Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL

DISUSUN OLEH :

 Anandya Claudya (10517661)


 Aulia Pratiwi (11517057)
 Dzikra Athaya (11517854)
 Nur Fauzia Yudianti (16517561)
 Yohanes Bosco Luther (16517290)

KELAS 3PA13
FAKULTAS PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
Mata Kuliah : Psikologi Abnormal
Dosen : Rolla Apnoza M.Psi
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Depok, 26 Januari 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Gangguan Terkait Zat dan Ketergantungan..............................3

2.2 Kategori utama dari obat-obatan................................................................5

2.3 Metode-metode penanganan gangguan penggunaan zat.............................15

2.4 Gangguan Perjudian....................................................................................18

2.5 Gangguan psikologis yang berkaitan dengan penggunaan IT.....................23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................26

3.2 Saran...........................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik dan mental terhadap


hal-hal tertentu yang menimbulkan perubahan perilaku bagi orang yang
mengalaminya. Keadaan fisik dan psikis yang muncul ketika penyalahgunaan zat
adiktif mulai mengalami ketergantungan akan menyebabkan ketidaknyamanan
yang ditunjukan oleh perubahan perilaku dan ekspresi verbal dan non verbal.

Pola perilaku negatif pada diri penyelahgunaan zat adiktif tersebut menambah
parah keadaan psikis yang sebaliknya akan juga memperburuk keadaan perilaku
orang tersebut. Berbagai macam pola negatif mendorong orang tersebut untuk
harus mengkonsumsi zat adiktif, hal ini akan memperburuk kembali keadaan fisik
dan psikisnya dan akan membentuk perilaku yang semakin negatif.

Penggunaan beberapa zat psikoaktif seperti kokain, mariyuana dan heroin


merupakan hal yang abnormal karena hal tersebut ilegal dan karenanya
menyimpang dari standar sosial. Klasifikasi gangguan penggunaan zat dalam
sistem DSM tidak pada apakah obat tersebut ilegal atau legal, tetapi lebih pada
bagaimana penggunaan obat tersebut mengganggu fungsi fisiologis dan
psikologis seseorang.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian dari gangguan akibat
penggunaan zat dan gangguan penggunaan zat. Kemudian akan dibahas juga
secara mendetail tentang kedua gangguan tersebut. Makalah ini juga akan
membahas terkait dengan gangguan psikologis yang disebabkan akibat adanya
teknologi. Kelompok kami akan membahas mengenai gangguan nomophobia atau
kecanduan terhadap smartphone.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja jenis-jenis zat yang dapat menyebabkan perilaku ketergantungan?


2. Bentuk-bentuk perilaku apa saja yang dihasilkan dari penggunaan zat?
3. Karakteristik apa saja yang terdapat pada zat yang menyebabkan gangguan
perilaku?

1
4. Bagaimana cara penanganan terkait gangguan pada penggunaan zat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan tentang


perilaku ketergantungan terutama pada gangguan terkait zat dalam DSM-5
menyangkut zat non kimia dan adiksi atau perilaku komplusif yang dapat
menyebabkan ketergantungan fisiologis dan psikologis, dengan menggunakan
perspektif teoritis dalam pengaruhnya terhadap perilaku abnormal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Gangguan Terkait Zat dan Ketergantungan

Klasifikasi gangguan penggunaan zat dalam sistem DSM tidak didasarkan pada
apakah obat tersebut legal atau ilegal, tetapi lebih pada bagaimana penggunaan obat
tersebut mengganggu fungsi fisiologis dan psikologis tertentu. DSM-5
mengklasifikasikan gangguan terkait zat ke dalam dua tipe utama : gangguan akibat
penggunaan zat dan gangguan penggunaan zat.

Gangguan akibat penggunaan zat (substance-induced disorder) merupakan


pola perilaku abnormal yang disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif. Dua jenis
utama dari gangguan ini adalah intoksikasi zat dan gejala putus asa. Zat yang berbeda
memiliki efek yang berbeda pula sehingga beberapa dari gangguan ini mungkin
disebabkan oleh satu, beberapa, atau hampir semua zat. Intoksikasi zat (substance
intoxication) merupakan gangguan akibat penggunaan zat yang melibatkan pola
episode intoksikasi yang berulang; kondisi dalam keadaan mabuk atau “tinggi”. Ciri
dari intoksikasi tergantung pada obat mana yang dikonsumsi, dosis, reaktivitas
biologis pengguna, dan oleh ekspektasi pengguna. Tanda-tanda intoksikasi sering kali
termasuk kebingungan, marah-marah, gangguan penilaian, kurang perhatian, dan
terganggunya kemampuan motorik dan spasial.

Gejala putus asa (substance withdrawal) adalah gangguan akibat penggunaan


zat yang melibatkan sekelompok gejala yang muncul ketika seseorang tiba-tiba
berhenti menggunakan zat tertentu setelah periode penggunaan yang lama dan dosis
yang tinggi dari suatu zat. Penggunaan zat secara berulang dapat mengubah reaksi
fisiologis tubuh, mengakibatkan berkembangnya efek fisiologis seperti toleransi dan
secara jelas disebut sebagai sindrom putus asa (withdrawal syndrom). Toleransi
(tolerance) adalah kondisi pembiasaan fisik terhadap suatu obat, yang disebabkan
oleh penggunaan yang sering sehingga dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk
mencapai efek yang sama. Gejala putus zat dapat bervariasi tergantung pada jenis
obat tertentu. Orang yang mengalami sindrom putus zat sering kali kembali
menggunakan zat tersebut untuk meringankan ketidaknyamanan yang diasosiasikan
dengan putusnya penggunaan zat, yang karenanya berperan menjaga pola kecanduan.
Penggunaan zat tertentu secara rutin atau berkepanjangan dapat menyebabkan
sindrom putus zat (withdrawal syndrome) yaitu sekelompok simtom psikologis
dan fisik yang muncul setelah penghentian penggunaan zat secara tiba-tiba. Zat-zat
psikoaktif yang dapat menyebabkan sindrom putus asa zat meliputi alkohol, opioid,
stimulan seperti kokain dan amfetamin, obat-obatan penenang dan pemicu tidur,
ganja, tembakau. Karna penghentian konsumsi secara mendadak dari zat halusinogen
seperti LSD dan phencyclidine (PCP) dan inhalan tidak menghasilkan efek putus zat
yang signifikan secara klinis, zat-zat ini tidak diakui sebagai pencetus gejala sindrom
putus asa.

Gangguan penggunaan zat (substance use disorder) adalah pola penggunaan


zat-zat psikoaktif secara maladaptif yang menyebabkan terganggunya fungsi atau
munculnya tekanan personal yang signifikan. Diagnosis gangguan penggunaan zat
membutuhkan dua atau lebih ciri atau simtom yang lebih spesifik yang terjadi selama
satu tahun sebelumnya. Ciri-ciri tertentu bervariasi, tergantung pada jenis obat.

Penggunaan dan Penyelahgunaan Zat

DSM-5 membatasi keduanya pada titik di mana pola penggunaan zat secara signifikan
mengganggu fungsi pekerjaan, sosial, atau sehari-hari seseorang atau menyebabkan
distres personal yang signifikan. Contoh terganggunya fungsi seseorang meliputi:

 Sulit memenuhi tanggung jawab atas perannya sebagai mahasiswa, pekerja, atau
orang tua

 Terlibat dalam perilaku yang berbahaya secara fisik (seperti menggunakan zat
tertentu ketika mengemudi)

 Berulangnya masalah sosial atau interpersonal (contoh, berulang kali terlibat


perkelahian ketika minum-minum).

Kecanduan Nonkimia dan Bentuk Peirlaku Kompulsif Lain


Dalam DSM-IV patologis atau kompulsif termasuk ke dalam kategori diagnosis
yang disebut Gangguan Kontrol Impuls, yang juga meliputi masalah perilaku lainnya
yang juga ditandai dengan sulit mengendalikan atau menahan perilaku impulsif,
seperti kleptomania (mencuri kompulsif) dan piromania (menyebabkan kebakaran
secara kompulsif).
Mendefinisikan Istilah
Ketergantungan fisik (juga disebut ketergantungan zat kimia atau ketergantungan
fisiologis) untuk merujuk pola perilaku penggunaan obat-obatan di mana tubuh
seseorang telah berubah akibat penggunaan obat-obatan tersebut secara rutin.
Ketergantungan psikologis, orang yang ketergantungan secara psikologis
menggunakan obat-obatan secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis
mereka, seperti bergantung pada obat-obatan untuk melawan stres atau kecemasan
berhari-hari.
Tahap-tahap umum menuju adiksi
1. Coba-coba. Selama masa coba-coba, atau penggunaan berkala, obat-obatan
tersebut membuat pengguna merasa nyaman secara sementara, bahkan
merasakan euforia.
2. Pengguna rutin. Pada tahap selanjutnya, periode penggunan rutin, seseorang
mulai mengatur hidupnya untuk mendapatkan dan menggunakan obat-obatan.
3. Kecanduan atau ketergantungan. Penggunaan rutin akan berubah menjadi
kecanduan atau keterantungan jika pengguna merasa tidak mampu menolak
obat-obatan, baik karena mereka ingin merasakan efek dari obat-obatan
tersebut maupun karena mereka menghindari konsekuensi putus zat.

2.2. Mendefinisikan kategori utama dari obat-obatan psikoaktif dan obat-obatan


tertentu

1. Alkohol

Pada kasus yang relatif jarang seseorang yang telah menjadi peminum berat
selama beberapa tahun dapat mengalami Delirium Tremens (DTs) bila kadar alkohol
di dalam darah mendadak turun. Orang yang bersangkutan akan :
- Mengalami delirium dan tremor serta halusinasi yang utamanya visual namun dapat
juga taktil.

- Melihat binatang-binatang yang menjijikkan dan sangat aktif (seperti ular, keoca,
labba-laba, dll) merambat di dinding atau di tubuh orang yang bersangkutan.

- Mengalami disorientasi dan ketakutan dalam keaadaan demam


Delirium dan penyakit fisiologis dadakan disebabkan oleh putus alkohol
mengindikasikan orang tersebut mengalami kecanduan.
Pada orang-orang yang mengalami ketergantungan alkohol terdapat periode
intoksikasi alkohol yaitu keinginan untuk minum dapat sangat menguasai sehingga
terdorong untuk minum alkohol yang tidak berbentuk minuman seperti tonik rambut.
Intoksikasi alkohol kriterinya sebagai berikut:
a. Baru saja mengingesti alkohol

b. Perilaku maladaptive atau perubahan psikologis yang secara klinis bermakna


yang berkembang selama atau sesaat setelah ingesti alkohol

c. Satu atau lebih tanda berikut yang berkembang selama atau sesaat setelah
penggunaan alkohol :

1. bicara cadel

2. inkoordinasi

3. gaya melangkah tidak menetap

4. nistagmus

5. gangguan perhatian atau memori

6. slupor atau koma

d. Gejala tidak disebabkan oleh suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya.

Kriteria diagnostik putus alkohol :


a. Penghentian atau pengurangan penggunaan alkohol yang telah digunakan lama
dan berat

b. Dua atau lebih hal berikut ayng berkembang dalam beberapa jam hingga
beberapa hari setelah kriteria a :

1. hiperaktivitas otonomik

2. peningkatan tremor tangan

3. insomnia

4. mual atau muntah


5. halusinasi visual, taktil, atau dengar atau ilusi yang sementara

6. agitasi psikomotor

7. kecemasan

8. kejang grand mal

2. Nikotin dan Rokok

Kriteria putus nikotin:

a. Menggunakan nikotin setiap hari selama paling kurang beberapa minggu

b. Penghentian penggunaan nikotin secara tiba-tiba atau pengurangan jumlah nikotin


yang digunakan, siikuti oleh empat atau lebih tanda berikut dalam kurun waktu 24
jam:

1. mood distorik atau terdepresi

2. insomnia

3. iritabilitas, frustasi atau kemarahan

4. kecemasan

5. gelisah
6. penurunan denyut jantung

7. peningkatan nafsu makan atau berat badan

c. Gejala pada kriteria b menyebabkan penderitaan secara klinis bermakna atau


gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya

d. Gejala tidak disebabkan oleh suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya.

Prevalensi dan Konsekuensi Kesehatan Diantara berbagai masalah kesehatan yang


diperparah oleh kebiasaan merokok berkepanjangan adalah emfisema, yaitu kanker
laring dan esophagus, dan sejumlah penyakit kardiovaskular.
Konsekuensi Perokok Pasif Asap yang berasal dari ujung rokok yang menyala, yang
disebut secondhand smoke atau Asap Tembakau Lingkungan (ATL), mengandung
konsentrasi ammonia, karbon monoksida, nikotin dan tar yang lebih tinggi disbanding
asap yang dihirup oleh perokok. Efek dari ATL tersebut adalah:
- Menyebabkan kelainan dan kerusakan paru-paru serta beberapa diantaranyya
mengalami reaksi alergi terhadap asap rokok

- Para nonperokok beresiko lebih tinggi mengalami penyakit kardiovaskular

- Infeksi saluran pernafasan atas, bronkitis dan infeksi telinga bagian dalam

3. Mariyuana
Mariyuana terdiri dari daun dan bagian atas yang berbunga dari sejenis tanaman
rami yang dikeringkan dan dihancurkan, yaitu Cannabis Sativa. Mariyuana sering di
hisap namun dapat dikunyah, digunakan sebagai teh atau dimakan dalam makanan
yang di panggang.
Kriteria diagnostik dalam :
Perilaku maladaptive atau perubahan psikologis yang secara klinis bermakna
(misalnya : gangguan koordinasi motoric, euphoria, kecemasan, sensasi waktu
menjadi lambat, gangguan pertimbangan, penarikan diri dari social) yang berkembang
selama atau sesaat setelah menggunakan kanabis.

Beberapa gejala intoksisasi kanabis, antara lain:


- Infeksi konjungtiva

- Peningkatan nafsu makan

- Mulut kering

- Takkikardi

4. LSD dan Halusinogen lain


Efek halusinogen tergantung pada sejumlah variable psikologis, selain besarnya
dosis yang digunakan, serangkaian aspek dalam diri seseorang yaitu sikap, ekspetasi,
dan motivasi dalam menggunakan obat tersebut secara luas dianggap sebagai penentu
penting atas reaksinya terhadap halusinogen. Adapun empat jenis halusinogen
lainnya, antara lain :
Meskalin, suatu alkaloid dan zat aktif dalam peyote, diisolasi dari tonjolan yang
berbentuk seperti piringan di bagian atas tanaman kaktus peyote. Sudah lama
digunakan berabad – abad dalam ritual keagamaan orang Indian yang tinggal di
Meksiko barat daya dan utara.

Psilosibin, bubuk mirip kristal yang diisolasi oleh Hofmann dari jamur psilosiba
meksikana pada tahun 1958, orang Indian di Meksiko masih menggunakannya dalam
upacara pemujaan mereka.

MDMA (methilindioksimetamfetamin), pertama kali disintesis pada awal tahun


1900-an yang awalnya digunakan sebagai penekan nafsu makan bagi para tentara
semasa Perang Dunia I. Bahan kimiawi MDMA ditemukan pada beberapa rempah –
rempah yang umumnya digunakan, seperti pala, dill, kunyit, dan sassafras.

MDA (methilindioksiamfetamin), pertama kali disintesis pada tahun 1910 tapi


baru pada tahun 1960-an unsur psikedeliknya menjadi perhatian generasi masa itu
yang menggunakan obat untuk memperluas kesadarannya.
Kriteria diagnostik
Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang secara klinis bermakna
(misalnya: perkelahian, penyerangan, impulsivitas, tidak dapat diperkirakan, agitasi
psikomotor, gangguan pertimbangan, gangguang fungsi social atau pekerjaan) yang
berkembang selama atau sesaat setelah menggunakan fensiklidin.

Adapun gejala intoksisasi fensiklidin, antara lain:

- Nistagmus vertical atau horizontal

- Hipertensi atau lakikardi

- Rasa kebas atau penurunan respon terhadap nyeri

5. Sedatif dan Stimulan


Sedatif
Sedatif utama sering kali disebut downer, melambatkan berbagai aktivitas
tubuh dan mengurangi responsivitasnya, kelompok obat – obatan ini mencangkup
opiat – opium dan berbagai derivatnya yaitu morfin, heroin, serta barbiturat disentis.
1. Opiat
Opiat adalah kelompok sedatif yang menimbulkan kecanduan yang dalam
dosis sedang dapat menghilangkan rasa sakit dan menyebabkan tidur, paling terkenal
adalah opium.
Opium dan deviratnya berupa morfin dan heroin menimbulkan euforia, rasa
kantuk, kerasukan, dan kadang kurangnya koordinasi. Heroin memiliki efek awal
tambahan yaitu suatu rasa hangat yang menjalar, kenikmatan yang menyeluruh segera
setelah disuntikkan ke dalam pembuluh darah. Semua kekhawatiran dan ketakutan
pengguna hilang dan ia memiliki rasa percaya diri yang besar selama 4 hingga 6 jam
ke depan, namun kemudian mengalami penurunan kondisi yang berakhir dengan
stupor.
2. Sedatif sintetis
Jenis sedatif utama yaitu barbitut disintesis sebagai obat yang membantu
seseorang agar dapat tidur atau merasa rileks. Sedatif melemaskan otot, mengurangi
kecemasan, dan dalam dosis rendah menghasilkan kondisi euforik ringan, dosis yang
berlebihan menyebabkan bicara menjadi tidak jelas dan langkah tidak stabil,
penilaian, konsentrasi, dan kemampuan untuk bekerja dapat sangat melemah.
Pengguna kehilangan kendali emosional dan dapat menjadi mudah tersinggung serta
agresif sebelum akhinya tertidur lelap, dosis yang sangat besar dapat menjadi fatal
karena otot diafragma melemas hingga ke kondisi yang dapat membuat individu
kehabisan nafas. Penggunaan yang berlebihan dalam waktu lama dapat merusak otak
dan mengalami kemunduran kepribadian, sedangkan berhenti total menimbulkan
reaksi putus zat yang parah dan berlangsung lama serta dapat mengakibatkan
kematian mendadak, delirium, kejang – kejang dan simtom – simtom lain yang mirip
dengan simtom yang terjadi setelah berhenti minum alkohol secara total.

Stimulan
Stimulan atau upper seperti kokain bekerja di dalam otak dan sistem saraf
simpatetik untuk meningkatkan keterjagaan dan aktivitas motorik. Amtefamin seperti
Benzedrin adalah stimulan sistesis, kokain adalah stimulan alamiah yang di ekstrak
dari daun koka.
1. Amtefamin
Amtefamin yang pertama yaitu Benzedrin ditemukan tahun 1927 untuk
melegakan hidung tersumbat dan juga diketahui masyarakat karena efek
rangsangannya. Obat – obatan tersebut dapat ditelan atau disuntikkan yang
menyebabkan meningkatnya keterjagaan, fungsi – fungsi pencernaan dihambat dan
nafsu makan berkurang, oleh karena itu obat ini digunakan untuk diet. Selain itu
menyebabkan denyut jantung semakin cepat, pembuluh darah dikulit serta selaput
lendir mengalami penyempitan. Individu yang bersangkutan menjadi terjaga, euforik,
bersemangat serta dirasuki oleh energi yang seolah tanpa batas dan rasa percaya diri.
Dosis yang lebih besar dapat membuat pengguna menjadi gugup, mudah terpancing,
bingung sehingga ia dapat mengalami gemetar, sakit kepala, pusing dan tidak dapat
tidur, kadang para pengguna berat menjadi sangat dipenuhi rasa curiga dan bersikap
bermusuhan sehingga ia dapat membahayakan orang lain, sedangkan untuk dosis
yang lebih tinggi yang digunakan dalam kurun waktu tertentu dapat menimbulkan
kondisi yang cukup mirip dengan skizofrenia paranoid, termasuk delusinya.
2. Metamfetamin
Metamfetamin dapat ditelan atau disuntikkan juga dapat dihirup, berbentuk
kristal jernih obat ini sering dijuluki “meth crystal” atau “es”, keinginan akan
metamfetamin sangat kuat dan sering kali berlangsung hingga beberapa tahun setelah
penggunaannya di hentikan. Beberapa studi terhadap hewan mengindikasikan bahwa
penggunaan metamfetamin yang kronis menyebabkan kerusakan otak, memengaruhi
sistem dopamin dan seratonin, studi lain mendokumentasikan terjadinya berbagai
kelemahan kognitif yang juga dihubungkan dengan penggunaan metamfetamin yang
kronis, apabila pengguna metamfetamin adalah ibu hamil memiliki konsekuensi berat
bagi perkembangan janin.
3. Kokain
Kokain berasal dari tanaman koka yang memiliki efek mengurangi rasa sakit,
bekerja dengan cepat pada otak, menghambat pengembalian dopamin di berbagai
daerah mesolimbik yang dianggap menghasilkan kondisi yang menyenangkan dan
berbagai perasaan positif. Kokain meningkatkan hasrat seksual dan menimbulkan rasa
percaya diri, rasa sejahtera, dan tidak akan pernah lelah. Overdosis menyebabkan
menggigil, mual, mengalami insomnia, serta serangan paranoid dan halusinasi yang
mengerikan mengenai serangga yang merambat dibawah kulit. Penggunaan kronis
dapat memicu perubahan kepribadian, sangat mudah tersingung, terganggunya
hubungan sosial, pemikiran paranoid, gangguan pola makan serta tidur. Kokain juga
meningkatkan resiko seseorang terhadap stroke dan menyebabkan berbagai
kelemahan kognitif seperti sulit memusatkan perhatian dan sulit untuk mengingat,
karena memiliki kemampuan besar untuk menyempitkan pembuluh darah kokain
memberikan bahaya tersendiri dalam kehamilan karena pasokan darah ke janin dapat
berkurang.

