Anda di halaman 1dari 8

RESUME PSQDH

Tentang

KONSEP HADIST, SUNNAH, ATSAR, KHABAR DAN HADIST QUDSI, DAN


UNSUR-UNSUR POKOK HADIST:

SANAD, MATAN, RAWIY/MUKHARRIJ

Disusun Oleh:

FIKHI RAHMANSYAH 2013040111

Dosen Pengampu:

Dra. NAILUL RAHMI, MAg

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG (UIN)

1442 H/2021 M

1
KONSEP HADIST, SUNNAH, ATSAR, KHABAR DAN HADIST QUDSI, DAN UNSUR-
UNSUR POKOK HADIST

A. Hadits
a) Pengertian
Hadits secara bahasa berarti Al-Jadiid yang artinya adalah sesuatu yang baru; yakni
kebalikan dari Al-Qadiim yang artinya sesuatu lama. Sedangkan hadits menurut istilah para ahli
hadits adalah :

ٍ ْ‫ أَوْ َوص‬،‫ أَوْ تَ ْق ِري ٍْر‬،‫ أَوْ فِ ْع ٍل‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْن قَوْ ٍل‬
‫ف‬ ِ ُ‫َما أ‬
َ ‫ضيْفُ إِلَى النَّبِ ِّي‬

Adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik ucapan,
perbuatan, persetujuan, maupun sifat.

Dari definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa hadits adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik itu ucapan, perbuatan, persetujuan,
sifat fisik, maupun kepribadiannya. 

b) Contoh Hadis
 Hadits Qouliy (Perkataan)
Adalah hadits yang berupa sabda atau ucapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Biasanya disebutkan lafadz qaala (‫ )قَا َل‬dalam redaksinya. Contoh :

‫ ِإنَّ َما اأْل َ ْع َما ُل بِالنِّيَّ ِة‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ َرسُو ُل هَّللا‬ ‫قَا َل‬ :‫ال‬
َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ع َْن ُع َم َر ب ِْن ْالخَطَّا‬
ِ ‫ب َر‬

Dari Umar bin Khathab radliyallaahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Sesungguhnya amalan itu dengan niatnya.”

 Hadits Fi’iy (Perbuatan)


Adalah hadits yang berupa perbuatan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Biasanya
disebutkan lafadz kaana ( َ‫ ) َكان‬dalam redaksinya. Contoh :

2
َّ ‫ َوإِ َذا ا ْفتَت ََح‬،‫ا‬ff‫صاَل ةَ قَائِ ًما َر َك َع قَائِ ًم‬
َ‫اَل ة‬f ‫الص‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬
َّ ‫ فَإ ِ َذا ا ْفتَتَ َح ال‬،‫ُصلِّي قَائِ ًما َوقَا ِعدًا‬ َ ِ ‫ َرسُو ُل هَّللا‬  َ‫ َكان‬ :‫ت‬
ْ َ‫ع َْن عَائِ َشةَ قَال‬
‫اعدًا َر َك َع قَا ِعدًا‬
ِ َ‫ق‬

Dari ‘Aisyah berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sholat berdiri dan duduk.
Ketika memulai sholat dengan berdiri maka ruku’ dengan berdiri. Dan ketika memulai sholat
dengan duduk maka ruku’ dengan duduk.”

 Hadits Taqririy (Persetujuan)


Adalah hadits yang berupa persetujuan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap
perbuatan atau perilaku sahabat beliau. Contoh :

ْ ‫ َد ْال َع‬f‫صاَل ٍة بَ ْع‬


،‫ ِر‬f ‫ص‬ َ ‫ َكانَ ُع َم ُر يَضْ ِربُ اأْل َ ْي ِدي َعلَى‬:‫ فَقَا َل‬،‫ع بَ ْع َد ْال َعصْ ِر‬ ِ ‫ك َع ِن التَّطَ ُّو‬ ٍ ِ‫َس ْبنَ َمال‬ َ ‫ت أَن‬ ُ ‫ َسأ َ ْل‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫َار ْب ِن فُ ْلفُ ٍل‬
ِ ‫ع َْن ُم ْخت‬
َ ِ‫ أَ َكانَ َرسُو ُل هللا‬:ُ‫ت لَه‬
‫صلَّى‬ ُ ‫ فَقُ ْل‬،‫ب‬ ِ ‫صاَل ِة ْال َم ْغ ِر‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َر ْك َعتَ ْي ِن بَ ْع َد ُغرُو‬
ِ ‫ب ال َّش ْم‬
َ ‫س قَب َْل‬ َ ‫صلِّي َعلَى َع ْه ِد النَّبِ ِّي‬ َ ُ‫َو ُكنَّا ن‬
‫ َولَ ْم يَ ْنهَنَا‬،‫صلِّي ِه َما فَلَ ْم يَأْ ُمرْ نَا‬
َ ُ‫ َكانَ يَ َرانَا ن‬:‫صاَّل هُ َما؟ قَا َل‬ َ ‫هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬

Dari Mukhtar bin Fulful, ia berkata : Aku bertanya pada Anas bin Malik tetang shalat sunnah
setelah asar, maka ia menjawab : “Dahulu Umar memukul tanganku karena aku shalat setelah
asar, dan dahulu di zaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam kami shalat dua rakaaat setelah
terbenamnya matahari sebelum shalat maghrib.” Lalu aku bertanya pada nya : “Apakah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat itu?” Anas bin Malik
menjawab : “Beliau melihat kami melaksanakan shalat itu, dan beliau tidak memerintahkan dan
juga tidak melarangnya.”

B. Sunnah

Sunnah secara bahasa berarti As-Siirah Al-Muttaba’ah  yang berarti jalan yang diikuti.
Setiap jalan dan perjalanan yang diikuti dinamakan sunnah, baik itu jalan yang baik maupun
jalan yang buruk.

Sunnah menurut istilah para ahli hadits adalah: Segala sesuatu yang dinukil dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik itu ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik,
kepribadian, maupun perjalanan hidup, baik itu sebelum diutus maupun sesudah diutus.

3
Perbedaan Hadits dengan Sunnah
Menurut prespektif ahli hadits, hadits adalah sesuatu yang diriwayatkan dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam setelah kenabiannya. 

Sedangkan sunnah pengertiannya lebih menyeluruh dan lebih umum. Karena sunnah juga
mencakup perjalanan hidup Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebelum kenabiannya dan setelah
kenabiannya.

C. Khabar
Khabar secara bahasa berarti An-Naba yang berarti kabar atau berita. Adapun secara
istilah khabar ini semakna dengan hadits sehingga memiliki definisi yang sama dengan hadits. 

Namun, menurut pendapat yang lain menyatakan bahwa khabar ini lebih umum dari pada
hadits. Sehingga definisi khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada selain beliau. Syaikh Utsaimin mengatakan :

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوإِلَى َغي ِْره‬ ِ ُ‫ْال َخبَ ُر َما أ‬
َ ‫ضيْفُ إِلَى النَّبِ ِّي‬

Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan
juga disandarkan kepada selainnya.

D. Hadis Qudsi
Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam dari Allah ta’ala. Hadits qudsi ini juga terkadang disebut dengan hadits rabbaaniy atau
hadits ilaahiy. Syaikh Utsaimin mengatakan :

‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َع ْن َربِِّه َت َعاىَل‬ ِ ِ


َ ِّ ‫ َما َر َواهُ النَّيِب‬:‫ث الْ ُق ْدسي‬
ُ ْ‫احْلَدي‬

Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasllam dari
Tuhannya ta’ala.

4
Dengan demikian, hadits qudsi juga merupakan firman Allah ta’ala yang maknanya
disampaikan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, namun redaksi yang disampaikan dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. 

Contoh hadits qudsi :

، ‫ أَنَا ِعْن َد ظَ ِّن َعْب ِدي يِب‬:‫ول اللَّهُ َت َعالَى‬ ُ ‫ َي ُق‬ :‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ
َ ُّ ‫ قَ َال النَّيِب‬:‫ قَ َال‬،ُ‫َع ْن أَيِب ُهَر ْيَر َة َرض َي اللَّهُ َعْنه‬
‫َوأَنَا‬
‫ َوإِ ْن ذَ َكَريِن يِف َمإَلٍ ذَ َك ْرتُهُ يِف َمإَلٍ خَرْيٍ ِمْن ُه ْم‬،‫ فَِإ ْن ذَ َكَريِن يِف َن ْف ِس ِه ذَ َك ْرتُهُ يِف َن ْف ِسي‬، ‫َم َعهُ إِ َذا ذَ َكَريِن‬

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam


bersabda :  Allah ta’ala berfirman : “Sesungguhnya Aku di sisi persangkaan hamba-Ku, dan
Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya maka Aku
mengingatnya di dalam diri-Ku. Dan jika ia mengingat-Ku di kumpulan orang, maka Aku
mengingatnya di kumpulan orang banyak yang lebih baik dari mereka.”

