Anda di halaman 1dari 54

PSIKOLOGI SOSIAL 2

Rabu, 10.20-12.50
Dosen : DR. Nurhidaya., M.Si

KELOMPOK 3:
Nabila Kalia (1824090006)
Amelia Tantri Budiyono (1824090014)
Amanda Nailah Rahmah (1824090021)
Ridha Muslimah Jauhari (1824090028)
Maria Magdalena Edwina Dyas (1824090052)
Annasya Azalia (1824090253)
Auggie Attallah Ramadhini (1824090057)
Adira Khansa Martin (1824090059)
Haikal Faqih (1824090068)
Dinda Putri Azzahra (1824090090)
Georgya Francysca (1824090099)
Muhammad Naufal Sulistyawan (1824090244)
INTERAKSI
DALAM
KELOMPOK
Interaksi Dalam Kelompok
Ada 2 jenis kelompok:
 Didasari pada ketertarikan antarindividu (tingkat
pribadi). Jika individu-individu dalam kelompok itu tidak
saling tertarik lagi, maka kelompok tersebut akan bubar.
contoh: Kelompok Pertemanan.
 Didasari karena kelompok itu memiliki ciri-ciri atau
identitas yang khas, bukan lagi berdasar pada
ketertarikan antarindividu. (tingkat social).
Contoh: Semua Mahasiswa Psikologi UPI YAI

Menurut Hogg (1992), solidaritas dan keterpaduan kelompok


hanya ada pada kelompok kedua.
TEORI-TEORI
KETERPADUAN
KELOMPOK
Teori-Teori Praeksperimental

1) Gustave Le Bon (dalam Nye, 1975)

Ia berpendapat bahwa psikologi massa berbeda sekali dengan psikologi


individual. Massa (crowd) mempunyai pikiran, gagasan, dan kehendak
sendiri yang tidak sama dengan yang ada pada pribadi. Massa
mempunyai jiwa (Prancis:ame ) yang berbeda dengan jiwa pribadi.
dalam hal ini dia sependapat dengan kritikus drama saat itu, Rene
Doumic, akan tetapi, berbeda dari Doumic yang berpendapat bahwa
bangsa Prancis mempunyai ame. Ame-nya bangsa Prancis itu adalah
jenius, mampu menganalisis, melihat ke depan, dan lain-lain. Le Bon
justru berpendapat bahwa ame kelompok adalah irasional, impulsif,
agresif, tidak dapat membedakan antara kenyataan dan khayalan, dan
bagaikan di bawah pengaruh hipnotis.
2) McDougall (1908, 1921)

McDougall juga mendukung adanya jiwa kelompok yang berbeda dari jiwa
pribadi. sama dengan Le Bon, McDougall juga berpendapat bahwa perilaku
kelompok dalam emosional, impulsive, berciri kekerasan, tidak konsisten, dan
pembuatan keputusannya ceroboh. Tetapi, menurul McDougall, yang
mengendalikan perilaku kelompok adalah naluri emosi.
Naluri emosi inilah yang membedakan perilaku kelompok yang tidak
terorganisir (seperti kerumuman orang-orang di pasar atau orang yang sedang
menonton kecelakaan di jalan raya) dan kelompok-kelompok yang terorganisir
(seperti perusahaan, tentara, atau kelompok STM pemuda).

Dengan demikian, menurut McDougall, tidak selalu kelompok mempunyai jiwa


kelompok. Jiwa kelompok baru akan tumbuh jika ada 4 faktor yang menimbulkannya
yaitu:
(1) Kelangsungan keberadaan kelompok (berlanjut dalam waktu yang lama) dalam arti
keanggotaan dan peran setiap anga
(2) adanya tradisi, kebiasaan, dan adat,
(3) ada organisasi dalam kelompok (ada deferisiansi dan spesialisasi fungsi), dan
(4) kesadaran diri kelompok, yaitu setiap anggota tau siapa saja yang termasuk
kelompok, bagaimana caranya ia berfungsi dalam kelompok, bagaimana struktur
dalam kelompok, dan sebagainya.
3) Bion (1949, 1959, 1961)

