DOSEN PEMBIMBING
Dr. Nurhidaya,M.Si
DISUSUN OLEH
FAKULTAS PSIKOLOGI
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia nikmatnya
sehingga makalah yang berjudul “Perkembangan Kognitif” ini dapat diselesaikan dengan
maksimal, tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Perkembangan 1 dibimbing oleh Ibu Dr. Nurhidaya,M.Si.
Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk itu kami
ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
baik dari segi kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan
sebagai bahan evaluasi.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa/i Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR…………………………….…………………………...…………….. i
DAFTAR ISI……………………………...…………………………………...…………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1.3 Pengelompokkan………………………………………………………………3
2.1.7 Konservasi……………………………………………………………………..5
2.3 Metamemori………………………………………………………………………...…6
2.4 Mnemonic………………………………………………………..…………………….7
2.7.8 Budaya………………………………………………………………..………18
BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………….………………..20
3.2 Saran…………………………………………………………………...……………..20
BAB 1
PENDAHULUAN
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan mengiterprestasikan obyek dan kejadian-
kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri – ciri dan fungsi dari objek –
objek, seperti mainan, perabot dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri,
orang tua, teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek untuk
mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami
penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-peristiwa, dan untuk
membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
BAB 2
PEMBAHASAN MATERI
2.4 Mnemonic
Berbagai alat untuk membantu ingatan disebut strategi mnemonic (mnemonic
strategies). Strategi mnemonic yang paling umum di antara anak-anak dan orang
dewasa adalah penggunaan alat-alat bantu ingatan eksternal. Berbagai strategi
mnemonic yang umum adalah pengulangan (rehearsal), organisasi, dan elaborasi.
Mencatat nomor telepon, membuat daftar, menyetel alat pengatur waktu, dan
menaruh buku perpustakaan di depan pintu merupakan berbagai contoh alat-alat
buntu ingatan eksternal (external memory aids): didorong oleh sesuatu di luar diri
seseorang. Mengucapkan nomor telepon berulang-ulang setelah melihatnya, sehingga
tidak lupa sebelum memutar nomor itu adalah bentuk pengulangan (rehearsal) atau
pengulangan yang disadari. Organisasi (organization) adalah menempatkan informasi
secara mental ke dalam berbagai kelompok (seperti hewan, perabot, kendaraan, dan
pakaian) untuk memudahkan mengingat kembali. Dalam elaborasi (elaboration),
anak-anak mengaitkan berbagai item dengan sesuatu yang lain, misalnya khayalan.
Untuk mengingat membeli lemon, saos tomat, dan serbet, misalnya, seorang anak
mungkin membayangkan botol saos tomat dibuat seimbang di atas sebuah lemon,
dengan setumpuk serbet untuk mengelap saos tomat yang tumpah.
7
Sebagaimana bertambahnya usia, anak-anak mengembangkan strategi yang
lebih baik, menggunakannya dengan lebih efektif, dan menyesuaikannya untuk
memenuhi kebutuhan yang spesifik (Bjorklund, 1997). Ketika diajarkan
menggunakan suatu strategi, anak-anak yang lebih tua lebih cenderung
menerapkannya pada situasi yang lain (Flavell et al 2002). Anak-anak sering kali
menggunakan lebih dari satu strategi untuk suatu tugas dan memilih bentuk strategi
yang berbeda untuk masalah yang berbeda (Coycle & Bjorklund 1997).
2.5 Kontoversi IQ
Penggunaan tes kecerdasan psikometrik adalah hal yang cukup kontroversial.
Pada sisi positif, tes-tes IQ telah distandarkan dan digunakan secara luas, terdapat
informasi yang luas mengenai validitas dan reliabilitas mereka. Skor-skor IQ yang
diambil selama masa kanak-kanak tengah merupakan peramal prestasi yang cukup
baik, terutama untuk anak-anak dengan verbal yang tinggi, dan lebih reliabel daripada
masa tahun-tahun prasekolah. IQ pada usia 11 tahun bahkan dapat meramalkan
panjangnya usia dan kehadiran atau ketidakhadiran kemandirian fungsional dan pikun
pada masa dewasa akhir (Starr, Deary, Lemmon, dan Whalley, 2000; Whalley &
Deary, 2001; Whalley et al., 2000).
Apakah te-tes IQ benar-benar valid? Berbagai kritik mengklaim bahwa tes-tes
tersebut meremehkan kecerdasan anak yang berada dalam kondisi sakit (Sternberg
2004) atau untuk alasan lain tidak terlalu bagus hasil tesnya (ANAstasi 1988; Ceci,
1991). Karena tes-tes berbatas waktu, mereka menyamakan kecerdasan dengan
kecepatan dan memberi sanksi anak yang mengerjakan dengan lambat dan disengaja.
Kecepatan mereka untuk mendiagnosis kesulitan belajar telah dipertanyakan (Benson,
2003).
Kritik yang lebih mendasar adalah bahwa tes-tes IQ tidak secara langsung
mengukur kemampuan asli; bahkan, mereka menyimpulkan kecerdasan dari apa yang
sudah diketahui oleh anak-anak. Seperti yang kita ketahui, hamper mustahil untuk
merancang sebuah tes yang tidak memerlukan pengetahuan sebelumnya (Sternberg,
2004). Terlebih lagi tes-tes yang sudah divalidasi terhadap pengukuran prestasi,
seperti kinerja seklah, yang dipengaruhi oleh beberapa factor seperti pendidikan dan
budaya. Terdapat juga kontroversi atas apakah kecerdasan adalah kemampuan tunggal
dan umum atau apakah ada bentuk-bentuk kecerdasan yang bisa diketahui melalui tes-
tes IQ. Untuk alasan ini dan yang lainnya, terdapat ketidaksepakatan yang kat atas
bagaimana akuratnya tes-tes ini mengukur kecerdasan anak.
8
2.5.1 Pengaruh Pendidikan
Anak-anak yang masuk sekolahnya tertnda secara signifikan (seperti yang
terjadi misalnya, di Afrika Selatan karena kekurangan guru dan di Belanda
selama penjajahan Nazi) kehilangan sebanyak 5 angka IQ setiap tahunnya dan
beberapa kehilangan ini tidak pernah bisa dipulihkan (Ceci & Williams, 1997).
Skor-skor IQ juga turun selama liburan musi panas (Ceci & Williams, 1997).
2.7.8 Budaya
Beberapa anak minoritas, terutama mereka yang berasal dari keturunan
Asia Timur, cenderung berprestasi sangat baik di sekolah. Berbagai pengaruh
budaya di dalam negara asal mereka mungkin merupakan kunci utama.
Keberhasilan sekolah anak-anak merupakan tujuan utama pola asuh (Chao,
1996; Sue & Ozzaki, 1990). Beberapa anak minoritas yang memiliki nilai
budaya berbeda secara signifikan dengan budaya dominan mengalami
ketidakberuntungan di sekolah (Helms, 1992; Tharp, 1998).
18
2.7.9 Pendidikan Bahasa Kedua
Beberapa sekolah menggunakan pendekatan English-Immersion,
yaitu anak-anak minoritas mendalami bahasa inggris sejak awal, di dalam
kelas-kelas khusus. Sekolah lain mengadopsi program pendidikan bilingual
(bilingual education), sebuah program yang mengajarkan anak-anak dengan 2
bahasa.
Para pendukung awal english-immersion menyatakan bahwa makin
awal anak diajarkan dengan bahasa inggris dan makin banyak waktu yang
dihabiskan untuk menuturkannya, makin baik mereka mempelajarinya. Para
pendukung program bilingual menyatakan bahwa anak-anak berkembang
secara akademik lebih cepat dalam bahasa asli mereka dan belakangan lebih
mudah menyesuaikan dalam kelas berbhasa inggris ( Padilla et al., 1991).
Penelitian tersebut membandingkan tidak hanya kemahiran berbahasa inggris,
tetapi juga prestasi akademik jangka panjang.
19
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya
20
DAFTAR PUSTAKA