Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK SERTA


PROBLEMATIKANYA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pergembangan Peserta Didik


yang Diampu Oleh Dra. Elia Flurentin, M.Pd

Disusun Oleh :

Bella Ayu Ratnasari 170341615026

Faisal Falah 170341615090

Inaya Setiani 170341615028

Mahdiayani Nur Fadilah 170341615008

Muhammad Karrel Fernandasyah 170341615064

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
FEBRUARI 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah maupun dalam
lingkungan keluarga. Sehingga kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta
didik dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang
sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta
didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran,
sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik
dalam sekolah.
Kognitif memiliki peran penting bagi perkembangan hidup anak di masa
sekarang dan di masa yang akan datang karena hampir semua hal yang dilakukan
dalam hidup ini berhubungan dengan kognitif, Oleh karena itu banyak orang tua
yang berlomba-lomba mengembangkan kognitif anaknya sedini mungkin dengan
cara mendaftarkan anaknya di sekolah yang lebih baik hal ini terjadi karena
semakin meningkatnya persaingan dalam era globalisasi dan hanya orang - orang
yang memiliki kognitif yang tinggi yang mampu bersaing di era ini.
Perkembangan kognitif (intelektual) sebenarnya merupakan perkembangan
pikiran. Pikiran anak Anda adalah bagian dari otaknya yang bertanggung jawab
terhadap bahasa, pembentukan mental, pemahaman, penyelesaian masalah,
pandangan, penilaian, pemahaman sebab akibat, serta ingatan.
Piaget, dalam Bringuier, (1980:110), mengatakan bahwa Pengetahuan itu
bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang
sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran
antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara fikiran dan
obyeknya menurut tinjauan kognitif.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan
yang bertanggung jawab dalam pengembangan kognitif peserta didik perlu
memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada
anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena, perkembangan
dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik
dan orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak,
proses perkembangan kognitif, bahkan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif anak.
Melalui makalah ini kami mencoba untuk mengangkat masalah perkembangan
kognitif peserta didik agar guru dan orang tua dapat memberikan layanan
pendidikan atau melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan kognitif masing-masing anak.
1.2 Rumusan Maslah
1. Apa pengertian perkembangan kognitif ?
2. Bagaimana tahap dan karakteristik perkembangan kognitif peserta didik?
3. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik?
4. Bagaimana peran guru dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik ?
5. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan dalam perkembangan
kognitif ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengatahui pengertian perkembangan kognitif
2. Untuk mengetahui tahap dan karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik
4. Untuk mengetahui peran guru dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik
5. Untuk mengetahui solusi dalam mengatasi permasalahan dalam perkembangan
kognitif
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perkembangan Kognitif


Istilah "Cognitive" berasal dari kata cognition adalah pengertian, adalah
perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976), Pengertian
kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf
pada mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) waktu manusia sedang
berpikir (Gagne,1976: 71).
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer
sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup
semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan
dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan,
pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk
kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran
kognitifis, tingkah laku sescorang itu senantiasa didasakanpada kognisi, yaitu
tindakan menugenal atiau memikikian situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Selain itu juga pengertian dari kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan
oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan
persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan
seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan
masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana
individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan,
memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya. Kognitif sering disebut
juga intelek. (Desmita, 2006:103)
Perkembangan kognitif berlangsung sejak masa bayi walaupun potensi- potensi
terutama secara biologis sudah dimulai semenjak masa prenatal. Piaget (Desmita,
2006 104) meyakini nahwa pemikiran seoarang anak berkembang melalui
serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa.
Pengertian kognitif menurut Chaplin (2011) diartikan sebagai:
1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan
menilai, dan kemampuan mempertimbangkan
2. Kemampuan mental atau intelegensi

Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa Latin "intelligene" yang berarti
menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut William Stern salah
seorang pelopor dalam penelitian inteligensi, mengatakan bahwa inteligensi adalah
kemampuan untuk menggunakan secara tepat segenap alat-alat bantu dan pikiran
guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru.

Inteligensi menurut Jean Piaget dalam Mohammad Asrori (2007:48) diartikan


sama dengan "kecerdasan" yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara
adaptif termasuk menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan menyelesaikan
persoalan-persoalan.

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa kemampuan kognitif atau
inteligensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memecahkan suatu
persoalan melalui proses berpikir, menghubungkan, menilai, serta
mempertimbangkan dalam menyesuaikan diri atas tuntutan baru dengan sarana
ataupun alat bantu dalam mencapai tujuan.

Adapun tujuan pengembangan kognitif adalah mengembangkan kemampuan


berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajamya, dapat menemukan
bermacam-macam alternatif pemecahan masalah. Membantu anak untuk
mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang
dan waktu, serta mempunyai kemampuan memilah-milah, mengelompokkan serta
mempersiapkan pengembangan kemampuan berfikir teliti (Zainal Aqib.2009 :81)
2.2 Tahap Perkembangan Kognitif
Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi
yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2
tahun), tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-
operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal (usia 11
tahun ke atas) (Desmita, 2009:101).
1. Tahap sensori-motork (usia 0 – 2 tahun)
Bayi bergerak dari tindakan reflex instinktif pada saat lahir sampai
permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman
tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor
dengan tindakan fisik Desmita (2009:101). Pada masa dua tahun
kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, terutama
melalui aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium, dan
mendengar) dan persepsinya terhadap gerakan fisik, dan aktivitas yang
berkaitan dengan sensoris tersebut. Koordinasi aktivitas ini disebut dengan
istilah sensorimotor.
2. Fase Praoperasional (usia 2 - 7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata
dari berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya
peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi
indrawi dan tindakan fisik (Desmita, 2009). Fase ini memberikan andil
yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional,
anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang
dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang
memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah
dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan rasa permulaan bagi anak
untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh
sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak
terorganisasi secara baik.
3. Fase Operasi Konkret (usia 7- 11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-
peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam
bentuk-bentuk yang berbeda (Desmita, 2009). Pada fase operasi konkret,
kemampuan anak untuk berpikir secara logis sudah berkembang, dengan
syarat, obyek yang menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara
konkret. Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalarn kemampuan
mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan
benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami cara
pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif.
4. Fase Operasi Formal (11 tahun sampai usia dewasa)
Fase operasi formal ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir konkret
ke cara berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari
kemampuan mengemukakan ide-ide , memprediksi kejadian yang akan
terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu mengemukakan
hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis.

2.3 Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik


Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Masa kanak-kanak awal
Menurut Jean Piaget masa kanak-kanak awal dimulai dari sekitar usia 2
sampai 7 tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap
untuk terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan
pemikiran logis. Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua adalah
perluasan penggunaan pemikiran simbolis, atau kemampuan representional,
yang pertama kali muncul pada akhir tahap sensorimotor. Berpikir simbolik
yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa walaupun objek
dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di hadapan anak. Subfase
fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Aspek berpikir secara egosentris,
yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju,
berdasarkan sudut pandang sendiri. Fase berpikir secara intuitif, yaitu
kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar atau menyusun
balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk melakukannya.
Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut
subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannva mengerti
dan mengetahui sesuatu. Kemampuan lain yang dikuasai anak tahap ini adalah:
a. Memahami identitas
Anak sudah mengetahui berbagai benda yang berada dalam suatu
deretan, bisa menghitung, sehingga meskipun susunan dalam deret di
pindah, anak tetap mengetahui jumlahnya sama. (Gunaris, 1990) dalam
(Desmita,2009).
b. Mampu mengklasifikasi
Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori yang
memiliki makna.
c. Memahami angka
Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka.
d. Empati
Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan
oleh orang lain.
e. Teori pikiran
Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya.

Perkembangan bahasa pada masa kanak-kanak awal terbagi atas dua


periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1 tahun) dan Linguistik (1-5
tahun). Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:
1. Fase satu kata atau Holofrase
Pada fase ini anak menggunakan satu kata untuk menyatakan pikiran
yang kornpleks, baik yang berupa keinginan, perasaan atau temuannya
tanpa pcrbedaan yang jelas.
2. Fase lebih dari satu kata
Fase dua kata muncul pada anak berusia sekitar 18 bulan. Pada fase ini
anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata.
Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat,
kadang-kadang pokok kalimat dengan obyek dengan tata bahasa yang tidak
benar. Setelah dua kata, munculah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh
empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh
anak tidak lagi egosentris, dari dan untuk dirinya sendiri. Mulailah
mcngadakan komunikasi dengan orang lain secara lancar. Orang tua mulai
melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai
dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.
3. Fase ketiga adalah fase diferensiasi
Periode terakhir dari masa balita yang bErlangsung antara usia dua
setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai
lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah
kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu
mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam
pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu mempergunakan
kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu mempergunakan
kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih lancar
lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya,
menjawab, memerintah, memberitahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang
umum untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa.

Kemampuan memori yang berkembang pada masa kanak-kanak awaL.


Model pemprosesan informasi mendeskripsikan tiga tahap dalam mengingat
yaitu:
1. Encoding: proses di mana informasi dipersiapkan untuk penyimpanan
jangka panjang dan pemanggilan kembali di kemudian hari.
2. Storage: penyimpanan ingatan untuk penggunaan di masa depan.
3. Retrieval: proses di mana informasi diakses atau dipanggil kembali dari
penyimpanan ingatan.
Pada masa anak-anak awal kemampuan untuk mengingat dan mengenal
meningkat. Cara seorang anak membentuk memori permanen ada tiga tipe
yaitu:
1. Memori generic: memori yang menghasilkan script bagi rutinitas yang
akrab untuk memandu perilaku. Script adalah catatan umum yang akrab dan
berulang, dipergunakan untuk memandu perilaku. Misalnya: seorang anak
bisa saja memiliki script untuk menaiki bus ke sekolah atau makan siang di
rumah nenek.
2. Memori episodis: memori jangka panjang tentang peristiwa yang kerap
terjadi dan akrab, dihubungkan dengan tempat dan waktu.
3. Memori autobiografis: memori tentang peristiwa tertentu dalam kehidupan
seseorang. Misalnya: seorang anak mengingat saat dia pergi ke kebun
binatang. Karena ke kebun binatang itu dia mengingat peristiwa baru dan
unik, dia juga mengingat detail dari perjalanan tersebut hingga beberapa
tahun.

2. Masa Kanak-kanak Akhir


Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut
pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya
aktivitas mental yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau
konkrit. Masa ini berlangsung pada masa kanak-kanak akhir. Dalam upaya
memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi
yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan
untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan
sesungguhnya. Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak
berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya
pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya
pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif.
Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada
stadium belajar.
Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut
dengan operasi – operasi, yaitu :
a. Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami
hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau
keadaan yang lain.
b. Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan
sebab-akibat dalam suatu keadaan.
c. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-
benda yang ada.

3. Remaja (SMP dan SMA)

Pada masa remaja, kemampuan anak sudah semakin berkembang hingga


memasuki tahap pemikiran operasional formal, yaitu suatu tahap perkembangan
kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 dan 12 tahun dan terus berlanjut sampai
usia remaja sampai masa dewasa (Desmita, 2009). Pada masa remaja, anak sudah
mampu berfikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari
informasi yang sudah tersedia. Pada masa remaja, anak sudah mampu berfikir secara
abstrak dan hipotesis, sehingga ia mampu berfikir apa yang terjadi atau apa yang akan
terjadi. Mereka sudah mampu berfikir masa akan datang dan mampu menggunakan
symbol untuk sesuatu benda yang belum diketahui.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif


Pertambahan umur akan menyebabkan semakin komplek susunan sel saraf yang
akan semakin meningkatkan kemampuan seseorang. Ketika individu berkembang
menuju kedewasaan, maka akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungan yang
akan menyebabkan adanya perubahankualitatif di dalam sruktur kognitifnya
(Budiningsih, 2005).
Dunia kognitif adalah kreatif, beabs, dan penuh imajinasi. Menurut Piaget,
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif, yaitu :
a. Faktor Heriditas
Dipelopori oleh Schopenhauer yang menyatakan bahwa manusia dilahirkan
dengan potensi tertentu yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Taraf
intelegensi sudah ditentukan sejak lahir. Ahli psikologi Lehrin, Linzhey dan
Spuhier berpendapat bahwa intelegensi 75-80% merupakan warisan atau faktor
keturunan.
b. Faktor Lingkungan
Dipelopori John Locke dengan teori tabula rasa, menyatakan bahwa manusia
dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum ternoda, Taraf
intelegensi ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya
dari lingkungan hidupnya.
c. Faktor Kematangan
Tiap organ (fisik maupaun psikis) dikatakan matang jika telah mencapai
kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini berhubungan
dengan usia kronologis.
d. Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu
pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja
(pengaruh alam sekitar).
e. Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan
untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan
mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Seseorang yang memiliki bakat
tertentu akan semakin mudah dan cepat mempelajarinya.
f. Faktor Kebebasan
Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti
manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas
memilih masalah sesuai kebutuhan.
g. Pengalaman Fisik
Pengalaman fisik diperoleh ketika seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya. Pengalaman fisik diperoleh ketika mengalami kegiatan meraba,
memegang, melihat, mendengar, sehingga berkembang menjadi kegiatan
berbicara, membaca, dan berhitung, kemudian akan dikembangkan menjadi
logika matematika. Pengalaman fisik ini memungkinkan anak mengembangkan
aktivitas dan gaya otak sehingga mereka akan mentransfernya ke dalam bentuk
suatu gagasan atau ide.
h. Pengalaman Sosial
Pengalaman sosial diperoleh ketika seseorang berinteraksi dengan sosial.
Pengalaman sosial diperoleh ketika bertukar gagasan atau pendapat dengan
orang lain, percakapan dengan teman sebaya, perintah yang diberikan orang
yang lebih tua atau dewasa, membaca, atau bentuk kegiatan lainnya. Sifat
rgosentris akan milehang perlahan ketika seseoran berinteraksi. Melalui diskusi
seseorang akan memperoleh mental yang bagus yang akan menjadikan
seseorang terampil dalam penyelesaian masalah saat berada di tempat kerja.
Pengalaman sosial juga sangat dibutuhkan oleh anak untuk mengembangkan
konsep-konsep penting seperti kejujuran, etika, moral, kerendahan hati, dan
sebagainya.
i. Faktor Keseimbangan
Keseimbangan dapat dicapai dengan proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah suatu proses yang berkaitan dengan pemerolehan informasi dari
lingkungan dan menggabungkannya dengan bagan struktur konsep yang telah
mereka miliki. Sedangkan akomodasi berkaitan dengan proses pemodifikasian
bagan struktur konsep untuk menerima informasi baru.
j. Adaptasi
Hasil adaptasi dengan lingkungannya, akan secara progresif menunjukkan
interaksi dengan lingkungan secara lebih rasional.
Dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi terjadinya
perkembangan kognitif adalah kematangan dan lingkungan yang berasal dari interaksi
anak dengan lingkunganya. Interaksi lingkungan akan menghasilkan pengalaman fisik
dengan menggunakan asimilasi, akomodasi, serta dikendalikan prinsip keseimbangan.
Faktor-faktor yang telah dipaparkan berhubungan satu dengan yang lain.

2.5 Multiple Intelegent

Multiple Intelegent adalah kecerdasan didalam diri setiap anak. Kecerdasan


menunjukan suatu kemahiran, kebaikan, keluwesan, dan kelancaran seseorang
terhadap pemecahan persoalan atau kesulitan di dalam hidupnya, meskipun didalam
pendidikan dapat dikembangkan (Nara, 2010). Kecerdasan merupakan realitas yang
ada pada diri anak yang muncul melalui sistem otak, pikiran manusia dan pola
hidupnya. Howard Gardner (1983) menyatakan IQ bukan satu-satunya yang menjadi
tolak ukur kecerdasan atau kemampuan seseorang, sembilan kecerdasan yang
menjelaskan cakupan potensi manusia yang juga amat penting adalah:

1. Kecerdasaan Kinestetik-jasmani: Kecerdasan kinestetik jasmani berhubungan


dengan motorik kasar pada anak atau kecerdasan fisik yang mengalami
secara nyata, dimana anak mempunyai bakat mengendalikan gerak tubuh dan
juga ketrampilanya dibidang atlet, pengrajin, ahi bedah. Ciri-ciri kecerdasan
kinestik orang yang cekatan terhadap apapun, tidak bisa diam selalu bertingkah,
belajar melalui memanipulasi dan praktek, menyukai permainan yang
menyibukan.
2. Kecerdasan linguistik: Kecerdasan lingustik berhubungan dengan kemampuan
berfikir dalam bentuk kata-kata. Menggunakan bahasa untuk mengeskpresikan
dan mengola sekaligus menggunakan kata yang benar, biasa kecerdasan
linguistik ini merupakan kecerdasan para jurnalis, juru bicara, pengacara. Ciri-
ciri kecerdasan linguistik suka menulis (artikel, cerpen), suka berbicara didepan
orang banyak, menyukai dalam bidang seni (drama, komedi), suka berdiskusi
dan menanggapi dengan lancar.
3. Kecerdasan logis-matematis: Kecerdasan logis-matematis berhubungan dengan
angka dan logika, menalar dengan baik, mencerna pola-pola yang
panjang. Biasa yang memiliki kecerdasan ini merupan pakar matematika,
ilmuan, akuntan. Ciri-ciri orang yang mempunyai kecerddasan logis-matematis
menyukai permainan yang strategis(teka-teki, puzzle), berpenmapilan rapi,
banyak bertanya jika apa yang tidak dipahami, sangat suka dengan pelajaran
berhitung (matematika).
4. Kecerdasan spasial: Kecerdasan yang berhubungan dengan cara berfikir anak
menggunakan gambar kemampuan untuk menyerap kecerdasan ini sama
dengan kognitif cara berfikir anak. Ciri-cici anak yang mempunai kecerdasan
spasial pandai dan suka menggambar, suka bermain puzzle, berpenampilan
rapi, suka melamun.
5. Kecerdasan musical: Kecerdasan yang berhubungan dengan, bunyi nada, yang
berkaitan dengan alat musik. Dengan cara mengamati, menbentuk dan
mengeskpresikan musik. Ciri-ciri orang yang mempunyai kecerdasan musical
senang memainkan alat musik, senang bernyanyi, berpenampilan rapi, bernyani
dengan nada yang tepat.
6. Kecerdasan naturalis: Kecerdasan yang berhubungan dengan kepekaan
terhadap alam. Mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang alam seperti
tumbuhan, keindahan alam. Ciri-ciri orang yang mempunyai kecerdasan
naturalis suka menjelajahi alam (muncak, berkunjung ke taman), suka
mengamati tumbuhan, memelihara tanaman atau binatang dirumahnya.
7. Kecerdasan antar pribadi: Kecerdasan yang berhubungan dengan bekerja sama
orang lain, kecerdasan ini mengembangakan interaksi sesama orang atau
perkembangan sosial. Ciri-ciri orang yang mempunayi kecerdasaan antar
pribadi suka bergaul dengan siapa saja, mempunyai banyak teman, berani
menjadi pemimpin, memiliki rasa perhatian yang tingi untuk teman-temannya.
8. Kecerdasan intra pribadi: Kecerdasan yang berhubungan dengan diri sendiri,
mengontrol emosinya, menggunakan pemahamannya sendiri (memiliki
pendapat sendiri tetapi tujuan sama dengan orang lain).
9. Kecerdasan eksistensial: Kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk menjawab persoalan terdalam esksestik atau cenderung
memandang masalah-masalah dari sudut pandang. Ciri-ciri saat bekerja sering
berbicara sendiri, lebih cenderung mengutamakan keinginannya.

2.6 Guru dalam memfasilitasi perkembangan kognitif

Guru merupakan pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik,


mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru harus
tahu benar tentang karakteristik peserta didik dan juga apa saja yang memang relevan
untuk diajarkan pada mereka. Guru juga harus kreatif dalam merancang dan
menggunakan strategi, metode, model, hingga media pembelajaran, serta harus
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Menurut Jean Piaget, belajar akan lebih
berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik. Seorang guru
hendaknya banyak memberikan beberapa rangsangan kepada peserta didik agar mereka
mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan menemukan
berbagai hal dari lingkungan.
Peserta didik merupakan makhluk hidup yang memerlukan bimbingan dan
pembinaan untuk menuju kedewasaan (Slameto, 2010: 35). Membimbing dan
membina peserta didik dalam pembelajaran dapat dimulai dengan membangkitkan
perhatian. Inilah salah satu hal yang penting agar kemampuan kognitif peserta didik
yang telah dimilikinya dapat tereksplor. Tentunya seorang guru harus benar-benar jeli
dalam merangsang perhatian peserta didik dengan strategi, metode, dan media yang
menarik. Semuanya harus memiliki unsur yang memang merangsang siswa untuk
berpikir, atau pun dengan menghubungkan materi dengan pengetahuan yang memang
telah dimiliki peserta didik. Jika perhatian kepada pelajaran itu ada pada diri peserta
didik, maka pelajaran yang akan diterimanya akan dihayati, diolah dalam pikirannya,
sehingga timbul pengertian (Slameto, 2010: 36).
Setiap anak pada dasarnya memiliki jalan pikiran yang terbuka terhadap dunia
sekitarnya. Seorang guru harus menyadari tentang hal ini karena agar dapat
menemukan perspektif unik pada anak, guru harus melakukan observasi yang cermat
terhadapnya. Sensitifitas guru sangat dituntut dalam hal ini, yaitu dengan melakukan
pendekatan yang terpusat pada anak. Adanya perbedaan individu pada peserta didik
perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik
(Aunurrahman, 2012: 45). Ditambah lagi dengan bahasa dan cara berpikir anak yang
tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Guru harus menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berpikir anak dalam pembelajaran (Suyono, 2012: 87).
Memusatkan pembelajaran pada anak berarti harus membangkitkan aktivitas anak.
Anak membutuhkan kesempatan untuk melakukan tindakan terhadap objek yang
dipelajarinya. Menurut Piaget, mengetahui suatu objek adalah dengan melakukan
sesuatu pada objek tersebut. Dalam proses pembelajaran, guru perlu membangkitkan
aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Bila siswa menjadi individu yang mau
berpartisipasi secara aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik
(Slameto, 2010: 36). Maka dari itu guru harus mau dan mampu memaparkan materi
atau situasi yang dapat mendorong anak untuk merancang eksperimennya sendiri.
Anak akan merasa terarahkan pada pengetahuan yang lebih mendalam sehingga dapat
tersimpan dalam long term memory. Selain itu, guru sebagai penanggung jawab
pendisiplinan anak harus mampu mengontrol stiap aktivitas peserta didik agar tingkah
laku mereka tidak menyimpang dari norma-norma yang ada (Sari, 2015: 45).
Materi yang dapat mendorong aktivitas peserta didik tentunya adalah materi yang
baru namun tidak asing bagi mereka. Sesuatu yang baru harus disesuaikan dengan apa
yang telah diketahui peserta didik sebelumnya (Aunurrahman, 2012: 45). Menurut
Piaget, struktur kognitif anak yang berinteraksi dengan pengalaman baru akan dapat
menimbulkan minat dan menstimulasi perkembangan kognitif yang lebih lanjut. Setiap
guru perlu menghubungkan pelajaran dengan pengalaman atau pengetahuan yang
memang telah dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran. Maka dalam proses
pembelajaran kegiatan atau tahap appersepsi sangat dibutuhkan. Hal ini akan
melancarkan jalannya pembelajaran dan membantu siswa untuk memperhatikan
pelajarannya dengan baik. Guru harus membantu anak dan mengakomodasikan anak
agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sabaik-baiknya. Sesungguhnya yang
dibutuhkan peserta didik adalah kesempatan belajar dalam lingkungan yang kaya akan
potensi dan mengandung elemen-elemen yang menarik. Menilai materi yang
menantang bagi peserta didik dan mengevaluasi tahap kognisi peserta didik, serta
menyajikan ide dan gagasan baru yang konsisten dengan perkembangan kognisi anak
adalah tugas seorang guru.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan


kognitif anak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal
diantaranya adalah berdasarkan stimulus yang diberikan oleh seorang guru dalam
melakukan bimbingan terhadap peserta didik. Faktor ini sangat membutuhkan peranan
seorang guru yang profesional dalam mengelola pembelajaran. Kemudian faktor
internalnya adalah kemampuan yang telah ada pada diri peserta didik itu sendiri yang
berkaitan dengan kemampuan kognitif, intelegensi, minat, bakat, dan lain-lain. Maka
dari itu prinsip-prinsip mengajar yang harus dipenuhi seorang guru adalah melakukan
pendekatan terhadap anak, membangkitkan aktivitas anak, pembelajaran secara
individual dan kelompok, serta mengorganisir interaksi sosial peserta didik.

Terkait dengan langkah-langkah pembelajaran yang merupakan bagian dari metode


pembelajaran, Suciati dan Prasetya Irawan dalam Budiningsih (2005: 50)
menyimpulkan bahwa menurut konsep Piaget langkah-langkah pembelajaran yang
baik meliputi aktivitas sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan pembelajaran;


2. Memilih materi pelajaran;
3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif;
4. Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut misalnya
penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya;
5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara
berpikir siswa;
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2.7 Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik

a. Masa kanak-kanak awal

Permasalahan membaca pada masa ini yaitu masih dengan cara dieja,
pemahamannya hanya satu kata dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca.

Solusi: Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca.

b. Masa kanak-kanak akhir

Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan


sistem klasikal yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan
kecepatan rata-rata memahami isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran
membaca pemahaman yang dilakukan oleh guru terlalu cepat.
Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan
mengelompokkan siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan & sharing.

c. Masa Remaja

Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang


memahami isi bacaan.

Solusi: Seharusnya dengan membaca pemahaman secara serius


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Jadi perkembangan kognitif merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang dalam memecahkan suatu persoalan melalui proses berpikir,
menghubungkan, menilai, serta mempertimbangkan dalam menyesuaikan
diri atas tuntutan baru dengan sarana ataupun alat bantu dalam mencapai
tujuan
2. Jadi tahap-tahap perkembangan kognitif peserta didik terdapat fase sensori-
motork (usia 0 – 2 tahun), fase Praoperasional (usia 2 - 7 tahun), fase operasi
konkret (usia 7- 11 tahun), dan fase operasi formal (11 tahun sampai usia
dewasa), sedangkan karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
terdapat masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, dan remaja
(SMP dan SMA)
3. Jadi faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik adalah faktor
heriditas, faktor lingkungan, faktor kematangan, faktor pembentukan,
faktor minat dan bakat, faktor kebebasan, pengalaman fisik, pengalaman
sosial, faktor keseimbangan, dan adaptasi
4. Jadi peran guru dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik adalah
sebagai pemberi stimulus terhadap peserta didik dalam melakukan
bimbingan
5. Jadi solusi dalam mengatasi permasalahan dalam perkembangan kognitif
adalah guru dapat mengefektifkan pembelajaran sehingga perkembangan
kognitif dari siswa tidak akan terhambat
Daftar Pustaka

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk Guru, SD, SLB, TK.
Yrama Widya. Bandung.

Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. CV Wacana Prima. Bandung

Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta


Chaplin, J.P.. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Desmita.2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Eveline Siregar dan Haritini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor :
Ghalia Indonesia.
Gagne, Robert. 1976. Essential of Learning for Instruction. New York. Alih Bahasa
Agus Gerrad.

Gardner, H., 1983, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York:
Basic Books.
Holil, A. 2008. Teori perkembangan kognitif Piaget. (online). (http://anwarholil
/2008/04/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html), diakses 17 Februari
2019).

Neisser, R.U., 1976, Cognition and Reality, W.H. Freeman and Co., San Fransisco.

Piaget dan Bringuier. 1980. Conselling and Psychotheraphy. Bandung

Rosdakarya. 2012

Sari, M.K. dkk. 2015. Pengantar Pembelajaran IPS SD Kelas Rendah. Madiun: IKIP
PGRI Madiun.
Slameto. 2010. Belajar& Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sumanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan.


Jakarta: Rineka Cipta

Suyono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syamsu, Yusuf. 2012. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: PT


Remaja

Anda mungkin juga menyukai