Bion adalah penganut aliran psikoanalisis. Ia berpendapat bahwa kelompok


tidak sama dengan kumpulan Individu, tetapi merupakan kesatuan dengan ciri
dinamika dan emosi sendiri. Kelompok adalah makrokosmos dari individu.
Yaitu:
(1) Id yang berupa kebutuhan dan motif kelompok,
(2) ego yang berupa tujuan dan mekanisme kerja kelompok, dan
(3) superego yaitu keterbatasan-keterbatasan kelompok (Bion, 1962)

Kebutuhan dan motif berkelompok tidak disadari oleh kelompok atau tidak
dibicarakan (repressed), atau dialihkan (sublimasi). Pada taraf yang disadari
atau terbuka dibicarakan tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan kelompok
(strategi, organisasi, usaha, tindakan, dan lain-lain).
Dalam dinamika kelompok itu, menurut Bion yang juga penting adalah
memori kelompok atau protomental. Ketika sistem yang satu sedang berfungsi,
sistem yang lain disimpan dalam protomental untuk siap difungsikan sewaktu-
waktu.
Teori Eksperimental

1) Festinger, Schachter, & Black (1952)

Awalnya mereka meneliti para penghuni kompleks perumahan


Westgate & Westgate-West yang diperuntukan bagi kaum veteran
yang sudah menikah. Orang itu mula-mula tidak saling mengenal,
lama kelamaan mereka saling membentuk kelompok berdasarkan
faktor kedetakan (proximity).
Keterpaduan kelompok menurut mereka diawali oleh keterkaitan
terhadap kelompok dan anggota kelompok dan dilanjutkan dengan
interaksi sosial dan tujuan pribadi yang menuntut saling
ketergantungan.
2) Lott & Lott (1965)

Dari eskperimen yang telah mereka lakukan, disimpulkan bahwa


keterpaduan kelompok dipengaruhi oleh hal berikut
 Hubungan yang relative
 Hubungan kerjasama yang masih dalam batas norma
 Saling menerima
 Adanya ancaman dan tidak dapat mengandalkan suatu kelompok
 Status yang homogen, status yang tinggi, adanya ketidakmungkinan
untuk naik ke status yang lebih tinggi
 Perilaku dan sifat-sifat pribadi yang berguna untuk memenuhi fungsi
kelompok yang khusus
 Sikap, nilai, dan latar belakang yang sama dan kepribadian yang saling
mengisi untuk tujuan sebuah kelompok
 Adanya ritual yang tidak menyenangkan
Dampak dari keterpaduan kelompok adalah sebagai berikut :
 Agresivitas sebagai reaksi terhadap gangguan dari luar
 Evaluasi diri, menilai diri sendiri sebagai dinilai positif
 Evaluasi yang berlebihan tentang keunggulan atau
ketidakmampuan seseorang dibandingkan yang lainnya
 Evaluasi positif terhadap kelompok dan hal yang terkait dengan
kelompok
 Persepsi tentang kesamaan antarpribadi dalam hal sikap,perilaku,
dan kepribadian
 Komunikasi yang lebih bebas hambatan
 Konformitas pada standar kelompok yang bersangkutan dengan
sikap dan penampilan
TEORI IDENTITAS
SOSIAL
TEORI IDENTITAS SOSIAL
 Teori identitas sosial ini dipelopori oleh Henri Tajfel (1957,
1959) dalam upaya untuk menjelaskan prasangka, diskriminasi,
konflik antar kelompok, dan perubahan sosial.
 Ciri khas Tajfel adalah non reduksionis, yaitu membedakan
antara proses kelompok dari proses dalam individu. Jadi, harus
dibedakan antara proses intraindividual (yang membedakan
seseorang dari orang lain) dan proses identitas sosial (yang
menentukan apakah seseorang dengan ciri0ciri tertentu
termasuk atau tidak termasuk dalam suatu kelompok tertentu).
 Menurut teori ini, identitas sosial seseorang ikut membentuk
konsep diri dan memungkinkan orang tersebut menempatkan
diri pada posisi tertentu dalam jaringan hubungan-hubungan
sosial yang rumit.
TEORI IDENTITAS SOSIAL

 Proses yang mendasari perilaku kelompok


adalah kategorisasi dan perbandingan sosial.
Pada gilirannya kategorisasi dan perbandingan
sosial ini meningkatkan persepsi ingroup.
 Teoriidentitas sosial ini juga digunakan untuk
menjelaskan perubahan sosial pada tingkat
mmakro-sosial. Menurut teori ini ada dua
kemungkinan perubahan sosial, yaitu (1)
mobilitas sosial dan (2) perubahan sosial itu
sendiri.
KATEGORISASI
DIRI
Kategorisasi Diri
(Self categorization)

• Dikemukakan oleh Turner (1985).


• Dasar dari teori ini bahwa orang menggolong-golongkan diri dalam
berbagai tingkat abstrakasi seperti, ingrup-outgroup (identitas
sosial), bodoh-pandai, kaya-miskin, dan sebagainya.
• Kategorisasi ini selalu terkait konteks, tidak pernah berdiri sendiri,
dan selalu menekankan pada stereotype, prototipe, dan norma.
• Kategorisasi terjadi dalam kognisi orang, dan atas d itulah orang
berperilaku dan bereaksi.
• Kategorisasi kognitif terjadi karena setiap
orang berusaha memaksimalkan
kentungan bagi dirinya sendiri dalam
kelompok (economic self interest).
Dampaknya adalah polarisasi kelompok.

• Dalam mengatasi konflik dalam


kelompok, anggota-anggota kelompok
lebih puas jika penyelesaiannya
berorientasi pada pemecahan masalah Contoh polarisasi kelompok

(memperjelas posisi masing-masing).

• Jika identitas kelompok terancam, kelompok justru cenderung bereaksi secara etnosentris,
yaitu dengan polarisasi kelompok (mengembangkan stereotip-stereotip di pihak outgroup).
Kategorisasi Diri
dan
Hubungan Antarkelompok
1. Kategorisasi diri dan pemeberian prioritas kognitif meningkatakan persepsi
tentang homogenitas dalam kelompok.
2. Ekstrimis selalu berpikir melakukan kategorisasi dua kutub (hitam-putih), yaitu
kami atau mereka.
3. Kelompok yang mempunyai harga diri rendah tidak dapat melepaskan diri dari
masa lalu. Untuk meningkatkan harga diri kelompok, mereka harus mendegradasi
(menurunkan derajat) kelompok lain.
4. Identitas sosial dapat menggunakan berbagai kriteria kategorisasi.
5. Kelompok minoritas lebih menunjukkan diferensiasi dibadingkan kelompok
mayoritas.
FASILITAS
SOSIAL
FASILITAS SOSIAL

Fasilitas sosial perlu dibedakan dari perilaku menular


(meniru) dan menyangkut transformasi informasi.

Hasil jangka panjang perilaku menular adalah belajar


sosial. Faktor utamannya adalah dorongan dari dalam,
sedangkan fasilitas sosial dorongan dari luar.
Faktor – faktor yang Berpengaruh pada
Fasilitas Sosial

 Pada anak-anak (9-13 tahun), yang paling erpengaruh adalah


faktor kedekatan atau keakraban.
 Sexism (kecenderungan mengunggulkan jenis kelamin sendiri)
lebih kuat pada siswa sekolah terutama laki-laki atau sekolah
campuran yg secara tradisional mengganggap laki-laki lebih
daripada wanita.
 Music (rap) mengandung kata-kata agresif leih mendorong
agresivitas pada wanita daripada masuk (rap) yang netral.
Pengaruh Fasilitas Sosial

 Anak-anak geng menjadi lebih nakal.


 Kebiasaan meminum minuman keras pada pelajar meningkat jika
teman-temannya juga suka minum.
 Makan ramai-ramai lebih anyak daripada makan sendirian.
 Ibu-ibu yang berbelanja ramai-ramai lebih lama daripada
erbelanja sendirian.
 Nongkrong di kafe lebih lama kalua ersama teman-teman
daripada sendiri.
Gabungan Fasilitas Sosial dan Identitas Sosial

 Produktivitas kelompok kecil dapat ditingkatkan


melalui konfirmasi dan persyaratan tugas.
 Peningkatan produktivitas kelompok melalui kominasi
antara tujuan individu dan tujuan kelompok.
 Mengurangi sexism (pengunggulan salah satu jenis
kelamin dan pelecehan jenis kelamin yang lain) di
sekolah-sekolah dapat dilakukan dengan menerapkan
kebijakan kesetaraan seks oleh sekolah.
Fasilitas Sosial Tidak Berpengaruh

 Walaupun remaja cenderung berperilaku sama dengan


teman-teman sekelompok, dalam perilaku pidana
dengan kekerasan (violent crime) tidak terbukti ada
hubunganya dengan fasilitas sosial.
 Fasilitassocial tidak berlaku untuk prestasi yang
berhubungan dengan ingatan masa lalu (memories).
 Fasilitas
sosial tidak berpengaruh pada perilaku
mengemudi yang aman.
PEMALASAN
SOSIAL
Pemalasan
Sosial
 Insinyur Max Ringelmann (dilaporkan oleh Kravitz & Martin,
1986) menemukan bahwa slogan “ Bersatu Kita Teguh” (fasilitasi
sosial), ternyata tidak benar. Tukang-tukang nya dalam
mengerjakan proyek bangunan ternyata lebih giat bekerja kalau
mereka bekerja sendiri-sendiri, daripada kalau beramai-ramai.
Gelaja ini dinamakan Pemalasan Sosial (sosial loafing).

 Ingham, dkk. (1974) mengadakan eksperimen tarik-tambang.


Eksperimen ini membuktikan adanya Pemalasan Sosial, dan juga
Latane, Williams & Harkins (1979) yang mengadakan
eksperimen bertepuk tangan. Eksperimen ini pun menunjukan
adanya Pemalasan Sosial.
Yang Mempengaruhi Pemalasan Sosial

Berbagai faktor yang mempengaruhi Pemalasan Sosial diungkapkan melalui penelitian-penelitian


berikut ini.
 Faktor-faktor rasional, normatif, dan afektif menyebabkan menyebabkan pemalasan sosial dan
menumpang kesuksesan orang lain tanpa berbuat apa-apa (free riding) (Kidwell & Bannet, 1993).
 Di perusahaan, pemalasan sosial dipengaruhi oleh ketidakjelasan tugas dan faktor intrinsik yang
rendah (tidak menarik, kurang bermakna dan lain-lain) (George, 1992).
 Orang tidak mau rajin kalau yang lain malas (sucker effect). Dalam hal demikian, tetap terjadi
pemalasan sosial walaupun tugas nya menarik (Robbins, 1995).
 Pengambil alihan peran: kalau peran seseorang sudah diambil alih oleh orang lain, orang tersebut
akan malas menjalankan perannya (Kerr & Stanfel, 1993).
 Pemalasan sosial lebih kuat pada kultur individualisme (Early, 1989).
 Individualisme memang lebih menyebabkan pemalasan sosial daripada kolektivisme, tetapi
pengaruh nya tidak terlalu besar jika ada pembagian tanggung jawab (Wagner, 1995).
 Di perusahaan-perusahaan makin tidak ada spesifikasi pekerjaan, makin besar pemalasan sosial
nya (Singh & Singh, 1989).
 Kalau tidak ada hadiah atau insentif, pemalasan sosial lebih besar kemungkinannya untuk terjadi
(Shepperd & Wright, 1989).
Yang Tidak Mempengaruhi Pemasalan Sosial

Berikut ini adalah faktor-faktor yang tidak mempengaruhi atau tidak


menimbulkan pemalasan sosial.

 Sistem pemberian ganjaran dan hukuman (reward and


punishment) yang digunakan oleh penyelia terhadap karyawannya
dalam perusahaan menyebabkan tidak terjadinya pemalasan
sosial (George, 1995).
 Pemalasan sosial tidak berpengaruh pada daya ingat atau pada
hasil tes pengenalan kata (Pratarelli & Melntyre, 1994)
Pengalaman Pemalasan Sosial

Dikalangan pelajar dan mahasiswa terdapat kebiasaan


menyontek. Tatkala menyontek, mereka melakukannya
beramai-ramai (fasilitasi sosial), tetapi ketika ditanya oleh
guru atau dosen siapa yang menyontek, tidak ada yang
mau mengaku. Keengganan dari seluruh kelas untuk
mengaku menyontek adalah contoh dari pemalasan sosial
dalam kehidupan sehari-hari.
Fasilitasi Atau Pemalasan Sosial ?

