiran bayi yang berbeda atas laki-laki dan
perempuan. Mereka juga menganggap bahwa bayi laki-laki kuat, keras
tangisannya, sementara bayi perempuan lembut dan tangisannya tidak keras.
b. Teman sebaya: teman sebaya memiliki pengaruh yang besar pada stereotip anak
sejak masa prasekolah dan menjadi sangat penting ketika anak di Sekolah
Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah atas. Teman sebaya mendorong
anak laki laki bermain dengan permainan laki-laki seperti sepak bola, sementara
anak perempuan bermain dengan permainan perempuan seperti bermain boneka.
c. Sekolah: Sekolah memberikan sejumlah pesan gender kepada anak-anak. Sekolah
memberikan perlakuan yang berbeda diantara mereka. d. Masyarakat :
Masyarakat mempengaruhi stereotip anak melalui sikap mereka dalam
memandang apa yang telah disediakan untuk anak laki-laki dan perempuan
mengidentifikasi dirinya. Perempuan cenderung perlu bantuan dan laki-laki
pemecah masalah.
d. Media massa: melalui penampilan pria dan wanita yang sering terlihat di
iklan iklan TV maupun koran. Tidak hanya frequensi yang lebih banyak pada
laki laki daripada perempuan tetapi juga pada jenis-jenis pekerjaan yang
ditampilkan laki laki lebih banyak dan lebih bergengsi daripada perempuan.
Dalam kenyataan, stereotip adalah “cepat berfikir” yang memberikan kita
informasi yang kaya dan berbeda tentang individu yang kita tidak tahu secara
pribadi (Rahmawati et al., 2020).
C. Prasangka
Prasangka adalah sikap negatif yang kaku (tidak toleran) terhadap sebuah
kelompok orang tertentu. Prasangka ditujukan bila anggota dari satu kelompok yang
disebut “kelompok dalam” memperlihatkan sikap dan tingkah laku negatif dari
kelompok lain yang disebut “kelompok luar”. Prasangka adalah penilaian dari satu
kelompok atau individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok. Efek
dari prasangka adalah merusak dan menciptakan jarak yang luas (Inshani & Nasution,
2023).
Prasangka dapat muncul oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
a. Orang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam. Dalam berusaha,
seseorang mengalami kegagalan atau kelemahan. Sebab dari kegagalan itu tidak
dicari pada dirinya sendiri tetapi pada orang lain. Orang lain inilah yang dijadikan
kambing hitam sebagai sebab kegagalannya.
b. Orang berprasangka, karena memang ia sudah dipersiapkan di dalam
lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka.
c. Prasangka timbul karena adanya perbedaan. Perbedaan ini menimbulkan perasaan
superior. Perbedaan bisa meliputi: a) Perbedaan fisik/biologis, ras; b) Perbedaan
lingkungan/geografis; c) Perbedaan kekayaan; d) Perbedaan status sosial; e)
Perbedaan kepercayaan/agama; dan e) Perbedaan norma sosial.
d. Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak
menyenangkan.
e. Prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah menajadi pendapat umum
atau kebiasaan di dalam lingkungan tertentu (Romli & Maulia, 2014).
Fitriansyah. (2013). Pendekatan Emik-Etik Terhadap Upacara Pasak Indong Suku Tidung di
Desa Salimbatu, Kecamatan Tanjung Palas Tengah, Kalimantan Utara Kajian
Linguistik Antropologi. International Seminar "Language Maintenance and Shift III,
201–204.
Inshani Anggraini, S., & Nasution Zahara, F. (2023). Faktor Penyebab Munculnya Hubungan
Prasangka dan Frustrasi dengan Perilaku Agresif Remaja. Jurnal Rumpun Ilmu
Kesehatan, 3(1).
Maryam, E. W. (2019). Psikologi Sosial Penerapan Dalam Permasalahan Sosial. In Psikologi
Sosial Penerapan Dalam Permasalahan Sosial. https://doi.org/10.21070/2019/978-602-
5914-69-0
Murdianto. (2018). Stereotipe , Prasangka dan Resistensinya ( Studi Kasus pada Etnis Madura
dan Tionghoa di Indonesia ). Qalamuna, 10(2), 137–160.
Oktafiani, E. (2016). Prasangka Antarkelompok Pasca Konflik (Studi Kasus Pada Warga
Desa Panusupan dan Kasegeran, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas).
Universitas Negeri Malang.
Rahmawati, Afiati, E., & Wibowo, B. Y. (2020). Buku Ajar Bimbingan dan Konseling
Multibudaya. In FEBS Letters, 185(1). https://eprints.untirta.ac.id/7250/
Romli, K., & Maulia, A. (2014). Prasangka Sosial dalam Komunikasi Antaretnis (Studi
Antara Suku Bali dengan Suku Lampung di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten
Lampung Selatan Provinsi Lampung). Jurnal Kom & Realitas Sosial, 4(2), 127–151.
http://jurnal.ubl.ac.id/index.php/JIK/article/download/451/431
Zakiyah, A., Rahmat, H. K., & Sa’adah, N. (2022). Peran Konselor Lintas Agama Dan
Budaya Sebagai Problem Solving Masyarakat Multibudaya the Role of Cross-Religious
and Cultural Counselors As a Multi-Cultural Community Solving Problem.
Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research, 1(1), 2962–8350.