Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN OBSERVASI

“Pola Asuh Orangtua Tunggal Berhasil Menciptakan


Anak Mandiri dan Religius”
Bersama: Ibu Mimih dan Chika Hisnatu Zahro

Mata Kuliah : Pemberdayaan Keluarga


Dosen Pengampu : Dr. Puji Hadiyanti, M.Si

Disusun Oleh:
Ai Herdiani (1104617007)

PENDIDIKAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamulaiakum Wr.Wb
Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Alloh SWT, Alhamdulillah berkat
rahmat dan hidayah-Nya saya diberikan kelancaran dalam melaksanakan kegiatan observasi dan
penyusunan laporan ini dengan baik dan tepat waktu.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
terlaksananya laporan ini, diantaranya:
1. Ibu Dr. Puji Hadiyanti, M.Si selaku dosen mata kuliah pemberdayaan keluarga.
2. Ibu Mimih selaku narasumber atau responden utama.
3. Chika Hisnatu Zahro selaku narasumber dan anak dari responden utama.
Besar harapan saya, semoga laporan observasi mengenai pola asuh seorang single parent
ini dapat memberikan banyak manfaat khususnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
hal ini dan umumnya bermanfaat bagi pembaca.
Saya menyadari dalam penyusunan laporan obervasi ini terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan laporan ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, 20 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................... v
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
D. Manfaat ................................................................................................................................ 2
BAB II............................................................................................................................................. 3
KAJIAN PUSTAKA ....................................................................................................................... 3
A. Single Family (Orangtua Tunggal) ...................................................................................... 3
B. Pola Asuh Anak ................................................................................................................... 4
BAB III ........................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 7
A. Profil Keluarga ..................................................................................................................... 7
B. Analisis Hasil Observasi ...................................................................................................... 7
1. Hasil Observasi ................................................................................................................ 7
2. Analis Hasil Observasi dengan Kajian Pustaka ............................................................... 9
BAB IV ......................................................................................................................................... 11
PENUTUP..................................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 11
B. Saran .................................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 13
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 14
A. Dokumentasi ...................................................................................................................... 14
B. Instrumen Observasi .......................................................................................................... 14
1. Lembar Observasi .......................................................................................................... 14
2. Pedoman Wawancara ..................................................................................................... 16
3. Angket/Kuesioner........................................................................................................... 17

iii
C. Catatan Lapangan............................................................................................................... 18

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengisian Kuesioner Dengan Responden..................................................................

v
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan satuan terkecil yang ada dalam masyarakat. Segala hal yang
ditunjukkan dalam kehidupan bermasyarakat berawal dari kebiasaan dalam keluarga.
Keluarga juga membentuk kepribadian pada diri anak terutama dalam bersosialisasi
dengan sesama. Segala sesuatu yang ada didalam keluarga menciptakan suatu hal yang
bermakna dalam diri anak.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memegang peranan penting dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih lanjut diharapkan mengurangi
timbulnya masalah-masalah sosial (Gunarsa & Gunarsa, 1993, p. 209).
Sebuah keluarga yang lengkap terdiri atas suami, istri dan anak. Keluarga yang baik
mampu memberikan pola pengasuhan anak yang tepat dan terbaik pula. Pola asuh ini
mempengaruhi kehidupan bersosialisasi dan kemandirian seorang anak. Pola asuh itu dapat
diterapkan baik oleh keluarga yang lengkap maupun oleh seorang single parent atau
orangtua tunggal.
Pengalaman berinteraksi dalam keluarga akan menentukan pola tingkah laku anak
terhadap orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh hal yang dialami oleh
seorang single parent yang harus mengatur waktu dan waktu untuk anak yang berkurang
sehingga anak terkadang merasa memiliki kebebasan karena tidak diawasi oleh orangtua.
Dalam lingkungan keluarga, penerapan pola asuh tidak selamanya dilakukan oleh
kedua orangtua. Beberapa anak diasuh hanya oleh ibu dan bahkan hanya oleh ayah. Adanya
perceraian atau kematian dari salah satu pasangan dalam keluarga tidak jarang membawa
suatu akibat yang cukup besar pada kehidupan keluarga. Akibat tersebut antara lain adanya
perubahan peran dan beban tugas yang harus ditanggung oleh salah satu orang tua untuk
mengasuh anak. Bila pada keluarga lengkap, ayah dan ibu atau suami-istri bersama-sama
mengembangkan aturan dan nilai standar untuk diajarkan pada anak, maka pada keluarga
tak lengkap hanya ayah atau ibu saja yang bertugas sebagai pendidik.
Menjadi orangtua tunggal bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi jika posisi kita
adalah sebagai seorang ibu yang harus merangkap menjadi ayah bagi anak dan kepala
keluarga. Oleh karena itu, tidak jarang orangtua tunggal gagal dalam mendidik seorang
anak karena penerapan pola asuh yang kurang tepat. Namun, tidak jarang juga ada orangtua
tunggal yang berhasil menciptakan kepribadian anak yang baik meskipun sendirian.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana konsep dasar keluarga?
2. Apa konsep dasar dari Single family?
3. Bagaimana bentuk-bentuk pola asuh yang diterapkan orangtua terhadap anak?
4. Bagaimana pemilihan pola asuh anak yang tepat diterapkan oleh seorang single
parent?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum kegiatan obervasi ini untuk mengetahui pola asuh yang tepat
diterapkan oleh seorang single parent.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar keluarga dan single family.
b. Mengetahui pola asuh anak dalam keluarga.
c. Memotivasi para single parent untuk memilih pola asuh yang tepat untuk
menciptakan anak mandiri dan religius.

D. Manfaat
1. Manfaat Secara Teoritis
Semoga laporan observasi ini mampu menuntaskan nilai ujian tengah semester (UTS)
mata kuliah pemberdayaan keluarga dan memberikan manfaat bagi pihak kampus
dalam menjadikan acuan penelitian.
2. Manfaat Secara Praktis
Laporan obervasi ini semoga menjadi motivasi para single parent dalam memilih pola
asuh anak dengan tepat berdasarkan pada suksesnya narasumber dalam menciptakan
anak mandiri dan religius.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Single Family (Orangtua Tunggal)


Keluarga merupakan individu yang berinteraksi dengan subsistem yang berbeda
yaitu bersifat dyadic yang melibatkan dua orang dan polyadic yang melibatkan lebih dari
dua orang (Santrock, 2007, p. 158). Subsistem ini mempunyai pengaruh langsung maupun
tidak langsung terhadap satu sama lainnya. Hubungan pengaruh yang positif bisa
berpengaruh positif pada pengasuhan. Definisi keluarga menurut Eichler’s (1988) adalah:
A family is a social group that may or may not include one or more children (e.g.’
childless couples), who may or may not have been born in their wedlock (e.g.’ adopted
children, or children by one adulth partner of a previous union). The relationship of The
adults may or may not have its origin in marriage (e.g.’ common-law couples); they may
or may not occupy The same residence (e.g.’ commuting couples). The adults may or may
not cohabit sexually, and The relationship may or may not involve such socially patterned
feelings as love, attraction, piety and awe. (Collins, Jordan, & Coleman, 2010, p. 28).
Menurut Mubarak (2009) keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu
yang terikat oleh hubungan perkawinan, hubungan darah, ataupun adopsi, dan setiap
anggota keluarga saling berinteraksi satu dengan lainnya. Sedangkan menurut UU No. 52
Tahun 2009, mendifinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Wirdhana et al.,
2012).
Fungsi keluarga adalah ukuran dari bagaimana sebuah keluarga beroperasi sebagai
unit dan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain. Hal ini mencerminkan
gaya pengasuhan, konflik keluarga, dan kualitas hubungan keluarga. Fungsi keluarga
mempengaruhi kapasitas kesehatan dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga (Families,
2010).
Sebuah keluarga terbentuk berdasarkan adanya pernikahan. Pernikahan ini
menghasilkan sebuah keluarga, akan tetapi tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar.
Tidak jarang juga ada pernikahan yang harus berpisah karena perceraian ataupun kematian
pasangannya. Jika hal itu terjadi tentu akan ada peran orangtua tunggal atau single parent.
Single Parent dalam kamus Oxford yaitu “a person who takes care of their child or
children without husband, wife or partner” (seseorang yang menjaga anak-anaknya tanpa
suami, istri atau rekan). Single berarti “bujang atau tak beristri/bersuami.” Sedangkan
parent berarti “orang tua (ayah/ibu).” Jadi single parent artinya orang tua yang sendiri.
“Single Parent Families yaitu keluarga yang orang tuanya hanya terdiri dari ibu atau ayah
yang bertanggungjawab mengurus anak setelah perceraian, mati atau kelahiran anak diluar
nikah.”

