Anda di halaman 1dari 26

PERKEMBANGAN KOGNITIF

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Nurhidaya,M.Si

DISUSUN OLEH

Adinda Rheinata Silvania (1824090029)

Auggie Attallah Ramadhini (1824090057)

Amelia Tantri Budiyono (1824090014)

Rachma Cahyandari (1824090013)

Rafinkha Adriyanasta (1824090033)

Yunita Amelia (1824090044)

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I

FAKULTAS PSIKOLOGI

2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia nikmatnya
sehingga makalah yang berjudul “Perkembangan Kognitif” ini dapat diselesaikan dengan
maksimal, tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Perkembangan 1 dibimbing oleh Ibu Dr. Nurhidaya,M.Si.

Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk itu kami
ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
baik dari segi kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan
sebagai bahan evaluasi.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa/i Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I.

Jakarta , 13 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR…………………………….…………………………...…………….. i

DAFTAR ISI……………………………...…………………………………...…………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………….…………………………………..1

1.2 Rumusan Masalah……………………..……………………………………..………. 2

1.3 Tujuan ……………………………..…………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Piaget:Anak Operasional Konkrit………………………………….……..3

2.1.1 Kemajuan Kognitif………………………………………...…………………..3

2.1.2 Hubungan Spasial dan Sebab Akibat………………………………………….3

2.1.3 Pengelompokkan………………………………………………………………3

2.1.4 Penyimpulan Transitif…………………………………………………………4

2.1.5 Inklusi Kelas……………………………………………………………….…..4

2.1.6 Penalaran Induktif dan Deduktif………………………………………………4

2.1.7 Konservasi……………………………………………………………………..5

2.1.8 Angka dan Matematika………………………………………………………..5

2.2 Penalaran Moral……………………………………………………………………….5

2.3 Metamemori………………………………………………………………………...…6

2.3.1 Pendekatan Pemrosesan Informasi…………………………………………….6

2.4 Mnemonic………………………………………………………..…………………….7

2.5 Kontroversi IQ…………………………………………………………………………8

2.5.1 Pengaruh Pendidikan ………………………………………………………….9

2.5.2 Pengaruh Ras/Suku dan Budaya………………………………………………9

2.5.3 Apakah Terdapat Lebih dari Satu Kecerdasan?...............................................10


ii

2.6 Bahasa dan Literasi……………………………………………………………….….10

2.6.1 Mendefinisikan Bahasa………………………………………………..……..10

2.6.2 Sistem-sistem Aturan Berbahasa………………………………………..……11

2.6.3 Bagaimana Bahasa Berkembang………………………………….………….12

2.6.3.1 Mengenali Bunyi Bahasa…………………………….………………12

2.6.3.2 Celotehan dan Vokasi Lain………………………………….……….13

2.6.3.3 Bahasa dan Tubuh………………………………………………...….13

2.6.3.4 Kata-kata Pertama…………………………………………...……….13

2.6.3.5 Ungkapan dan Kata……………………………………………….….14

2.6.4 Pengaruh Faktor Biologis dan Lingkungan……………………………..……14

2.6.4.1 Pengaruh Lingkungan………………………………………………..15

2.7 Perkembangan Kognitif Anak di Sekolah…………………………………………....16

2.7.1 Anak di Sekolah……………………………………………………………...16

2.7.2 Memasuki kelas Satu…………………………………………...…………….16

2.7.3 Pengaruh Prestasi Sekolah……………………………….....………………..16

2.7.4 Sang Anak:Efikikasi Diri dan Gender………………………………………..17

2.7.5 Pengaruh Pola Asuh…………………………………………………...……..17

2.7.6 Status Sosial Ekonomi……………………………………………………..…17

2.7.7 Sistem Pendidikan………………………………………………………...….17

2.7.8 Budaya………………………………………………………………..………18

2.7.9 Pendidikan Bahasa Kedua………………………...………………………….19

BAB 3 : PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………….………………..20

3.2 Saran…………………………………………………………………...……………..20

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….……………….iv


iii

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian,
mengerti. Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan
saraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Pengertian
yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan (Neisser, 1976). Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku
seseorang/anak itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi


populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang
mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan,
pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk
kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan
afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.

Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan mengiterprestasikan obyek dan kejadian-
kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri – ciri dan fungsi dari objek –
objek, seperti mainan, perabot dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri,
orang tua, teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek untuk
mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami
penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-peristiwa, dan untuk
membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.

Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif didalam menyusun


pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi walaupun
proses berfikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasikan oleh
pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga berperan aktif dalam
menginterprestasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia
punya (Hetherington & Parke, 1975).
1

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pendekatan Piaget dalam tahap perkembangan anak operasional
konkrit?
2. Apa itu penalaran moral?
3. Apa itu meta memori?
4. Apa itu Mnemonic?
5. Apa itu kontroversi IQ?
6. Bagaimana bahasa dan literasi dalam perkembangan kognitif?
7. Bagaimana anak disekolah?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk memahami bagaimana pendekatan Piaget dalam tahap anak operasional
konkrit.
2. Untuk memahami apa itu penalaran moral.
3. Untuk memahami apa itu meta memori.
4. Untuk memahami apa itu mnemonic.
5. Untuk memahami apa itu kontroversi IQ.
6. Untuk memahami bahasa dan literasi dalam perkembangan kognitif.
7. Untuk memahami bagaimana anak di sekolah.
2

