Kelompok 8
NAMA NIM
Muhammad Irfan 17010213
Fickar Galabi 17010170
Heni Agustina 17010230
Rini Nuraeni 17010214
Ugi Sugiar 17010154
M. Agung Akbar 17010152
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayahnya kami dapat menyusun sebuah makalah yang
membahas tentang " Ganguan Disabilitas & Gangguan Belajar ( Disleksia
Matematika Dan Slow Learner)” meskipun bentuknya sangat jauh dari
kesempurnaan, selanjutnya salawat dan salam kami kirimkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat manusia dari
alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Dan kami juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
yang membimbing mata kuliah Pengantar Bimbingan dan Konseling atas
bimbingannya pada semester ini meskipun baru memasuki awal perkuliahan.
Kami juga mengharapkan agar makalah ini dapat dijadikan pedoman apabila,
pembaca melakukan hal yang berkaitan dengan makalah ini, karena apalah
gunanya kami membuat makalah ini apabila tidak dimanfaatkan dengan baik.
Bandung, 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 2
A. Kesimpulan ........................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Ketika penyandang disabilitas menghadapi sebuah hambatan maka hal itu
akan menyulitkan mereka dalam berpartisipasi penuh dan efektif dalam
kehidupan bermasyarakat berdasarkan kesamaan hak.
Sebagian besar orang awam memahami disleksia sebagai kondisi dimana
anak sulit belajar baca, malas menulis, jika menulis banyak huruf yang
hilang, sulit menghitung, dan sebagainya. Namun sejatinya disleksia sama
sekali tidak sesederhana itu.
Istilah disabilitas belajar tidak di gunakan dalam DSM-IV-TR, namun
digunakan oleh sebagian besar professional kesehatan untuk menggabungkan
tiga gangguan yang tercantum dalam DSM: Gangguan perkembangan belajar,
gangguan berkomunikasi, dan gangguan keterampilan motorik.
Anak slow learner banyak memerlukan bimbingan dan pendampingan yang
lebih, agar dapat mengikuti pelajaran dengan optimal sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Oleh sebab itu, anak slow learner perlu diberikan
pendampingan atau penanganan khusus agar dapat mengikuti pelajaran
seperti anak lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengnertian dari gangguan disabilitas
2. Apa pengertian dari gangguan belajar
3. Apa pengertian dari disleksia matematika
4. Apa pengertian dari slow learner
C. Tujuan
1. Untuk menngetahui pengertian dari gangguang disabilitas
2. Untuk menetahui pengertian dari gangguan belajar
3. Untuk mengetahui pengertian dari disleksia
4. Untuk mengetahui pengertian dari slow learner
BAB II
1
PEMBAHASAN
A. Gangguan Disabilitas
a) Pengertian Disabilitas
Disabilitas merupakan suatu ketidakmampuan tubuh melakukan
aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana orang normal pada umumnya
yang disebabkan oleh kondisi ketidakmampuan dalam hal fsiologis,
psikologis, dan kelainan dalam struktur atau fungsi anatomi. Dahulu
disabilitas lebih dikenal dengan sebutan penyandang cacat.
Disabillitas sekarang ini sudah tidak lagi menggunakan istilah
penyandang cacat, namun sudah diganti dengan istilah penyandang
disabilitas. Penyandang disabilitas merupakan orang yang mempunyai
keterbatasan mental, fisik, intelektual maupun sensorik yang dialami dalam
waktu lama. Ketika penyandang disabilitas menghadapi dengan sebuah
hambatan maka hal itu akan menyullitkan mereka dalam berpartisipasi penuh
dan efektif dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan kesamaan hak.
B. Disabilitas Belajar
a) Pengertian Disabilitas Belajar
Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya
perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, Bahasa, berbicara, atau
keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, autism,
gangguan fisikyang dapat terihat, atau kurangnya kesempatan Pendidikan.