Fasilitasi sosial adalah sisi lain dari pemalasan sosial. Jika


kehadiran orang lain dirasakan sebagai meningkatnya
evaluasi atau meningkatnya ganjaran terhadap perilaku
tertentu, perilaku yang di evaluasi itu mengalami fasilitasi.
Sebaliknya, perilaku yang tidak atau kurang dievaluasi
atau memungkinkan timbulnya hukuman, mengalami
penurunan.
Selain itu, penelitian-penelitian juga membuktikan berbagai faktor yang mempengaruhi fasilitasi atau
pemalasan sosial.
 Faktor Kepribadian
Orang yang mempunyai daya sosial (social efficacy) yang tinggi mengalami fasilitasi sosial dengan
kehadiran orang lain, sementara yang daya sosialnya rendah mengalami pemalasan (Sanna, 1992).
 Jenis Pemerhati
Jika yang hadir belum pernah menyaksikan keberhasilan seseorang di masa lalu, orang tersebut akan
bertambah semangat agar para pemerhati ini menyaksikan kebolehannya. Sebaliknya, jika yang hadir
adalah orang-orang yang pernah menyaksikan prestasinya di masa lalu, timbul keraguan apakah ia akan
berhasil seperti di masa lalu. Akibatnya, terjadi pemalasan sosial (Seta & Seta, 1995).
 Harga Diri
Bagi orang dengan harga diri rendah, kehadiran orang lain justru menurunkan prestasi. Akan tetapi, pada
orang-orang ini kehadiran orang lain tidak berpengaruh jika mereka sedang melakukan tugas-tugas yang
sulit. Sebaliknya, orang-orang dengan harga diri yang tinggi terdorong untuk berprestasi sebaik-baik nya
dengan adanya orang lain, khususnya pada tugas-tugas yang sulit (Terry & Kearnes, 1993).
 Keterampilan
Untuk karateka yang terlatih, kehadiran orang lain meningkatkan prestasi, sedangkan bagi yang tidak
terlatih, kehadiran orang lain justru akan menurunkan prestasinya (Bell & Yee, 1989).
 Persepsi tehadap kehadiran orang lain
Jika pelaku beranggapan bahwa orang-orang lain yang hadir akan meningkatkan semangatnya, akan terjadi
fasilitasi sosial. Akan tetapi, kalau yang hadir dianggap akan menurunkan semangat, akan terjadi pemalasan
sosial (Karau & Williams, 1995).
DEINDIVIDUASI
DEIDIVIDUASI

Deindividuasi adalah keadaan hilangnya kesadaran


akan diri sendiri (self awareness) dan pengertian
evaluative terhadap diri sendiri (evaluation
apprehension) dalam situasi kelompok yang
memungkinkan anonimitas dan mengalihkan atau
menjauhkan perhatian dari individu (Festinger, Pepitone
& Newcomb, 1952).
 Mullen (1986)  keadaan ini dapat membawa individu kepada
perilaku diluar batas batas norma. Orang dengan tidak sadarnya dapat
mengatribusikan perilakunya kepada situasi di luar dirinya, bukan pada
kemauan atau pilihannya sendiri. Rasa tanggung jawabnya menururn
dan dengan begitu ia hamper melakukan segala hala yang melawan
norma.
 Zimbardo  Meningkatnya anonimitas di daerah kota besar padat
penduduk menyebabkan timbulnya norma norma yang membolehkan
vandalisme.
 Contoh penelitian :
 Dinner (1976) memerhatikann anak anak yang memakai topeng
atau jubbah pada Halloween lebih banyak mengambil permen dari
pada yang tidak bertopeng. Terlebih lagi jika anak dengan muka
yang terpampang di tanyakan identitas nama dan keluarga (anaknya
siapa) oleh tuan rumah yang menyediakan permen tersebut.
Penurunan Deindividuasi

Peningkatan self awareness dapat pula


meningkatkan sisi lain dari deindividuasi.
Misalnya, orang yang sedang marah marah akan
mereda saat dirinya di foto. Hal tersebut
menunjukan bahwa deindividuasi akan menurun
saat adanya peningkatan dari kesadaran diri
POLARISASI
KELOMPOK
Polarisasi Kelompok

