Anda di halaman 1dari 4

PERTEMUAN 11 PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

DISKRIMINASI
Diskriminasi adalah perilaku menerima atau menolak seseorang berdasarkan (atau setidak-
tidaknya dipengaruhi oleh) keanggotaan kelompoknya (Sears dkk, 1991). Diskriminasi dapat
diwujudkan dalam bentuk perlakuan yang berbeda yang didasarkan pada kelompok. Dapat juga
dilakukan dengan perilaku menyerang atau menyakiti anggota kelompok lain. Diskriminasi bisa
juga diartikan sebagai tingkah laku negatif yang ditujukan kepada anggota kelompok sosial yang
menjadi objek prasangka (prasangka rasial, etnis, agama, fisik, status ekonomi, dll).
Prasangka sosial adalah sikap negatif terhadap anggota kelompok sosial tertentu yang
hanya didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok itu (Feldman, 1985). Prasangka
sosial juga dapat diartikan sebagai dugaan-dugaan yang memiliki nilai positif atau negatif, (tetapi
dugaan itu lebih bersifat negatif) terhadap orang-orang dari kelompok lain. (Mar’at, 1981)

Dari Prasangka ke Diskriminasi


Bahwa PRASANGKA adalah SIKAP negatif terhadap anggota dari kelompok sosial tertentu,
Seseorang yang memiliki prasangka terhadap kelompok sosial tertentu cenderung mengevaluasi
anggota mereka dengan cara yang sama, semata karena mereka anggota kelompok tersebut.
Implikasi yang mengikuti definisi Prasangka sebagai sikap:
- Sikap seringkali berfungsi sebagai skema, sehingga individu yang memiliki prasangka
terhadap kelompok-kelompok tertentu cenderung memproses informasi secara berbedadari
cara mereka memproses informasi tentang kelompok lain.
- Sebagai sebuah sikap, prasangka juga melibatkan perasaan atau emosi negatif pada orang yang
dikenai prasangka ketika mereka hadir atau hanya dengan memikirkan anggota kelompok
yang tidak mereka sukai
- Prasangka sebagai sikap dapat memunculkan kecenderungan untuk bertingkah-laku secara
negatif terhadap mereka yang menjadi objek prasangka. Ketika kecenderungan ini diwujudkan
dalam tingkah laku, hasilnya adalah berbagai bentuk DISKRIMINASI

Sumber Prasangka
 Meningkatkan atau mengembalikan self esteem.
Ketika self esteemterancam, individu dengan prasangka akan menyerang kelompok yang tidak
mereka sukai. Hal ini untuk meningkatkan / mengembalikan self esteem mereka.

 Konflik antar kelompok (teori konflik realistik)


Pandangan bahwa prasangka berakar dari kompetisi langsung antarkelompok sosial untuk
memperoleh sumber daya yang berharga dan terbatas ( ex: pekerjaan, perumahan, pendidikan,
kesempatan). Resources yang sangat berbeda menyebabkan kecemburuan, yang
berakibat prasangka.
- China versus Pribumi
- Madura versus Dayak

 Kategorisasi Sosial
In Group (Kelompok Sendiri) Vs Out Group (Kel. Lain) Pembagian Dunia Sosial menjadi 2
kategori: Kita –Mereka. Individu punya kecenderungan membuat pembagian (social
categorization).

 Etnosentrisme dan Favoritisme


- Etnosentrisme adalah paham yang menempatkan kelompok sendiri sebagai pusat segala-
galanya. Karena melihat dunia hanya dari sudut pandang budaya sendiri.
- Favoritisme adalah pandangan yang menempatkan kelompok sendiri sebagai yang paling
baik, paling benar, dan paling bermoral.

 Belajar Sosial
Seorang anak memperoleh sikap negatif atas berbagai kelompok sosial karena mereka
mendengar pandangan tersebut diekspresikan oleh orang tua, guru dan orang lain dan karena
mereka secara langsung diberikan imbalan berupa cinta, pujian atau persetujuan untuk
mengadopsi pandangan ini.

Bagaimana mengatasi Prasangka


1. Memutuskan siklus prasangka: Belajar Untuk Tidak Membenci mengubah pengalaman
masa kanak-kanak sehingga mereka tidak diajarkan untuk menjadi fanatik oleh orang tua
atau orang dewasa lainnya.
2. Kontak Sosial: Interaksi antar kelompok secara langsung (direct intergroup contact)
Kurangnya komunikasi dengan kelompok luar akan menimbulkan kesalahpahaman
terhadap kelompok luar. Bentuk kesalahpahaman tersebut adalah hadirnya stereotipe dan
prasangka sosial. Stereotipe adalah anggapan tentang ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota
kelompok luar. Menurut David O Sears dkk (1991), orang yang berprasangka umumnya
mempunyai sedikit pengalaman pribadi (interaksi langsung) dengan kelompok yang
diprasangkai. Prasangka cenderung tidak didasarkan pada fakta-fakta objektif, tetapi
didasarkan pada fakta-fakta yang minim yang diinterpretasi secara subjektif.
3. Kategorisasi ulang : Perubahan atas batas antara individu in group “kita” dan out group
“mereka”
4. Intervensi kognitif : untuk mengurangi prasangka: memotivasi orang menjadi tidak
berprasangka, misal dengan membuat mereka menyadari norma-norma demokrasi.
5. Pelatihan : untuk berkata tidak terhadap hubungan antara stereotip dengan kelompok
sosial tertentu.
6. Pengaruh sosial: memberi kesempatan pada individu dengan bukti yang menyatakan
bahwa orang lain memiliki pandangan yang kurang berprasangka dibandingkan mereka.

Target dari Prasangka


 Seksisme
 Rasisme
 Ageism
 KeterbatasanFisik (Perlu dicari pengertiannya)

Sifat Prasangka dan Diskriminasi


Prasangka
Sikap negatif terhadap anggota dari kelompok sosial tertentu, seseorang yang memiliki prasangka
terhadap kelompok sosial tertentu cenderung mengevaluasi anggotanya dengan cara yang sama,
semata karena mereka anggota kelompok tersebut.

Implikasi yang mengikuti definisi Prasangka sebagai sikap:


1) Sikap seringkali berfungsi sebagai skema( kerangka pikir kognitif yang dikembangkan melalui
pengalaman yang mempengaruhi pengolahan informasi baru), sehingga individu yang
memiliki prasangka terhadap kelompok-kelompok tertentu cenderung memproses informasi
secara berbeda dari cara mereka memproses informasi tentang kelompok lain.
2) Sebagai sebuah sikap, prasangka juga melibatkan perasaan negatif atau emosi pada orang yang
dikenai prasangka ketika mereka hadir atau hanya dengan memikirkan anggota kelompok yang
tidak mereka sukai
3) Prasangka dapat melibatkan kecenderungan untuk bertingkah-laku secara negatif terhadap
mereka yang menjadi objek prasangka. Ketika kecenderungan ini diwujudkan dalam tingkah
laku, hasilnya adalah berbagai bentuk diskriminasi.

Prasangka terhadap gender


Seksisme: Prasangka yang didasari oleh Gender
Bentuk-bentuk seksisme:
1) Seksisme yang berupa kebencian, yang melibatkan keyakinan negatif tentang wanita.
Pandangan bahwa wanita, jika tidak inferior terhadap pria, memiliki traits negatif ( ingin
diistimewakan, terlalu sensitif/ingin merebut kekuasaan dari pria
2) Seksisme yang halus, yang melibatkan keyakinan positif terhadap wanita.
3) Pandangan yang menyatakan bahwa wanita pantas dilindungi, lebih superior daripada pria
dalam beberapa hal ( lebih murni, memiliki selera lebih baik). Dan sangat diperlukan untuk
kebahagiaan pria ( tidak ada pria yang benar-benar bahagia, kecuali memiliki seorang wanita
yang ia puja dalam hidupnya)
Menurut Glick, dkk (2000)
Kedua bentuk seksisme itu merefleksikan kenyataan bahwa pria telah lama memiliki posisi
dominan dalam kebanyakan masyarakat manusia. Sebagai hasil kekuatan ini, mereka memandang
wanita inferior dalam banyak hal, namun pada saat yang sama, pria menjadi tergantung pada
wanita untuk peran-peran domestik yang mereka mainkan dan untuk keintiman dan cinta yang
mereka berikan.
Semakin tinggi kedua bentuk seksisme, semakin rendah kesetaraan gender (dalam hubungannya
dengan kehadiran wanita dalam status pekerjaan, pendidikan dan standar hidup yang tinggi).
Seksisme halus dapat mempertahankan peran wanita sebagai bawahan/subordinat, sehingga dapat
menghalangi pencapaian tujuan kesetaraan gender.

Mengapa Seksisme dapat terjadi:


 Stereotip gender: stereotip tentang traits yang seharusnya dimiliki oleh wanita dan pria,
dan membedakan kedua gender satu sama lain. Meskipun laki-laki dan perempuan berbeda
dalam hal tertentu, stereotip membesar-besarkan perbedaan tersebut.
 Baik pria maupun wanita mengekspresikan penghargaan yang lebih besar pada pria, dan
faktor ini juga memainkan peran penting dalam seksisme
 Diskriminasi terhadap Perempuan:
Walaupun bentuk diskriminasi terang-terangan berdasarkan gender telah berkurang,
perempuan terus mengalami dampak dari bentuk yang lebih halus
 Hal ini termasuk harapan, kepercayaan diri, dan persepsi diri yang lebih rendah pada
perempuan, reaksi negatif terhadap pemimpin perempuan dan glass ceilling, bahwa
perempuan mengalami hasil buruk dalam karirnya karena gender mereka.
 Penemuan terakhir mengindikasikan bahwa wanita menghadapi lebih banyak hambatan
daripada pria dalam karirnya, akan tetapi dengan mengadopsi strategi yang efektif, mereka
dapat mengatasi hambatan ini dan mencapai tingkat kesuksesan yang tinggi

SUMBER : PPT + Modul (Belum cari jurnal atau referensi lainnya)

Yang kurang kasus dan video

Anda mungkin juga menyukai