Anda di halaman 1dari 19

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME SOSIAL”

OLEH:
KELOMPOK 1

NI PUTU WAHYU DEWI ARNINGSIH NIM. 2023071007 / I B


GEDE RENDRA WIDYOTAMA NIM. 2023071011 / I A
KADEK NITA KARYAWATI NIM. 2023071014 / I B

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
NOVEMBER 2020
PRAKATA

Om Swastyastu,

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul “Pendekatan Konstruktivisme
Sosial” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Terima kasih kepada rekan – rekan yang telah
memberikan banyak dukungan kepada penulis. Tidak lupa pula, ucapan terima kasih
kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan materiil
kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang tulisannya dikutip
sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk menjadikan
makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat untuk
pembaca.
Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Konstruktivis Sosial ................................................................... 4
2.2 Hakekat Pendekatan Konstruktivis Sosial ..................................................... 4
2.3 Konstruktivis Sosial dalam Pembelajaran ..................................................... 6
2.4 Karakteristik Konstruktivis Sosial................................................................. 8
2.5 Metode Kontribusi Bersama ......................................................................... 9
2.6 Manfaat Pendekatan Konstruktivis Sosial ................................................... 12
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivis Sosial .................... 13
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ...................................................................................................... 15
3.2 Saran ............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mengembangkan
potensi-potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa (UU Sisdiknas no. 20 tahun
2003). Pengertian ini menunjukkan pentingnya pendidikan bagi perkembangan
seseorang. Oleh karena itu, berbagai pihak berusaha menciptakan kondisi dan
pendekatan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Pada awalnya pembelajar dianggap seperti kertas kosong, sehingga
dapat ditulisi apa saja. Anggapan ini menggambarkan bahwa kurang adanya
peran aktif pembelajar saat proses pembelajaran, karena mereka hanya
menerima apa saja yang diajarkan (pasif). Pembelajaran memang tetap dapat
berjalan, namun dapat membuat kreativitas berpikir pembelajar kurang atau
bahkan tidak terasah. Hal ini sangat disayangkan, karena setiap pembelajar
memiliki kecerdasan masing-masing. Oleh karena itu, dewasa ini pendekatan
konstruktivis dilihat sebagai pendekatan yang mampu mendorong peserta didik
untuk mengembangkan potensi-potensi dirinya secara aktif. Peserta didik tidak
lagi dilihat sebagai kertas kosong, tetapi pribadi yang memiliki bekal
pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, bekal pengetahuan yang dimiliki
peserta didik akan berinteraksi dengan lingkungan sosial dan pengalaman baru
sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Untuk memperoleh pemahaman
tentang pendekatan konstruktivis.
Filsafat konstruktivis sosial dikembangkan oleh Giambatista Vico
seorang epistemolog dari Italia. Bagi Vico, pengetahuan selalu merujuk kepada
struktur konsep yang dibentuk. Filsafat konstruktivis sosial beranggapan bahwa
pengetahuan merupakan hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan
objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Ada dua bentuk
konstruktivis sosial dalam pembelajaran, yaitu konstruktivis sosial
psikologis/individu dan sosial.

