OLEH:
KELOMPOK 1
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul “Pendekatan Konstruktivisme
Sosial” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Terima kasih kepada rekan – rekan yang telah
memberikan banyak dukungan kepada penulis. Tidak lupa pula, ucapan terima kasih
kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan materiil
kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang tulisannya dikutip
sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk menjadikan
makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat untuk
pembaca.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Penulis
ii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Konstruktivis Sosial ................................................................... 4
2.2 Hakekat Pendekatan Konstruktivis Sosial ..................................................... 4
2.3 Konstruktivis Sosial dalam Pembelajaran ..................................................... 6
2.4 Karakteristik Konstruktivis Sosial................................................................. 8
2.5 Metode Kontribusi Bersama ......................................................................... 9
2.6 Manfaat Pendekatan Konstruktivis Sosial ................................................... 12
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivis Sosial .................... 13
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ...................................................................................................... 15
3.2 Saran ............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Konstruktivis sosial psikologis/individu dikembangkan oleh Jean
Piaget. Menurut Piaget, pengetahuan terbentuk dalam intelek individu sebagai
hasil interaksinya dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan
tertentu. Piaget menekankan pada pembentukan makna individual. Sedangkan,
konstruktivis sosial sosial dikembangkan oleh Vygotsky. Pada konstruktivis
sosial, pengetahuan yang sudah terbentuk pada masing-masing individu
dikonstruksikan kembali setelah terjadi interaksi dengan obyek, fenomena
pengalaman dan lingkungan yang baru. Vygotsky menekankan pada konteks
sosial dan kultural yang melingkupi pembelajar. Pada makalah ini, akan dikaji
mengenai pendekatan konstruktivis sosial.
2
1.4. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan penulisan makalah di atas, maka manfaat
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui pendekatan kostruktivis sosial.
2. Dapat mengetahui hakekat dari pendekatan konstruktivis sosial.
3. Dapat mengetahui konstruktivis sosial dalam pembelajaran.
4. Dapat mengetahui karakteristik konstruktivis sosial.
5. Dapat mengetahui metode kontribusi bersama.
6. Dapat mengetahui manfaat dari pendekatan konstruktivis sosial.
7. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan konstruktivis
sosial.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Paham konstruktivis sosial menekankan bahwa pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya,
bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya
berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Relasi yang terbangun
adalah guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada
diri peserta didik.
Teori ini bersandarkan pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya
pengemudi sekaligus pengendali informasi dan pengalaman baru yang mereka
peroleh dalam sebuah proses memahami, mencermati secara kritis, sekaligus
melakukan re-interpretasi pengetahuan dalam sebuah siklus pembelajaran.
Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran personal dan unik
dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika akhir dari suatu
proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami
sekaligus membangun arti baru.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang
subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun
melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur
kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan
lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi
secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivis sosial adalah bahwa dalam
proses pembelajaran, siswa yang harus mendapatkan penekanan. Mereka yang
harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa
secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan
membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
1. Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang
relevan.
2. Mengutamakan proses.
3. Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social.
4. Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
5
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks mengatakan bahwa
pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti
menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta
menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada
pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
8
Asumsi penting dari pendekatan konstruktivis sosial adalah situated
cognition. Situated cognition mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu
ditempatkan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang.
9
c. Siswa menerima scaffolding konseptual, yang kemudian dihilangkan
secara gradual saat siswa menjadi lebih kompeten.
d. Siswa terus mengartikulasikan pengetahuan mereka, memindahkan
pemahamannya tentang proses dan isi yang sedang dipelajari ke
dalam bentuk kata-kata.
e. Siswa merefleksikan kemajuannya, membandingkan problem
solving- nya dengan kinerja ahli dan kinerjanya sendiri sebelumnya.
f. Siswa dituntut untuk mengeksplorasi cara-cara baru untuk
menerapkan apa yang mereka pelajari, siswa berinovasi mencari cara-
cara yang belum mereka praktikan.
Aspek kunci dari pelatihan kognitif adalah evaluasi atas kapan
seorang pembelajar sudah siap diajak ke langkah selanjutnya.
3. Tutoring
Tutoring pada dasarnya adalah pelatihan kognitif antara pakar
dengan pemula. Tutoring bisa terjadi antara orang dewasa dan anak-anak,
atau antara anak yang pandai dengan anak yang kurang pandai. Tutoring
dapat dilakukan dengan teman sebaya dan teman lintas usia. Tutoring teman
sebaya, seorang murid mengajar murid lainnya. Dalam tutoring teman
sebaya, teman yang mengajar biasanya teman sekelas. Sedangkan tutoring
teman lintas usia, teman yang mengajar biasanya lebih tua usianya. Tutoring
teman lintas usia biasanya lebih baik dibandingkan tutoring teman sebaya.
Teman yang lebih tua biasanya lebih pandai ketimbang teman sebaya. Para
peneliti menemukan bahwa tutoring teman sering kali membantu prestasi
murid, tutoring memberi manfaat bagi tutor maupun yang diajari, terutama
ketika tutor yang lebih tua adalah murid berprestasi. Mengajari orang lain
tentang sesuatu adalah cara terbaik untuk belajar.
4. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif terjadi ketika murid bekerja sama dalam
kelompok kecil (kelompok belajar) untuk saling membantu dalam belajar.
Periset telah menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi
strategi yang efektif untuk meningkatkan prestasi, apabila syarat-syarat
berikut terpenuhi yaitu:
10
1. Disediakan penghargaan kepada kelompok
Penghargaan diberikan kepada kelompok sehingga anggota kelompok
itu dapat memahami bahwa membantu orang lain adalah demi
kepentingan mereka juga.
2. Individu dimintai pertanggung jawaban
Perlu dilakukan evaluasi kontribusi individu dengan tes individual.
Tanpa adanya evaluasi, beberapa murid mungkin akan malas-malasan
karena merasa dirinya tidak memberikan kontribusi.
Jika kondisi penghargaan dan akuntabilitas individual di atas
terpenuhi, maka pembelajaran kooperatif akan meningkatkan prestasi di
grade yang berbeda-beda, dan meningkatkan prestasi di bidang
keterampilan dasar seperti pemecahan masalah/problem solving.
Dalam kelompok belajar, biasanya terjadi pertambahan motivasi
untuk belajar. Pembelajaran kooperatif juga memperbesar interdependensi
dan hubungan dengan murid lain. Dalam sebuah kelompok belajar, murid
biasanya mempelajari satu bagian dari unit yang lebih besar dan kemudian
mengajarkan bagian itu kepada kelompok. Saat murid mengajar sesuatu
kepada orang lain, mereka cenderung belajar lebih mendalam. Ada sejumlah
pendekatan kooperatif telah dikembangkan, antara lain Student-Teams-
Achievement Divisions (STAD), jigsaw, belajar bersama, investigasi
kelompok dan penulisan kooperatif. Pembelajaran kooperatif perlu
didukung oleh komunitas yang kooperatif pula.
Dalam menyusun kelompok kerja, kita perlu membuat keputusan
tentang bagaimana menyusun kelompok, membangun keterampilan
kelompok, dan menstrukturisasi interaksi kelompok. Pendekatan
pembelajaran kooperatif umumnya merekomendasikan kelompok
heterogen dengan diversitas dalam kemampuan, latar belakang etnis, status
sosio-ekonomi, dan gender. Beberapa pakar merekomendasikan agar saat
membentuk kelompok yang heterogen secara etnis dan sosioekonomis,
memperhatikan komposisi kelompok itu. Salah satu rekomendasinya adalah
tidak membuat komposisi itu terlalu jelas.
Jadi, kita dapat memvariasikan karakteristik sosial yang berbeda
(etnis, sosio-ekonomi, status dan gender) secara bersamaan. Rekomendasi
11
lainnya adalah tidak membentuk kelompok yang hanya mengandung satu
murid minoritas; dengan cara ini murid minoritas itu tidak akan menjadi
“pusat perhatian tunggal”. Pembelajaran kooperatif yang baik di kelas
membutuhkan waktu untuk membangun keahlian team-building
(pembentukan tim). Agar interaksi dan kerja kelompok dapat berjalan
dengan baik dan lancar, maka setiap murid perlu diberi peran yang
berbeda. Peran yang dimiliki masing-masing murid membuat semua
anggota kelompok merasa dirinya penting dalam kelompok tersebut.
12
2.7. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivis Sosial
Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau
pola mengajar yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah
sesuai atau tidak dengan materi pelajaran pada waktu dan kondisi
pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan menguasai berbagai macam
pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab setiap pendekatan,
strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan dalam menggunakan pendekatan
konstruktivis sosial menurut Sidik (2008) adalah.
a. Kelebihan
1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivis sosial memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan
menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya,
dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivis sosial memberi pengalaman
yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau
rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa
memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki
kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong
untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang
menantang siswa.
3. Pembelajaran konstruktivis sosial memberi siswa kesempatan untuk
berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir
kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori,
mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4. Pembelajaran berdasarkan konstruktivis sosial memberi kesempatan
kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks,
baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi
siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. Pembelajaran konstruktivis sosial mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
13
6. Pembelajaran konstruktivis sosial memberikan lingkungan belajar yang
kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling
menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
b. Kekurangan
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan
sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2. Konstruktivis sosial menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan
kreativitas siswa.
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendekatan konstruktivis akan membuat siswa mudah memahami suatu
konsep apabila dalam proses belajar menekankan pada murid agar dapat
mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Dengan cara belajar seperti itu dapat dikatakan proses belajar bermakna, karena
tidak saja terkait dengan ketercapaian materi belajar, namun siswa juga belajar
hidup sosial ketika melakukan diskusi kelompok.
Pendekatan ini memiliki peran dalam proses pembelajaran yang sifatnya
melakukan pemecahan terhadap suatu masalah dan akan mampu menciptakan
suasana belajar yang kondusif. Dalam hal ini, guru harus mengetahui strategi
menyusun kelompok kerja kecil, karena pada dasarnya pembelajaran akan lebih
bermakna apabila dilakukan dengan proses belajar kolaboratif. Jadi, siswa yang
belum jelas akan suatu permasalahan maka ia akan bertanya dengan teman satu
kelompoknya yang dirasa sudah memahami suatu konsep. Demikian juga
dengan guru yang selalu siap menjadi fasilisator bagi siswa yang mengalami
permasalahan dalam proses pembelajaran yang terkait dengan kompetensi dasar
tersebut.
Dalam kaitannya dengan mengajar, guru dapat mengembangkan model
program kontruktivis sosial sebagai upaya mempengaruhi perubahan yang baik
dalam perilaku siswa. Pengembangan model tersebut dapat membantu guru
meningkatkan kemampuannya agar lebih mengenal siswa dan menciptakan
lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar siswa.
3.2. Saran
Adapun saran yang dapat diajukan terkait pendekatan konstruktivisme
sosial dalam pembelajaran adalah agar guru dapat menerapkan pendekatan
konstruktivisme sosial ini pada materi yang relevan dalam proses
pembelajaran.
15
DAFTAR PUSTAKA
Jeanne Ellis Ormrod. Psikologi Pendidikan (Edisi VI, jilid I). Erlangga: Jakarta.
Robert E Slavin.2011.Psikologi Pendidikan (Edisi IX, jilid II). Indeks: Jakarta. Anita