Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

“MASALAH BELAJAR YANG DIALAMI OLEH SISWA DI


SD ISLAM TERPADU ASSHODIQIYAH SEMARANG”

Dosen Pengampu :
Erni Agustina, S.Psi., M.Psi

Disusun Oleh :
1. Indah Puspita Sari (30701800063)
2. Intan Fauziah (30701800065)
3. Lathifah Nur Safitri (30701800071)
4. M. Syahrul anwar (30701800081)
5. M. Firdaus Al Faridz (30701800088)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
DAFTAR ISI
LAPORAN OBSERVASI DAN WAWANCARA.......................................................................1

BAB I...............................................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang................................................................................................................................3


1.2 Metode Pengumpulan Data.............................................................................................................4
1.3 Dokumen........................................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

2.1 Identitas Subjek.................................................................................................................................5


2.2 Permasalahan Umum atau Permasalahan yang Dikeluhkan...............................................................5
2.3 Hasil Observasi..................................................................................................................................5
2.4 Hasil Wawancara...............................................................................................................................6
a. Wawancara bersama subjek.............................................................................................................6
b. Wawancara bersama Wali kelas......................................................................................................6
2.5 Study Dokumen.................................................................................................................................7
2.6 Kesimpulan........................................................................................................................................8

BAB III............................................................................................................................................9

3.1 Penjelasan Permasalahan dengan Menggunakan Teori Belajar.........................................................9


3.2 Kesimpulan......................................................................................................................................10

Daftar Pustaka.............................................................................................................................11
BAB I

1.1 Latar Belakang


Setiap anak didik datang ke sekolah tidak lain kecuali untuk belajar dikelas agar menjadi
orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Sebagian besar waktu yang tersedia harus
digunakan oleh anak didik untuk belajar, tidak mesti ketika disekolah, di rumah pun harus
ada waktu yang disediakan untuk kepentingan belajar. Tiada hari tanpa belajar adalah
ungkapan yang tepat bagi anak didik.
Di setiap sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki anak didik yang
berkesulitan belajar. Masalah yang satu ini tidak hanya dirasakan oleh sekolah modern di
perkotaan, tapi juga dimiliki oleh sekolah tradisional di pedesaan dengan segala keminiman
dan kesederhanaannya. Hanya yang membedakannya pada sifat, jenis, dan faktor
penyebabnya.
Setiap kali kesulitan belajar anak didik yang satu dapat diatasi, tetapi pada waktu yang
lain muncul lagi kasus kesulitan belajar anak didik yang lain. Dalam setiap bulan atau bahkan
dalam setiap munggu tidak jarang ditemukan anak didik yang berkesulitan belajar. Walaupun
sebenarnya masalah yang mengganggu keberhasilan belajar anak didik ini sangat tidak
disenangi oleh guru bahkan oleh anak didik itu sendiri. Tetapi disadari atau tidak kesulitan
belajar datang kepada anak didik. Namun, begitu usaha demi usaha harus diupayakan dengan
berbagai strategi dan pendekatan agar anak didik dapat dibantu keluar dari kesulitan belajar.
Sebab bila tidak, gagallah anak didik meraih prestasi belajar yang memuaskan.
Teknologi yang berkembang saat ini salah satunya yaitu gadget. Ini adalah salah satu
yang menjadi penyebab kesulitan dalam belajar. Gadget yang digunakan oleh kalangan muda
diantaranya siswa di usia sekolah dasar hingga dewasa sekalipun. Penggunaan gadget
berbeda pada aanak usia sekolah dasar, berbeda dengan remaja dan orang dewasa. Anak usia
sekolah dasar menggunakan gadget cenderung sebagai hiburan. Berdasarkan observasi pada
pelaksanaan Kajian Praktek Lapangan (KPL) ditemukan sejumlah siswa Sekolah Dasar
membawa gadget namun tidak digunakan pada saat pelajaran berlangsung. Namun ketika
siswa tersebut pulang sekolah, gadget tersebut digunakan dan mereka tidak langsung pulang
kerumah masing-masing.
Handphone yang dapat terhubung dengan layanan internet akan membantu siswa
menemukan informasi yang dapat menopang pengetahuannya di sekolah. Namun, pada
kenyataannya sangat sedikit pelajar yang memanfaatkannya pada sisi ini, handphone yang
mereka gunakan kebanyakan untuk bermain game online ataupun mengaktifkan sosial media
yang mereka punya, memfungsikan handphone bukan untuk fungsinya, dan lain-lain.
Selanjutnya, ini akan berdampak pada prestasi belajarnya disekolah (Nikmah, 2013:2).
Pengguna gadget di Indonesia tidak hanya oleh kalangan dewasa, namun siswa sekolah dasar
pun sudah pandai dalam menggunakan gadget.
Orang tua memberikan gadget kepada anak karena mereka berfikir bahwa gadget mudah
digunakan untuk belajar membaca, menulis, berhitung, dan sebagainya. Banyak plikasi-
aplikasi edukatif bahkan permainan edukatif yang bisa membuat anak semakin pintar. Gadget
juga digunakan agar anak tidak sering keluar rumah. Anak dapat mengenal angka dan huruf
serta ketrampilan mengetik dapat membantu anak yang lemah dalam motoric halus untuk
meningkatkan koordinasi antara tangan dan mata.
Banyak ditemui siswa yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, bahkan
siswa terkadang merasa mengantuk ketika dikelas. Waktu belajar siswa tersita dengan adanya
gadget yang mereka miliki. Tidak hanya dirumah, disekolah siswa juga bermain gadget
dengan temannya setelah sepulang sekolah hingga lupa waktu dan sering pulang terlambat.
Prestasi belajar siswa yang dicapai oleh siswa terkait dengan kemampuan siswa dalam
mengungkapkan isi dan pesan dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Kemampuan individu
yang digunakan untuk menangkap isi dan pesan materi pelajaran terdiri atas tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuan dalam pemahaman, penerapan, analisis dan
evaluasi merupakan ranah kognitif (pengetahuan). Sedangkan kemampuan yang
mengutamakan emosi, perasaan serta reaksi yang terdiri atas penerimaan, partisipasi,
penilaian penentuan sikap organisasi dan pola hidup termasuk kedalam ranah afektif (sikap).
Berbeda dengan psikomotor, yaitu kemampuan dalam ketrampilan jasmani yang terdiri atas
persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian
pola gerakan dan kreatifitas (Sagala, 2004:12).
Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak apabila ia berinteraksi
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu
proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu
terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada
diantara anak dengan lingkungan fisiknya.
Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan
pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak
yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah
pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur
kegiatan mental yang disebut dengan “skema” atau pola tingkah laku.
1.2 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada observasi dan wawancara ini
adalah dengan mengobservasi salah satu siswa kelas 5 SDIT Assodiqiyah serta proses
pembelajaran dikelas dan mewawancarai dua subjek yaitu dengan salah satu siswa kelas 5
bernama Jibril beserta dengan walikelasnya yaitu Ibu Zuyyani,S.Pd.
1.3 Dokumen
Dokumen yang didapatkan adalah laporan hasil belajar dari subjek.
BAB II

2.1 Identitas Subjek


a. Nama : Jibril Ahmedi Labibi Hermawan
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Usia : 10 tahun
d. Kelas :5
e. Alamat : Terboyo
f. Pendidikan terakhir Ayah :-
g. Pendidikan terakhir Ibu :-
h. Perkerjaan Ayah : Ternak burung
i. Perkerjaan Ibu : Usaha Catering
j. Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
2.2 Permasalahan Umum atau Permasalahan yang Dikeluhkan
Dari proses observasi dan wawancara yang dilakukan, terdapat permasalahan yang
dikeluhkan oleh subjek . Subjek mengalami permasalahan belajar yaitu merasa bosan dengan
lingkungan sekolah serta proses pembelajaran yang diberikan, juga sulit dalam membagi
waktu belajar dengan bermain. Karena subjek sudah mengalami candu gadget dengan
bermain game online. Hal tersebut disebabkan karena subjek sudah memiliki gadget sendiri
yang diberikan oleh orang tuanya.
2.3 Hasil Observasi
Kami melakukan observasi dan wawancara di SD Islam Terpadu Assodiqiyah Semarang,
kami tiba disana pukul 07.00 WIB. Pertama kali bertemu dengan subjek beserta wali
kelasnya, kami disambut dengan baik dan sangat ramah. Kami langsung dipersilahkan
masuk dan sedikit memperhatikan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Kami pun
mengamati proses pembelajaran di kelas tersebut, suasananya sangat hening karena para
siswa sedang diberi sebuah soal oleh wali kelasnya mengenai pelajaran matematika. Tak
butuh waktu lama, wali kelas pun menawarkan kami untuk menyediakan ruangan kosong
untuk kami melakukan proses wawancara dengan subjek. Setelah ruangan disiapkan, kami
pun dipersilahkan untuk mewawancarai salah satu dari siswa di kelas tersebut.
Wawancara bersama subjek kurang lebih 15 menit, kami menanyakan pertanyaan yang
telah kami siapkan mengenai permasalahan belajar yang ia alami . Subjek terlihat tegang dan
malu-malu padahal kami mendapatkan informasi dari wali kelasnya bahwa subjek
merupakan pribadi yang tidak pendiam. Mungkin karena subjek baru pertama kali
diwawancarai seperti ini. Setelah wawancara dengan subjek, subjek pun kembali ke kelas
untuk melanjutkan proses pembelajaran yang sedang berlangsung dikelas. Dan kami pun
mengikutinya hingga masuk ke dalam kelas. Setelah itu kami meminta izin untuk
mewawancarai walikelasnya juga, dan kami pun diminta untuk menunggu kurang lebih 35
menit sampai proses pembelajaran dikelas selesai.
Setelah proses pembelajaran dikelas selesai, kami pun menemui wali kelasnya lagi untuk
melakukan proses wawancara dengan beliau. Sama dengan subjek, kami pun menanyakan
hal yang sudah kami siapkan untuk ditanyakan kepada wali kelasnya. Dan pada saat kami
melakukan wawancara dengan wali kelas, beliau pun menceritakan semua permasalahan
yang sering terjadi pada subjek yang biasanya timbul pada saat proses pembelajaran. Pada
saat mewawancarai wali kelasnya pun hanya berlangsung kurang lebih 15 menit.
Setelah proses wawancara usai, kami pun meminta izin untuk melakukan foto bersama
dengan subjek dan juga wali kelasnya sebagai bukti dokumentasi. Setelah berfoto, kami pun
memberikan sebuah bingkisan untuk wali kelas dan subjek lalu kami pun berpamitan untuk
pulang. Kegiatan observasi dan wawancara usai sekitar pukul 09.00 WIB.
2.4 Hasil Wawancara
a. Wawancara bersama subjek
Hasil wawancara bersama subjek, subjek mengatakan bahwa permasalahan yang
dialami dalam belajar yaitu rasa malas terhadap belajar dan juga candu pada gadget. Dia
merasakan bosan dan jenuh dengan pembelajaran yang biasanya berlangsung di kelas
sehingga sewaktu di rumah dia hanya sibuk dengan gadgetnya dan berkutat dengan game
online-nya. Dan juga ada beberapa faktor yang dipaparkan oleh subjek mengenai rasa
bosannya terhadap belajar. Yang pertama yaitu karena lingkungan pertemanannya,
kebetulan siswa kelas 5 di Sd tersebut dalam satu kelas hanya ada 3 orang siswa, jadi
mungkin subjek merasakan bosan ketika melakukan pembelajaran dikelas karena
temannya yang hanya ada 2 orang. Dan faktor yang lain yaitu terkadang subjek merasa
bosan dengan lingkungan sekitarnya seperti ruang kelasnya yang tidak pernah ganti dan
seperti itu saja.
Sikap orang tua pada saat mengetahui hambatan belajar pada subjek yaitu candu
gadget, orang tua sedikit memberikan peraturan mengenai penggunaan gadget untuk
subjek, ia mengaku hanya diperbolehkan bermain gadget untuk game online hanya pada
saat hari libur sekolah. Subjek mengatakan bahwa ia juga sering melakukan proses
pembelajaran melalui gadget, seperti pada saat ia belajar bahasa Indonesia, tematik, atau
matematika. Kebetulan subjek sangat menyukai mata pelajaran tematik, matematika, dan
juga ipa. Subjek mengaku belum bisa mengatur waktu dalam belajar dan bermain. Ia
selalu menunggu perintah dari orang tuanya untuk belajar jika sedang dirumah. Tetapi
pada saat ia memiliki pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, ia selalu
mengerjakannya dengan baik dan tepat waktu.
b. Wawancara bersama Wali kelas
Hasil wawancara dengan wali kelas, wali kelas mengatakan bahwa permasalahan
yang dialami dalam belajar yang paling menonjol yaitu candu pada gadget. Siswa lebih
sering membicarakan game online-nya dibandingkan membahas pelajaran dikelas. Wali
kelas sudah berulang kali mengingatkan siswa dan juga wali muridnya. Akan tetapi tetap
saja siswanya lebih mengutamakan game online-nya daripada pelajaran. Dan beliau pun
mengatakan bahwa selalu memberikan motivasi untuk belajar serta menasihati para
siswanya untuk sedikit mengurangi penggunaan gadget terutama mengenai game online-
nya.
Metode pengajaran yang sering digunakan didalam kelas yaitu metode ceramah,
banyak menjelaskan dan banyak memberikan latihan soal. Dan tak jarang subjek dan
siswa yang lain merasakan bosan dengan metode pengajaran tersebut, beliau pun sangat
mengerti jika subjek kadang merasakan bosan jika sedang melakukan proses
pembelajaran dikelas hanya dengan melalui raut wajahnya. Selain karena metode
pembelajarannya, faktor lain yang menyebabkan subjek bosan yaitu lingkungan sekitar
seperti temannya yang memang sangat sedikit dan juga dari ruang kelasnya yang kurang
membuat subjek itu nyaman. Dan beliau pun selalu mengatasinya dengan menambahkan
sedikit metode permainan di dalam proses pembelajaran, dengan tanda kutip permainan
yang berkesinambungan dengan materi yang sedang diajarkan. Dengan menggunakan
metode tersebut bisa mengurangi rasa bosan subjek dan siswa yang lain dalam melakukan
pembelajaran di kelas. Apabila subjek mengalami kesulitan dalam belajar mengenai suatu
pelajaran tertentu, maka wali kelas akan memberikannya kelas tambahan untuk subjek
sampai ia memahami materi yang diberikan oleh beliau.
2.5 Study Dokumen
2.6 Kesimpulan
Dari proses observasi dan wawancara yang kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa subjek mengalami permasalahan dalam belajar yaitu malas. Dan malas itu ada
beberapa faktor yang melatarbelakanginya yaitu yang paling utama akibat pengaruh gadget,
faktor lingkungan seperti teman yang sedikit dan juga lingkungan sekitar seperti ruang kelas
yang membuat tidak nyaman. Akan tetapi dengan selingan metode pembelajaran permainan
yang dilakukan oleh guru sedikit mengurangi rasa malas dan bosan yang dirasakan oleh
subjek.
BAB III

3.1 Penjelasan Permasalahan dengan Menggunakan Teori Belajar


Teori belajar yang digunakan untuk membahas permasalahan pada subjek yaitu teori
belajar behaviorisme yang dikembangkan oleh John B. Watson. John B. Watson (1878-1958)
adalah figure yang dianggap sebagai pelopor aliran behaviorisme dan mengangkat status
psikologi di Amerika. Ia melandaskan pemikiran dasarnya pada objektivitas.
Menurut Watson, pandangan objektif sesuai dengan sifat ala ilmiah sains. Karena itu,
salah satu metode yang digunakan para psikolog untuk menjelaskan perilaku adalah
eksperimen fisiologis. Ia menolak digunakannya metode introspeksi subjektif seperti yang
digunakan para strukturalis dan fungsionalis (Horthesall, 1995). Semasa kariernya, Watson
mengembangkan aliran behaviorisme dengan menyelami beberapa bidang penting dalam
psikologi, diantaranya insting, proses belajar, memori, emosi, proses berpikir dan berbicara,
serta kepribadian manusia (Lundin, 1996).
Watson memberikan perhatian banyak pada acara atau proses belajar. Bagi Watson,
perilaku yang telah menjadi kebiasaan adalah hasil belajar yang dibentuk oleh dua hukum
dasar, yakni resensi dan frekuensi (Lundin, 1996). Sama halnya dengan permasalahan yang
terjadi subjek, perilaku yang telah menjadi kebiasaan yaitu bermain gadget yang sudah
menjadi kebiasaanya mengakibatkan subjek malas dalam belajar.
Dan yang menarik dari teori belajar Watson yaitu tidak dipergunakannya reinforcement
sebagai peranan penting. Pada teori belajar Watson tidak menggunakan reward untuk anak
jika dia menyelesaikan belajarnya dengan baik, dan juga tidak menggunakan punishment
untuk anak jika dia tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hal ini juga yang di hadapi
oleh subjek, dia tidak mendapatkan penghargaan apapun dari orang tuanya apabila subjek
belajar dengan baik, dan subjek pun tidak akan mendapatkan hukuman jika subjek hanya
bermain gadget tanpa melakukan kewajibannya untuk belajar.
Salah satu eksperimen yang terkanl dari Watson ini juga hampir sama dengan
permasalahan yang dialami subjek. Eksperimen ini disebut dengan eksperimen Petter and
The Rabbit, yaitu seorang bocah laki-laki yang takut terhadap berbagai hewan berbulu,
seperti tikus, kucing, kelinci, bahkan jaket berbulu, dan juga mainan yang bergerak. Belajar
dari pengalaman, Watson ingin membuktikan bahwa rasa takut dapat diatasi dengan counter-
conditioning. Awalnya Petter dipaparkan pada teman sebayanya yang bermain-main dengan
mainan yang ia takuti. Ketakutan Petter menunjukkan sedikit perbaikan. Ada kemajuan
sedikit. Dan pada suatu hari Petter mengalami demam dan harus dirawat dirumah sakit.
Ketika demamnya pulih, ia diizinkan untuk pulang. Namun, dalam perjalanan pulang, Petter
dn pengasuhnya diserang oleh seekor anjing. Maka semua ketakutan Petter terulang kembali.
Watson bertekad untuk melakukan counter-conditioning. Petter makan disebuah ruangan
yang cukup luas. Intervensi awalnya, ketika Petter makan, dipertunjukkan seekor kelinci
dalam kandang dengan jarak yang cukup jauh sehingga dapat dilihat akan tetapi tidak
mengganggu Petter. Jarak antara kelinci dengan Petter diberi tanda. Setiap hari jaraknya
diperpendek sehingga suatu hari kelinci berada di dekat Petter tanpa merasa terganggu.
Kemudian Petter diajak untuk menyentuh kelinci sembari makan, akhirnya ia berani untuk
mengelus kelinci sembari makan.
Sama halnya dengan permasalahan subjek, seharusnya subjek diberikan kebiasaan untuk
belajar dahulu sebelum ia bermain gadget. Perlahan-lahan untuk mengurangi intensitas
bermain gadget tanpa merampas haknya untuk bermain. Invervensi awal, Ia harus melakukan
kewajibannya belajar telebih dahulu sebelum bermain gadget. Waktu antara belajar dan
bermain gadget diberi tanda. Sehingga dalam setiap hari waktu yang diberikan untuk belajar
lebih banyak daripada intensitas waktu untuk bermain gadgetnya. Hingga pada akhirnya
subjek terbiasa untuk belajar dalam waktu yang lebih lama sebelumnya mempergunakan
gadgetnya untuk bermain.
3.2 Kesimpulan
Teori belajar menurut Watson ini sangat sederhana. Ia hanya mengandalkan hal yang
menjadi kebiasaan seseorang sebagai hasil belajar yang ia dapatkan tanpa menjadikan
reinforcement menjadi bagian yang paling penting dalam proses pembelajaran pada anak.
Anak hanya perlu dibiasakan melakukan kewajibannya untuk belajar terlebih dahulu sebelum
ia mendapatkan haknya untuk bermain. Dan intensitas waktu yang diberikan pun harus
berbeda agar anak lebih hal mana yang lebih penting antara belajar dan bermain.
Daftar Pustaka
Chusna, P. A. (2017). Pengaruh Dunia Gadget Pada Perkembangan Karakter Anak .
Djamarah, D. S. (2000). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hill, W. F. (1990). Theories Of Learning. Bandung: Nusa Media.
Nahar, N. I. (2016). Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses Pembelajaran . 65-74.
Rozalia, M. F. (2017). Hubungan Intensitas Pemanfaatan Gadget dengan Prestasi Belajar Siswa
Kelas V Sekolah Dasar. 722-731.

Anda mungkin juga menyukai