E. Atsar
Atsar secara bahasa berarti Baqiyyatu Asy-Syaii’ yang berarti sisa dari sesuatu, atau
jejak. Adapun secara istilah, atsar adalah :

‫ص َحابِي أَوْ التَّابِ ِعي‬ ِ ُ‫َما أ‬


َّ ‫ضيْفُ إِلَى ال‬

Segala sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabi’in.

Atsar juga didefinisikan dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada


Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Namun biasanya penyebutannya disandarkan dengan redaksi
“dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam” sehingga penyebutannya seperti ini :

َ ‫َوفِي اأْل َثَ ِر َع ِن النَّبِ ِّي‬


‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬

Dalam sebuah atsar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam . . .

F. Unsur-unsur Pokok Hadits, Sanad, Matan, dan Rawi

5
1) Sanad

Sanad menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang akan dijadikan sandaran.
Dikatakan demikian, karena hadist bersandar kepadanya.

Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin


Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa: “Berita tentang jalan matan”. Ada juga yang
menyebutkan: “Silsilah para perawi yang menukilkan hadist dari sumbernya yang pertama”
Sedangkan menurut Ahli Hadist: “Jalan yang menyampaikan kepada matan hadits.

Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal) dan


mengangkat. Yang dimaksud disini ialah menyandarkan hadits kepada orang yang
mengatakannya (raf’u hadits ila qa ‘ilih atau ‘azwu hadits ila qa’ilih). Menurut At-thiby, “Kata
al-isnad dan al-sanad digunakan oleh para ahli dengan pengertian yang sama”. Kata al-musnad
mempunyai beberapa arti, bisa berarti hadits yang disandarkan atau diisnadkan oleh seseorang,
bisa berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan system penyusunan
berdasarkan nama-nama para sahabat, perawi hadits, seperti kitab Musnad Ahmad, bisa juga
berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan muttashil.

2) Matan

‘Matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti Mairtafa’a min al-ardi (tanah yang
meninggi). Sedangkan menurut istilah ahli hadits adalah: “Perkataan yang disebut pada akhir
sanad, yakni sabda Nai SAW. Yang disebutkan sanadnya”.

3) Rawi

‘Rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadits (naqil
al-hadits). Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat

6
dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap tabaqahnya juga disebut rawi, jika yang dimaksud
rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi yang membedakan
antara sanad dan rawi adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadits. Orang yang
menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin, disebut dengan
perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (Orang yang membukan dan
menghimpn hadits).

Dapat di simpulkan bahwa yang dimaksud sanad adalah orang-orang yang meriwayatkan
hadits atau yang menyampaikan hadits pada matan. Matan adalah isi, materi atau lafadz hadits
itu sendiri sedangkan rawi adalah orang yang menghimpun dan membukukan hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Shalih Al Utsaimin, Mustholah Al Hadits, (Kairo: Maktabah Ilmi, 1994)


Shubhi As-Shalih. ‘ulum Al-Hadits wa Musthlahuh. Beirut: Dar Al-‘Ilm li Al-Malayin. 1959

Ajaj, Al-Khatib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, Darul Fikr, Beirut, 1971.

7
Dzafar Ahmad Utsmani al Tahawuni, Qowa’id al Ulum al-Hadits, cet III. Beirut: Maktab al
Mathba’ah al Islamiyah, 1972.

Khusniatu Rofiah, Studi Ilmu Hadits, Yogyakarya: STAIN PO Press, 2010.

Muhammad al Wiy al Maliki, al Qawa’id al Ulum al Hadis, cet.IV. Jeddah: al Maktabah al


Ilmiyah, 1402.

Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 2004.

Munzier Suparta, Ilmu Hadits, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Anda mungkin juga menyukai