Anak-anak yang mengalami ganguan ini biasanya memiliki intelegensi rata-
rata atau di atas rata-rata. Namun mengalami kesulitan mempelajari beberapa
keterampilan tertentu (aritmatika atau membaca) sehingga kemajuan mereka
di sekolah menjadi terhambat.
Istilah disabilitas belajar tidak di gunakan dalam DSM-IV-TR, namun
digunakan oleh sebagian besar professional kesehatan untuk menggabungkan
tiga gangguan yang tercantum dalam DSM: Gangguan perkembangan belajar,
gangguan berkomunikasi, dan gangguan keterampilan motoric. Masing-
masing gangguan tersebut dapat di tegakkan pada seorang anak yang tidak
dapat berkembang sesuai dengan tingkat intlektualitasnya dalam bidang
akademik spesifik, Bahasa, atau keterampilan motoric. Disabilitas belajar
sering kali teridentifikasi dan ditangani dalam system sekolah dan bukan di
berbagai klinik kesehatan mental. Meskipun di yakini jauh lebih umum
terjadi pada anak laki-laki di banding pada anak perempuan, bukti-bukti yang
diperoleh dari berbagai studi berbasis populasi (yang menghindari masalah
bias-bias rujukan) (Shaywitz dkk;1990). Meskipun para individu dengan
disabilitas belajar biasanya dapat menemukan cara untuk mengatasi masalah
mereka, bagaimanapun hal ini mempengaruhi perkembangan akademik dan
sosial mereka, dan terkadang cukup parah.
b) Gangguan Perkembangan Belajar
DSM-IV-TR membagi gangguan perkembangan belajar menjadi tiga
kategori: gangguan membaca, gangguan menulis ekspresif, dan gangguan
berhitung. Tidak satupun dari diagnosis tersebut tepat jika disabilitas tersebut
dapat disebabkan oleh deficit sensori, seperti masalah visual atau
pendengaran.
Anak-anak dengan gangguan membaca, yang lebih dikenal sebagai
disleksia, mengalami kesulitan besar untuk mengenali kata, memahami
bacaan serta umumnya juga menulis ejaan. Bila membaca dengan
keras mereka melewatkan, menambah, atau menyimpangkan ucapan
kalimat hingga ketingkat yang tidak umum pada usia mereka. Di masa
dewasa, masalah membaca, pemahaman dan menulis ejaan tetap di
alami (Bruck, 1987). Gangguan ini terjadi pada 5 hingga 10 persen
anak-anak usia sekolah, tidak menghambat penderitaannya untuk
berprestasi. Contohnya, telah diketahui secara luas bahwa Tom Cruise,
seorang aktor terkenal dan sukses, menderita disleksia.
Gangguan menulis ekspresif menggambarkan hendaya dalam
kemampuan untuk menyusun kata tertulis (termasuk kesalahan ejaan,
kesalahan tata Bahasa atau tanda baca, atau tulisan tangan yang sangat
buruk) yang cukup parah sehingga dapat sangat terhambat prestasi
akademik atau aktivitas sehari-hari yang memerlukan keterampilan
menulis. Hingga saat ini hanya sedikit atau sistematis yang terkumpul
mengenai prevalensi gangguan ini, yang dialami oleh mahasiswa.
Anak-anak dengan gangguan berhitung dapat mengalami kesulitan
dalam mengingat fakta-fakta secara cepat dan akurat, menghitung
objek dengan benar dan cepat, atau mengurutkan angka-angka dalam
kolom-kolam.
c) Gangguan Komunikasi
C. Disleksia Matematika
a. Pengertian Disleksia
Disleksia merupakan salah satu bentuk kesulitan belajar spesifik yang
tersering diantara kedua bentuk kesulitan belajar spesifik lainnya yaitu
disgrafia dan diskalkulia. Disleksia yang berasal dari Bahasa greek secara
harafiah mengandung makna kesulitan berbahasa (dys = sulit; lexia =
Bahasa). Disleksia (seperti halnya diskalkulia dan disgrafia) terjadi pada
individu dengan potensi kecerdasan normal, bahkan banyak diantara
mereka yang mempunyai tingkat kecerdasan jauh diatas rata-rata. Itulah
sebabnya disleksia disebut sebagai kesulitan belajar SPESIFIK, karena
kesulitan belajar yang dihadapinya hanya terjadi pada satu atau beberapa
area akademis yang spesifik saja, diantranya area membaca, menulis dan
berhitung.
(sedikitnya) normal. Di usia dini, tanda-tanda disleksia tentu saja
bukan dilihat dari Disleksia adalah suatu kondisi dimana individu
menunjukan kesulitan yang bermakna diarea berbahasa termasuk
mengeja, membaca dan menulis. Kesulitan ini tidak sesuai dengan
kemampuan yang seharusnya merujuk kepada usia kronologis dan
kemampuan intelegensinya yang kemampuan bicara yang sarat dengan
artikulasi yang tidak tepat, misalnya kesulitan melapalkan ‘pemadam
kebakaran’ menjadi ‘pedadam kebaran’, ‘taksi’ menjadi ‘tasik’, dll.
usia sekolah, gejala disleksia mulai Nampak sebagai kesulitan di area
membaca, menulis, dan berhiting. Biasanya kemampuan di bidang ini
senantiasa ‘tertinggal’ dibandingkan dengan teman sebayanya. Anak sulit
mengenali bentuk huruf, bunyi huruf, kesulitan membaca dan menulis
kata-kata. Seringkalil jika menulis banyak huruf-huruf yang hilang atau
bahkan kehilangan beberapa kalimat saat menulis atau menyalin dari
papan tulis ke bukunya. Anak yang lebih besar lagi, bisa jadi sudah
mampu baca tulisan, namun membutuhkan usaha yang luar biasa untuk
mampu memahami kosa kata dan konten dari isi bacaan yang memang
bellum dituntut untuk mampu baca. Maka di usia prasekolah gejala
disleksia biasanya dilaporkan telat bicara dimana yang dimaksud adalah
anak dengan kemampuan memahami berbagai intruksi sesuai usianya,
namun memiliki kosa kata yang terbatas saat berbicara. Anak ini juga
kesulitan menjawab pertanyaan deskriptif secara tertulis sekalipun
mampu menjawabnya secara lisan. Sebagian anak ini juga mengalami
kesulitan dalam berhitung.
b. Disleksia Matematika
Ketidakmampuan dalam matematika atau dyscalculia yang sering
disebut dengan disleksia matematika, merupakan salah satu masalah
serius yang bisa timbul pada anak. Profesor neurosains perkembanngan
kognitif dan penasehat Understood.org, Daniel Ansari mengatakan,
dyscalculia sama seperti disleksia biasa namun lebih sedikit
teridentifikasi.
c. Gejala Dyscalculia
Anak dengan dyscalculia sering kali “kehilangan jejak” saat
berhitung. Mereka mungkin masih mengandalkan jari-jarinya disaat anak-
anak lain seusianya sudah tak lagi melakukannya. Merreka juga mungkin
tidak mampu secara tepat mengenali dan menyebutkan jumlah dalam
objek dalam satu kelompok kecil (sebuah kemampuan yang dinamakan
subitizing), misalnya mampu melihat angka 5 dan 3 pada dadu dilempar
tanpa menghitungnya.
Tak hanya itu, bahkan pemahaman dasar akan anngka juga terganggu.
Ini bisa menyulikan mereka, misalnya menentukan apakah angka 8 lebih
besar dari angka 6. Anak-anak dengan dyscalculia juga memilliki banyak
kecemasan terhadap angka. Misalnya, mereka panik saat memikirkan
pekerjaan rumah matematika, atau panik saat akan ujian matematika.
D. Slow Learner
a. Pengertian Slow Learner
Slow learner sering digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan kognitif di bawah rata-rata atau lamban belajar. Anak slow
learner memiliki prestasi belajar di bawah rata-rata dari anak normal pada
umumnya. Kondisi tersebut bisa terjadi disalah satu bidang akademik.
Anak lamban belajar memiliki IQ antara 70-90. Penggolongan slow
learner didasarkan apabila anak tidak berhasil mencapai tingkat
penguasaan suatu objek belajar yang diperlukan sebagai syarat
memahami objek belajar pada tingkat berikutnya. Oleh karenanya, anak
slow learner membutuhkan waktu dan intensitas berlatih yang lebih
banyak untuk mengulang materi pembelajaran tersebut agar mendapat
hasil yang sesuai dengan standar atau lebih optimal. Hal ini seperti yang
dikatakan Borah (2013) bahwa anak slow learner memiliki kemampuan
kognitif di bawah rata-rata, namun tidak bisa disebut dengan cacat. Hal
ini dikarenakan slow learner adalah normal tetapi memiliki masalah tidak
tertarik belajar di bawah system Pendidikan yang diterima. Kecerdasan
anak slow learner berada di bawah kecerdasan rata-rata dan berada di atas
kecerdasan anak tuna grahita, dengan demikian anak lamban belajar juga
sering disebut dengan borderline atau ambang batas (Mumpuniarti,
2007).
Anak slow learner secara fisik dalam pergaulan tidak menunjukan
perbedaan dengan anak normal pada umumnya. Hal ini membuat pihak
sekolah terkadang tidak cermat bahwa di sekolahnya terdapat anak yang
membutuhkan pendampingan yang khusus, yaitu membutuhkan
membutuhkan proses yang lebih lama dan metode yang lebih sederhana
dan variatif. Anak slow learner banyak memerlukan bimbingan dan
pendampingan yang lebih, agar dapat mengikuti pelajaran dengan optimal
sesuai dengan tingkat kemampuannya. Oleh sebab itu, anak slow learner
perlu diberikan pendampingan atau penanganan khusus agar dapat
mengikuti pelajaran seperti anak lain.
Secara umum anak slow learner hampir sama dengan anak-anak
normal pada umumnya. Anak slow learner selain lamban dalam
memahami materi juga lamban dalam merespon intruksi. Anak slow
learner bahkan tidak mampu memahami perintah yang kompleks atau
multiple step intructions. Karakteristik anak slow learner dapat
dikelompokan menjadi beberapa aspek yaitu:
a. Aspek Kognitif; berkaitan dengan keterbatasan kapasitas kognitif,
memori atau daya ingat rendah, gangguan dan kurang konsentrasi,
ketidakmampuan mengungkapkan ide. Anak slow learner
mengalami kesulitan hamper pada semua pelajaran, sehingga
membutuhkan pendampingan pribadi maupun metode belajar
untuk membantu memahami materi pelajaran. Maka, anak slow
learner perlu penjelasan dengan menggunakan berbagai metode
yang menarik dan mudah dipahami, serta harus dilakukan
berulang-ulang agar materi pelajaran atau latihan dapat dipelajari
dengan baik. Tingkat kemampuan yang demikian, mempengaruhi
kemampuan anak dalam perpikir secara abstrak, sehingga mereka
lebih senang membicarakan hal yang bersifat konkrit. Anak slow
learner kesulitan untuk memcahkan masalah meskipun masalahnya
sederhana. Hal ini karena kemampuan bebrpikir anak yang rendah
dan ingatan mereka tidak mampu bertahan lama (Yusuf, 2003).
b. Bahasa atau komunikasi; keterbatasannya kognitif diatas
mengakibatkan anak slow learner mnejadi kesulitan dalam
berkomunikasi dengan oranng lain. Anak slow learner akan lebih
mudah memahami sesuatu dengan Bahasa yang sangat konkrit, hal
ini akan menjadi permasalahan dalam berkomunikasi dnegan orang
lain yang telah memasuki tahap perkembangan kognitif berfikir
secara abstrak. Keterbatasan anak dalam memahami informasi
yang bersifat abstrak, mengakibatkan anak memiliki kemampuan
berbahasa yang sangat terbatas. Kosa kata yang dimiliki dan
dipahami oleh anak slow learner sangat sederhana dan terbatas
(Borah 2013).
c. Aspek fisik; Rumini (1980) menjelaskan bahwa keadaan fisik anak
slow learner sama seperti anak-anak normal pada umumnya.
Secara fisik anak slow learner tidak menunjukan keanehan namun
bila dilihat dari perkembangan motoriknya, anak slow learner
terlihat lebih lambat. Perkembangan motorik yang lamban
menyebabkan anak lamban belajar dan memiliki keteramoilan yang
rendah. Oleh sebab itu anak slow learner seringkali mengalami
kesulitan dalam koordinasi motorik ketika menggunakan pensil
atau berolahraga.
d. Aspek emosi; Tsanley dan Guliford (1977) mengungkapkan bahwa
anak slow learner seringkali Nampak memiliki kendali emosi yang
rendah. Anak seringkali mudah merasakan emosi negatif ketika
apa yang menjadi keinginan dan egonya tidak terpenuhi dengan
segera. Anak slow learner cenderung sensitif, mudah marah dan
terkadang hingga meledak-ledak. Anak juga cepat patah semangat
apabila mereka merasa tertekan atau melakukan suatu kesalahan.
Namun, hal ini bukan semata-mata karena anak slow learner selalu
memiliki kontrol emosi yang rendah. Bisa jadi, anak dengan slow
learner hanya mengalami kesulitan dalam mengekspresikan
emosinya. Ekspresi emosi anak slow learner sangat halus namun
mereka tetap memiliki kebutuhan dasar emosi layaknya anak
normal, seperti kebutuhan rasa aman, kebutuhan memberi dan
menerima kasih sayang, kebutuhan diterima oleh orang lain,
pengakuan dan harga diri, kebutuhan kemandirian, tanggung jawab
dan membutuhkan pengalaman dari aktivitas baru.
e. Aspek moral sosial: anak slow learner mampu bergaul di
masyarakat, berperilaku seperti anak normal pada umunya apabila
mereka mendapatkan bimbingan secara tepat. Anak slow learner
yang berperilaku seperti anak normal tidak diketahui oleh
masayarakat bahwa mereka adalah slow learner. Oleh karenanya,
orang tua perlu memberikan bimbingan yang lebih dan tidak
menuntut hasil dari mereka seperti anak normal. Apabila anak
kurang siap secara mental maka anak dapat mengalami frustasi,
tertekan, bahkan histeris karena merasa tidak mampu memenuhi
tuntutan atau keinginan masyarakat (Borah, 2013).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Disabilitas merupakan suatu ketidakmampuan tubuh melakukan
aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana orang normal pada umumnya
yang disebabkan oleh kondisi ketidakmampuan dalam hal fsiologis,
psikologis, dan kelainan dalam struktur atau fungsi anatomi. Dahulu
disabilitas lebih dikenal dengan sebutan penyandang cacat.
Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya
perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, Bahasa, berbicara, atau
keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, autism,
gangguan fisikyang dapat terihat, atau kurangnya kesempatan Pendidikan.
Disleksia (seperti halnya diskalkulia dan disgrafia) terjadi pada
individu dengan potensi kecerdasan normal, bahkan banyak diantara mereka
yang mempunyai tingkat kecerdasan jauh diatas rata-rata. Itulah sebabnya
disleksia disebut sebagai kesulitan belajar SPESIFIK, karena kesulitan belajar
yang dihadapinya hanya terjadi pada satu atau beberapa area akademis yang
spesifik saja, diantranya area membaca, menulis dan berhitung.
Anak slow learner merupakan anak yang mengalami lamban belajar,
lamban terampil, dan lamban memahami suatu informasi yang diperoleh atau
ditangkapnya. Akibat kekurangan atau kelebihan yang dimilikinya, anak
mengalami hambatan dalam belajar, bersosialisasi dengan lingkungan sekitar,
maupun dalam pengelolaan emosi yang mengakibatkan dampak-dampak
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA