Mustafa,MA
Kesadaran beragama meliputi rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan,
keimanan, sikap, dan tingkah laku keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental
dari kepribadian. Keadaan ini dapat dilihat melalui sikap keberagamaan yang
terdefernisasi yang baik, motivasi kehidupan beragama yang dinamis, pandangan
hiduup yang komprehansif, semangat pencarian dan pengabdiannya kepada Tuhan,
juga melalui pelaksanaan ajaran agama yang konsisten, misalnya dalam melaksanakan
shalat, puasa, dan sebagainya.
Dalam ajaran agama Islam, bahwa kebutuhan terhadap agama disebabkan
manusia sebagai makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang
dibawa sejak lahir. Salah satu fitrah tersebut adalah kecenderungan terhadap agama.
Salah satu fitrah inilah, bahwa manu sia meneria Allah sebagai Tuhan dengan kata
lain, manusia itu adalah dari asal mempunyai kecenderungan beragama, sebab agama
itu sebagian dari fitrah-Nya.
Dengan demikian, anak yang baru lahir sudah memiliki potensi untuk menjadi
manusia yang ber-Tuhan. Fiman Allah SWT dalam Q.S. Al-Rum 30, yang artinya:
َ َالنهاس ف
ْط َْر الهتي اللَِّْ ه فط َرتَْ َحنيفًا ينْ للدْ َوج َهكَْ فَأقَ ِم َْ ل لََِْ َعلَي َها
َْ القَي ينْ الدْ ذََِ ِلكَْ اللَِّْ ه لخَلقْ تَبدي
ْ يَعلَمونَْ لََِْ النهاسْ أَكثَ َْر ن ه م َو َلَِ ك. Artinya:“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama (Allah). Tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrahnya”ْ(Q.S. Al-Rum ayat 30)
Manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena
manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang
maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Hal semacam ini
terjadi pada masyrakat moderen, maupun masyarakat primitif. Dari segi ilmu jiwa
Agama, dapat dikatakan bahwa perubahan jiwa agama pada orang dewasa bukanlah
suatu hal yang terjadi secara kebetulan saja, dan tidak pula merupakan pertumbuahan
yang wajar, akan tetapi adalah suatu kejadian yang didahului oleh suatu proses dan
kondisi yang dapat diteliti dan dipelajari. Beragama bagi orang dewasa sudah
merupakan sikap hidup dan bukan sekadar ikut-ikutan.
Komitmen Beragama pada Muallaf (Studi Kasus pada Muallaf Usia Dewasa)
Oleh Titian Hakiki Rudi Cahyono Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Surabaya.Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 4 No. 1 April 2015
Salah satu kasus dugaan penyebaran paham ateisme yang tercatat adalah seperti
yang dilakukan seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Dharmasraya, Alexander Aan (30).
sebagaimana kami kutip dari laman resmi Komnas HAM, Alexander ditahan atas
tuduhan penistaan agama (Pasal 156 KUHP). Sebelumnya, Alexander mengaku
sebagai ateis dalam sebuah akun Facebook yangْ diberiْ namaْ “Atheisْ Minang”,ْ
dan akun tersebut ternyata meresahkan masyarakat. Kapolres Dharmasraya,
Komisaris Besar Polisi Chairul Aziz mengatakan bahwa setelah menginterogasi
Alexander, dia tidak melakukan pelanggaran apapun dengan Alexander menjadi
ateis.
Agama kita memang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk beriman dan
tidak beriman. Tapi, dalam saat yang sama, Agama kita juga memberikan penolakan
keras terhadap ajaran-ajaran yang mengingkari keberadaan Tuhan. Dan dua hal itu,
menurut saya, tidak perlu dicampuradukkan. Jaminan kebebasan beragama satu hal,
penolakan terhadap ajaran yang anti-agama adalah hal lain. Orang beragama dan
beriman sudah pasti akan menolak ateisme. Kalau dia menerima, kemungkinannya ada
dua. Bisa jadi ada yang salah dengan keimanan yang bersangkutan, atau bisa jadi yang
bersangkutan sudah menjadi Ateis secara diam-diam.