1
Konstruktivis sosial psikologis/individu dikembangkan oleh Jean
Piaget. Menurut Piaget, pengetahuan terbentuk dalam intelek individu sebagai
hasil interaksinya dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan
tertentu. Piaget menekankan pada pembentukan makna individual. Sedangkan,
konstruktivis sosial sosial dikembangkan oleh Vygotsky. Pada konstruktivis
sosial, pengetahuan yang sudah terbentuk pada masing-masing individu
dikonstruksikan kembali setelah terjadi interaksi dengan obyek, fenomena
pengalaman dan lingkungan yang baru. Vygotsky menekankan pada konteks
sosial dan kultural yang melingkupi pembelajar. Pada makalah ini, akan dikaji
mengenai pendekatan konstruktivis sosial.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diajukan rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana pendekatan kostruktivis sosial?
2. Bagaimana hakekat dari pendekatan konstruktivis sosial?
3. Bagaimana konstruktivis sosial dalam pembelajaran ?
4. Bagaimana karakteristik konstruktivis sosial ?
5. Bagaimana metode kontribusi bersama ?
6. Apa saja manfaat dari pendekatan konstruktivis sosial ?
7. Apa saja kelebihan dan kekurangan pendekatan konstruktivis sosial ?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pendekatan kostruktivis sosial.
2. Mengetahui hakekat dari pendekatan konstruktivis sosial.
3. Mengetahui konstruktivis sosial dalam pembelajaran.
4. Mengetahui karakteristik konstruktivis sosial.
5. Mengetahui metode kontribusi bersama.
6. Mengetahui manfaat dari pendekatan konstruktivis sosial.
7. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan konstruktivis sosial.

2
1.4. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan penulisan makalah di atas, maka manfaat
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui pendekatan kostruktivis sosial.
2. Dapat mengetahui hakekat dari pendekatan konstruktivis sosial.
3. Dapat mengetahui konstruktivis sosial dalam pembelajaran.
4. Dapat mengetahui karakteristik konstruktivis sosial.
5. Dapat mengetahui metode kontribusi bersama.
6. Dapat mengetahui manfaat dari pendekatan konstruktivis sosial.
7. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan konstruktivis
sosial.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pendekatan Konstruktivis Sosial


Secara umum, pendekatan konstruktivis sosial menekankan pada
konteks sosial dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan
dikonstruksikan bersama (mutual). Pendekatan konstruktivis sosial ini sangat
dipengaruhi oleh teori perkembangan kognitif Vygotsky (1896-1934).
Vygotsky mengatakan bahwa perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari
kegiatan sosial dan kultural. Beliau percaya bahwa perkembangan memori,
perhatian, dan nalar melibatkan pembelajaran untuk menggunakan alat yang
ada dalam masyarakat, seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori.
Teori Vygotsky menarik banyak perhatian karena teorinya mengandung
pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif.
Dengan kata lain, kelompok sangat menentukan proses pembentukan
pengetahuan pada diri seseorang. Melalui komunikasi dengan komunitasnya,
pengetahuan seseorang dinyatakan kepada orang lain sehingga pengetahuan
itu mengalami verifikasi, dan penyempurnaan. Pendekatan konstruktivis sosial
menggunakan sejumlah inovasi di dalam pembelajaran di kelas. Prinsip-
prinsip pendekatan konstruktivis sosial adalah:
1. Pengetahuan dibangun/dikonstruksikan bersama.
2. Pengetahuan dipengaruhi oleh konteks dan situasi sosial tertentu.

2.2. Hakekat Pendekatan Konstruktivis sosial


Filosofi belajar konstruktivis sosial menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun
pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang
mereka alami dalam kehidupannya. Konstruktivis sosial berdasar bahwa siswa
membangun pengetahuan di dalam konteks pengetahuan sendiri. Pendekatan
konstruktivis sosial adalah pendekatan pembelajaran yang berdasarkan bahwa
dengan merefleksikan pengalaman-pengalaman kita, kita akan dapat
membangun pemahaman terhadap dunia yang di mana kita hidup didalamnya.
(Suherman, 2003).

4
Paham konstruktivis sosial menekankan bahwa pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya,
bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya
berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Relasi yang terbangun
adalah guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada
diri peserta didik.
Teori ini bersandarkan pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya
pengemudi sekaligus pengendali informasi dan pengalaman baru yang mereka
peroleh dalam sebuah proses memahami, mencermati secara kritis, sekaligus
melakukan re-interpretasi pengetahuan dalam sebuah siklus pembelajaran.
Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran personal dan unik
dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika akhir dari suatu
proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami
sekaligus membangun arti baru.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang
subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun
melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur
kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan
lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi
secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivis sosial adalah bahwa dalam
proses pembelajaran, siswa yang harus mendapatkan penekanan. Mereka yang
harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa
secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan
membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
1. Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang
relevan.
2. Mengutamakan proses.
3. Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social.
4. Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
5
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks mengatakan bahwa
pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti
menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta
menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada
pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

2.3. Konstruktivis Sosial dalam Pembelajaran


Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun
sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari,
ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan
kerangka berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa
membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator
dalam proses pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi
apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang
dimaksud disini adalah suatu proses belajar.
Menurut Werrington dalam Suherman (2003), menyatakan bahwa
dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anak
bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan
mendorong siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan
permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak
mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru
mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling
tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk
akal siswa.
Nur dan Wikandari (2000) mengatakan bahwa pendekatan konstruktivis
sosial dalam pengajaran, merupakan penerapan pembelajaran kooperatif secara
luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok, untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Sekali lagi,
6
penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat
untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling mengemukakan dan
meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi diantara
mereka sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir teman
sebaya mereka; metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk
seluruh siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka
untuk seluruh siswa.
Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang
terjadi antara dua orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan
saling membutuhkan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang
mungkin timbul, sehingga mereka yang terlibat didalamnya mempunyai
keberanian dalam memecahkan suatu permasalahan bahkan akan lebih muda
dipecahkan.
Menurut Sidik (2008), bahwa pembelajaran konstruktivis sosial
meliputi empat tahapan yaitu
1. Tahapan pertama adalah apersepsi.
Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal,
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang
merupakan konsep prasyarat.
2. Tahap kedua adalah eksplorasi.
Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep
yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan
menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang
dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
3. Tahap ketiga diskusi dan penjelasan konsep.
Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan
tamuannya, pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung
dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak
dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan
alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
4. Tahap keempat, pengembangan dan aplikasi.
Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep
esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan
7
menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui
pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.
Dalam pelaksanaan pendekatan konstruktivis sosial dalam pembelajaran
ada beberapa saran yang dikemukakan oleh Sidik (2008) berkaitan dengan
rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya
dengan bahasa sendiri.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga lebih kreatif dan imajinatif.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
f. Menciptakan lingkungan yang kondusif.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa pembelajaran yang mengacu pada
pandangan konstruktivis sosial lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa
dalam mengorganisasikan pengalaman mereka dengan kata lain siswa lebih
berpengalaman untuk mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi.

2.4. Karakteristik Konstruktivis Sosial


Peran guru dalam pembelajaran yaitu harus menciptakan banyak
kesempatan bagi murid untuk belajar dengan guru dan teman sebaya dalam
mengkonstruksi pengetahuan bersama. Jadi, guru berfungsi sebagai fasilitator
dan pembimbing ketimbang sebagai pengatur dan pembentuk pembelajaran
anak. Berikut ini beberapa karakteristik kelas konstruktivis sosial, yaitu:
1. Tujuan penting dari kelas ini adalah konstruksi makna kolaboratif.
2. Guru memantau perspektif, pemikiran dan perasaan murid.
3. Guru dan murid saling belajar dan mengajar.
4. Interaksi sosial mendominasi kelas.
5. Kurikulum dan isi fisik dari kelas mencerminkan minat murid dan
dipengaruhi oleh kultur mereka.

8
Asumsi penting dari pendekatan konstruktivis sosial adalah situated
cognition. Situated cognition mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu
ditempatkan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang.

2.5. Metode Kontribusi Bersama


Guru dan teman sebaya atau sekelas dapat memberi kontribusi bersama
untuk pembelajaran murid. Ada empat alat untuk melakukan metode ini, yaitu
scaffolding, pelatihan kognitif (cognitive apprenticeship), tutoring, dan
pembelajaran kooperatif (Rogoff, Turkanis, & Barlett, 2001).
1. Scaffolding
Scaffolding adalah teknik mengubah level dukungan sepanjang
jalannya sesi pengajaran. Orang yang lebih ahli (guru atau teman sebaya
yang lebih pandai) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan kinerja
murid. Para peneliti menemukan bahwa ketika scaffolding dipakai oleh guru
dan teman sebaya dalam pembelajaran kolaboratif, murid akan terbantu
dalam proses belajarnya (Pressly,dkk., 2001; Yarrow & Topping, 2001).
2. Pelatihan Kognitif/ Cognitive Apprenticeships
Istilah “pelatihan” atau “magang” (apprenticeship) menunjukkan
pentingnya aktivitas dalam pembelajaran dan menjelaskan sifat dari
pembelajaran yang ditempatkan dalam suatu konteks. Pendekatan cognitive
apprenticeships menggunakan pembimbing yang berpengetahuan luas, atau
“master” (pakar) untuk memberikan model, demonstrasi dan koreksi dalam
tugas-tugas belajar, serta ikatan pribadi yang memotivasi bagi para peserta
magang yang lebih muda atau kurang pengalaman selama mereka
melaksanakan dan menyempurnakan berbagai tugas.
Allan Collins, dkk mengatakan bahwa pengetahuan dan
keterampilan yang dipelajari di sekolah telah terlalu terpisah dari
penggunaannya di dunia luar sekolah. Ada banyak model cognitive
apprenticeships, tetapi sebagian besar memiliki enam fitur berikut:
a. Siswa mengamati seorang ahli (biasanya guru) yang memberi
model/contoh kinerja.
b. Siswa mendapat dukungan eksternal melalui coaching atau tutoring.

9
c. Siswa menerima scaffolding konseptual, yang kemudian dihilangkan
secara gradual saat siswa menjadi lebih kompeten.
d. Siswa terus mengartikulasikan pengetahuan mereka, memindahkan
pemahamannya tentang proses dan isi yang sedang dipelajari ke
dalam bentuk kata-kata.
e. Siswa merefleksikan kemajuannya, membandingkan problem
solving- nya dengan kinerja ahli dan kinerjanya sendiri sebelumnya.
f. Siswa dituntut untuk mengeksplorasi cara-cara baru untuk
menerapkan apa yang mereka pelajari, siswa berinovasi mencari cara-
cara yang belum mereka praktikan.
Aspek kunci dari pelatihan kognitif adalah evaluasi atas kapan
seorang pembelajar sudah siap diajak ke langkah selanjutnya.
3. Tutoring
Tutoring pada dasarnya adalah pelatihan kognitif antara pakar
dengan pemula. Tutoring bisa terjadi antara orang dewasa dan anak-anak,
atau antara anak yang pandai dengan anak yang kurang pandai. Tutoring
dapat dilakukan dengan teman sebaya dan teman lintas usia. Tutoring teman
sebaya, seorang murid mengajar murid lainnya. Dalam tutoring teman
sebaya, teman yang mengajar biasanya teman sekelas. Sedangkan tutoring
teman lintas usia, teman yang mengajar biasanya lebih tua usianya. Tutoring
teman lintas usia biasanya lebih baik dibandingkan tutoring teman sebaya.
Teman yang lebih tua biasanya lebih pandai ketimbang teman sebaya. Para
peneliti menemukan bahwa tutoring teman sering kali membantu prestasi
murid, tutoring memberi manfaat bagi tutor maupun yang diajari, terutama
ketika tutor yang lebih tua adalah murid berprestasi. Mengajari orang lain
tentang sesuatu adalah cara terbaik untuk belajar.
4. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif terjadi ketika murid bekerja sama dalam
kelompok kecil (kelompok belajar) untuk saling membantu dalam belajar.
Periset telah menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi
strategi yang efektif untuk meningkatkan prestasi, apabila syarat-syarat
berikut terpenuhi yaitu:

10
1. Disediakan penghargaan kepada kelompok
Penghargaan diberikan kepada kelompok sehingga anggota kelompok
itu dapat memahami bahwa membantu orang lain adalah demi
kepentingan mereka juga.
2. Individu dimintai pertanggung jawaban
Perlu dilakukan evaluasi kontribusi individu dengan tes individual.
Tanpa adanya evaluasi, beberapa murid mungkin akan malas-malasan
karena merasa dirinya tidak memberikan kontribusi.
Jika kondisi penghargaan dan akuntabilitas individual di atas
terpenuhi, maka pembelajaran kooperatif akan meningkatkan prestasi di
grade yang berbeda-beda, dan meningkatkan prestasi di bidang
keterampilan dasar seperti pemecahan masalah/problem solving.
Dalam kelompok belajar, biasanya terjadi pertambahan motivasi
untuk belajar. Pembelajaran kooperatif juga memperbesar interdependensi
dan hubungan dengan murid lain. Dalam sebuah kelompok belajar, murid
biasanya mempelajari satu bagian dari unit yang lebih besar dan kemudian
mengajarkan bagian itu kepada kelompok. Saat murid mengajar sesuatu
kepada orang lain, mereka cenderung belajar lebih mendalam. Ada sejumlah
pendekatan kooperatif telah dikembangkan, antara lain Student-Teams-
Achievement Divisions (STAD), jigsaw, belajar bersama, investigasi
kelompok dan penulisan kooperatif. Pembelajaran kooperatif perlu
didukung oleh komunitas yang kooperatif pula.
Dalam menyusun kelompok kerja, kita perlu membuat keputusan
tentang bagaimana menyusun kelompok, membangun keterampilan
kelompok, dan menstrukturisasi interaksi kelompok. Pendekatan
pembelajaran kooperatif umumnya merekomendasikan kelompok
heterogen dengan diversitas dalam kemampuan, latar belakang etnis, status
sosio-ekonomi, dan gender. Beberapa pakar merekomendasikan agar saat
membentuk kelompok yang heterogen secara etnis dan sosioekonomis,
memperhatikan komposisi kelompok itu. Salah satu rekomendasinya adalah
tidak membuat komposisi itu terlalu jelas.
Jadi, kita dapat memvariasikan karakteristik sosial yang berbeda
(etnis, sosio-ekonomi, status dan gender) secara bersamaan. Rekomendasi
11
lainnya adalah tidak membentuk kelompok yang hanya mengandung satu
murid minoritas; dengan cara ini murid minoritas itu tidak akan menjadi
“pusat perhatian tunggal”. Pembelajaran kooperatif yang baik di kelas
membutuhkan waktu untuk membangun keahlian team-building
(pembentukan tim). Agar interaksi dan kerja kelompok dapat berjalan
dengan baik dan lancar, maka setiap murid perlu diberi peran yang
berbeda. Peran yang dimiliki masing-masing murid membuat semua
anggota kelompok merasa dirinya penting dalam kelompok tersebut.

2.6. Manfaat Pendekatan Konstruktivis Sosial


Para ahli psikologi dan pendidik semakin mengakui manfaat proses
kerja sama para siswa dalam rangka mengkonstruksi makna bersama dalam
kegiatan mengeksplorasi, menjelaskan, mendiskusikan dan mendebat topik-
topik tertentu baik dalam kelompok kecil maupun melibatkan seluruh anggota
kelas. Dengan bekerjasama, siswa pada dasarnya terlibat dalam pendistribusian
kognisi (distributed cognition); mereka membagi tugas belajar ke banyak siswa
dan dapat menarik basis pengetahuan dan gagasan yang beranekaragam.
Komunitas pembelajar secara khusus bermanfaat ketika siswa kita
berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda. Komunitas semacam ini
menghargai kontribusi semua siswa, dengan memanfaatkan latar belakang
individu, perspektif budaya dan kemampuan unik setiap orang untuk
meningkatkan prestasi anggota kelas secara keseluruhan. Komunitas ini juga
menyediakan konteks di dalamnya siswa dapat membentuk persahabatan lintas
etnis, gender, status sosioekonomi, dan keahlian. Persahabatan semacam ini
sangat penting artinya bagi perkembangan sosial siswa serta pemahaman
multikultural mereka.
Selain manfaat kognitif, diskusi kelompok mengenai materi pelajaran
memiliki manfaat sosial dan motivasional. Mendiskusikan suatu topik dengan
teman sekelas dapat membantu siswa mendapatkan keterampilan interpersonal
yang lebih efektif; selain itu juga dapat mendatangkan efek yang
membangkitkan semangat bagi siswa serta menanamkan hasrat murni untuk
memahami suatu topik secara lebih baik.

12
2.7. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivis Sosial
Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau
pola mengajar yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah
sesuai atau tidak dengan materi pelajaran pada waktu dan kondisi
pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan menguasai berbagai macam
pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab setiap pendekatan,
strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan dalam menggunakan pendekatan
konstruktivis sosial menurut Sidik (2008) adalah.
a. Kelebihan
1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivis sosial memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan
menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya,
dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivis sosial memberi pengalaman
yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau
rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa
memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki
kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong
untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang
menantang siswa.
3. Pembelajaran konstruktivis sosial memberi siswa kesempatan untuk
berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir
kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori,
mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4. Pembelajaran berdasarkan konstruktivis sosial memberi kesempatan
kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks,
baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi
siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. Pembelajaran konstruktivis sosial mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
13
6. Pembelajaran konstruktivis sosial memberikan lingkungan belajar yang
kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling
menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
b. Kekurangan
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan
sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2. Konstruktivis sosial menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan
kreativitas siswa.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pendekatan konstruktivis akan membuat siswa mudah memahami suatu
konsep apabila dalam proses belajar menekankan pada murid agar dapat
mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Dengan cara belajar seperti itu dapat dikatakan proses belajar bermakna, karena
tidak saja terkait dengan ketercapaian materi belajar, namun siswa juga belajar
hidup sosial ketika melakukan diskusi kelompok.
Pendekatan ini memiliki peran dalam proses pembelajaran yang sifatnya
melakukan pemecahan terhadap suatu masalah dan akan mampu menciptakan
suasana belajar yang kondusif. Dalam hal ini, guru harus mengetahui strategi
menyusun kelompok kerja kecil, karena pada dasarnya pembelajaran akan lebih
bermakna apabila dilakukan dengan proses belajar kolaboratif. Jadi, siswa yang
belum jelas akan suatu permasalahan maka ia akan bertanya dengan teman satu
kelompoknya yang dirasa sudah memahami suatu konsep. Demikian juga
dengan guru yang selalu siap menjadi fasilisator bagi siswa yang mengalami
permasalahan dalam proses pembelajaran yang terkait dengan kompetensi dasar
tersebut.
Dalam kaitannya dengan mengajar, guru dapat mengembangkan model
program kontruktivis sosial sebagai upaya mempengaruhi perubahan yang baik
dalam perilaku siswa. Pengembangan model tersebut dapat membantu guru
meningkatkan kemampuannya agar lebih mengenal siswa dan menciptakan
lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar siswa.

3.2. Saran
Adapun saran yang dapat diajukan terkait pendekatan konstruktivisme
sosial dalam pembelajaran adalah agar guru dapat menerapkan pendekatan
konstruktivisme sosial ini pada materi yang relevan dalam proses
pembelajaran.

15
DAFTAR PUSTAKA

J.W. Santrock. 2010. Psikologi Pendidikan. McGraw-Hill Company.

Jeanne Ellis Ormrod. Psikologi Pendidikan (Edisi VI, jilid I). Erlangga: Jakarta.

Robert E Slavin.2011.Psikologi Pendidikan (Edisi IX, jilid II). Indeks: Jakarta. Anita

Woolfolk. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition (Edisi X, bagian


II). Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai