1. Stereotip
(A. Samovar, E.Porter, R. Mcdaniel, 2010). People dan Bailey (2009) mengungkapkan
setiap masyarakat memiliki stereotipe mengenai anggota, etika, dan kelompok rasial dari
masyarakat yang lain. Dapat dikatakan stereotipe merupakan gambaran kesan yang terkandung
kepercayaan dan pengetahuan yang dibentuk oleh sekelompok orang terhadap kelompok yang
lainnya berdasarkan asumsi yang salah.
Allport (dalam Haslam dkk, 1995) juga mengemukakan bahwa stereotipe bertanggung
jawab atas terjadinya prasangka sosial.
2. prasangka
Prasangka adalah sifat negatif terhadap suatu kelompok dan para nggota dari kelompok
tersebut. Sears dkk, Baron, Byrne dan Suls (dalam Budi Susetyo, 2010) Sebagai fenomena sikap,
prasangka dapat dilihat memiliki tiga komponen utama yaitu:
Dari hal yang telah diuraikan di atas secara tidak langsung Allport mengatakan bahwa
arah prasangka sebenarnya bisa positif dan negatif. Hanya saja menurut Brown (2005) prasangka
positif biasanya tidak menimbulkan masalah dalam hubungan antarpribadi dan antarkelompok
sehingga tiak dibicarakan secara khusus atau bahakan dianggap tidak ada.
Jadi, prasangka postif dapat digambarkan sebagai hubungan yang tidak mengalami
masalah dalam kelompok karena komunikasi dapat dibangun secara harmonis yang dibangun
oleh tiap individu dengan membuka diri, terhadap kondisi demikian dalam komunikasi
antarbudaya.
Streotipe yang berlebihan akan memunculkan prasangka terhadap orang atau kelompok
lain tergantung dari pengetahuan terhadap orang atau kelompok tersebut (dalam hal ini stereotipe
didasarkan atas pengetahuan atau kognitif), namun masih dalam tataran sikap (belum tindakan).
Sedangkan sikap berprasangka yang berlebihan dapat memunculkan perlakuan yang
diskriminatif (sudah dalam tataran perilaku). Jadi prasangka merupakan disposisi dari stereotipe.
3. diskriminasi
Swim (dalam Baron & Byrne, 1997) menyatakan bahwa diskriminasi adalah tindakan
negatif terhadap orang yang menjadi objek prasangka seperti rasial, etnik dan agama.
Dapat dikatakan diskriminasi adalah prejudice in actions. Menganggap orang negro itu
bodoh adalah prasangka sedangkan melarang mereka bekerja atau bersekolah pada lembaga
tertentu karena mereka berkulit hitam adalah diskriminasi. Menganggap wanita sebagai kaum
lemah adalah prasangka sedangkan menghalangi mereka untuk menjadi pemimpin adalah
diskriminasi. Diskriminasi seperti halnya prasangka mempunyai sejarah yang panjang dan
mempunyai kecenderungan untuk makin menurun. Di Amerika, pembatasan anggota kelompok
tertentu untuk memanfaatkan fasilitas umum seperti sekolah, bus umum, bioskop, pom bensin
dan lainnya hampir sudah tidak ada. Meski demikian masih ada beberapa jenis pekerjaan tertentu
yang secara tersamar masih memperhatikan unsur perbedaan tersebut. Jabatan Jaksa Agung,
Presiden dan jabatan politik strategis lainnya selama ini tidak pernah dipegang oleh warga kulit
hitam. Sumber dari diskriminasi ini hampir sama dengan sumber munculnya prasangka yaitu
pengaruh sosial, persaingan in group dan out grup, faktor sejarah dan lainnya. Di Indonesia
praktek diskriminasi masih terjadi hingga saat ini.
Contoh nyata adalah perlakuan pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap etnis
Tionghoa. Diskriminasi ini terutama diberlakukan pada lembaga pendidikan negeri dan pegawai
negeri dan institusi militer dimana dalam peraturan perekrutannya selalu menyertakan syarat
warga negara asli. Sehingga walaupun cerdas tetapi sedikit yang masuk ke universitas atau
sekolah negeri ternama.
REFERENSI
Aeni, E. N., Sukarelawati, S., & Agustini, A. (2017). Hubungan Antara Stereotipe Dengan
Prasangka Masyarakat Pribumi Pada Imigran Dalam Interaksi Antar Budaya Di
Cisarua Bogor. Jurnal Komunikatio, 2(1).
Kuncoro, J. Prasangka dan Diskriminasi. Jurnal psikologi. Vol 2, No 2 (2007) : 236.