Perspeektif Teoritis Utama Memahami Gangguan Penggunaan Zat


Etiologi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat
1. Variabel Sosiokultural
Variabel sosiokultural memiliki peran yang sangat beragam dalam
penyalahgunaan obat. Mulai dari pengaruh teman sebaya dan orang tua hingga
pengaruh media dan jenis perilaku yang dianggap pantas dalam suatu budaya tertentu,
lingkungan sosial dapat mempengaruhi ketertarikan dan akses seseorang pada obat-
obatan.
Variabel keluarga juga merupakan pengaruh sosiokultural penting. Jika kedua
orang tua merokok, anak akan memiliki kemungkinan empat kali lebih besar untuk
merokok disbanding jika tidak ada anggota keluarga yang merokok. Sama dengan itu,
keterpaparan pada alkohol yang dikonsumsi orang tua meningkatkan kemungkinan
pada anak-anak untuk juga mengkonsumsi alkohol (Hawskin dkk., 1997). Kurangnya
pengawasan orang tua mendorong meningkatnya hubungan dengan teman-teman yang
menyalahgunakan obat dan diikuti dengan lebih tingginya penggunaan obat-obatan
(Chassin dkk., 1996; Thomas dkk., 2000). Memiliki teman-teman yang merokok
memprediksi kebiasaan merokok seseorang (Killen dkk., 1997) namun mereka yang
memiliki rasa efektivitas diri yang tinggi, kurang terpengaruh oleh teman-teman
sebaya mereka.
Berbagai temuan tersebut mendukung pemikiran bahwa jaringan sosial
mempengaruhi perilaku individu terkait obat dan alkohol. Meskipun demikian, bukti
lain mengindikasikan bahwa para individu yang memiliki kecenderungan
menyalahgunakan zat pada kenyataannya memilih jaringan sosial yang sesuai dengan
pola minum atau penggunaan obat mereka. Dengan demikian, terdapat dua penjelasan
luas mengenai hubungan antara lingkungan sosial dengan penyalahgunaan zat yaitu
model pengaruh sosial dan model seleksi sosial.
Variabel lain yang perlu dipertimbangkan adalah media. Kita dibombardir
dengan berbagai iklan di televisi dimana bir dikaitkan dengan laki-laki berpenampilan
atletis, perempuan berbalut bikini, dan saat-saat yang menyenangkan. Papan-papan
reklame mengidentikkan rokok dengan kenikmatan, relaksasi, atau bergaya. Peran
iklan mendorong penggunaan alcohol.

2. Variabel Psikologis
a. Perubahan mood

Secara umum diasumsikan bahwa salah satu motif psikologis utama untuk
menggunakan obat-obatan adalah untuk mengubah mood. Oleh karena itu
penggunaan obat-obatan menjadi suatu penguatan, baik dengan meningkatkan mood
positf atau dengan mengurangi mood negative. Meskipun demikian, hal itu lebih
rumit dari yang terlihat.

Berbagai temuan mengindikasikan bahwa alkohol dapat menghasilkan efek


mengurangi ketegangan dengan mengubah kognisi dan persepsi (Curtin dkk., 1997,
1998; Steele & Josephs, 1988, 1990). Alkohol melemahkan pemrosesan kognitif dan
menyempitkan perhatian ke berbagai kejadian yang paling segera terlihat,
mengakibatkan penurunan kemampuan kognisi untuk mendistribusikan perhatian
antara aktivitas yang sedang berlangsung dan kekhawatiran yang diistilahkan oleh
Steel dan Josephs dengan “myopia alkohol”. Meskipun demikian, dalam beberapa
situasi alkohol dan nikotin dapat meningkatkan ketegangan, contohnya bila tidak ada
pengalih perhatian sehingga orang terintoksikasi memfokuskan seluruh kemampuan
pemrosesan kognitifnya yang terbatas pada pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan
seperti yang terjad bila seseorang tidak bahagia meminum alkohol sendiri.

b. Keyakinan tentang Risiko dan Prevalensi


Dua variabel psikologis lain yang berhubungan dengan penggunaan obat adalah
sejauh mana seseorang meyakini bahwa suatu obat berbahaya dan prevalensi
penggunaan yang dilohatnya pada orang lain.
Banyak perokok yang tidak yakin bahwa mereka mengalami peningkatan
risiko terhadap kanker atau penyakit kardiovaskular. Alkohol dan tembakau
digunakan lebih sering dikalangan orang-orang yang memiliki perkiraan berlebihan
atas frekuensi penggunaan zat ini pada orang lain (Jackson, 1997).

c. Kepribadian penggunaan obat


Teori faktor sosiokultural maupun teori perubahan mood tidak dapat menjelaskan
sepenuhnya perbedaan individual dalam penggunaan obat.
Penyalahgunaan obat dapat merupakan bagian dari perilaku mencari kesenangan
yang dilakukan oleh psikopat. Lebih jauh lagi, penggunaan alkohol komorbid dengan
beberapa gangguan kepribadian, terutama gangguan kepribadian antisosial pada laki-
laki dan gangguan kepribadian ambang pada perempuan (Morgenstern dkk., 1997).
Pemberontakan dan kadar agresi yang tinggi juga dihubungkan dengan penyalah
gunaan zat (Anderrson, Magnurson & Wenberg, 1997; Masse & Trembley 1997).
Selain itu kita dapat memperkirakan bahwa opiate dan obat-obat penenang digunakan
individu yang mengalami kecemasan untuk mengurangi penderitaa.

