USIA 6 – 12 TAHUN
Disusun oleh:
Nurul Agustina (1406104030050)
Widya Aska Audina (1406104030051)
Erizka (1406104030042)
Mutia Salma (1406104030030)
Mata kuliah :
Psikologi Anak Usia Dini
Dosen Pembimbing:
Drs. Said Nurdin, M. Si.
Banda
Aceh , 20 Mei 2015
Penulis
i
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1. Latar belakang...........................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
1. Hakikat Perkembangan Moral Anak Usia 6 – 12 tahun.............................................................3
1.1 Pengertian Perkembangan Moral.......................................................................................3
1.2 Perkembangan Moral Anak Usia 6 – 12 tahun........................................................................3
1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral......................................................4
2. Perkembangan Moral Anak Usia 6 – 12 tahun menurut Kolhberg............................................5
3. Perkembangan Moral Anak Usia 6 – 12 tahun menurut Piaget.................................................7
4. Usaha-usaha Pengembangan Tingkah Laku Moral Anak...........................................................9
5. Peran Orang Tua Dalam Perkembangan Moral..........................................................................9
6. Peran Guru Dalam Perkembangan Moral Anak.......................................................................10
7. Pengaruh Teman Sebaya Dalam Perkembangan Moral Anak..................................................11
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................13
3.2 Saran..........................................................................................................................................13
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Manusia berkembang tidak hanya dari masa kelahiran saja tetapi
dari masa konsepsi manusia sudah mulai berkembang. Masa konsepsi
mempunyai arti waktu dimana sel telur (ovum) bertemu sperma. Pada
saat itu pula manusia berkembang hingga mempunyai bagian-bagian
tubuh yang lengkap. Perkembangan manusia akan terus berlanjut sampai
saat pengambilan ruh tiba. Semua makhluk Tuhan tidak akan tahu kapan
perkembangan dalam dirinya itu terhenti. Menurut E.B Hurlock
perkembangan bersifat kualitatif dan kuantitatif, artinya proses
perkembangan ada yang dapat diukur dan adapula yang tidak dapat
diukur. Misalnya perkembangan otak manusia tidak dapat kita lihat proses
perkembangannya, yang kita lihat adalah gejala-gejalanya.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam
rentang kehidupan saat dimana individu relatif tidak berdaya dan
tergantung pada orang lain. Bagi kebanyakan anak-anak seringkali
dianggap tidak ada akhirnya sewaktu mereka tidak sabar menunggu saat
didambakan yakni pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan
anak-anak lagi melainkan “ Orang Dewasa”. Masa kanak-kanak dimulai
setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan.
Masa kanak-kanak awal berlangsung dari 2 tahun sampai 6 tahun,
oleh para pendidik dinamakan sebagai usia pra-sekolah. Kemudian masa
anak-anak tengah hingga akhir berlangsung dari 6 tahun sampai 12
tahun. Perkembangan fisik pada masa anak-anak berjalan lambat namun
konsisten. Pada saat masa awal kanak-kanak dianggap sebagai saat
belajar untuk mencapai berbagai keterampilan dan senang mencoba hal-
hal baru sehingga perlu adanya rangsangan dan arahan sehingga tidak
terlambat perkembangannya. Kemudian pada masa tengah hingga akhir
anak-anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya
dan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari
perasaan rasa rendah diri.
1
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Hakikat Perkembangan Moral Anak Usia 6 – 12
tahun?
b. Bagaimana Perkembangan Moral Anak Usia 6 – 12 tahun
menurut Kolberg?
c. Bagaimana Perkembangan Moral Anak Usia 6 – 12 tahun
menurut Piaget?
d. Bagaimana Usaha-usaha Pengembangan Tingkah Laku Moral
Anak?
e. Bagaimana peran Orang Tua dalam Tingkah Laku Moral Anak?
f. Bagaimana peran Guru dalam Perkembangan Moral Anak?
g. Bagaimana pengaruh Teman Sebaya dalam Perkembangan
Moral Anak?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Bagaimana anak-anak bernalar atau berpikir tentang aturan-aturan untuk
perilaku etis, Bagaimana anak-anak sesungguhnya berperilaku dalam
keadaan bermoral, Bagaimana anak merasakan hal-hal moral itu.
Perkembangan moral (moral development) melibatkan perubahan
seiring usia pada pikiran, perasaan, dan perilaku berdasarkan prinsip dan
nilai yang mengarahkan bagaimana seseorang seharusnya bertindak.
Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai dasar dalam
diri seseorang dan makna diri) dan dimensi interpersonal (apa yang
seharusnya dilakukan orang dalam interaksinya dengan orang orang lain)
(King, 2006).
4
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam
melarang atau memperbolehkan tingkah laku tertentu kepada anak.
2. Sikap orang tua dalam keluarga
Secara tidak langsung sikap orang tua terhadap anak, sikap ayah
terhadap ibu, atau sebaliknya dapat mempengaruhi perkembangan moral
anak yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orang tua yang otoriter
cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak. Sikap yang
sebaiknya dimiliki oleh orang tua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan,
musyawarah, dan konsisten.
3. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orang tua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini
panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang menciptakan
iklim yang religious dengan member bimbingan tentang nilai-nilai agama
kepada anak maka anak akan mengalami perkembangan moral yang
baik.
4. Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma
Orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong maka
mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong. Apabila orang
tua mengajarkan kepada anak agar berperilaku jujur, bertutur kata yang
sopan, bertanggung jawab atau taat beragama tetapi orang tua sendiri
menampilkan perilaku sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik
pada dirinya, bahkan mungkin dia akan berperilaku seperti orang tuanya.
5
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut
Kohlberg terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat
terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut :
a. Tingkat Satu : Penalaran Prakonvensional.
Penalaran Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah
dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak
memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran moral
dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata
lain aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang
baik akan mendapat hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan
hukuman.
Tahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan
Yaitu : tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral
didasarkan atas hukuman dan anak taat karena orang dewasa menuntut
mereka untuk taat.
Tahap II. Individualisme dan tujuan
Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan
(hadiah)dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat
dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang
benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap
menghasilkan hadiah.
b. Tingkat Dua : Penalaran Konvensional
Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi
individual menengah dimana seseorang tersebut menaati stándar-stándar
(Internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati stándar-stándar orang
lain (eksternal) seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
Tahap III: Norma-norma Interpersonal
Yaitu : dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan
kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-
pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang
tuanya sebagai yang terbaik.
Tingkat IV: Moralitas Sistem Sosial
6
Yaitu : dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman
atuyran sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
c. Tingkat Tiga : Penalaran Pascakonvensional
Yaitu : Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-
benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar
orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif,
menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan
suatu kode.
Tahap V : Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual
Yaitu : nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa
standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.
Tahap VI : Prinsip-prinsip Etis Universal
Yaitu : seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang
didasarkan pada hak-hak manusia universal. Dalam artian bila sseorang
itu menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan
mengikuti suara hati.
Pada perkembangan moral menurut Kohlberg menekankan dan
yakin bahwa dalam ketentuan diatas terjadi dalam suatu urutan berkaitan
dengan usia. Pada masa usia sebelum 9 tahun anak cenderung pada
prakonvensional. Pada masa awal remaja cenderung pada konvensional
dan pada awal masa dewasa cenderung pada pascakonvensional.
Demikian hasil teori perkembangan moral menurut kohlberg dalam
psikologi umum.
Ketika kita khususkan dalam memandang teori perkembangan
moral dari sisi pendidikan pada peserta didik yang dikembangkan pada
lingkungan sekolah maka tahapannya yaitu:
1. Tingkat Satu : Moralitas Prakonvensional
Yaitu : ketika manusia berada dalam fase perkembangan
prayuwana mulai dari usia 4-10 tahun yang belum menganggap moral
sebagai kesepakatan tradisi sosial.Yang man dimasa ini anak masih belum
menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial. Pada tingkat
pertama ini terdapat 2 tahap yaitu :
Tahap 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman.
7
Adalah penalaran moral yang yang didasarkan atas hukuman dan
anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
Dengan kata lain sangat memperhatikan ketaatan dan hukum. Dalam
konsep moral menurut Kohlberg ini anak menentukan keburukan perilaku
berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Sedangkan
perilaku baik akan dihubungkan dengan penghindaran dari hukuman.
Tahap 2. Memperhatikan Pemuasan kebutuhan.
Yang bermakna perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan
keinginan dan kebutuhan sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan
orang lain.
2. Tingkat Dua : Moralitas Konvensional
Yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase
perkembangan yuwana pada usia 10-13 tahun yang sudah menganggap
moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
Pada Tingkat II ini terdapat 2 tahap yaitu :
Tahap 3. Memperhatikan Citra Anak yang Baik
Maksudnya : anak dan remaja berperilaku sesuai dengan aturan dan
patokan moral agar dapat memperoleh persetujuan orang dewasa, bukan
untuk menghindari hukuman.
Semua perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya, jadi
ada perkembangan kesadaran terhadap perlunya aturan. Dalam hal ini
terdapat pada pendidikan anak.
Pada tahap 3 ini disebut juga dengan Norma-Norma
Interpernasional ialah : dimana seseorang menghargai kebenaran,
keperdulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi
standar-standar moral orang tuanya sambil mengharapkan dihargai oleh
orang tuanya sebagi seorang anak yang baik.
8
mempelajari tentang bagaimana anak-anak berpikir, berperilaku dan
menyadari tentang aturan-aturan tersebut. Minat terhadap bagaimana
perkembangan moral yang dialami oleh anak membuat Piaget secara
intensif mengobservasi dan melakukan wawancara dengan anak-anak dari
usia 4-12 tahun.
Ada dua macam studi yang dilakukan oleh Piaget mengenai
perkembangan moral anak dan remaja:
a. Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain
kelereng, sambil mempelajari bagaimana mereka bermain dan
memikirkan aturan-aturan permainan.
b. Menanyakan kepada anak-anak pertanyaan tentang aturan-aturan
etis, misalnya mencuri, berbohong, hukuman dan keadilan.
Dari hasil studi yang telah dilakukan tersebut, Piaget menyimpulkan
bahwa anak-anak berpikir dengan 2 cara yang sangat berbeda tentang
moralitas, tergantung pada kedewasaan perkembangan mereka. Antara
lain:
1. Heteronomous Morality
9
2. Autonomous Morality,
Tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang
diperlihatkan oleh anak-anak yang lebih tua (kira-kira usia 10
tahun atau lebih). Anak menjadi sadar bahwa aturan-aturan dan
hukum-hukum diciptakan oleh manusia dan dalam menilai suatu
tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud-maksud
pelaku dan juga akibat-akibatnya
Bagi pemikir Autonomos, maksud pelaku dianggap sebagai yang
terpenting.
Anak-anak yang lebih tua, yang merupakan pemikir Autonomos,
dapat menerima perubahan dan mengakui bahwa aturan
hanyalah masalah kenyamanan, perjanjian yang sudah disetujui
secara sosial, tunduk pada perubahan menurut kesepakatan.
Menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya
terjadi apabila seseorang yang relevan menyaksikan kesalahan
sehingga hukuman pun menjadi tak terelakkan.
Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang anak juga menjadi
lebih pintar dalam berpikir tentang persoalan sosial, terutama tentang
kemungkinan-kemungkinan dan kerja sama. Pemahaman sosial ini
diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman sebaya yang saling
memberi dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya, setiap anggota
memiliki kekuasaan dan status yang sama, merencanakan sesuatu
dengan merundingkannya, ketidaksetujuan diungkapkan dan pada
akhirnya disepakati. Relasi antara orang tua dan anak, orang tua memiliki
kekuasaan, sementara anak tidak, tampaknya kurang mengembangkan
pemikiran moral, karena aturan selalu diteruskan dengan cara otoriter.
10
Pembentukan tingkah laku moral di sini melalui penanaman pengertian tentang apa
yang betul dan apa yang salah. Anak diajar untuk mengenal dan mematuhi aturan-
aturan yang diberikan oleh orangtua atau oranglain yang mempunyai otoritas.
2. Melalui identifikasi
Seorang anak mengidentifikasikan diri dengan seorang tokoh atau model (misalnya
orangtua), maka anak cenderung mencontoh pola-pola tingkahlaku moral dari tokoh
atau model tersebut.
Anak yang umumnya mengidentifikasikan diri dengan orangtua, apabila ia sering
melihat orangtuanya berbicara kasar terhadap pembantu misalnya, maka cenderung
meniru tingkahlaku ini.
3. Melalui proses coba-salah
Anak belajar mengembangkan tingkahlaku moralnya, dengan mencoba-coba suatu
tingkahlaku. Anak melihat apakah dengan ia bertingkahlaku tertentu, lingkungan akan
menerimanya atau menolaknya.
11
Untuk menciptakan moral yang baik bagi anak adalah menciptakan komunikasi yang
harmonis antara orangtua dan anak, karena itu akan menjadi modal penting dalam
membentuk moral. Kebanyakan ketika anak beranjak remaja atau dewasa, tidak mengingat
ajaran-ajaran moral diakibatkan tidak adanya ruang komunikasi dialogis antara dirinya
dengan orangtua sebagai “guru pertama” yang mestinya terus memberikan pengajaran moral.
Jadi, titik terpenting dalam membentuk moral sang anak adalah lingkungan sekitar rumah,
setelah itu lingkungan sekolah dan terakhir adalah lingkungan masyarakat sekitar.Namun,
ketika dilingkungan rumahnya sudah tidak nyaman, biasanya anak-anak akan memberontak
di luar rumah (kalau tidak di sekolah, pasti di lingkungan masyarakat).
Oleh karena itu, agar tidak terjadi hal seperti itu sudah kewajibannya orang tua
membina interaksi komunikasi yang baik dengan sang buah hati supaya di masa mendatang
ketika mereka memiliki masalah akan meminta jalan keluar kepada orang tuanya. Keluarga
merupakan lingkungan sosial pertama dan utama bagi tumbuh kembangnya anak. Anak akan
berkembang optimal apabila mereka mendapatkan stimulasi yang baik dari keluarga. Oleh
karena itu pola parenting yang tepat dapat dijadikan sarana untuk perkembangan moral anak.
Keluarga berfungsi mengembangkan moral anak yang dibentuk secara sosial melalui
accepting, preserving, taking, exchanging dan biophilous (Alwisol, 2006).
6. Peran Guru Dalam Perkembangan Moral Anak
Melalui gurulah seorang anak mulai diperkenalkan pada huruf dan angka dari tidak
bisa membaca jadi bisa membaca dari tidak tahu berhitung jadi bisa menjadi berhitung. Guru
seorang yang mampu menginspirasi dan memotivasi muridnya, sehingga mampu berbuat
sesuatu yang baik dengan kemampuannya sendiri. Di sinilah pentingnya Guru sebagai
sumber keteladanan dan kemampuan dalam menumbuhkan motivasi. Dengan demikian peran
seorang guru begitu penting dalam mendukung kemajuan suatu bangsa.
Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam membentuk kepribadian
siswa. Hal ini mengandung arti bahwa guru memberikan pengaruh yang cukup bermakna
bagi terwujudnya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah subhanahu wa Ta’ala
serta berakhlak mulia. Guru merupakan orang yang di tangannya terletak masa depan bangsa.
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk dapat membimbing seseorang menjadi
orang yang baik terutama pendidikan agama. Dengan pendidikan agama akan membentuk
karakter akhlakul karimah bagi siswa sehingga mereka mampu memfilter mana pergaulan
yang baik dan mana yang tidak baik.
12
7. Pengaruh Teman Sebaya Dalam Perkembangan Moral Anak
Pengaruh teman dalam pembinaan nila moral, sebagai mahluk sosial, anak pasti punya
teman dan pergaulan teman akan menambah perbendaharaan informasi yang akhirnya
mempengaruhi berbagai jenis kepercayaan yang dimilikinya. Pergaulan yang memberikan
pengaruh yang baik akan mewujudkan suatu nilai yang baik poula dan sebaliknya. Didalam
pergaulan terdapat interaksi nilai yang dianut seseorang. Bisa saja nilai yang dulu dianggap
baik dapat berubah menjadi nilai yang buruk setelah interaksi atau penglihatan yang
dialaminya dalam pergaulan. Tetapi itu tergantung dari remaja tersebut, apakah ia bertahan
terhadap nilai yang telah dianutnya atau akan merubahnya. Di dalam perkembangan, hal ini
mungkin saja terjadi. Misalnya menceritakan hal-hal yang buruk/kejelelkan orang lain. Yang
dulunya dianggap biasa saja, setelah pergaulan yang membawa nilai positif melalui
pembelajaran nilai tersebut berubah menjadi buruk.
Pergaulan menjadi hal yang penting pada masa remaja. Pada saat itu pergaulan
menentukan sikap/tingkah laku dari nilai yang dan seseorang. Pergaulan yang baik akan
menciptakan nilai yang baik dan sebaliknya. Kumpulan kepercayaan anak akan membentuk
sikap yang dapat mendorong untuk memiliki atau menolak sesuatu. Sikap-sikap yang
mengkristal pada diri anak akan menjadi nilai dan nilai tersebut akan berpengaruh pada
prilakunya.
Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang
dimilikinya, pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif manakala isu dan kebiasaan
teman itu positif pula, sebaliknya akan berdampak negatif bila sikap dan tabiat yang
ditampilkan memang buruk. Pertemanan yang paling berpengaruh timbul dari teman
sebabnya diantara mereka relatif terbuka dan intensitas pergaulannya relatif sering, baik
disekolah/kampus maupun dalam lingkungan masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian Abbas Asyyafah (1997) kebiasaan merokok lebih
banyak disebabkan karena pengaruh teman, sebabnya bukan sesuatu yang mustahil bila upaya
mencoba prilaku buruk lainnya disebabkan pula karena pengaruh teman sebaya.
Disisi lain banyak remaja yang menggadaikan harga diri untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi sekolah, terjadi karena pengaruh teman-temannya, atau karena pergaulan yang
terlalu bebas. Jika kita kembali melihat fenomena ini, ada banyak penyebab yang melatar
belakangi terjadinya segala tindakan moral dikalangan remaja akibat dari pengaruh teman-
temannya sendiri sehingga terjadi krisis moral dikalangan remaja.
Pengaruh dari teman juga berperan dalam terwujudnya suatu nilai. Teman atau
orang terdekat biasanya memiliki suatu paham dan sifat yang hampir sama satu sama lainnya.
13
Dalam pertemanan biasanya mudah untuk saling memahami dan memberikan penanaman
suatu paham ke teman lainnya dan orang tersebut akan menganggap suatu paham yang
ditanam padanya adalah benar. Ini dikarenakan dalam pertemanan mereka akan saling
mempercayai satu sama lainnya. Misalnya : si A berjalan didepan orang yang lebih tua yang
sedang duduk tanpa member hormat (membungkuk sedikit), lalu teman terdekatnya yang
melihat itu mengatakan bahwa hal tersebut tidak baik untuk dilakukan dan merupakan hal
yang tidak sopan. Seharusnya kita melewati orang yang lebih tua, sebaiknya membungkuk
sedikit (member hormat kepada yang lebih tua). Sehingga setelah diberikan pemahaman, si A
mengerti dam melakukan apa yang dikatakan temannya tersebut. Pada masa remaja,
seseorang akan lebih percaya atau memiliki hubungan yang lebih dekat dengan temannya
dibandingkan hubungan dengan keluarganya. Mereka lebih sering bersosialisai dengan
temannya sehingga penanaman nilai akan mudah terserap dan ditanam pada diri remaja
tersebut.
Dari beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan moral bagi
seseorang sangat penting, karena dengan pembinaan seseorang akan mengetahui tentang
yang baik dan buruk, tentang sikap benar dan salah sehingga akhir menjadi suatu kebiasaan
yang kemudian menjadi nilai-nilai yang dihargai dan diyakini karena bermakna dalam hidup,
selain itu pembinaan moral juga bertujuan untuk membina akhlak budi pekerti yang baik bagi
setiap manusia.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain. Moral merupakan gambaran dari tidakan yang dilakukan oleh seorang individu,
dimana tindakan tersebut dinilai baik atau buruk yang bertujuan mengendalikan tingkah laku
seseorang. Dalam perkembangan moral terdapat tiga teori, yaitu Teori Kohlberg, Teori Piaget
Teori Kohlberg, teori ini lebih mementingkan orientasinya untuk mengungkapkan
moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam
arti perbuatan nyata.
Teori Piaget, teori ini lebih melibatkan prinsip-prinsip dan proses-proses yang sama
dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teori perkembangan intelektual. Seperti
yang digambarkan melalui permainan. 3.
Sedangkan Menurut Lawrence Kohlberg. Tahapan perkembangan moral adalah
ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya.Menurut Kohlberg ada 6 tahapan perkembangan moral yang dapat teridentifikasi,
hal ini didasarkan pada teorinya yang berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan
dasar dari perilaku etis,. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring
penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas
berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini,
dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan
dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan walaupun ada dialog
yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
3.2 Saran
Sebagai seorang konselor kita seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan
moral pada anak sehingga kita dapat mengupayakan pengembangan moral. Contoh dari
upaya-upaya pengembangan moral adalah menciptakan komunikasi yang baik sehingga anak-
anak harus dirangsang menjadi lebih aktif, menciptakan iklim lingkungan yang serasi dan
mendorong perilaku dan pengembangan moral di dalam kelas.
15
Daftar Pustaka
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Trisusilaningsih, E. (2009). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Moral Anak.
Laporan Penelitian.
Mardiya.wordpress.com Widayanti, S.Y.M dan Iryani, S.W. (2005). Pengaruh Pola Asuh Orangtua
terhadap Kenakalan Anak B2P3KS, Yogyakarta
https://docs.google.com/document/d/1wgIafjSRBeFkwfn9lPmSQFg9COL
6hhTaC0u_1oIWVSM/edit?pli=1
http://www.academia.edu/7423229/MAKALAH_PSIKOLOGI_PERKEMBAN
GAN_Perkembangan_Moral
http://crhiry.blogspot.com/2013/09/contoh-makalah-perkembangan-
moral-pada.html
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3982/A13.pdf?sequence=1
16