MAKALAH
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 6
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi
Pendidikan dengan judul “Diversitas Sosiokultural” ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita dari
zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dra. Hj. Siti Azizah
Rahayu, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Psikofarmakologi yang
telah membimbing kami, serta kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa tugas yang telah kami buat ini belum
sempurna. Oleh karena itu, kami meminta maaf jika makalah ini masih
banyak kekurangan. Saran dan kritik sangat kami harapkan demi
memperbaiki pembahasan makalah ini. Akhirnya, semoga amal baik
semua pihak diterima oleh Allah SWT. Dan mendapat balasan yang
setimpal serta semoga makalah ini bermanfaat bagi diri penyusun dan
pembaca, Aamiin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
2. Untruk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pendidikan
Multikultural.
5
BAB II
ISI
2.1.1. Kultur
Kultur adalah pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari
kelompok orang tertentu yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi lainnya. Produk itu berasal dari interaksi antarkelompok
orang dengan lingkungannya selama bertahun-tahun (Chun,
Organizta, & Marin, 2002; Thomas, 2000).
6
kepentingan pribadi, Seorang murid dapat termotivasi dalam belajar
apabila diberikan pujian dari seorang guru dan tidak jarang juga
murid dari budaya individualis sering kali berkompetitif. Berbeda
dengan budaya kolektivisme, seorang guru hendaknya memberikan
metode belajar berkelompok yang sesuai dengan budaya tersebut.
Metode belajar berkelompok sangat disukai oleh murid dalam
budaya kolektivisme. Menciptakan kelompok untuk mencapai tujuan
bersama, dengan demikian motivasi belajar akan tercipta. Seperti
yang kita tahu, belajar akan jauh lebih efektif jika dimulai dari
kebahagiaan.
7
bicara dengan anaknya ketimbang orang tua yang berpendapatan
rendah.
Hal ini mengingatkan saya pada setahun yang lalu. Ketika saya
pergi ke bazar buku di EXPO, seorang anak kecil sekitar kelas 2 SD
secara tak sengaja menyenggol buku yang ditata dan dengan fasih ia
berkata kepada ibunya, “I don’t know why it fell?!”. Dari apa yang
mereka beli dan cara mereka berbicara dalam dua bahasa. Saya yakin
bahwa mereka dari keluarga kaya dan terdidik.
2.1.3. Etnis
Kata ethnic berasal dari kata Yunani yang berarti “bangsa”.
Etnisitas (etnicity) adalah pola umum karakteristik seperti warisan
kultural, nasionalitas, ras, agama, dan bahasa (Santrock, 2017).
8
Dalam (Santrock, 2017), Seorang Psikolog sosial, James Jones
(1994, 1997) menunjukkan bahwa pemikiran dari segi ras telah
melekat di setiap kultur. Dia mengatakan bahwa orang sering
“menstereotipkan” orang lain berdasarkan alasan ras, dan secara
keliru mengklasifikasikan mereka sebagai ras yang kurang atau lebih
cerdas, kompeten, bertanggung jawab, atau kurang bisa diterima
secara sosial.
2.1.4. Prasangka
Prasangka adalah sikap negatif yang tak adil terhadap orang
lain karena keanggotaan individu itu dalam satu kelompok.
Kelompok yang menjadi sasaran prasangkamungkin didefinisikan
berdasarkan etnis, jenis kelamin, atau perbedaan lain yang terlihat
(Moneith, 2000).
9
seorang ibu-ibu di Amerika membeli suatu barang, ia tidak begitu
fasih dalam berbahasa Inggris sehingga ia menggunakan bahasa
Spanyol. Kemudian, seorang pelanggan lain marah dan berkata,
“Kami hanya ingin mendengar bahasa Inggris! Kami tidak mau
kembalinya Hitler!”. Disini kita tahu bahwa pengalaman historis
kadang kala melekat dalam hati dan menciptakan prasangka.
10
berbahasa Inggris lisan dan tulisan secara lancar dalam konteks
akademik, seperti membaca buku pelajaran. Kefasihan lisan
membutuhkan waktu tiga sampai lima tahun, dan kefasihan Inggris
akademik membutuhkan waktu empat sampai tujuh tahun. Temuan
ini menunjukkan bahwa kebijakan yang mengasumsikan
penguasaan bahasa Inggris bisa dilakukan secara cepat, seperti
dalam waktu setahun, adalah yang tidak realistis (Santrock, 2017).
11
lebih baik dari pada saat mempelajarinya waktu kanak-kanak. Di
indonesia hal ini digambarkan dengan pepatah, “Belajar di waktu
kecil bagaikan mengukir di atas batu, belajar di waktu tua
bagaikan mengukir di atas air”.
12
orang lain tidak seperti musuh tetapi sama dengan dirinya-sebagai
manusia.
13
kali lebih banyak berprasangka. Akan tetapi, jika murid belajar
mengajukan pertanyaan, memikirkan dulu isunya ketimbang
jawabannya, dan menunda dahulu penilaian sampai informasi yang
lengkap sudah tersedia, maka prasangkanya akan berkurang
(Santrock, 2017).
14
BAB III
PENUTUP
1.4. Kesimpulan
Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan
dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan system social.
Sosialisasi menitikberatkan pada masalah individu dan kelompok.
Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan pendirian dan
kepribadian seseorang.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Thomas, J. R. (2000). Human Development Theories: Windows on
Culture. Thousand Oaks, CA: Sage
17