Anda di halaman 1dari 25

Metodologi Pengembangan sosial emosional aud

MAKALAH

Nama Kelompok : Delima Tampubolon

Betarya Pakpahan

Yenni Silaban

Arini Fadillah

Kelas : C PG PAUD 2018

Mata Kuliah : Metodologi Pengembangan Sosial


emosional aud

Dosen Pengampu : Dra. Damaywaty Ray M.pd / Rizki


Rhamadani M.pd

FAKULTAS ILMU PENDDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat nya lah kami dapat menyelesaikan tugas ini makalah dengan judul
Konsep Perkembangan Sosial dalam hal pembelajaran bagi anak usia dini . Tentu
dengan sangat bangga kami sebagai penulis makalah mengucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah ini karena telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada kami.

Tentu juga kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna untuk itu lah penulis sangat berharap agar kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan sebagai penulis guna terbentuk nya tata cara
penulisan dan penyusunun sebuah makalah yang baik dan benar.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih .

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
BAB1.PENDAHULUAN.....................................................................................
.....
1.1.Latar Belakang..................................................................................................
1.2.Rumusan Masalah.............................................................................................
1..3.Manfaat Penulisan ...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Dari Perkembangan Sosial.............................................................
2.2. Pola Perilaku Sosial..........................................................................................
2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial.........................................
2.4. Pengembangan Aspek Sosial Sosial Secara Umum.........................................
2.5. Faktor Pendukung Perkembangan Sosial Emosional.......................................

BAB III PENUTUP


4.1 Kesimpulan ......................................................................................................
4.2 Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah seorang individu yang unik dengan segenap potensi yang
dimiliki. Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki
kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial,
anak harus belajar cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini
diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan
orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang
dewasa lainnya. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menjelaskan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada dalam
rentang usia 0 tahun yaitu sejak lahir sampai 6 tahun. Hurlock (1978:38)
mengemukakan bahwa anak usia prasekolah atau prakelompok disebut juga masa
kanak-kanak dini yaitu anak yang berumur 2-6 tahun. Pada masa ini anak
berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara
sosial.

Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa peka yaitu masa terjadinya
fungsi-fungsi pematangan fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang
diberikan oleh lingkungan. Masa ini adalah masa untuk meletakkan dasar pertama
dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional,
konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama (Yamin dan
Sabri Sanan, 2013:3). Usia dini merupakan masa yang sangat menentukan bagi
perkembangan dan pertumbuhan anak selanjutnya, mengingat masa ini merupakan
masa peka, dan masa keemasan dalam kehidupan anak. Untuk itu pemberian
rangsangan pendidikan, bimbingan dan perawata yang tepat akan membantu anak
untuk mengoptimalkan segenap lingkup aspek perkembangan anak.
Pendidikan anak usia dini berfungsi untuk membantu tumbuh kembang
anak, jasmani rohani agar berkembang sesuai potensinya. Mengingat pada masa
ini adalah masa keemasan bagi anak yang akan mempengaruhi periode
berikutnya. Pendidikan anak usia dini sebagaimana dalam Undang-undang No. 20
Tahun 2003 didefinisikan sebagai upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan memberi
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Early childhood education yang dikenal di Indonesia dengan istilah pendidikan
anak usia dini adalah pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak usia prasekolah
dengan tujuan agar anak dapat mengembangkan potensipotensinya sejak dini
sehingga mereka dapat berkembang secara wajar sebagai anak. PAUD menjadi
spesifik karena pada tahap ini diyakini bahwa anak sedang mengalami tahap
perkembangan fisik dan mental yang paling cepat termasuk di dalamnya aspek
sosial anak.

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan


sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi
satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Kematangan sosial
anak akan mengarahkan pada keberhasilan anak untuk lebih mandiri dan terampil
dalam mengembangkan hubungan sosialnya. Perkembangan sosial anak sangat
dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua di keluarga dan guru,
kepala sekolah serta tenaga kependidikan lain di sekolah dalam mengenalkan
berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat
atau mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagaimana menerapakan
norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kesiapan sosial emosional seorang anak merupakan faktor penting bagi


keberhasilan pengembangan anak usia prasekolah, keberhasilannya pada tahun-
tahun awal di sekolah (kelas satu dan dua sekolah dasar), serta keberhasilan anak
dikemudian hari. Hurlock (2000:261) mengungkapkan bahwa anak yang
mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik
dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah.
Pendidikan anak usia dini memiliki peran penting sebagai wahana dalam
mengoptimalkan tumbuh kembang anak yang mencakup aspek nilai agama dan
moral, fisik (motorik kasarhalus), sosial, emosional, kognitif, bahasa, dan seni.

Pertumbuhan anak usia dini akan mempengaruhi periode berikutnya yaitu


pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Penelitian ini ingin melihat
pengembangan anak usia dini secara maksimal dan tepat sasaran, sehingga
mampu mengembangkan semua lingkup aspek perkembangan anak termasuk
aspek sosial anak.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari perkembangan sosial?


2. Apa pola perilaku sosial?
3. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial?
4. Apa pengembangan aspek sosial sosial secara umum?
5. Apa faktor pendukung perkembangan sosial emosional?

1.3 Manfaat Pembahasan

1. Untuk memahami arti dari perkembangan sosial


2. Untuk memahami arti dari perilaku sosial
3. Untuk memahami faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial
4. Untuk memahami pengembangan aspek sosial secara umum
5. Untuk memahami faktor pendukung dalam perkembangan sosial
emosional
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL

Perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung secara bertahap


dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan sederhana menjadi kemampuan yang
lebih kompleks. Perkembangan merupakan proses perubahan atau peningkatan
sesuatu kearah yang komplek dan bersifat psikis. Perkembangan dan pertumbuhan
merupakan dua hal yang berbeda akan tetapi perkembangan berhubungan dengan
pertumbuhan. Hurlock (2000:250) mengatakan bahwa perkembangan sosial
adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut pendapat Allen dan Marotz (2010:31)
perkembangan sosial adalah area yang mencakup perasaan dan mengacu pada
perilaku dan respon individu terhadap hubungan mereka dengan individu lain.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Kematangan sosial anak
akan mengarahkan pada keberhasilan anak untuk lebih mandiri dan terampil
dalam mengembangkan hubungan sosialnya.

Perkembangan sosial anak sangat tergantung pada individu anak, peran


orang tua, lingkungan masyarakat dan termasuk Taman Kanak-kanak. Ada kaitan
erat antara keterampilan bergaul dengan masa bahagia dimasa kanak-kanak.
Kemampuan anak untuk menyessuaikan diri dengan lingkungan. Penerimaan
lingkungan serta pengalaman-pengalaman positif lain selama melakukan aktivitas
sosial merupakan modal dasar yang sangat penting untuk satu kehidupan sukses
dan menyenangkan dimasa yang akan datang, apa anak dipupuk dimasa kanak-
kanak akan mereka petik buahnya dimasa dewasa kelak. Perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma kelompok, moral,
dan tradisi: Meleburkan diri menjadi suatu kesatuan yang saling berkomunikasi
dan bekerjasama. Perkembangan sosial di lingkungan keluarga juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: Status keluarga, keutuhan keluarga, sikap dan
kebiasaan orang tua.

2.2 POLA PERILAKU SOSIAL

Perilaku prososial anak usia dini sebagaimana dalam Permendikbud nomor


137 tahun 2014 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini mencakup :

(1) Kemampuan bermain dengan teman sebaya,


(2) Memahami perasaan,
(3) Merespon,
(4) Berbagi,
(5) Menghargai hak dan pendapat orang lain,
(6) Kooperatif,
(7) Toleran, dan
(8) Berperilaku sopan.

Hurlock (dalam Susanto, 2011: 139) menjelaskan bahwa pola perilaku


sosial pada anak usia dini meliputi:

(1) Meniru, anak meniru sikap dan perilaku orang yang ia kagumi,

(2) Persaingan, keingingan untuk mengungguli dan mengalahkan orang


lain sudah terlihat ketika anak berusia 4 (empat) tahun.

(3) Kerjasama. Anak pada usia 3 tahun akhir sudah mulai bermain
bersama/kooperatif dengan teman sebaya.

(4) Simpati. Simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan


dan emosi orang lain. Dunia anak adalah bermain, semakin banyak kontak
bermain semakin cepat simpati akan berkembang.
(5) Empati,

(6) Dukungan sosial. Berakhirnya masa kanak-kanak dukungan dari


temanteman menjadi lebih penting daripada persetujuan orang dewasa.

(7) Membagi. Anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk memperoleh
persetujuan sosial adalah dengan membagi apa yang ia miliki dengan anak lain.
Anak akan rela berbagi mainan, makanan dan sebagainya untuk mempererat
pertemanan.

(8) Perilaku akrab. Bentuk perilaku akrab diperlihatkan anak dengan canda
gurau, tawa riang, memeluk, merangkul, gendong dan sebagainya.

Proses perkembangan sosial anak menurut Moh Padil dan Triyo


Supriyatno (2007: 84) dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu pertama, proses
belajar sosial, yang sering disebut dengan istilah sosialisasi, dan kedua, melalui
pembentukan loyalitas sosial. Ary H Gunawan (2000: 33), sosialisasi secara
sosiologi berarti belajar untuk menyesuaikan diri dengan mores, folkways, tradisi,
dan kecakapan-kecakapan kelompok. Sedangkan secara psikologis sosialisasi
berarti/mencakup kebiasaan-kebiasaan, perangai, ide, sikap dan nilai. Thomas
Ford Hoult (Padil, 2010: 88), mengemukakan bahwa proses sosialisasi “Almost
always denots the process where by individuals learn to behave willingly in
accordance with the privailing standards of their culture” (Sosialisasi adalah
proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapat
dalam kebudayaan masyarakat). Belajar sosial berarti belajar memahami dan
mengerti tentang perilaku dan tindakan masyarakat melalui interaksi sosial.

Pendefinisian proses sosialiasi tidak bisa terlepas dari 3 (tiga) hal yaitu:
pertama, Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi
yang mana individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan
mengambil oper cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya; kedua, pada proses
sosialisasi itu, individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan
tingkah laku, dalam masyarakat di mana dia hidup; dan ketiga, semua sikap dan
kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan
sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. Berdasarkan teori sosialisasi
seorang anak dapat melakukan proses sosialisasi pasif maupun sosialisasi aktif.

Pada teori sosialisasi pasif, anak hanya akan memberi respon rangsangan
orang tua, disisi lain anak akan mengabaikan kemungkinan-kemungkinan lain
dalam dirinya sehingga anak akan mengalami konflik-konflik. Dengan kata lain,
proses penyesuaian diri ketika mendapat rangsangan dari individu lain ketika
tidak ada rangsangan tidak akan terjadi sosialisasi. Sebaliknya sosialisasi aktif,
sosialisasi yang dilakukan individu terhadap pengembangan peran sosial menjadi
penciptaan peran sosial dan pengembangan dari aturanaturan mengenai aturan-
aturan menjadi prosedur interpretatif. Media sosialisasi yang berperan penting
dalam proses sosialisasi anak yaitu: keluarga, sekolah, lembaga keagamaan,
lingkungan sosial, dan media massa.

Ciri sosialisasi peride prasekolah antara lain:

(1) Membuat kontak sosial dengan orang di luar rumah;

(2) Pregang age, artinya anak prasekolah berkelompok belum mengikuti


arti sosialisasi yang sebenarnya. Anak mulia belajar menyesuaikan diri
dengan harapan lingkungan sosialnya;

(3) Hubungan dengan orang dewasa;

(4) Hubungan dengan teman sebaya;

(5) 3-4 tahun anak mulai bermain bersama. Anak mulai ngobrol selama
bermain, memilih teman selama bermain dan mengurangi tingkahlaku
bermusuhan.
2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN SOSIAL

Anak dilahirkan belum bersifat sosial, artinya anaktersebut belum


memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai
kematangan sosial, anak harus belajar cara menyesuaikan diri dengan orang lain.
Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman
bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman
sebaya atau orang dewasa lainnya.

Menurut Hurlock (2000:256) perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh


dua hal yaitu pertama, lingkungan keluarga dan kedua, lingkungan di luar rumah.

1. Keluarga; Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama


yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi olehproses
perlakuan atau bimbingan orang tua dalam mengenalkan berbagai
aspek kehidupan sosial, atau normanorma kehidupan
bermasyarakat atau mendorong dan memberikan contoh kepada
anaknya bagaimana menerapakan norma-norma tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Lingkungan di luar rumah, Hurlock (2000; 257) mengatakan
bahwa pengalaman sosial awal di lingkungan luar keluarga
melengkapi pengalaman di lingkungan keluarga. Sekolah
merupakan salah satu lingkungan di luar keluarga yang
mempengaruhi berkembangnya sikap sosial anak. Menurut
pendapat sunarto dan Agung Hartono (2002: 132), pendidikan di
sekolah merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik yang belajar di lembanga pendidikan
(sekolah). Proses pengoperasian ilmu yang normatif dalam
pendidikan, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di
dalam masyarakat dan kehidupan mereka yang akan datang. Guru
akan mulai memasukkan pengaruh terhadap sosialisasi anak.
Kepada peserta didik, akan dikenalkan norma-norma lingkungan
dekat, dikenalkan pula norma-norma kehidupan bermasyarakat.

Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan aspek


sosial anak usia dini menurut Martini Jamaris (2002: 83) antara lain;

1. menimbulkan rasa aman pada anak dan menciptakan suasana yang


baik di dalam kelas maupun luar kelas;
2. menciptakan perilaku positif di dalam dan diluar kelas baik dalam
tindakan, perkataan, atau perilaku lainnya;
3. memberikan kesempatan pada anak untuk menentukan pilihannya
(apabila pilihan anak tidak tepat atau ditolak maka dijelaskan
alasannya);
4. memberikan kesempatan kepada anak untuk berani menyatakan
pendapatnya baik bersifat penolakan maupun yang mendukung
dengan cara-cara positif; dan
5. menyediakan sarana prasarana yang mendukung program
pembentukan perilaku sosial anak.

Moh Padil dan Triyo Supriyatno (2007:105) menjelaskan bahwa


perkembangan sosial anak bergantung pada dua hal yaitu pertama, perkembangan
biologis (contoh makanan atau minuman, perlindungan orang tua kepada bayi dan
sebagainya); dan kedua, perkembangan personal sosial meliputi pengalaman dan
pengaruh orang lain. Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh 4 (empat) hal
yaitu pemberian kesempatan bergaul dengan orang lain di sekitar anak; adanya
minat dan motivasi untuk bergaul; adanya bimbingan dan pengajaran dari orang
lain yang dianggap model bagi anak, dan adanya kemampuan komunikasi secara
baik yang dimiliki anak (Ahmad Susanto, 2011: 156).

Dari beberapa pendapat yang ada dapat diketahui bahwa faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak berasal dari dalam diri anak (faktor
internal), dan dari luar diri anak (faktor eksternal). Wujud perkembangan
kemampuan sosial anak dapat dilihat misalnya pada saat anak bermain, anak rela
berbagi mainan dengan teman sebayanya mentaati aturan, saling tolong menolong
dalam melakukan sesuatu,dan sebagainya.

2.4 PENGEMBANGAN ASPEK SOSIAL SECARA UMUM

Anak-anak yang memiliki motivasi kuat untuk belajar akan mempunyai


masa depan yang cerah diwarnai penemuan, kesempatan, dan kontribusi. Mereka
memiliki kecenderungan alami untuk menguasai hal-hal tersebut yang akan
membuatnya sukses pada abad ke 21, serta mendapat manfaat dari segala
perubahan positif dalam masyarakat. Mereka yang memiliki motivasi belajar yang
kuat mungkin saja akan menghadapi kendala-kendala dari sebuah ketidakadilan,
tetapi kendala tersebut bukanlah musuhnya. Mereka akan menjadi orang-orang
yang paling cocok untuk belajar bagaimana menghadapi kendala tersebut. Mareka
akan menjadi orang yang paling mampu berkreasi dan mencapai kesuksesan
karena hasil terbaik dalam IPTEK, penelitian, dan kesenian tidak dapat
dipaksakan dari hati yang mengerdil.

Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak
harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja,
dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak
contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada
umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya.
Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai
kehendaknya, di sekolah guru sering memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai
dengan tahap perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini
lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim.
Ciri-ciri Perkembangan Sosial Anak Usia Dini Sujiono(2009)

1. Kelahiran sampai Usia Tiga Tahun

a. Bereaksi terhadap orang lain

b. Menikmati pada saat bergaul dengan anak-anak lain

c. Dapat memelihara keterlibatan dengan anak yang lain untuk suatu


periode yang sangat pendek

d. Mampu berbagi tanpa perlu membujuk

e. Menunjukkan kemampuan yang sangat kecil untuk menunda kepuasaan.

f. Dapat meniru tindakan dari orang lain

g. Mulai untuk melibatkan diri pada permainan yang parallel.

2. Usia 3-4 tahun

a. Menjadi lebih sadar akan diri sendiri

b. Mengembangkan perasaan rendah hati

c. Menjadi sadar akan rasial dan perbedaan seksual

d. Dapat mengambil arah, mengikuti beberapa aturan

e. Memiliki perasaan yang kuat kea rah rumah dan keluarga

f. Menunjukkan suatu perubahan dalam hal perasaan atau pengertian dari


kepercayaan pada diri sendiri.

g. Bermain parallel; mulai bermain permainan yang memerlukan kerja


sama.

h. Memiliki teman bermain khayalan.


3. Usia 5-6 tahun

a. Menyatakan gagasan yang kaku peran jenis kelamin

b. Memiliki teman baik, meskipun untuk jangka waktu yang pendek

c. Sering bertengkar tetapi dalam waktu yang singkat

d. Dapat berbagi dan mengambil giliran

e. Ikut ambil bagian dalam setiap kegiatan pengalaman di sekolah

f. Mempertimbangkan setiap guru merupakan hal yang sangat penting

g. Ingin menjadi yang nomor satu

h. Menjadi lebih posesif terhadap barang-barang kepunyaannya.

Usaha Guru untuk Mengembangkan Sosial AUD

Beberapa hal berikut ini merupakan sedikit usul dari beberapa cara yang
ada untuk mempromosikan mengenai adanya suatu pertumbuhan di dalam
kemampuan sosial, yaitu:

1. Menyediakan sudut berhias dimana anak-anak dapat bebrdanan dan


untuk memainkan berbagai peran. Seragam yang sederhana seperti celemek dan
topi dapat membantu anak-anak untuk menyelidiki tentang peran yang baru. Tiga
dan empat kebutuhan yang lain memerlukanbantuan dari keluarg; anak-anak yang
lebih tua memerlukan penyangga yang lebih baik untuk memerankan peranan
yang lebih besar yang ada di dalam masyarakat

2. Bagi anak-anak yang berusia tiga tahun, alat-alat permainan yang baik
harus mencukupi lebih lama lagi untuk mengikuti putaran kegiatan yang
berikutnya. Ketika anak-anak beranjak dewasa, para guru boleh membantu anak-
anak memeilih salah satu pendekatan ketika mereka sedang menunggu gliran dan
berbagi mainan dan peralatan seperti misalnya pengunaan system menunggu,
mengunakan suatu pengatur waktu, dan seterusnya
3. Mengunakan suatu untuk model teknik yang sesuai dalam memasuki
suatu kelompok bermain, sebagai contoh, guru dapat mengunakan sebuah boneka
untuk menunjukan bagaimana seorang anak akan bertanya pada sekolompok
bermain anak yang sedang bermain apakah dan dapat ikut serta bermain di dalam
kelompok tersebut, tentu saja apabila diperolehkan oleh kelompok tersebut.

4. Mendorong anak-anak untuk membuat keputusan sebayak mungkin .


dalam bermain bebas, izinkan anak untuk memilih dan melakukan sesuatu. Dalam
kegiatan di suatu hari, seperti musik, atau bercerita, dorong juga anak untuk
memilih salah satu lagu atau cerita.

5. Model empati dan mempeduli perilaku serta mendorong anak-anak


untuk melakukan perilaku ini.

6. Bermain peran merupakan solusi untuk memecahkan masalah dalam


interaksi sosial. Sebagai contoh, anakanak mungkin akan memainkan peranan
tentang bagaimana cara membuat suatu pengenalan ketika seseorang tamu datang
ke dalam kelas atau bagaimana cara untuk meminta anak lan untuk berbagai
bahan-bahan.

2.5 FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN SOSIAL


EMOSIONAL

Faktor pendukung adalah pengalaman sosial jika seorang anak memiliki


pengalaman sosial yang buruk, seperti tidak diperbolehkan main keluar rumah
oleh orang tuanya, maka hal itu, akan berpengaruh bagi proses sosialisasinya
kepada lingkungan sekitarnya yang berada di luar rumah. Hal ini, akan
menyebabkan anak menjadi tidak tahu dan kurang bersosialisasi dengan
lingkungan di luar rumah. Dalam pembelajaran anak melalui interaksi sosial baik
dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya yang ada dilingkungan nya.
Salah satu cara anak belajar adalah dengan cara mengamati, meniru, dan
melakukan. Orang dewasa dan teman-teman yang dekat dengan kehidupan anak
merupakan objek yang diamati dan ditiru anak. Muhammad, (2011). Melalui cara
ini anak belajar cara bersikap, berkomunilasi, berempati, menghargai atau
pengetahuan dan keterampilan lainnya. Pendidikan dan orang-orang dewasa di
sekitar anak seharusnya peka dan menyadari bahwa dirinya sebagai model yang
pantas untuk ditiru anak dalam berucap, bersikap, merespon anak dan orang lain,
sehingga dapat membantu anak mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan
kematangan emosinya. Disisi lain anak belajar sesuai dengan kondisi sosial
budayanya. Tumbuh dan berkembang sesuai dengan berdasarkan pada sosial
budaya yang berlaku di lingkungan.

Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak


prasekolah atau TK. Faktor ini dapat berasal dari dalam individu, konflik-konflik
dalam proses perkembangan, dan sebab yang bersumber dari lingkungan. Hurlock
(1991) dan Lazarus (1991), menyatakan bahwa perkembangan emosi pada anak
dipengaruhi oleh dua faktor penting , yaitu:

1. maturation atau kematangan.

Hurlock (1991), memandang pentingnya faktor kematangan pada masa


kanak-kanak terkait dengan masa krisis perkembangan (critical period), yaitu saat-
saat ketika anak siap menerima sesuatu dari luar.Kematangan yang telah dicapai
dapat dioptimalkan dengan pemberian rangsangan yang tepat (patmododewo,
1993). Contoh dalam perkembangan emosi, pengendalian pola reaksi emosi yang
diinginkan perlu diberikan kepada anak guna menggantikan pola emosi yang tidak
diinginkan, sebagai tindakan preventif.

2. Faktor lingkungan belajar.

Faktor lingkungan dalam proses belajar, berpengaruh besar untuk


perkembangan emosi, erutama lingkungan yang berada paling dekat dengan anak
khususnya ibu atau pengasuh anak. Thompson dan Lagatutta (2006), menyatakan
bahwa perkembangan emosi anak usia dini sangat dipengaruhi oleh pengalaman
dan hubungan keluarga dalam setiap hari, anak belajar emosi baik penyebab
maupun konsekuensinya.
Hurlock (1991), mengungkapkan proses belajar yang menunjang
perkembangan emosi terdiri dari beberapa, yaitu:

a) Belajar dengan cara meniru (learning by imitation). Dengan mengamati


hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu orang lain, anak-anak bereaksi
dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.

b) Belajar dengan mempersamakan diri (learning by identification). Disini


anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang
kuat.

c) Belajar melalui pengkondisian (conditioning). Metode ini berhubungan


dengan aspek ransangan, bukan dengan aspek reaksi. Pengkondisian terjadi
dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan mereka, anak kecil
kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis,
dan kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.

d) Pelatihan (training). Belajar dibawah bimbingan dan pengawasan,


terbatas pada aspek reaksi. Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat
diterima jika suatu emosi terangsang.

e) Belajar dengan coba-coba. Anak belajar coba-coba untuk


mengekspresikan emosi dalam bentuk prilaku yang memberikan pemuasan
terbesar kepadanya dan menolak prilaku yang memberikan pemuasan sedikit.

Sejumlah studi tentang emosi anak telah menyingkapkan bahwa


perkembangan emosi mereka bergantung sekaligus pada faktor pematangan
(maturation), dan faktor belajar, dan tidak semata-mata bergantung pada salah
satunya. Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal masa kehidupan tidak
berarti tidak ada. Reaksi emosional itu mungkin akan muncul dikemudian hari,
dengan adanya pematangan.
1. Kondisi yang Mempengaruhi Emosi Dominan

a) Kondisi kesehatan

Kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan menjadi


domina, sedangkan kesehatan yang buruk menyebabkan emosi yang tidak
menyenangkan menjadi dominan.

b) Suasana rumah

Jika anak-anak tumbuh dalam lingkungan rumah yang lebih banyak berisi
kebahagiaan dan apabila pertengkaran, kecemburuan, dendam, dan
perasaan lain yang tidak menyenangkan diusahakan sedikit mungkin maka
anak akan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menjadi anak yang
bahagia.

c) Cara mendidik anak

Mendidik anak secara otoriter, yang menggunakan metode hukuman untuk


memperkuat kepatuhan secara ketat, akan mendorong emosi yang tidak
menyenangkan menjadi dominan. Cara mendidik anak yang bersifat
demokratis dan permisif akan menimbulkan siasana rumah yang lebih
santai (relax) yang akan menunjang bagi ekspresi emosi yang
menyenangkan.

d) Hubungan dengan para anggota keluarga

Hubungan yang tidak rukun dengan orang tua atau saudara akan lebih
banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi ini
akan cenderung menguasai kehidupan anak dirumah.

e) Hubungan dengan teman sebaya Jika anak diterima dengan baik oleh
kelompok teman sebaya maka emosi yang menyenangkan akan menjadi
dominan padanya, sedangkan jika anak ditolak atau diabaikan oleh
kelompok teman sebaya maka emosi yang tidak menyenangkan akan
menjadi dominan padanya.
f) Perlindungan yang berlebih-lebihan Orang tua yang melindungi anak
secara berlebihan (overprotektive) yang hidup dalam prasangka bahaya
terhadap segala sesuatu, akan menimbulkan rasa takut pada anak menjadi
dominan.

g) Aspirasi orang tua Jika orang tua mempunyai aspirasi yang tinggi yang
tidak realitis bagi anak-anaknya, anak akan menjadi canggung, malu, dan
merasa bersalah apabila mereka menyadari kritik orang tua bahwa mereka
tidak dapat memenuhi harapan tersebut.

h) Bimbingan Bimbingan dengan titik berat pada penanaman pengertian


bahwa menglami frustrasi diperlukan sekali-kali dapat mencegah
kemarahan dan kebencian menjadi emosi yang dominan. Tanpa bimbingan
semacam ini, emosi tersebut akan menjadi dominan, terutama apabila
frustrasi yang dialami dirasakan tidak adil bagi seorang anak.

2. Kondisi yang Menunjang Timbulnya Emosionalitas Yang Meninggi

1) Kondisi fisik

Apabila keseimbangan tubuh terganggu karena kelelahan, kesehatan yang


buruk, atau perubahan yang berasal dari perkembangan, maka anak akan
mengalami emosionalitas yang meninggi.

a). kesehatan yang buruk, yang disebabkan oleh gizi yang buru, gangguan
pencernaan, atau penyakit.

b). kondisi yang merangsang, seperti kaligata atau eksim

c). setiap gangguan yang kronis, seperti asma atau penyakit kencing
manis.

2) Kondisi psikologis

Pengaruh psikologis yang penting antara lain tingkat intelegensi, tingkat


aspirasi, dan kecemasan.
a). perlengkapan intelektual yang buruk. Anak yang tingkat intelektualnya
rendah rata-rata mempunyai pengendalian emosi yang kurang
dibandingkan dengan anak yang pandai pada tingkata umur yang sama.

b). kegagalan mencapai tingkat aspirasi. Kegagalan yang berulang-ulang


dapat mengakibatkan timbulnya keadaan cemas, sedikit atau banyak.

c). kecemasan setelah pengalaman emosional tertentu yang sangat kuat.


Sebagai contoh, akibat lanjutan dari pengalaman yang menakutkan akan
mengakibatkan anak takut kepada setiap situasi yang dirasakan
mengancam.

3) Kondisi lingkungan

Ketegangan yang terus menerus, jadwal yang ketat, dan terlalu banyk
pengalaman mengelisahkan yang merangsang anak secara berlebihan.

a). kekangan yang berlebihan, seperti disiplin yang otoriter.

b). sikap orang tua yang terlalu mencemaskan atau terlalu melindungi.

c). suasana otoriter disekolah. Guru yang terlalu menuntut atau pekerjaan
sekolah yang tidak sesuai dengan kemampuan anak akan menimbulkan
kemarahan sehingga anak pulang kerumah dalam keadaan kesal.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan


sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-nrma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkn diri menjadi suatu
kesatuan yang saling berkmunikasi dan berkerja sama dengan orang banyak.
Sehingga anak menjadi anak ekstropet anak yang ramah dalam bersosialisasi
dimana anak untuk mengambil keputusan atas kebersamaan kesepakatan bersama.
Disisi lain anak introvert artinya anak tidak mau bersoaialisasi dan mengambil
keputusan atas dirinya tanpa memperhatian teman yang lain. Oleh karena itu, kita
sebagai pendidik anak usia dini seharusnya membimbing, membina dan melatih
anak bersosialisasi untuk menjadi orang yang matang bersosial.

Ciri-ciri perkembangan sosial AUD sebagai berikut: kelahiran sampai usia


tiga tahun bereaksi terhadap orang lain, usia 3-4 tahun; menjadi lebih sadar akan
diri sendiri, usia 5-6 tahun; menyatakan gagasan yang kaku tentang peran jenis
kelamin. Usia 7- 8tahun; lebih sering bersaing dengan teman sebaya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak


yaitu : keluarga, kematangan, status sosial ekonomi, pendidikan, emosi, mental
dan lingkungan belajar. Dari factor-faktor tersebut sangat berperan penting dalam
perkembangan sosial emosional anak usia dini. Adapun kondisi yang
mempengaruhi perkembangan social emosional anak yaitu: kondisi kesehatan,
suasana rumah, cara mendidik anak, hubungan dengan anggota
keluarga,hubungan dengan teman sebaya, perlindungan yang
berlebihlebihan,aspirasi orang tua dan bimbinngan.
B. Saran

Penulis telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya berdasarkan


sumber yang terpercaya, namun demikian penulis juga menyadarai bahwa adanya
kekurangan/ kesalahan dalam penulisannya oleh karena itu penulis menerima
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini layak untuk dibaca dan
bermanfaat dengan baik untuk pembaca dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/User/Downloads/6392-14617-1-SM.pdf (Online)

https://media.neliti.com/media/publications/223896-pengembangan-aspek-
sosial-anak-usia-dini.pdf (Online)

file:///C:/Users/User/Downloads/PERKEMBANGAN_SOSIAL_ANAK_
USIA_DINI_SEBAGAI_BIBIT_U.pdf (Online)

Anda mungkin juga menyukai