3
Menurut (Santrock, 2012) ada dua macam orangtua tunggal yaitu orangtua tunggal
ibu dan orangtua tunggal ayah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kematian, perceraian,
status perkawinan yang tidak jelas, dan mengadopsi anak. Lebih lanjut di jelaskan oleh
Naf’ah (2014) yang mengatakan bahwa selama ini di dalam sebuah ikatan pernikahan pasti
terdapat hal-hal yang tidak sesuai harapan, karena tidak semua pasangan menikah mampu
bersama sampai akhir hayat.Penyebab berakhirnya ikatan pernikahan terjadi karena dua
hal, yakni perceraian (cerai hidup) atau kematian pasangan (cerai mati). Secara istilah
mereka di sebut sebagai janda (wanita) dan duda (pria).
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa orangtua
tunggal adalah ayah atau ibu yang harus berperan ganda dalam mendidik anak. Hal ini bisa
terjadi karena perceraian atau kematian.
B. Pola Asuh Anak
Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk
(struktur yang tetap), sedangkan kata asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik
anak agar dapat berdiri sendiri.
Menurut Petranto (Suarsini, 2013) pola asuh orang tua merupakan pola perilaku
yang diterapkan pada anak bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini
dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Pola asuh yang ditanamkan tiap
keluarga berbeda, hal ini tergantung pandangan dari tiap orang tua. Gunarsa (2002)
mengatakan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua
terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif.
Pola asuh merupakan hal yang fundamental dalam pembentukan karakter. Teladan
sikap orang tua sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak-anak karena anak -anak
melakukan modeling dan imitasi dari lingkungan terdekatnya. Keterbukaan antara orang
tua dan anak menjadi hal penting agar dapat menghindarkan anak dari pengaruh negatif
yang ada di luar lingkungan keluarga. Orang tua perlu membantu anak dalam
mendisiplinkan diri (Sochib, 2000).
Pola asuh setiap keluarga baik keluarga lengkap maupun orangtua tunggal akan
berbeda-beda. Menurut Hurlock (1999) pola asuh orang tua terhadap anaknya terbagi
dalam tiga macam yaitu:
1. Pola Asuh Permissif
Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam
berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang ingin
di lakukan tanpa mempertanyakan. Pola asuh ini tidak menggunakan aturan-aturan
yang ketat bahkan bimbinganpun kurang diberikan, sehingga tidak ada pengendalian
atau pengontrolan serta tuntutan kepada anak. Kebebasan diberikan penuh dan anak
diijinkan untuk member keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa pertimbangan orang tua
dan berperilaku menurut apa yang diinginkannya tanpa ada kontrol dari orang tua.

4
Gunarsa (2002) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh
permissif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan
tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai
pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak.
Prasetya (Anisa, 2005) menjelaskan bahwa pola asuh permissif atau biasa disebut
pola asuh penelantar yaitu di mana orang tua lebih memprioritaskan kepentingannya
sendiri, perkembangan kepribadian anak terabaikan, dan orang tua tidak mengetahui
apa dan bagaimana kegiatan anak sehari-harinya.
Pada pola asuh ini, orangtua tidak memikirkan urusan anaknya dan cenderung tidak
peduli terhadap anaknya hal ini bisa terjadi karena orangtua lebih sibuk dan terlalu
mementingkan kebutuhannya sendiri dari pada anaknya. Pola asuh ini merupakan pola
asuh yang kurang baik diterapkan terutama pada anak-anak di usia sekolah terutama di
usia-usia remaja yang sangat rawan akan kenakalan remaja.
Pola asuh permisif memberikan dampak negatif pada perilaku anak baik di luar
rumah maupun di dalam rumah. Karena tidak adanya suatu kontrol yang kuat pada anak
dan sering memanjakan sehingga anak sewenang-wenang melakukan sesuatu tanpa
berpikir bahwa itu adalah buruk.
Dampak dari pola pengasuhan ini adalah anak lebih rawan terkait dengan masalah
kenakalan remaja. Namun bila anak mampu menggunakan kebebasan secara
bertanggung jawab, maka dapat menjadi seorang yang mandiri, kreatif, dan mampu
mewujudkan aktualitasnya.
2. Pola Asuh Otoriter
Menurut Gunarsa (2002), pola asuh otoriter yaitu pola asuh di mana orang tua
menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan
pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum.
Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak,
inisiatif dan aktivitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi tidak percaya diri
pada kemampuannya. Senada dengan Hurlock, Dariyo (Anisa, 2005), menyebutkan
bahwa anak yang dididik dalam pola asuh otoriter, cenderung memiliki kedisiplinan
dan kepatuhan yang semu.
Menurut Baumrind, pola asuh ini menekankan anak untuk selalu mengikuti apapun
perintah yang diberikan orangtua tanpa memberi kesempatan anak untuk bertanya,
bahkan orangtua akan memberi hukuman kepada anak apabila anak melanggar
perintah. Hubungan anak dan orangtua senantiasa kurang akrab dan harmonis, anak
senantiasa menutup diri, memiliki rasa percaya diri yang rendah bahkan anak jarang
berkomunikasi dengan orang lain atau teman sebayanya.
Pola asuh otoriter menjadikan anak merasa terkekang, kurang bebas dan terkadang
kurang percaya diri, tetapi pola asuh ini akan membentuk anak yang patuh, sopan dan
rajin mengerjakan pekerjaan.
Orang tua menerapkan pola asuh ini ketika berinteraksi dengan anak, orang tua
memberikan arahan kepada anak dengan tegas tanpa adanya perlawanan dari anak itu
sendiri, namun apabila arahan yang diberikan positif maka akan berdampak baik

5
kepada anak dan apabila arahan yang diberikan bersipat negatif maka akan berdampak
buruk bagi anak dalam pergaulannya sehari-hari.
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh paling bahaya, dimana semua keinginan
orang tua harus dituruti oleh anak tanpa pengecualian. Biasanya orangtua menerapkan
pola asuh otoriter ini pada saat anak-anak tinggal atau dihadapi pada situasi yang
membawa dampak buruk terhadap anak.
3. Pola Asuh Demokratis
Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa dalam menanamkan disiplin kepada anak,
orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan dan menghargai
kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak
dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan
pendapat anak tidak sesuai.
Pola asuh demokrasi merupakan pola asuh yang paling baik. Dimana orang tua
bersikap friendly dan anak bebas mengemukakan pendapatnya, disini orang tua lebih
mau mendengar keluhan dari anaknya, mau memberikan masukan. Dalam pola asuhan
ini, orang tua memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu untuk
mengendalikan mereka bersikap rasional dan bersikap realistis terhadap kemampuan
anak, tidak berharap lebih yang melampaui kemampuan anak, hukuman yang diberikan
tidak pernah kasar serta pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Dalam pola asuh ini, anak memiliki rasa tanggung jawab sebagai anggota keluarga,
dan mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada. Dariyo (Anisa, 2005)
mengatakan bahwa pola asuh demokratis ini memiliki dampat negatifnya, di mana anak
cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, karena segala sesuatu itu harus
dipertimbangkan oleh anak kepada orang tua.
4. Pola Asuh Pengabaian
Pola asuh pengabaian ini merupakan bentuk ketidakpeduliaan dari orangtua.
Mereka tidak mendidik dan mengasuh anak secara langsung, semuanya akan dilakukan
oleh perantara orang ketiga baik itu babysitter maupun mertua.
Orang tua tipe ini seringkali adalah mereka yang sibuk dan fokus mengejar karier
serta tidak memiliki banyak waktu luang untuk anak dan keluarga. Anak yang tumbuh
dalam pola asuh ini akan merasa kehilangan kasih sayang.
Anak-anak dari pola asuh ini terpaksa meraba-raba mengenai hal apa yang mesti
dilakukan dan justru menyebabkan anak dalam pola asuh ini cenderung lebih dekat
dengan orang yang mengasuhnya dari pada orangtua sendiri.
Dalam praktiknya di masyarakat, tidak digunakan pola asuh yang tunggal, dalam
kenyataan ketiga pola asuh tersebut digunakan secara bersamaan di dalam mendidik,
membimbing, dan mengarahkan anaknya, adakalanya orang tua menerapkan pola asuh
otoriter, demokratis dan permissive atau bahkan pengabaian. Dengan demikian, secara
tidak langsung tidak ada jenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga, tetapi
orang tua cenderung menggunakan keempat pola asuh tersebut.

6
BAB III

PEMBAHASAN
A. Profil Keluarga
1. Profil Ibu sebagai Orangtua Tunggal
a. Nama Lengkap : Mimih
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Usia : 42 Tahun
d. Alamat : Jl. H. Marjuki RT 005 RW 03 Kelurahan
Kebon Jeruk, Kec. Kebon Jeruk,
JakartaBarat
e. Kedudukan dalam keluarga : Ibu/Istri
f. Pendidikan Terakhir : SMA/SMK/MA/Sederajat
g. Usia Anda saat menikah : 29 Tahun
h. Lama menjadi orangtua tunggal : 4 Tahun
i. Jumlah Anak : Satu orang
2. Profil Anak
a. Nama Lengkap : Chika Hisnatu Zahro
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Usia : 12 Tahun
d. Kedudukan dalam keluarga : Anak
e. Pendidikan Terakhir : SD/MI/Sederajat
f. Kelas : 7 (Tujuh) SMP
B. Analisis Hasil Observasi
1. Hasil Observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2019 di Pesantren An-
Nida, Kota Bekasi, Jawa Barat. Responden terdiri atas dua orang yaitu ibu dan anak.
Responden pertama bernama Ibu Mimih yang merupakan orangtua tunggal dari Chika
Hisnatu Zahro. Chika telah menjadi anak yatim sejak kelas empat Sekolah Dasar.
Bukan suatu hal yang mudah bagi kedua wanita ini untuk menjalani kehidupan berdua
tetapi karena pemilihan pola asuh yang tepat akhirnya Ibu Mimih berhasil menjadikan
Chika remaja yang mandiri.
Instrument yang digunakan dalam kegiatan observasi ini menggunakan dua
instrument. Pertama melalui wawancara dengan Ibu Mimih, hal ini dilakukan untuk
memperoleh informasi lebih mendalam. Instrument selanjutnya adalah angket yang di
gunakan untuk Chika Hisnatu Zahro selaku anak dari Ibu Mimih, instrument ini
digunakan untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan Ibunya berdasarkan apa yang
dialami anak.
Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Mimih selaku Ibu
Tunggal dari Chika Hisnatu Zahro. Usia Chika saat ini 12 tahun. Masalah yang
dihadapi dalam mendidik Chika diakui Bu Mimih terkait dengan susahnya
pengontrolan terhadap Chika karena jarak yang jauh. Meskipun sebagai orangtua

7
tunggal, ibu Mimih memberikan pendidikan terbaik untuk Chika guna memenuhi
kewajibannya untuk memberikan pendidikan kepada anak. Selain itu Ibu Mimih juga
menjadi pencari nafkah dengan bekerja disalah satu BUMN di Jakarta. Dalam
mendukung pemenuhan kewajiban pendidikan kepada anak ini, biasanya setiap gajihan
selalu menyisihkan uang untuk iuran sekolah dan kebutuhan sehari-harinya selama di
Pesantren.
Berkaitan dengan penerapan pola asuh, Ibu Mimih memberikan Chika kebebasan
karena jika tidak diberikan kebebasan maka dia akan bergantung kepada Ibunya. Selain
itu, Ibu Mimih juga selalu melibatkan Chika dalam berdiskusi mengenai berbagai
macam masalah yang berkaitan dengan Chika.
Ibu Mimih juga tidak memungkiri bahwa terkadang selalu memarahi Chika
terhadap kesalahan yang dia lakukan yang sekiranya memang salah, karena yang
namanya anak harus di kontrol. Ibu Mimih juga tidak membatasi pergaulan Chika
untuk saat ini karena Chika berada di lingkungan pesantren jadi biar pesantren yang
membatasi. Kecuali kalau sedang berada di luar lingkungan sekolah dan pesantren pasti
dibatasi jangan sampai salah memilih teman.
Sebagai orangtua tunggal, Ibu Mimih selalu mengharapkan Chika dapat menjadi
perempuan yang lebih dari dirinya. Ibu Mimih juga selalu berusaha untuk memanjakan
Chika sesuai kemampuan yang dia miliki meskipun harus berusaha lebih kuat lagi. Ibu
Mimih juga selalu membuat peraturan meskipun hanya melalui nasihat dan ancaman
kecil, hal ini karena kalau tanpa diatur dia akan merasa bebas melakukan segala hal
terlebih diusia saat ini yang masih labil. Jika anak melakukan sebuah pelanggaran
terhadap peraturan yang dibuat biasanya Ibu Mimih memotong uang jajan Chika
selama satu bulan, hal ini untuk membuat Chika merasa jera.
Ibu Mimih harus menjadi Ibu sekaligus mencari nafkah, akan tetapi ditengah
kesibukannya selalu memiliki jadwal rutin untuk mengunjungi Chika yang berada di
Pesantren sebanyak 2 minggu sekali. Mengurus anak sendiri apalagi sebagai seorang
wanita telah membuatnya mampu mengatasi segala hal sendiri, tidak bergantung
kepada orang lain. Akan tetapi resikonya adalah segala sesuatu ditanggung sendiri yang
terkadang membuatnya merasa lelah terlebih jika Chika memiliki banyak keinginan.
Berdasarkan hasil wawancara juga ternyata tokoh yang menjadi inspirasi dalam
mendidik Chika adalah Ibunya sendiri, hal ini karena Ibu Mimihpun menjadi seorang
Yatim diusia yang terbilang masih muda.
Ibu Mimih juga merasa cara mengasuh Chika saat ini adalah tepat, karena pola
pendidikannya adalah di pesantren. Di Pesantren ada penerapan pola otoriter karena
untuk kemajuan dia, sedangkan dari pihak Ibu Mimih dia dituntut untuk menjadi lebih
mandiri dengan mengelola uang sedari kecil, dan melarang Chika untuk berpacaran.
Akan tetapi Ibu Mimih selalu berdiskusi terlebih dahulu jika ada hal yang berkaitan
dengan Chika.

8
Disaat melakukan wawancara terbuka dengen Ibunya, disisi lain saya memberikan
Chika Kuesioner untuk diisi, hal ini dilakukan untuk mempersingkat waktu juga.
Berikut ini adalah hasil pengisian kuesioner oleh Chika Hisnatu Zahro:
ALTERNATIF JAWABAN
NO DAFTAR PERNYATAAN Setuju Kadang- Tidak
kadang Setuju
1. Mamah banyak membuat aturan √
2. Mamah selalu mengatur pergaulan √
3. Mamah selalu menuntut saya untuk mengikuti √
apa yang dia inginkan
4. Melarang tidur diatas jam Sembilan √
5. Selalu memberikan apa yang saya inginkan √
6. Selalu mempunyai banyak waktu untuk bermain √
dan menemani saya belajar
7. Mamah menuntut saya untuk menjadi anak pintar √
8. Selalu berdiskusi bersama mengenai suatu √
masalah
9. Mamah selalu memberikan saya kebebasan √
melakukan hal yang saya sukai
10. Mamah menuntut saya untuk menjadi mandiri √
11. Mamah selalu marah jika saya keluar main √
12. Setiap hari mamah selalu meminta saya belajar √
13. Saya mudah marah terhadap mamah dan √
oranglain
14. Saya mendoakan kebahagiaan dan kemudahan √
rezeki mamah
15. Mamah selalu saya anggap sebagai pahlawan √
dalam hidup saya
Tabel 1: Hasil Pengisian Kuesioner Dengan Responden
2. Analis Hasil Observasi dengan Kajian Pustaka
Menurut Petranto (Suarsini, 2013) pola asuh orang tua merupakan pola perilaku
yang diterapkan pada anak bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku
ini dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Pola asuh yang ditanamkan
tiap keluarga berbeda, hal ini tergantung pandangan dari tiap orang tua.
Setiap orangtua memiliki pola asuh pilihan yang berbeda-beda yang menurutnya
tepat bagi anaknya, begitupun dengan Ibu Mimih yang telah menjadi orangtua tunggal
sejak anaknya duduk di Kelas empat Sekolah Dasar. Dilihat dari hasil pengamatan,
wawancara dan pendapat dari anaknya, Ibu Mimih cenderung menerapkan pola asuh
demokratis tetapi tidak dipungkiri juga ibu Mimih menggunakan pola asuh lainnya
seperti permissif, otoriter atau bahkan pengabaian.
Pola asuh demokratis ini menurut Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa dalam
menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis

9
memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan
yang penuh pengertian antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional
dan objektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai.
Dalam pola asuhan ini, orang tua memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi
tidak ragu-ragu untuk mengendalikan mereka bersikap rasional dan bersikap realistis
terhadap kemampuan anak, tidak berharap lebih yang melampaui kemampuan anak,
hukuman yang diberikan tidak pernah kasar serta pendekatannya kepada anak bersifat
hangat.
Melihat pada beberapa pernyataan tersebut, sesuai dengan pola asuh yang diterapkan
oleh Ibu Mimih, dimana ada saat wawancara dilakukan ibu Mimih mengakui bahwa anak
adalah prioritas utamanya saat ini dan Ibu Mimih juga tidak berharap anaknya dan selain itu
anak Ibu Mimih juga selalu dilibatkan dalam kegiatan diskusi serta memberikan pendapat
yang menyangkut dirinya.

Pola asuh demokratis juga memungkinkan orangtua dan anak saling menyesuaikan diri
dengan berbagai keadaan. Pola asuh demokratis ini memprioritaskan kepentingan anak tetapi
tidak sungkan untuk memberikan pengendalian kepada anak dalam bertindak.

10
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola asuh merupakan suatu cara yang diterapkan oleh orangtua untuk mendidik
atau mengasuh anaknya yang bersifat relatif dan konsisten. Pola asuh yang biasa diterapkan
ada empat pola asuh yaitu pola asuh otoriter, demokrasi, permissif dan pengabaian.
Pola asuh otoriter ini cenderung tegas atau anak dituntut untuk mengikuti apa yang
dikatakan oleh orangtua. Pola asuh demokrasi adalah pola asuh yang cenderung
memberikan anak kebebasan untuk melakukan berbagai hal yang disukai selian itu dalam
pola asuh demokratis, anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan khususnya yang
menyangkut dirinya. Selanjutnya pola asuh permissif serig juga dimaknai sebagai pola
asuh yang longgar atau orangtua terlalu memanjakan anaknya dan terlalu sayang terhadap
anaknya. Pola asuh permissif ini menyebabkan anak bergantung kepada orangtua. Terakhir
adalah pola asuh pengabaian, pada pola asuh ini orangtua cenderung tidak peduli terhadap
anaknya. Hal ini disebabkan karena orangtua terlalu fokus mengejar karier dan anak
dititipkan kepada babby sitter atau mertua. Pola asuh pengabaian ini dapat menyebabkan
anak tidak dekat dengan orangtua atau bahkan lebih dekat dengan pengasuhnya dia.
Pada realitasnya, orangtua cenderung menggunakan semua pola asuh disituasi-
situasi tertentu, dalam arti lain pola asuh yang diterapkan lebih kepada pola asuh
situasional, hal ini karena semua pola asuh dapat dinilai baik disebuah situasi tertentu.
Pemilihan pola asuh juga harus tepat jangan sampai membuat anak menjadi jauh dari
orangtua, tidak nyaman di rumah atau hal buruk lainnya.
Keterlibatan orangtua dalam mengasuh atau mendidik anak akan berdampak juga
pada kepribadian anak. Pemilihan pola asuh yang tepat akan mempermudah orangtua dan
anak mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya dengan mengirimkan anak ke pesantren
dan meminta pesantren yang mengurus anak bukan berarti tidak peduli meskpun
pengasuhan diberikan kepada pihak ketiga, tetapi itu cara agar anak mampu lebih mandiri
dan religius.

11
B. Saran
Menjadi orangtua tunggal bukanlah suatu hal yang mudah, entah itu yang menjadi ibu
tunggal atau ayah tunggal. Tidak semua orangtua tunggal yang mampu berhasil mendidik
dan memberikan pengasuhan yang tepat kepada anaknya, namun tidak jarang juga ada
orangtua tunggal yang hebat memberikan pengasuhan sampai anaknya sukses.
Di Indonesia sendiri banyak anak-anak yang sukses meskipun dalam asuhan orangtua
tunggal terutama dalam asuhan seorang ibu. Menjadi orangtua tunggal bagi seorang ibu
bukanlah hal yang mudah karena selain mampu membimbing anak, mendidik anak juga
harus mampu memenuhi kebutuhan anak mulai dari pendidikan dan kesehariannya dalam
artian lain seorang ibu yang menjadi orangtua tunggal harus mampu mencari penghasilan
sendiri.
Oleh karena itu, tidak jarang orangtua tunggal memilih menyerahkan pengasuhan anaknya
melalui sistem pendidikan asrama atau pesantren, hal ini untuk melatih anak mandiri,
religious dan pandai dalam pendidikan. Sebagai orangtua tunggal harus mampu memilih
pola asuh yang sesuai dengan situasi anak. Pola asuh yang tepat diberikan oleh orangtua
baik orangtua tunggal maupun bukan akan membawa dampak yang signifikan bagi
perkembangan seorang anak.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, Rabiatul. 2017. Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak
(Studi Pada Masyarakat Dayak Di Kecamatan Halong Kabupaten Balangan). Volume: 7. Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan. Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/121261-Id-Pola-
Asuh-Orang-Tua-Dan-Implikasinya-Ter.Pdf. Diakses Pada Tanggal 20 Oktober 2019
Husaini. 2017. Http://Eprints.Ums.Ac.Id/50669/5/Skripsi%20bab%20ii.Pdf. Diakses Pada
Tanggal 20 Oktober 2019
Juhardin, H. Jamaluddin Hos, Dan Hj. Suharty Roslan. Dampak Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Perilaku Anak (Studi Di Desa Amberi Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe).
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/245945-None-C9988725.Pdf. Diakses Pada 20
Oktober 2019
Setawan, Harjanto, Heri. 2014. Pola Pengasuhan Keluarga Dalam Proses Perkembangan Anak.
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/52850-Id-Pola-Pengasuhan-Keluarga-Dalam-
Proses-Pe.Pdf Diakses Pada Tanggal 19 Oktober 2019.
Shoimah, Hidayatus, Rizqi. 2018. Problematika Pengasuhan Single Parent (Orangtua Tunggal)
Dalam Pendidikan Moral Keagamaan Bagi Anak Di Keluarga (Studi Kasus Desa Kauman
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati). Http://Eprints.Walisongo.Ac.Id/8352/1/133111067.Pdf.
Diakses Pada 20 Oktober 2019

13
LAMPIRAN
A. Dokumentasi

B. Instrumen Observasi
1. Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI
POLA ASUH ORANGTUA TUNGGAL
Nama Keluarga : Mimih
Hari/Tanggal : Minggu, 20 Oktober 2019
Petunjuk :
A. Isilah kolom nilai sesuai pedoman penilaian berikut:
5 : Jika semua deskriptor muncul
4 : Jika tiga deskriptor muncul
3 : Jika dua deskriptor muncul
2 : Jika satu deskriptor muncul
1 : Jika tidak ada deskriptor muncul
B. Berilah tanda (√) pada setiap skor yang dinilai paling tepat sesuai dengan pedoman!
NO Indikator Deskriptor SKOR Total
1 2 3 4 5 Skor
1. Profil Keluarga a. Nama Lengkap 5
b. Alamat
c. Usia
d. Jenis Kelamin √
e. Lama menikah

14
f. Jumlah Anak
g. Kedudukan dalam
keluarga
2. Penerapan Pola a. Orangtua membatasi √ 2
asuh Otoriter pergaulan anak.
b. Adanya peraturan yang
ketat.
c. Adanya hukuman jika
anak tidak patuh
terhadap perintah
orangtua
d. Saat merasa kecewa
orangtua akan berteriak
kepada anak
e. Tidak melibatkan anak
dalam membuat
keputusan
3. Penerapan Pola a. Anak terlibat dalam √ 5
Asuh Demokratis diskusi.
b. Anak diberi kebebasan
untuk melakukan hal
yang dia sukai
c. Memberikan penjelasan
tentang dampak
perbuatan baik dan
buruk
d. Menghargai setiap
keberhasilan yang
diperoleh anak
e. Responsive terhadap
kemampuan anak
4. Penerapan Pola a. Tidak adanya aturan √ 2
Asuh Permissif yang konsisten
b. Orangtua terlalu
memanjakan anak
c. Seringkali tampak lebih
seperti teman dari pada
orangtua
d. Jarang menegakkan
hukuman atau
konsekuensi
e. Melihat anak seebagai
individu yang tidak
dapat melaksanakan
tanggung jawab sendiri

15
5. Penerapan Pola a. Pengasuhan dilibatkan √ 2
asuh pengabaian kepada pihak ketiga
atau pembiaran b. Tidak memiliki aturan
dan hukuman terhadap
anak
c. Anak diharapkan untuk
belajar dan memenuhi
kebutuhannya sendiri
d. Jarang ada komunikasi
antara anak dan orangtua
e. Orangtua terlalu sibuk
dan mementingkan
pekerjaannya

2. Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara Mengenai
“Pola Asuh Orangtua Tunggal”
A. Profil Anggota Keluarga
1. Nama Lengkap
2. Jenis Kelamin
3. Kedudukan dalam keluarga
4. Lama menikah
5. Pendidikan Terakhir
6. Usia Anda saat menikah
7. Lama menjadi orangtua tunggal
8. Jumlah Anak
B. Penerapan Pola Asuh Dalam Keluarga
1. Berapa usia anak anda saat ini?
2. Masalah yang dihadapi dalam mendidik dan mengasuh anak Anda saat ini?
3. Bagaimana cara Anda memenuhi kewajiban sebagai orangtua terhadap anak?
4. Apakah anda selalu memberikan kebebasan kepada anak dalam melakukan berbagai
hal?
5. Apakah Anda selalu melibatkan anak dalam berdiskusi berbagai masalah yang
menyangkut kepentingan anak?
6. Apakah anda pernah marah terhadap anak karena kesalahan yang dilakukannya?
7. Apakah anda pernah membatasi pergaulan anak?
8. Apakah anda selalu menuntut anak agar bisa seperti Anda?
9. Apakah anda tipe orang tua yang memanjakan anak?
10. Apakah anda selalu membuat peraturan untuk anak?
11. Apa yang akan anda lakukan jika anak melakukan kesalahan yang tidak sesuai
dengan peraturan yang telah dibuat?

16
12. Bagaimana cara anda mengatur waktu bersama anak ditengah kesibukan yang
dilakukan?
13. Apa suka dan duka yang anda rasakan selama menjadi orangtua tunggal?
14. Siapa inspirasi atau tokoh idola anda dalam mendidik dan mengasuh anak selama ini?
15. Apakah pola asuh yang saat ini anda terapkan sudah tepat bagi peningkatan
kemandirian anak?
3. Angket/Kuesioner

KUESIONER POLA ASUH “ORANGTUA TUNGGAL TERHADAP ANAK”


1. Nama Lengkap : Chika Hisnatu Zahro
2. Usia : 12 Tahun
3. Kelas : 7 (SMP)
Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah Pertanyaan di bawah ini dengan baik dan teliti!
2. Isilah dengan jawaban yang jujur!
3. Berilah tanda (√) pada jawaban yang Anda anggap sesuai!

ALTERNATIF JAWABAN
NO DAFTAR PERNYATAAN Setuju Kadang- Tidak
kadang Setuju
1. Mamah banyak membuat aturan
2. Mamah selalu mengatur pergaulan
3. Mamah selalu menuntut saya untuk mengikuti
apa yang dia inginkan
4. Melarang tidur diatas jam Sembilan
5. Selalu memberikan apa yang saya inginkan
6. Selalu mempunyai banyak waktu untuk bermain
dan menemani saya belajar
7. Mamah menuntut saya untuk menjadi anak pintar
8. Selalu berdiskusi bersama mengenai suatu
masalah
9. Mamah selalu memberikan saya kebebasan
melakukan hal yang saya sukai
10. Mamah menuntut saya untuk menjadi mandiri
11. Mamah selalu marah jika saya keluar main
12. Setiap hari mamah selalu meminta saya belajar
13. Saya mudah marah terhadap mamah dan
oranglain
14. Saya mendoakan kebahagiaan dan kemudahan
rezeki mamah
15. Mamah selalu saya anggap sebagai pahlawan
dalam hidup saya

17
Pesan Untuk Mamah :

C. Catatan Lapangan
Tanggal : 20 Oktober 2019
Waktu : 09.00 WIB -11.00 WIB
Deskripsi:
Pada saat saya melakukan kegiatan observasi kepada keluarga Ibu Mimih, saya
menemui beliau di Sebuah Pesantren di Kota Bekasi karena ingin menjenguk anaknya yang
menempuh pendidikan di Pesantren. Pada saat saya dan Ibu Mimih menemui anaknya di
Pesantren, kebetulan pada saat itu Chika baru selesai mandi dan mencuci pakaian. Suatu
hal yang bagus sepagi ini sudah selesai mencuci. Akan tetapi pada saat kami ke Toko optic
Chika merengek tanpa melihat kondisi keuangan Ibunya. Hal ini terjadi karena Chika
terlalu di manja ibunya sehingga saat ibunya menjenguk selalu meminta banyak hal.

18

Anda mungkin juga menyukai