 Eksperimen yang cukup mencengangkan mengenai polarisasi


kelompok ini dilakukan oleh seorang mahasiswa MIT (Massachuset
Institute of Technology) bernama Stoner (1961).
 Ternya jawaban respoden sebagai kelompok sangat berisiko daripada
jawabn mereka sebagai perorangan . Tampaknya,pendapat-pendapat
perorangan itu saling empengaruhi sehingga terjadi pergeseran
pendapat kearah yang lebih berisiko.
 Penumpukan pendapat pada satu pandangan tertentu inilah yang
dinamakan polarasi yang ternyata dapat sangat berbeda dari pendapat
perorangan. Manfaat dari polarisasi pendapat kelompok ini adalah
memperkuat pandangan rata-rata kelompok sehingga tidak memecah-
mecah pandangan kelompok.
 Moscovici & Zavalloni (1969) : Mereka melakukan diskusi antar mahasiswa Prancis.
 Wiliams & Taormina (1992) : Dalam sebuah simulasi mereka diminta untuk mendukung tiga
proyek dengan menanamkan modal.
 McGarty, dkk (1992) : Polarasi sebagai akibat dari proses intrakelompok.
 Abrams, dkk (1990) : Kalau perbedaan antara dua kelompok dipertajam,polarisasi dalam setiap
kelompok semakin kuat dan pertemuan pendapat antara kedua kelompok semakin sulit
 Hogg, Turner & Davidson (1990) : Dalam berhadapan dengan kelompok lain,kelompok sendiri
selalu mengambil posisi yang berlawanan
 Isozaki (1984) : Dalam suatu diskusi mengenai kasus kecelakaan lalu lintas,perserta diskusi
semakin lama semakin menyalahkan pihak penabrak.
 Myers & Bishop (1970) : Diskusi kelompok memperkuat persamaan pendapat antara yang
sepaham,tetapi mempertajam perbedaan antara yang berbeda paham
 Cartwright (1975) : Geng anak-anak nakal semakin kompak karena persaingan dan tekanan
ekonomi dari luar dan persamaan antar anggota
 McCautley & Segal (1987) : Terorisme tidak timbul tiba-tiba,tetapi melalui proses kebersamaan
antar orang-orang yang sama-sama merasa terpukul oleh suatu situasi,dan karena mereka semakin
terisolir,mereka semakin ekstrem
Mengapa Terjadinya Polarisasi Kelompok?

 Dalam diskusi itu terjadi saling memberikan informasi yang mendukung


pandangan yang dominan sehingga menimbulkan polarisasi.
 Selanjutnya, argumentasi yang terjadi dalam diskusi itu menyebabkan
dapat diketahui posisi setiap prang dalam isu tertentu (Burnstein &
Vinokur,1997). Posisi-posisi itu akan saling mendekati jika tidak ada
prasangka antaraangggota kelompok sehingga terjadilah polarisasi.
 Juga ditemukan bahwa semakin banyak anggota yang aktif dalam
diskusi,semakin besar kemungkinan perubahan pendapat kelompok.
Pendapat yang sering diulang-ulang akan semakin diperkuat (Bruner, Judd
& Gliner, 1995). Polarisasi kelompok juga dapat terjadi karena
perbandingan social (social comparison), yaitu menilai pendapat dan
kemampuan seseorang dengan cara membandingkannya dengan pendapat
dan kemampuan orang lain (Festinger, 1954).
PIKIRAN
KELOMPOK
PIKIRAN KELOMPOK
 Teori Gustave Le Bon mengenai perilaku kelompok
menunjukkan bahwa seakan- akan kelompok dapat
mempunyai pikiran-pikiran sendiri yang berbeda dari pikiran
individu. Pikiran- pikiran kelompok (group think) itu
terdapat juga dalam beberapa peristiwa bersejarah di dunia.
1. Peristiwa Pearl Harbour
2. Penyerangan Bay of Pigs
3. Perang Vietnam
Pertanyaan kita sekarang adalah apakah sebenarnya pikiran
kelompok (group think) itu dan mengapa hal itu menyebabkan
kesalahan pengambilan képutusan yang akibatnya dapat sangat
fatal?
DEFINISI

I.L. Janis
1971 ia mendefinisikan pikiran kelompok sebagai cara berpikir
seseorang pada saat ia mencari kesepakatan dengan anggota
kelompok yang lain. Masih menekankan pada cara pikir individual.
1982 sudah menekankan pada proses kelompok. ia mendefinisikan
pikiran kelompok sebagai proses pembuatan keputusan yang kurang
baik, yang besar kemungkinannya akan menghasilkan keputusan yang
jelek dengan akibat yang sangat merugikan.

Definisi tersebut dikembangkannya berdasarkan analisis yang


dilakukannya terhadap ketiga kasus yang sudah diuraikan di atas
(Pearl Harbour 1941, Bay of Pigs 1961, dan perang Vietnam 1967),
ditambah dengan kasus perang Korea (1950).
 Dari analisis-analisisnya ditemukan bahwa ada tiga anteseden
(pra-peristiwa) yang selalu mendahului timbulnya setiap gejala
pikiran kelompok sebagai berikut.
1. Kekompakan kelompok yang tinggi (kelompok sangat
terpadu/ kohesif).
2. Kesalahan struktural dalam organisasi
a. Kelompok terisolir (ada jarak) dengan kelompok yang lain;
b. Kurang ada tradisi kepemimpinan yang tidak memihak
(netral);
c. Kurang ada norma yang menuntut prosedur yang teratur
(metodologis);
d. Latar belakang sosia dan deologi yang seragam dari
anggota.
 3. Konteks pembuatan keputusan
a. Stres yang tinggi karena adanya
ancaman dari luar;
b.Tipis harapan ada pemecahan lain
kecuali yang dikemuka- kan oleh
perimpin kelompok;
c. Harga diri yang rendah, yang disebabkan
oleh persepsi tentang kegagalan-
kegagalan akhir-akhir ini, dilema moral, dan
kesulitan yang besar dalam
membuat keputusan yang sekarang ini.
Gejala-Gejala Pikiran Kelompok

Suatu kelompok sudah dihinggapi pikiran kelompok


jika menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut.
1. Persepsi yang keliru (ilusi) bahwa kelompok tidak
akan terkalahkan.
2. Rasionalisasi (membenarkan hal-hal yang salah
sebagai seakan- akan masuk akal) kolektif.
3. Percaya pada moralitas terpendam yang ada
dalam diri kelompok.
4. Stereotip terhadap kelompok lain (out group).
5. Tekanan langsung pada anggota yang
pendapatnya berbeda dari pendapat
kelompok.
6. Sensor diri sendiri terhadap penyimpangan
dari konsensus kelompok.
7. Ilusi bahwa semua anggota kelompok
sepakat dan bersuara bulat.
8. Otomatis menjaga mental untuk mencegah
atau menyaring informasi-informasi yang
tidak mendukung.
Dampak pikiran kelompok terhadap pembuatan keputusan
kelompok adalah sebagai berikut.
1. Diskusi terbatas pada beberapa alternatif saja.
2. Pemecahan yang sejak semula sudah cenderung dipilih tidak
dievaluasi atau dikaji ulang.
3. Alternatif yang sejak semula ditolak tidak pernah dipertimbang-
kan kembali.
4. Tidak pernah mencari atau meminta pendapat ahli.
5. Kalau ada nasihat atau pertimbangan lain, penerimaannya
diseleksi karena ada bias pada pihak anggota.
6. Tidak melihat kemungkinan-kemungkinan bagaimana kelompok
lain atau lawan akan beraksi sehingga tidak menyiapkan rencana
pengamanan atau langkah-langkah darurat.
7. Sasaran tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pikiran
Kelompok

Penelitian-penilitian berikut mengungkapkan faktor-


faktor yang berpengaruh pada pikiran kelompok.

1. Anteseden
Kalau hal-hal yang mendahului ditujukan untuk
meningkatkan pikiran kelompok, keputusan yang dibuat
kelompok akan jelek. Tapi, kalau hal-hal yang mendahului
ditujukan untuk mencegah pikiran kelompok, keputusan
yang dibuat akan baik (Mullen, dkk., 1994).
2. Suara bulat
Kelompok yang mengharuskan suara bulat justru lebih sering terjebak
dalam pikiran kelompok daripada yang menggunakan Sistem suara
terbanyak (Kamelda & Sugimori, 1993).

3. Ikatan sosial-emosional
Kelompok yang ikatan sosial-emosionalnya tinggi cenderung
mengembangkan pikiran kelompok, sedangkan kelompok yang
ikatannya lugas dan berdasarkan tugas belaka cenderung lebih rendah
pikiran kelompoknya (Bernthal & Insko, 1993).