BAB 2
PEMBAHASAN MATERI

2.1 Pendekatan Piaget : Anak Operasional Konkrit


Menurut Piaget, pada sekitar usia 7 tahun, anak-anak memasuki tahap
operasial konkret (concrete operations),dimana mereka bias menggunakan berbagai
operasi mental, seperti penalaran, memecahkan masalah-masalah konkret
(nyata),seperti dimana harus mencari sarung tangan yang hilang. Anak-anak pada usia
ini dapat berpikir dengan logis karena mereka tidak terlalu egosentris dari sebelumnya
dan dapat mempertimbangkan banyak aspek dari situasi. Namun demikian, pemikiran
mereka masih terbatas pada situasi-situasi nyata saat ini dan sekarang.
2.1.1 Kemajuan Kognitif
Pada tahap operasional konkret, anak-anak sudah memiliki
pemahaman yang lebih baik daripada anak-anak praoperasional mengenai
konsep spasial,sebab-akibat, pengelompokkan,penalaran induktif dan deduktif,
konservasi,serta angka.
2.1.2 Hubungan Spasial dan Sebab Akibat
Anak-anak pada tahap operasional konkret ini memiliki ide yang lebih
jelas mengenai seberapa jauh jarak dari satu tempat ke tempat yang lain dan
berapa lama untuk sampai ke sana, serta mereka dapat lebih mudah mengingat
rute dan tanda mengenal tempat selama perjalanan.
Contoh Kemampuan Spasial : Danielle dapat menggunakan peta atau
model untuk membatunya mencari objek tersembunyi dan dapat memberikan
arah untuk menemukan objek kepada orang lain. Ia dapat mengetahui jalan
menuju dan dari sekolah,dapat memperkirakan jarak, dan dapat menilai berapa
lama waktu yang diperlukan baginya untuk pergi dari satu tempat ke tempat
yang lain.
Contoh Kemampuan Sebab-Akibat : Douglass mengetahui atribut
fisik suatu objek pada tiap sisi timbangan yang akan mempengaruhi hasil
(misalnya, jumlah objek penting, tetapi warna tidak). Ia belum mengetahui
faktor-faktor spasial,seperti posisi atau penempatan objek,yang membuat
perbedaan.
2.1.3 Pengelompokkan
Kemampuan mengelompokkan membantu anak-anak berpikir secara
logis. Pengelompokkan meliputi berbagai kemampuan yang relative
canggih,seperti seriasi, penyimpulan transitif,dan inklusi kelas, yang secara
bertahap meningkat antara masa kanak-kanak awal dan tengah.
3
Contoh Kemajuan Pengelompokkan : Elena dapat memilah objek
menjadi kelompok-kelompok,seperti bentuk,warna atau keduanya. Ia
mengetahui bahwa suatu sub kelas (mawar) memiliki anggota yang lebih
sedikit dibandingkan kelas dimana ia menjadi bagiannya (bunga).

2.1.4 Penyimpulan Transitif (transitive inference)


Adalah kemampuan menyimpulkan hubungan antara dua objek dari
hubungan antara keduanya dan objek ketiga.
Contoh Penyimpulan Seriasi dan Transitif : Catherine dapat
menyusun sekelompok tongkat dalam urutan, dari yang paling pendek sampai
yang paling panjang, dan dapat memasukkan tongkat berukuran sedang ke
tempat yang tempat. Ia mengetahui jika satu tongkat lebih panjang dari
tongkat kedua, dan tongkat kedua lebih panjang dari tongkat ketiga, maka
tongkat pertama lebih panjang dari tongkat ketiga.
2.1.5 Inklusi Kelas (class inclusion)
Adalah melihat kemampuan melihat hubungan antara keseluruhan dan
bagian-bagianya. Piaget (1964) menemukan bahwa ketika anak-anak pada
tahap praoperasional diperlihatkan seikat bunga berisi 10-7 tangkai mawar dan
3 tangkai anyelir- dan ditanyai apakah ada lebih banyak mawar atau lebih
banyak bunga, emreka cenderung mengatakan lebih banyak bunga mawar
karena mereka membandingkan mawar dengan anyelir daripada dengan
seluruh ikat bunga. Tidak sampai usia 7 atau 8 tahun, dan terkadang lebih dini,
anak-anak secara konsisten menalar bahwa mawar adalah subkelas bunga dan
oleh karena itu, tidak dapat lebih banyak mawar daripada bunga (Flavell,1963;
Flavell et al., 2002). Namun demikian, bahkan anak berusia tiga tahun
menunjukkan kesadaran inklusi dasar, tergantung pada jenis tugas, isyarat
praktis yang mereka terima, dan keakraban mereka dengan pengelompokkan
objek yang diujikan (Johnson, Scott, and Merviss, 197). Pemahaman inklusi
kelas sangat erat kaitannya dengan penalaran induktif dan deduktif.
2.1.6 Penalaran Induktif dan Deduktif
Menurut Piaget, anak-anak pada tahap operasional konkret hanya
mengunakan penalaran induktif (inductive reasoning). Mulai dengan
pengamatan menganai angota particular dari kelas orang-orang,hewan, objek,
atau kejadian,kemudian mereka mengambil kesimpulan umum mengenai kelas
sebagai keseluruhan. Kesimpulan induktif harus bersifat sementara karena
selalu mungkin akan datang informasi baru yang tidak mendukung
kesimpulan.
4
Penalaran deduktif (deductive reasoning), dimana Piaget meyakini
tidak berkembang sampai masa remaja,dimulai dengan pernyataan umum
(premis) mengenai suatu kelas dan menerapkannya ke anggota kelas
particular. Jika premis benar untuk seluruh kelas dan penalaran logis, maka
kesimpulan pasti benar.
Contoh Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif : Dominic
dapat memecahkan masalah induktif dan deduktif dan mengetahui bahwa
kesimpulan induktif (berdasarkan premis particular) kurang pasti
dibandingkan kesimpulan deduktif (berdasarkan premis umum).
2.1.7 Konservasi
Dalam memecahkan berbagai jenis masalah konservasi, anak-anak
pada tahap operasional konkret dapat mencari jawaban dengan mengerjakan di
dalam kepala mereka; mereka tidak harus mengukur atau menimbang objek.
Contoh Kemampuan Konservasi : Felipe, pada usia 7 tahun,
mengetahui bahwa jika sebuah bola tanah liat dibentuk menajdi sosis, maka
jumlahnya masih sama (konservasi substansi). Pada usia 9 tahun, ia
mengetahui bahwa bola dan sosis memiliki berat yang sama. Tidak sampai
remaja awal ia akan memahami bahwa mereka memindahkan jumlah cairan
yang sama jika dituang pada sebuah gelas air.
2.1.8 Angka dan Matematika
Pada usia 6 atau 7 tahun, banyak anak dapat menghitung di dalam
kepala mereka. Mereka juga belajar untuk berhitung.
Contoh Kemampuan Angka dan Matematika : Kevin dapat
menghitung di dalam pikirannya, dapat menambah dengan menghitung dari
angka yang lebih kecil, dan dapat memecahkan masalah cerita sederhana.

2.2 Penalaran Moral


Penalaran moral dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
menimbang alternatif keputusan dan menentukan kemungkinan arah tindakan yang
harus dilaksanakan dalam menghadapi situasi sosial tertentu dan tingkat
perkembangan kemampuan tersebut.
Menurut Piaget, perkembangan penalaran moral sebagai suatu proses yang
menghasilkan suatu konstruksi penilaian dan aturan moral yang berubah secara
kualitatif dan berkembang melalui beberapa tahapan.
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya, diungkapkan oleh
Lawrence Kohlberg.
5
Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama
pada penalaran moral san berkembang secara bertahap.
Teori perkembangan moral Kohlberg yang berorientasi perkembangan
kognitif tidak sejalan dengan pandangan perkembangan moral dari berbagai
pandangan yang memiliki orientasi teori belajar dan psikoanalitik.
Dengan demikian orang yang sudah mengalami perkembangan moral adalah
mereka yang telah menginternalisasi atau belajar, tentang peraturan yang ada di
masyarakat, dan mereka yang menunjukan perilaku sesuai dengan aturan tersebut.
Menurut teori belajar, perkembangan moral terjadi melalui akuisisi
serangkaian pola hubungan stimulus-respon yang telah dipelajari.

2.3 Metamemori : Memahami Ingatan


Antara usia 5 dan 7 tahun, lobus frontal pada otak mengalami perkembangan
dan pengorganisasian ulang yang signifikan. Berbagai perubahan ini memungkinkan
peningkatan dalam mengingat kembali dan metamemori (metamemory) pengetahuan
mengenai proses peningkatan.
Kemampuan terkait adalah metakognisi (metacognittion), kesadaran
seseorang akan proses berpikirnya sendiri. Dari taman kanak-kanak sampai kelas
lima, pemahaman ingatan anak-anak melaju dengan stabil (Flavll et al, 2002;
Kreutzer, Leonard, dan Flavell, 1975).
Anak anak pada taman kanak-kanak dan kelas lima tahu bahwa orang-orang
akan mengingat lebih baik jika mereka belajar lebih lama, bahwa orang-orang akan
melupakan banyak hal seiring dengan waktu, dan bahwa pembelajaran kembali
melupakan sesuatu yang lebih mudah dibandingkan pembelajaran pertama kali. Pada
saat kelas tiga, anak-anak tahu bahwa beberapa orang mengingat lebih baik dari yang
lain dan beberapa hal lebih mudah diingat dari yang lain.
Satu pasang eksperimen melihat pada keyakinan anak-anak prasekolah, kelas
satu, dan kelas tiga mengenai apa yang memengaruhi mengingat dan lupa.
Kebanyakan anak dalam ketiga kelompok usia meyakini bahwa berbagai
peristiwa penting dalam kisah mengenai pesta ulang tahun, contohnya seperti
“seorang tamu yang jatuh menimpa kue” lebih mungkin untuk dipertahankan daripada
detail kecil misalnya, seperti “seorang tamu membawa bola sebagai hadiah”.
Kebanyakan itu dari anak kelas satu dan tiga, tetapi tidak untuk kebanyakan anak
prasekolah, meyakini bahwa pengalaman selanjutnya adalah “bermain dengan
seseorang teman yang tidak hadir dipesta” mungkin mewarnai ingatan anak mengenai
siapa yang hadir dalam pesta.
Tidak sampai kelas tiga kebanyakan anak mengenali bahwa ingatan dapat
didistorsi dengan pernyataan dari orang lain-misalnya, orang tua yang menyatakan
bahwa temannya telah hadir pada pesta (O,Sullivan, Howe, dan Marche, 1996).
6
2.3.1 Pendekatan Pemrosesan Informasi: Ingatan dan Keterampilan
Pemrosesan Lainnya.
Sebagaimana anak-anak berpindah menuju tahun-tahun sekolah,
mereka membuat kemajuan yang stabil didalam kemampuan mereka untuk
memproses dan mempertahankan informasi.
Waktu reaksi meningkat dan kecepatan memproses tugas-tugas seperti
mencocokan gambar, menambah angka di dalam kepala, dan mengingat
kembali informasi keruangan meningkat dengan pesat karena sinapsis di
dalam otak yang tidak diperlukan telah dipotong (Hale et al., 1997; Janowsky
& Carper, 1996; Kail, 1991, 1997; Kail & Park, 1994).
Pemrosesan yang makin cepat, makin efesien meningkatkan jumlah
informasi yang bisa disimpan anak di dalam ingatan kerja, memungkinkannya
untuk bisa mengingat kembali dengan lebih baik dan berpikir pada tingkat
yang lebih rumit (Flavell et al., 2002).
Anak-anak usia sekolah juga lebih memahami mengenai bagaimana
ingatan berfungsi dan dapat menggunakan berbagai strategi atau teknik yang
disengaja, untuk membantu mereka mengingat. Sebagaimana pengetahuan
mereka meluas, mereka menjadi lebih sadar informasi jenis apa saja yang
penting untuk diperhatikan dan diingat.

2.4 Mnemonic
Berbagai alat untuk membantu ingatan disebut strategi mnemonic (mnemonic
strategies). Strategi mnemonic yang paling umum di antara anak-anak dan orang
dewasa adalah penggunaan alat-alat bantu ingatan eksternal. Berbagai strategi
mnemonic yang umum adalah pengulangan (rehearsal), organisasi, dan elaborasi.
Mencatat nomor telepon, membuat daftar, menyetel alat pengatur waktu, dan
menaruh buku perpustakaan di depan pintu merupakan berbagai contoh alat-alat
buntu ingatan eksternal (external memory aids): didorong oleh sesuatu di luar diri
seseorang. Mengucapkan nomor telepon berulang-ulang setelah melihatnya, sehingga
tidak lupa sebelum memutar nomor itu adalah bentuk pengulangan (rehearsal) atau
pengulangan yang disadari. Organisasi (organization) adalah menempatkan informasi
secara mental ke dalam berbagai kelompok (seperti hewan, perabot, kendaraan, dan
pakaian) untuk memudahkan mengingat kembali. Dalam elaborasi (elaboration),
anak-anak mengaitkan berbagai item dengan sesuatu yang lain, misalnya khayalan.
Untuk mengingat membeli lemon, saos tomat, dan serbet, misalnya, seorang anak
mungkin membayangkan botol saos tomat dibuat seimbang di atas sebuah lemon,
dengan setumpuk serbet untuk mengelap saos tomat yang tumpah.
7
Sebagaimana bertambahnya usia, anak-anak mengembangkan strategi yang
lebih baik, menggunakannya dengan lebih efektif, dan menyesuaikannya untuk
memenuhi kebutuhan yang spesifik (Bjorklund, 1997). Ketika diajarkan
menggunakan suatu strategi, anak-anak yang lebih tua lebih cenderung
menerapkannya pada situasi yang lain (Flavell et al 2002). Anak-anak sering kali
menggunakan lebih dari satu strategi untuk suatu tugas dan memilih bentuk strategi
yang berbeda untuk masalah yang berbeda (Coycle & Bjorklund 1997).

2.5 Kontoversi IQ
Penggunaan tes kecerdasan psikometrik adalah hal yang cukup kontroversial.
Pada sisi positif, tes-tes IQ telah distandarkan dan digunakan secara luas, terdapat
informasi yang luas mengenai validitas dan reliabilitas mereka. Skor-skor IQ yang
diambil selama masa kanak-kanak tengah merupakan peramal prestasi yang cukup
baik, terutama untuk anak-anak dengan verbal yang tinggi, dan lebih reliabel daripada
masa tahun-tahun prasekolah. IQ pada usia 11 tahun bahkan dapat meramalkan
panjangnya usia dan kehadiran atau ketidakhadiran kemandirian fungsional dan pikun
pada masa dewasa akhir (Starr, Deary, Lemmon, dan Whalley, 2000; Whalley &
Deary, 2001; Whalley et al., 2000).
Apakah te-tes IQ benar-benar valid? Berbagai kritik mengklaim bahwa tes-tes
tersebut meremehkan kecerdasan anak yang berada dalam kondisi sakit (Sternberg
2004) atau untuk alasan lain tidak terlalu bagus hasil tesnya (ANAstasi 1988; Ceci,
1991). Karena tes-tes berbatas waktu, mereka menyamakan kecerdasan dengan
kecepatan dan memberi sanksi anak yang mengerjakan dengan lambat dan disengaja.
Kecepatan mereka untuk mendiagnosis kesulitan belajar telah dipertanyakan (Benson,
2003).
Kritik yang lebih mendasar adalah bahwa tes-tes IQ tidak secara langsung
mengukur kemampuan asli; bahkan, mereka menyimpulkan kecerdasan dari apa yang
sudah diketahui oleh anak-anak. Seperti yang kita ketahui, hamper mustahil untuk
merancang sebuah tes yang tidak memerlukan pengetahuan sebelumnya (Sternberg,
2004). Terlebih lagi tes-tes yang sudah divalidasi terhadap pengukuran prestasi,
seperti kinerja seklah, yang dipengaruhi oleh beberapa factor seperti pendidikan dan
budaya. Terdapat juga kontroversi atas apakah kecerdasan adalah kemampuan tunggal
dan umum atau apakah ada bentuk-bentuk kecerdasan yang bisa diketahui melalui tes-
tes IQ. Untuk alasan ini dan yang lainnya, terdapat ketidaksepakatan yang kat atas
bagaimana akuratnya tes-tes ini mengukur kecerdasan anak.
8
2.5.1 Pengaruh Pendidikan
Anak-anak yang masuk sekolahnya tertnda secara signifikan (seperti yang
terjadi misalnya, di Afrika Selatan karena kekurangan guru dan di Belanda
selama penjajahan Nazi) kehilangan sebanyak 5 angka IQ setiap tahunnya dan
beberapa kehilangan ini tidak pernah bisa dipulihkan (Ceci & Williams, 1997).
Skor-skor IQ juga turun selama liburan musi panas (Ceci & Williams, 1997).

2.5.2 Pengaruh Ras/Suku dan Budaya


Beberapa skor orang Afrika Amerika lebih tinggi dari kebanyakan orang
kulit putih, anak-anak kulit hitam rata-rata memiliki skor sekitar 15 angka
lebih rendah daripada anak-anak kulit putih dan memperlihatkan
ketertinggalan yang bisa diperbandingkan pada tes-tes prestasi seklah. Skor IQ
rata-rata anak Hispanik berada di tengan antara anak-anak kulit hitam dan
kulit putih, serta skor mereka juga dapat meramalkan prestasi sekolah. Namun
orang Asia-Amerika yang prestasi sekolahnya secara konsisten melampaui
mereka dari kelompok etnis yang lain, tidak memiliki keuntungan yang
signifikan dalam IQ-pengingat atas keterbatasan kekuatan peramalan tes
kecerdasan (Neisser et al., 1996).
Meskipun terdapat bukti kuat pengaruh genetika pada perbedaan individual
dalam kecerdasan di dalam suatu populasi, tidak ada bukti langsung bahsa
perbedaan rata-rata antara kelompok etnis, budaya, atau ras adalah bawaan
(Neisser et al., 1996; Sternberg et al., 2005). Perbedaan lingkungan
memengaruhi kesiapan utnuk sekolah (Rouse et al., 2005), yang pada akhirnya
memengaruhi kecerdasan yang diukur dan juga prestasi. Pengaruh genetika
lebih menonjol pada lingkungan yang lebih menguntungkan (Turkheimer,
Haley, Waldrin, D’Onofrio, dan Gottesman, 2003). Meskipun status social
ekonomi dan IQ berkorelasi sangat kuat, SSE terlihat tidak menjelaskan
varians seluruh kelompok dalam IQ (Neisser et al, 1996; Suzuki & Valencia,
1997).

Beberapa kritik mengatribusikan perbedaan etnis dalam IQ dengan bias


budaya (cultural bias); suatu kecenderungan memasukan berbagai pertanyaan
menggunakan kosakata atau mengingat informasi atau keterampulan yang
lebih akrab atau bermakna bagi beberapa kelompok budaya daripada
kelompok yang lain (Sternberg, 1985a, 1987). Para pengembang tes telah
beripaya merancang tes bebas budaya (cultural free)—tes yang isinya tidak
terkait dengan budaya- dengan mengajukan tugas-tugas yang tidak
memerlukan Bahasa, seperti melacak labirin, menempatkan bentuk yang benar
ke dalam lubang yang tepat, dan menyempurnakan gambar; tetapi mereka
tidak mampu menghilangkn seluruh pengaruh budaya. Para perancang test
juga telah menemukan nyaris mustahin menghasilkan tes culture-fair yang
terdiri dari hanya berbagai pengalaman yang umum bagi orang-orang pada
berbagai budaya.
9

Robert Sternberg (2004) menegaskan bahwa keterkaitan kecerdasan dan


budaya takkan bisa lepas. Perilaku yang dianggap cerdas pada satu bdaya bisa
saja dipandang bodoh oleh budaya lain. Dengan demikian tes kecerdasan yang
dikembangkan dalam satu budaya bisa jadi tidak sama validnya pada budaya
lain.

Sternberg (2004) mendefinisikan successful intelligence sebagai


keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk berhasil dalam konteks
social dan budaya tertentu. Menurut Sternberg, proses mental yang mendasari
kecerdasan mungkin sepanjang budaya, tetapi produk mereka mungkin
berbeda-dan juga seharusnya alat untuk mengukur kinerjanya.

2.5.3 Apakah Terdapat Lebih dari Satu Kecerdasan?


Kritik serius terhadap tes IQ adalah bahwa mereka hamper seluruhnya
memutuskan pada kemampuan yang berguna di sekolah. Mereka tidak
mengukur aspek perilaku cerdas penting lainnya, seperti akal sehat,
keterampilan social, wawasan kreatif, dan pengeahuan diri (self-knowledge)
Namun, kemampuan-kemampuan ini, di mana lebih penting pada kehidupan
selanjutnya dan bahkan bisa dianggap bentuk kecerdasan yang terpisah.

2.6 Bahasa dan Literasi


2.6.1 Mendefinisikan Bahasa
Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi—baik yang diucapkan, ditulis,
atau diisyaratkan—yang didasarkan pada sebuah system symbol. Bahasa
terdiri dari kata-kata yang digunakan oleh komunitas serta ketentuan-
ketentuan yang diperlukan untuk menvariasikan dan mengkombinasikan kata-
kata tersebut.
Semua Bahasa manusia memiliki sejumlah karakteristik umum (Berko
Gleason, 2009). Karakteristik ini mencakup generativitas yang tidak terbadas
maupun ketentuan-ketentuan yang terorganisasi. Generativitas tak
berhingga (infinite genetarivity) adalah kemampuan menghasilkan kalimat-
kalimat bermakna dalam jumlah tak terbatas dengan menggunakan
serangkaian kata dan ketentuan yang jumlahnya terbatas.
10

2.6.2 Sistem-sistem Aturan Berbahasa


Organisasi Bahasa melibatkan lima system ketentuan: Fonologi,
Morfologi, Sintaksis, Ilmu sematik, dan Pragmatik.

Sistem Deskripsi Contoh


Ketentuan
Sistem bunyi Bahasa. Kata chat memiliki tiga fonem atau
Fonologi Fonem adalah satuan bunyi: /ch/ /a/ /t/. contohnya dalam
bunyi terkecil yang Bahasa inggris, fonem /r/ dapat
terdapat dalam Bahasa. mengikutin fonem /t/ atau /d/ dalam
kelompok konsonan inggris (misalnya,
track atau drab) tapi fonem /l/ tidak
dapat mengikutin fonem-fonem
tersebut.
sistem mengenai satuan- Satuan bunyi terkecil yang memiliki
Morfologi satuan bermakna yang makna disebut morfem, atau satuan
digunakan untuk makna. Kata girl adalah sebuah
membentuk kata. morfem atau satuan makna; kata ini
tidak dapat dipecah lagi dan tetap
memiliki makna. Ketika akhiran s
ditambahkan, kata itu menjadi girls
dan memiliki dua morfem karena s
mengubah makna dari kata tersebut
bahwa terdapat lebih dari satu girl.
Sistem mengenai cara Dalam Bahasa inggris, urutan kata
Sintaksis mengkombinasikan kata- sangat penting dalam menentukan
kata untuk membentuk makna. Sebagai contoh, kalimat
frase dan kalimat yang “Sebastian pushed the bike”
masuk akal. (Sebastian mendorong sepeda itu)
memiliki makna yang berbeda dari
“The bike pushed Sebastian” (Sepeda
itu mendorong Sebastian).
Sistem mengenai makna Mengetahui makna dari masing-
Semantik kata atau kalimat. masing kata—yakni, kosakata
(vocabulary). Sebagai contoh,
semantic berarti mengetahui makna
dari kata-kata seperti orange (jeruk),
transportation (transportasi), dan
Intelligent (cerdas).
Sistem mengenai cara Salah satu contohnya adalah
Pragmatik menggunakan percakapan menggunakan Bahasa yang sopan
yang sesuai dan dalam situasi yang sesuai, seperti
pengetahuan mengenai mengikuti tata-krama apabila
cara menggunakan Bahasa berbincang kepada guru. Mengetahui
secara efektif sesuai giliran untuk berbicara dalam sebuah
konteksnya. percakapan adalah sebuah penerapan
pragmatik.
11

2.6.3 Bagaimana Bahasa Berkembang


Menurut ahli sejarah kuno, penguasa Jerman di abad ketigabelas,
Frederick II, pernah mencetuskan sebuah gagasan yang kejam. Ia ingin
mengetahui Bahasa seperti apa yang digunakan anak-anak apabila tidak
seorang pun pernah berbicara kepada mereka. Ia memilih beberapa bayi yang
baru lahir dan mengancam para pengasuhnya dengan hukuman mati bila
mereka berbicara kepada bayinya. Frederick tidak pernah mengetahui Bahasa
apa yang digunakan oleh anak-anak tersebut karena mereka semua meninggal.
Kini, kita masih ingin mengetahui perkembangan Bahasa bayi, meskipun
eksperiman dan observasi yang kita lakukan jelas jauh lebih manusiawi
dibandingkan kejahatan yang dilakukan oleh Frederick.

2.6.3.1 Mengenali Bunyi Bahasa

Lama sebelum milai mempelajarai kata-kata, bayi dapat


mengenalii perbedaan yang halis di antara bunyi-bunyi Bahasa (Sachs,
2009). Dalam penelitian Patricia Kuhl (1993, 2000, 2007; Kuhl &
Damasio, 2009; Kuhl & kawan-kawan, 2006), fonem-fonem Bahasa
dari seluruh dunuia diperdengarkan melalui sebuah pengeras suara
pada bayi. Sebuah kotak berisi beruang mainan diletakkan di posisi
yang dapat dilihat oleh sang bayi. Serangkaian suku-suku kata yang
identic diperdengarkan, kemudia suku-suku kata tersebut diubah
(contohnya, ba ba b aba kemudian pa pa pa pa). Apabila di bayi
memalingkan kepalanya ketika suku-suku tersebut berubah, kotaknya
menyala dan beruang di dalamnya akan menari dan menabuh drum,
sebagai hadian untuk sang bayi karena menangkap perbahan Bahasa
tersebut.
Bayi harus mencermati setiap kata, satu persatu, dari rentetan
bunyi dalam percakapan sehari-hari (Jusczyk, 2000). Mereka harus
menemukan batasan di antara kata-kata, sebuah tugas yang sulit bagi
bayi karena orang dewasa tidak benar-benar berhenti di antara kata-
kata yang diucapkannya. Meski demikian, bayi sudah mulai
mendeteksi batasan kata di usia 8 bulan. Sebagai contoh dalam sebuah
studi, bayi-bayi berusia 8 bulan mendengarkan rekaman kisah yang
mengandung kata-kata yang tidak umum, seperti hornhill dan python.
Dua minggu kemudia, para peneliti menguji bayi-bayi tersebut dengan
dua daftar kata; daftar pertama tersusun atas kata-kata dalam kisah
tadi, sementara daftar kedua tersusun atas kata-kata yang baru dan
tidak umum dan tidak muncul dalam kisah tadi. Bayi mendengarkan
kata-kata yang familiar baginya selama dua kali lebih lama, secara
rata-rata, disbanding kata-kata baru.
12

2.6.3.2 Celotehan dan Vokasi Lain

Selama satu tahun pertama kehidupan bayi, mereka mampu


membuat bunyi melalui urutan berikut ini:

 Menangis. Bayi sudah dapat menangis di saat kelahirannya.


Tangisan dapat mengindikasikan kondisi gelisah, namun terdapat
juga beberapa jenis tangisan yang mengindikasikan kondisi yang
berbeda-beda.
 Mendekut. Bayi mendekut (cooing) pertama kali di usia 2 hingga 4
bulan. Bunyi berdeguk ini bersumber dari bagian belakang
tenggorokan dan biasanya mengekspresikan rasa seneng ketika
berinteraksi dengan pengasuh.
 Celoteh. Di pertengahan tahun pertama kehidupannya, bayi
berceloteh (bubbling)—yaitu, mereka menghasilkan rangkaian
kombinasi konsonan-vokal, seperti “ba, ba, ba, ba.”

2.6.3.3 Bahasa Tubuh

Bayi mulai menggunakan Bahasa tubuh, seperti


memperlihatkan atau menunjuk ke arah sesuatu, di sekitar usia 8
hingga 12 bulan. Sejumlah Bahasa tubuh awal bersifat simbolik,
seperti bila bayi menepuk buburnya untuk mengisyaratkan
makanan/minuman. Menurut para ahli Bahasa, gerakan menunjuk
merupakan indicator penting dari aspek ssal Bahasa, dan berkembang.
Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa orang tua dengan status
sociockonomi (SES) tinggi lebih cenderung menggunakan Bahasa
tubuh ketika berkomunikasi dengan bayi mereka yang berusia 14
bulan. Lebih lanjut, penggunaan Bahasa tubuh oleh bayi di usia 14
bulan dalam keluarga SES tinggi memiliki kaitan dengan lebih
banyaknya kosa kata yang dimilika di usia 54 bulan.

2.6.3.4 Kata-kata Pertama

Anak-anak sudah memahami kata-kata pertama mereka


sebelum mampu mengucapkannya. Sejak usia 5 bulan, bayi sudah
mengenali namanya sendiri ketika ada yang memanggilnya. Pada
umumnya bayi memahami sekitar 50 kata di usia 13 bulan, namun
mereka tidak dapat mengucapkna kebanyakan kata-kata itu sampai
sekitar usia 18 bulan.
Kosa kata bayi akan meningkat pesat setelah ia mampu mengucapkan
kata-kata pertamanya. Kebanyakan bayi berusia 18 bulan dapat
mengucapkansekitar 50 kata, namun pada usia 2 tahun mereka sudah
dapat mengucapkan 500 kata. Peningkatan kosa kata yang pesat sejak
usia sekitar 18 bulan ini disebut vocabulary spurt atau lonjakan kosa
kata (Bloom, Lifter, & Broughton, 1985).
13

Anak-anak kadang terlalu memperluas atau terlalu mempersempit


makna kata-kata yang mereka gunakan. Terlalu memperluas
(overextension) adalah kecenderungan untuk menerapkan sebuah kata
ke objek-objek yang tidak sesuai dengan makna kata tersebut. Seiring
waktu, kecenderungan ini akan berkurang dan bahkan menghilang.
Terlalu mempersempit (underextension) adalah kecenderungan untuk
menerapkank sebuah kata secara amat terbatas ini terjadi apabila anak
gagal untuk menggunakan sebuah kata untuk menamai peristiwa atau
objek yang sesuai.

2.6.3.5 Ungkapan Dua-Kata

Ketika usia 18 hingga 24 bulan, anak-anak biasanya


mengucapkan ungkapan yang terdiri dari dua-kata. Dalam upaya
mengungkapkannya, anak-anak banyak mengandalkan Bahasa tubuh,
nada, dan konteks. Pada kenyataannya di seua Bahasa, kombinasi-
kombinasi kata pertama yang diucapkan oleh anak memiliki kualitas
ekonomis; semua kombinasi itu bersifat telegrafis. Berbicara
telegrafis (telegraphic speech) adalah penggunaan kata-kata yang
singkat dan tepat tanpa menggunakan kelengkapan tata-bahasa seperti
artikel, kata kerja tambahan, dan kata-kata penghubung lainnya.
Berbicara telegrafis tidak terbatas pada dua kata. “Ibu memberi es
krim” dan “Ibu memberi Tommy es krim” juga merupakan contoh
berbicara telegrafis.

2.6.4 Pengaruh Faktor Biologis dan Lingkungan


Pengaruh Faktor Biologis Kemampuan untuk berbicara memahami
Bahasa melibatkan peralatan vocal tertentu dan juga sistem saraf dengan
kemampuan tertentu. Sistem saraf dan peralatan cokal dimiliki oleh leluhur
manusia telah mengalami perubahan selama ratusan ribu atau jutaan tahun.
Seiring kemajuan dalam sistem saraf dan struktur cokal. Homo sapiens tidak
sekedar mendengkur dan melengking seperti hewan lain, namun
mengembangkan kemampuan berbicara. Meskipun perkiraannya bervariasi,
para ahli menduga bahwa kemampuan berahasa manusia dimiliki sejak sekitar
100,000 tahun lalu. Ini merupakan kemampuan yang belum lama diperoleh,
apabila dilihat konteks masa evolusi.. kemampuan ini membuat manusia
unggul dibandingkan dengan hewan-hewan lain dan dapat meningkatkan
peluang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
14
Ahli Bahasa Noam Chomsky (1957) menyatakan bahwa manusia telah
memiliki kemampuan biologis untuk mempelajari Bahasa pada waktu dan cara
tertentu. Ia mengatakan bahwa anak-anak dilahirkan ke dunia dengan alat
penguasaan Bahasa (language acquisition device—LAD), Suatu
perlengkapan biologis yang memungkinkan anak untuk mendeteksi ciri dan
ketentua Bahasa yang mencakup fonologi, sintaksis, dan semantik. Contohnya,
anak-anak diperlengkapi oleh alam dengan kemampuan untuk mendeteksi
bunyi-bunyi Bahasa dan mengikuti ketentuan-ketentuan membentuk kata
jamak atau mengajukan pertanyaan. Namun kita akan segera melihat kritik-
kritik yang menyatakan bahwa meskipun bayi memiliki perlengkapan
semacam LAD, fakta ini tidak dapat menjelaskan keseluruhan kisah mengenai
pemerolehan Bahasa.

2.6.4.1 Pengaruh Lingkungan


Pandangan teori-teori perilaku mengenai pembelajaran Bahasa
mengandung beberapa persoalan. Pertama, menjelaskan bagaimana
manusia dapat menciptakan kalimat-kalimat baru—kalimat-kalimat
yang belum pernah dipelajari atau didengan sebelumnya. Kedua anak-
anak mempelajari sintaks dari Bahasa asli mereka meskipun
seandainya mereka tidak memperoleh pengeuata ketika melakukannya.
Psikolo social Roger Brown (1973) meluangkan waktu berjam-jam
untuk mengamati para orang tua dan anak-anak kecilnya. Ia
menemukan bahwa para orang tua itu tidak secara langsung atau jelas
dalam menghadiahi atau membetulkan sintaksi dari kebanyakan
ungkapan anak-anaknya.
Pandangan teori-teori perilaku tidak lagi dianggap sebagai suatau
penjelasan yang berlaku mengenai bagaimana anak-anak memeroleh
Bahasa. Kebanyakan penelitian mendeskripsikan mengenai bagaimana
pengalaman lingkungan anak-anak memengaruhi keterampilan Bahasa
mereka. Banyak ahli Bahasa menyatakan bahwa pengalaman seseorang
anak, khususnya Bahasa yang dipelajari dan konteks terjadinya proses
belajar itu, dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap
pemerolehan Bahasa (Goldfield & Snow, 2009).

 Memperluas (expanding) adalah mengulang perkataan anak ke


dalam bentuk kalimat yang lebih matang. Contohnya seorang anak
mengatakan, “Anjing makan,” dan orang tua menjawan, “Ya,
anjing itu sedang makan.”
 Memberi nama (labeling) adalah mengindentifikasikan nama dari
objek anak kecil selalu diminta untk mengidentifikasikan nama dari
objek-objek. Roger Brown (1958) menyebut hal ini sebagai
“permainan kata asli” (original word game) dan bahwa banyak dari
kosa kata awal anak diperoleh karena dorongan orang ua untuk
mengiidentifikasikan kata-kata yang dihubungkan dengan objek.
15
Anak-anak biasanya memperoleh keuntungan apabila orang tua
mengikuti mereka menemukan Bahasa, berbicara mengenai minat
mereka pada saat ini, dan menyediakan informasi yang dapat diproses
oleh mereka. Apabila anak-anak tidak siap menyerap indormasi
tertentu, mereka cenderung mengatakan kepada orang tua (mungkin
dengan membuang muka). Dengan demikian, memberikan informasi
lebih banyak tidak selalu lebih baik.
Ingatlah, kuncinya adalah dukungan dalam perkembangan Bahasa,
bukan disiplin dan latihan. Perkembangan Bahasa bukanlah sekadar
melakukan peniruan dan memperoleh penguatan.

2.7 Perkembangan Kognitif Anak di Sekolah


2.7.1 Anak di Sekolah
Sekolah merupakan pengalaman formatif utama, memengaruhi setiap
aspek perkembangan. Pengalaman awal sekolah merupakan hal yang kritis
dalam mempersiapkan keberhasilan atau kegagalan dimasa depan. Kemudian
kita akan meninjau bagaimana sekolah mendidik anak-anak yang bahasa
alasnya bukan bahasa ingris, anak-anak dengan masalah belajar, dan mereka
yang mengidentifikasikan sebagai berbakat.
2.7.2 Memasuki Kelas Satu
Untuk membuat kebanyakan kemajuan akademik, seorang anak perlu
terlibat dengan apa yang terjadi di kelas. Makin baik perasaan anak-anak kelas
satu mengenai keterampilan akademik mereka, makin percaya diri mereka
berkembang. Minat, perhatian, dan partisipasi aktif terkait secara positif
dengan skor tes prestasi, terlebih lagi, dengan nilai-nilai yang diberikan guru
dari kelas satu sampai paling tidak kelas empat ( K. L. Alexander, Entwisle,
dan Dauber, 1993). Serta mengikuti ekstarkurikuler juga penting.
2.7.3 Pengaruh Prestasi Sekolah
Tiap-tiap tingkatan konteks kehidupan mereka-dari keluarga kandung
sampai apa yang terjadi di dalam kelas sampai pesan-pesan yang diterima
anak-anak dari teman-teman seusianya dan dari budaya yang lebih besar
(seperti “nggak asik jadi pintar)- memengaruhi seberapa baik mereka
berprestasi di sekolah. Berikut jaring pengaruh ini.
16
2.7.4 Sang anak: Efikikasi Diri dan Gender
Menurut teori kognitif sosial dari Albert Bandura, para murid yang
memiliki efikasi diri tinggi-yang percaya bahwa mereka bisa menguasai
pekerjaan sekolah dan mengatur pembelajaran mereka sendiri lebih cenderung
untuk mencoba berprestasi dan berhasil dibanding mereka yang tidak percaya
pada kemampuan mereka sendiri. Anak perempuan cenderung berprestasi
lebih dibandingkan anak laki-laki.
2.7.5 Penerapan Pola Asuh
Orang tua anak berprestasi menciptakan lingkungan untuk belajar.
Orang tua memotivasi anak untuk berprestasi ada 2 cara yaitu:
 Menggunakan cara ekstrinsik (eksternal) seperti memberikan yang
atau membelikan sesuatu jika mendapatkan nilai bagus atau
menghukum jika mendapatkan nilai jelek.
 Menggunakan cara intrinsik (internal) dengan cara memuji anak
atas kemampuan dan kerja keras mereka, cara ini lebih efektif.
Dalam penelitian anak-anak kelas 5 yang paling berprestasi memiliki
orang tua yang authoritative yaitu memliki ras ingin tahu dan tertarik belajar.
Orang tua otoritarian yaitu yang mengawasi dan memantau anak-anaknya
mengerjakan pekerjaan rumah. Orang tua permissive yaitu tidak terlibat atau
terlihat tidak peduli dengan prestasi anak di sekolah.
2.7.6 Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi bisa menjadi faktor yang kuat dalam prestasi di
bidang pendidikan. Anak-anak dengan orang tua miskin lebih mungkin
mengalami suasana rumah dan sekolah yang negatif, kejadian-kejadian penuh
tekanan dan tidak stabil, serta rumah tangga yang kacau, lingkungan yang
berbahaya dan burukserta bersekolah dengan mutu yang rendah ( Evans, 2004;
Pong, 1997).
2.7.7 Sistem Pendidikan
Abad ke-20, filosofi pendidikan yang bertentangan bersama dengan
berbagai peristiwa sejarah, membawa perubahan besar di dalam teori dan
praktik pendidikan dari “tiga R” (reading, riting, rithmetic) ke metode
“berpusat pada anak” yang memusatkan kepada minat anak-anak. Pada tahun
2001, kongres memberlakukan No Child Left Behind Act, tujuannya untuk
menyalurkan pendanaan federal untuk berbagai program dan praktik yang
berdasarkan penelitian, dengan penekanan khusus pada membaca dan
matematika. Pada tahun 2003 anak-anak di kelas 4 dan 8 di AS memiliki nilai
jauh diatas ratrata dalam asesmen matematika dan sains internasional.
17
Lingkungan Sekolah anak-anak belajar secara lebih baik dan guru
mengajar secara baik di dalam lingkungan yang nyaman dan sehat. Kualitas
udara, suhu, kelembaban, penerangan, dan mutu suara yang memadai
meningkatkan kinerja siswa. Besarnya sekolah juga penting. Pada kelas yang
lebih besar, para siswa menghabiskan lebih banyak waktu pada aktivitas
kelompok yang terstruktur dan diarahkan oleh guru, tetapi menerima lebih
sedikit dukungan pembelajaran dan dinilai oleh guru mereka sebagai siswa
yang kurang menyesuaikan diri dengan baik.
Beberapa orang tua, tidak senang dengan sekolah negeri mereka atau
mencari gaya pendidikan tertentu, memilih charter school (sekolah gratis
yang dikelola oleh orang tua, pendidik, perusahaan atau swasta) atau
homeschooling (belajar dirumah). Charter school cenderung lebih kecil
dibandingkan sekolah negeri biasa dan memiliki filosofi, kurikulum, struktur,
atau gaya organisasi yang unik. Homeschooling sah menurut hukum di seluruh
50 negara bagian. Alasan utama orang tua memilih homeschooling untuk
anak-anak mereka adalah kekhawatiran mengenai lingkungan belajar yang
buruk di sekolah dan hasrat untuk menyediakan pengajaran religius atau
moral.
Pemanfaatan komputer dan internet oleh anak-anak meningkat pesat
dalam 10 tahu terakhir. Anak usia 8-10 tahun menggunakan komputer dan
internet untuk mengerjakan tugas sekolah, email, atau bermain. Namun hal ini
mengundang bahaya:
 Risiko melihat materi-materi yangmembahayakan atau tidak patut.
 Para siswa perlu belajar mengevaluasi secara kritis informasi yang
mereka temukan di dunia maya dan memisahkan fakta dari
pendapat dan iklan.

2.7.8 Budaya
Beberapa anak minoritas, terutama mereka yang berasal dari keturunan
Asia Timur, cenderung berprestasi sangat baik di sekolah. Berbagai pengaruh
budaya di dalam negara asal mereka mungkin merupakan kunci utama.
Keberhasilan sekolah anak-anak merupakan tujuan utama pola asuh (Chao,
1996; Sue & Ozzaki, 1990). Beberapa anak minoritas yang memiliki nilai
budaya berbeda secara signifikan dengan budaya dominan mengalami
ketidakberuntungan di sekolah (Helms, 1992; Tharp, 1998).
18
2.7.9 Pendidikan Bahasa Kedua
Beberapa sekolah menggunakan pendekatan English-Immersion,
yaitu anak-anak minoritas mendalami bahasa inggris sejak awal, di dalam
kelas-kelas khusus. Sekolah lain mengadopsi program pendidikan bilingual
(bilingual education), sebuah program yang mengajarkan anak-anak dengan 2
bahasa.
Para pendukung awal english-immersion menyatakan bahwa makin
awal anak diajarkan dengan bahasa inggris dan makin banyak waktu yang
dihabiskan untuk menuturkannya, makin baik mereka mempelajarinya. Para
pendukung program bilingual menyatakan bahwa anak-anak berkembang
secara akademik lebih cepat dalam bahasa asli mereka dan belakangan lebih
mudah menyesuaikan dalam kelas berbhasa inggris ( Padilla et al., 1991).
Penelitian tersebut membandingkan tidak hanya kemahiran berbahasa inggris,
tetapi juga prestasi akademik jangka panjang.
19

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya
20

DAFTAR PUSTAKA

Fieldman, Olds Papalia.2009.Human Development:Perkembangan Manusia Edisi 10 Buku


1.Jakarta:Salemba Humanika.

Santrock,John W.2013. Life Span-Development Edisi 13 Jilid 1. Jakarta:Penerbit Erlangga.

PENGERTIAN PERKEMBANGAN KOGNITIF-PSIKOLOGI | Taman Harapan dan Impian


iv

Anda mungkin juga menyukai