3. Variabel Biologis
Sebagian besar penelitian mengenai faktor-faktor biologis dalam penyalahgunaan
zat telah meneliti kemungkinan adanya predisposisi genetic dalam minum
permasalahan dan penyalahgunaan obat-obatan yang lainnya.
Permasalahan minum pada manusia menurun dalam keluarga menunjukkan
adanya komponen genetik (namun juga konsisten dengan faktor-faktor pengaruh
sosial). Kerabat dan anak-anak dari para peminum bermasalah memiliki tingkat
penyalahgunaan berbagai zat, bukan hanya obat yang menjadi dasar untuk menyeleksi
para penyalahguna dalam penelitian (Bierut dkk., 1998; Merilcangas dkk., 1998).
Kemampuan untuk menoleransi alkohol dapat merupakan sesuatu yang
diturunkan dalam keluarga sebagai suatu diathesis bagi penyalahgunaan atau
ketergantungan alkohol (Goodwin, 1979). Untuk menjadi peminum yang bermasalah,
seseorang harus mampu minum dalam jumlah banyak, dengan kata lain, orang harus
mampu menoleransi alkohol dalam jumlah besar. Beberapa kelompok etnis seperti
orang-orang Asia, dapat memiliki tingkat penyalahgunaan alkohol yang rendah karena
adanya intoleransi fisiologis, yang disebabkan oleh kekurangan enzim yang mencerna
alkohol yang bersifat keturunan.

Bagaimana kokain memengaruhi otak

Kita telah mengetahui bahwa paparan terhadap K. isyarat terkait obat-obatan,


seperti melihat sebotol wiski Skotlandia atau jarum dan suntikan, dapat menimbulkan
ketagihan obat pada orang dengan masalah terkait obat-obatan. Namun, sebuah studi
terkini terhadap pasien penyalahgunaan kokain membuka babak baru. Peneliti
menayangkan gambar-gambar terkait kokain dengan sangat cepat sehingga pasien
tidak dapat memersepsikannya secara sadar. Namun isyarat "tak terlihat" ini
mengaktifkan bagian-bagian sistem limbik otak, bagian otak dalam yang saling
terhubung dan terlibat dalam pemrosesan respons emosional dasar, yang
diimplikasikan pada ketagihan obat dan perilaku mencari obat-obatan. Dr. Nora
Volkow, direktur National Institute on Drug Abuse (NIDA), mengamati, "Ini adalah
bukti pertama bahwa isyarat di luar kesadaran seseorang dapat dengan cepat memicu
aktivasi sirkuit yang mengatur perilaku mencari obat-obatan".

Respons sistem limbik terhadap stimulus "tak terlihat" terkait obat-obatan.


Bagian-bagian sistem limbik di otak, termasuk amigdala, menjadi aktif sebagai
respons terhadap gambar-gambar terkait kokain yang ditayangkan dengan sangat
cepat sehingga gambar-gambar tersebut tidak terpersepsikan secara sadar. Pola
aktivasi serupa ditemukan pada isyarat seksual "tak terlihat", yang menunjukkan
bahwa isyarat terkait obat-obatan mengaktifkan jalur imbalan pada otak yang serupa
dengan isyarat seksual. Penelitian ini menggaris bawahi masalah yang dihadapi pasien
dengan masalah penyalahgunaan kokain dan zat- zat lainnya. Mereka setiap hari
mungkin akan terpapar gambar-gambar-bahkan hanya sekilas-yang mengaktivasi
jaringan-jaringan otak yang menimbulkan respons ketagihan. Seperti yang dikatakan
direktur NIDA, Volkow, "Pasien sering kali tidak dapat menunjuk kapan atau
mengapa mereka mulai menginginkan obat-obatan. Memahami bagaimana otak
menginisiasi keinginan teramat sangat terhadap obat-obatan penting untuk menangani
adiksi." Masalah menjadi semakin rumit karena bagian-bagian otak yang teraktivasi
oleh isyarat tak sadar terkait obat- obatan merupakan bagian yang juga menjadi aktif
sebagai respons terhadap gambaran-gambaran seksual. Ketagihan obat-obatan
melibatkan sistem imbalan yang sama dengan sistem imbalan yang terlibat dalam
imbalan dasar, seperti gratifikasi seksual dan konsumsi makanan.

2.3. Metode-metode penanganan gangguan penggunaan zat

1. Mengendalikan A (Pendahulu) dari Penyalahgunaan Zat

Orang yang menyalahgunakan atau tergantung dengan zat-zat psikoaktif terkondisi


terhadap berbagai stimulus eksternal (lingkungan) dan internal (kondisi tubuh).
Mereka mungkin akan mulai memutus hubungan stimulus-respons dengan cara:
 Menyingkirkan hal-hal terkait minum dan merokok dari rumah-termasuk
semua minuman beralkohol, gelas bir, botol, asbak, korek api, bungkus rokok,
pemantik, dll.
 Membatasi lingkungan yang menjadi stimulus di mana minum-minum atau
merokok diperbolehkan dengan hanya menggunakan zat-zat tersebut di area
rumah yang kurang menstimulasi, seperti garasi, kamar mandi, atau ruang
bawah tanah. Semua stimulus yang mungkin berhubungan dengan penggunaan
zat disingkirkan dari area ini–contohnya, tidak ada televisi, bahan bacaan,
radio, atau telepon. Dengan begitu, penggunaan zat dijauhkan dari banyak
stimulus yang mengendalikannya.
 Tidak bersosialisasi dengan orang lain yang memiliki masalah penyalahgunaan
zat, dengan menghindari situasi terkait penyalagunaan-bar, jalanan, arena
bowling, dll.
 Perbanyak kunjungan ke wilayah bebas zat-kuliah atau konser, pusat
kebugaran, museum, kelas-kelas sore; dan dengan bersosialisasi dengan orang
yang bersih, makan di restoran yang tidak menjual minuman keras.
 Mengatur pemicu internal dari penyalahgunaan. Hal ini dapat dilakukan
dengan mempraktikkan self-relaxation atau meditasi dan tidak menggunakan
zat saat tegang; mengekspresikan perasaan marah dengan menuliskannya atau
self- assertion, bukan dengan menggunakan zat; mencari bantuan konseling,
bukan alkohol, pil, atau rokok, untuk rasa depresi berkepanjangan.

2. Mengendalikan B (Perilaku) dari Penyalahgunaan Zat

Orang dapat mencegah dan menghentikan penyalahgunaan zat dengan cara:

 Menggunakan pencegahan respons-menghentikan kebiasaan merusak dengan


secara nyata mencegahnya terjadi atau membuatnya lebih sulit terjadi (contoh,
dengan tidak membawa alkohol ke rumah atau menyimpan rokok di mobil.)
 Menggunakan respons melawan ketika tergoda; dengan bersiap menghadapi
situasi penggunaan zat dengan perlengkapan yang sesuai-permen mint,
permen karet tanpa gula, dll.; dengan berendam atau mandi, mengajak anjing
jalan-jalan, berjalan mengelilingi perumahan, berkendara, menelepon teman,
menghabiskan waktu di lingkungan yang terbebas dari zat, mempraktikkan
meditasi atau relaksasi, atau berolahraga ketika tergoda, alih-alih
menggunakan zat.
 Mempersulit penyalahgunaan-hanya membeli sekaleng bir; menyimpan korek
api, asbak, dan rokok secara berjauhan; membungkus rokok dengan kertas
timah untuk membuat merokok semakin sulit; berhenti selama 10 menit ketika
rasa ingin minum, merokok, atau menggunakan zat lain muncul dan bertanya
pada diri sendiri, "Aoa saya benar-benar memerlukannya?"
3. Mengendalikan C (Konsekuensi) dari Penyalahgunaan Zat

Penyalahgunaan zat memiliki konsekuensi langsung seperti kesenangan, kelegaan dari


kecemasan dan simtom putus zat, dan stimulasi. Seseorang dapat melawan imbalan
intrinsik ini dan mengubah keseimbangan kekuatan menjadi lebih berat ke tidak
menyalahgunakan zat dengan cara:

 Memberi penghargaan kepada diri sendiri karena tidak menyalahgunakan zat


dan menghukum diri sendiri karena menyalahgunakan zat.
 Mengganti bir dan rokok dengan merek yang tidak disukai.
 Mengatur jadwal pengurangan bertahap zat dan menghadiahi diri karena
mematuhi jadwal yang dibuat.
 Menghukum diri sendiri karena gagal mencapai tujuan pengurangan zat.
Orang dengan masalah penyalahgunaan zat dapat menilai diri mereka sendiri,
katakanlah, dengan menetapkan denda untuk setiap kelalaian dan
mendonasikan uang tersebut untuk hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti
hadiah ulang tahun kakak ipar yang tidak disukai.
 Mengulang pikiran atau kalimat yang memotivasi-seperti menuliskan alasan
berhenti merokok pada kartu kecil, seperti:
 Setiap hari yang saya lalui tanpa merokok menambah satu hari dalam
hidup saya.
 Berhenti merokok membantu saya untuk kembali dapat bernapas
panjang.
 Aroma dan rasa makanan akan lebih enak jika saya berhenti merokok,
 Pikirkan berapa banyak uang yang dapat saya tabung dengan tidak
merokok.
 Pikirkan betapa bersihnya gigi dan jari saya jika saya tidak merokok.
 Saya akan bangga untuk berkata pada orang lain bahwa saya telah
berhenti merokok.
 Paru-paru saya akan semakin bersih setiap harinya bila saya tidak
merokok.
 Perokok dapat membawa daftar 20 hingga 25 pernyataan tersebut dan
membaca beberapa di antaranya beberapa kali dalam satu hari. Hal itu dapat
menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari seseorang, sebagai pengingat terus-
menerus akan tujuan yang hendak dicapai.

2.4. Gangguan Perjudian

Kecanduan Perjudian
Kecanduan perjudian (perjudian kompulsif), juga disebut gangguan perjudian,
adalah dorongan tak terkendali untuk berjudi meskipun berisiko pada kehidupan.
Perjudian berarti bahwa bersedia mengambil risiko sesuatu yang Anda hargai dengan
harapan mendapatkan sesuatu yang bernilai lebih besar.
Judi dapat merangsang sistem reward otak seperti obat seperti alkohol dapat,
menyebabkan kecanduan. Jika rentan terhadap perjudian kompulsif, mungkin terus
mengejar taruhan, menyembunyikan perilaku, menguras tabungan, menumpuk utang,
atau bahkan merencanakan pencurian atau penipuan untuk mendukung kecanduan.
Perjudian kompulsif adalah kondisi serius yang dapat menghancurkan
kehidupan. Meskipun mengobati judi kompulsif dapat menantang, banyak penjudi
kompulsif yang telah mendapat bantuan melalui perawatan profesional.

GEJALA
Tanda dan gejala perjudian kompulsif (patologis) meliputi :

 Mendapatkan sensasi dari mengambil risiko perjudian besar


 Mengambil risiko perjudian yang semakin besar
 Keasyikan dengan perjudian
 Menghidupkan kembali pengalaman perjudian masa lalu
 Perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau perasaan
tidak berdaya, bersalah atau depresi
 Mengambil waktu dari pekerjaan atau kehidupan keluarga untuk berjudi
 Menyembunyikan atau berbohong tentang perjudian
 Merasa bersalah atau menyesal setelah perjudian
 Meminjam uang atau mencuri untuk berjudi
 Usaha gagal untuk menghindari perjudian

Pada kesempatan langka, perjudian menjadi masalah saat taruhan pertama.