4. Toleransi terhadap kesalahan


Pikiran kelompok lebih besar kalau kesalaaan-kesalahan dibiarkan
daripada jika tidak ada ampun bagi kesalahan- kesalahan (Turner.
1992).
Mencegah Pikiran Kelompok

Janis (1982) menganalisis proses pembuatan keputusan


kelompok yang dinilai berhasil.

Dua peristiwa itu adalah :


(1) pemerintah presiden Truman merumuskan Marshall
Plan untuk membangkitkan kembali Eropa setelah
Perang Dunia II dan
(2) pemerintah presiden Kennedy yang menggagalkan
upaya Uni Soviet untuk memasang pusat dan
landasan peluru kendali di Kuba pada tahun 1962.
Berdasarkan analisis tersebut, Janis menyarankan sepuluh kiat
untuk para pemimpin agar dapat menghindari pikiran kelompok.
1. Beritahukan kepada seluruh anggota kelompok tentang
kemungkinan adanya pikiran kelompok dan segala
konsekuensinya.
2. Jangan memihak, jangan mendukung posisi yang mana pun.
3. Minta kepada setiap anggota untuk mengevaluasi secara
kritis, dorong keberatan dan keraguan mereka.
4. Tunjuk satu atau dua anggota untuk menjadi "wakil si setan"
yang tugasnya adalah mengkritik terus.
5. Pada saat-saat tertentu kelompok dipecah dan disuruh
berdiskusi terpisah dan kemudian dipertemukan kembali dalam
kelompok besar.
6. Kalau menyangkut kelompok lain (saingan) sediakan cukup waktu
untuk mempelajari semua tanda-tanda atau pernyataan- pernyataan
bahaya dan identifikasikan semua kemungkinan tindakan dari
pihak lawan.
7. Setelah dicapai keputusan sementara, adakan pertemuan lagi. Minta
kepada setiap anggota untuk menyatakan keraguan mereka.
8. Undang pakar-pakar dari luar untuk menghadiri pertemuan
kelompok. Minta mereka untuk mempertanyakan dan menentang
pandangan kelompok.
9. Dorong anggota kelompok untuk memberitahukan perdebatan yang
terjadi dalam kelompok kepada teman-teman mereka yang dapat
dipercaya dan laporkan reaksi teman-teman itu kepada kelompok lagi.
10. Buat beberapa kelompok yang lepas dan tidak saling tergantung
(independent) untuk bekerja secara bersamaan dan memecahkan
persoalan yang sama.
Proses pembuatan keputusan yang menggunakan sepuluh
kiat tersebut sudah barang tentu membutuhkan waktu yang
lebih panjang. Tapi, dapat mengurangi kemungkinan
kekeliruan dalam pengambilan keputusan sampai tingkat yang
terendah. Bukti dari keberhasilan proses pembuatan keputusan
melalui prosedur yang betul adalah keberhasilan Amerika
Serikat dalam perang Teluk tahun 1990 (Renshon, 1992).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk
mencapai keputusan kelompok yang baik, pikiran kelompok
(group think) harus diubah menjadi pikiran tim (team think)
(Nech & Manz, 1994) dan untuk memberi kesempatan kepada
pelaksanaan prosedur dengan sebaik-baiknva harus dikurangi
desakan keterbatasan waktu (time pressure) (Neck &
Moorhead, 1995).
KRITIK

Berbagai kritik dari para peneliti yang tidak


menyetujuinya, antara lain sebagai berikut.

1. Aldag & Fuller (1993)


Analisis Janis adaiah retrospektif (berlaku surut).
Dengan analisis retrospektif ini ia dapat mengambil
bukti- bukti yang mendukung teorinya saja
Keterpaduan kelompok itu sendiri belum tentu
menimbulkan pikiran kelompok.
2. Tetlock, dkk. (1992)
Melihat sejarah, ada juga kelompok-
kelompok yang sudah mengikuti prosedur yang
baik yang tetap melakukan kesalahan.

3. Hart (1991)
Keputusan yang jelek tidak hanya disebabkan
oleh pikiran kelompok, dapat juga disebabkan
oleh faktor lain.

Anda mungkin juga menyukai