Tapi lebih sering, masalah judi berlangsung dari waktu ke waktu. Bahkan, banyak
orang menghabiskan bertahun-tahun untuk menikmati perjudian sosial tanpa masalah.
Tapi lebih sering judi atau hidup stres dapat mengubah perjudian kasual menjadi
sesuatu yang jauh lebih serius.
Selama periode stres atau depresi, keinginan untuk berjudi mungkin akan kuat,
melayani sebagai pelarian yang tidak sehat. Akhirnya, orang dengan masalah judi
menjadi hampir sepenuhnya sibuk dengan perjudian dan mendapatkan uang untuk
berjudi.
Bagi banyak penjudi kompulsif, taruhan bukanlah soal banyak uang tapi itu
tentang kegembiraan. Mempertahankan sensasi yang didapat dari perjudian
melibatkan mengambil risiko yang semakin besar dan menempatkan taruhan yang
lebih besar. Taruhan mereka mungkin melibatkan jumlah yang tidak mampu
dikeluarkan.
Tidak seperti kebanyakan penjudi biasa yang berhenti ketika kehilangan atau
menetapkan batas kerugian, penjudi kompulsif dipaksa untuk terus bermain untuk
mengembalikan uang mereka – sebuah pola yang menjadi semakin destruktif dari
waktu ke waktu.
Beberapa penjudi kompulsif mungkin memiliki remisi dimana mereka berjudi
kurang atau tidak sama sekali untuk suatu jangka waktu. Namun, tanpa pengobatan,
remisi biasanya tidak permanen.

PENYEBAB
Penyebab pasti seseorang berjudi kompulsif tidak dipahami dengan baik.
Seperti kebanyakan masalah, judi kompulsif mungkin akibat dari kombinasi faktor
biologis, genetik dan lingkungan.

FAKTOR RISIKO
Perjudian kompulsif mempengaruhi baik pria maupun wanita, dan itu melintasi
garis budaya, sosial dan ekonomi. Meskipun sebagian besar orang-orang yang
bermain kartu atau taruhan tidak pernah mengembangkan masalah judi, faktor-faktor
tertentu yang lebih sering dikaitkan dengan penjudi kompulsif, yaitu :

 Gangguan perilaku atau suasana hati Orang-orang yang berjudi secara kompulsif


sering memiliki masalah penyalahgunaan zat, gangguan mood atau
kepribadian, atau attention-deficit / hyperactivity disorder (ADHD). Banyak
penjudi kompulsif kebanyakan mengalami penyalahgunaan alkohol, dan
depresi besar.

 Perjudian kompulsif lebih sering terjadi pada orang yang lebih muda dan
setengah baya.
 Jenis kelamin. Perjudian kompulsif lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan pada wanita. Wanita yang berjudi biasanya mulai di
kemudian hari, lebih cenderung memiliki depresi, kecemasan atau
gangguan bipolar, dan mungkin menjadi kecanduan lebih cepat. Tapi pola
perjudian di kalangan pria dan wanita telah menjadi semakin serupa.
 Pengaruh keluarga Jika salah satu orangtua ada memiliki masalah judi,
kemungkinan besar kita akan mengalaminya juga.
 Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson dan
sindrom kaki gelisah. Obat yang disebut agonis dopamin memiliki efek
samping yang jarang yang menyebabkan perilaku kompulsif, termasuk
perjudian, pada beberapa orang.
 Karakteristik kepribadian tertentu. Menjadi sangat kompetitif,
workaholic, gelisah atau mudah bosan dapat meningkatkan risiko.
Komplikasi
Judi kompulsif dapat memiliki konsekuensi mendalam dan tahan lama untuk hidup,
seperti

 Masalah dalam hubungan


 Masalah keuangan, termasuk kebangkrutan
 Masalah hukum atau penjara
 Kehilangan pekerjaan atau stigma profesional
 Terkait penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang
 Kesehatan umum yang buruk
 Gangguan kesehatan mental, seperti depresi
 Bunuh diri

Tes dan Diagnosis
Untuk dapat didiagnosis dengan gangguan perjudian, harus memenuhi kriteria gejala
di Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) diterbitkan
oleh American Psychiatric Association. Panduan ini digunakan oleh penyedia
kesehatan mental untuk mendiagnosis kondisi mental dan oleh perusahaan asuransi
untuk mengganti pengobatan.
Kriteria DSM untuk diagnosis gangguan perjudian mengharuskan seseorang
memiliki empat atau lebih dari tanda-tanda dan gejala berikut yang hadir dalam waktu
satu tahun :

 Apakah sibuk dengan perjudian, seperti menghidupkan kembali


pengalaman masa lalu atau mencari cara untuk mendapatkan uang
perjudian
 Kebutuhan untuk berjudi dengan peningkatan jumlah uang untuk menjadi
bersemangat
 Berusaha untuk mengontrol, mengurangi atau menghentikan perjudian,
namun tak berhasil
 Gelisah atau marah ketika mencoba untuk mengurangi perjudian
 Berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari rmasalah atau untuk
meringankan perasaan tidak berdaya atau kesedihan
 Menangkap kerugian, atau mencoba untuk mendapatkan kembali uang
yang habis dengan berjudi lagi
 Berbohong kepada anggota keluarga, terapis atau orang lain untuk
menyembunyikan perjudian
 Membahayakan atau kehilangan kesempatan hubungan, pekerjaan, atau
pendidikan atau karir penting karena perjudian
 Meminta bantuan orang lain untuk alasan uang ketika situasi keuangan
mengkhawatirkan
Karena perjudian yang berlebihan kadang-kadang bisa menjadi tanda
gangguan bipolar, penyedia kesehatan mental perlu untuk menyingkirkan gangguan
ini sebelum membuat diagnosis.

PERAWATAN DAN OBAT-OBATAN
Mengobati judi kompulsif dapat menantang. Itu sebagian karena kebanyakan
orang memiliki waktu yang sulit mengakui bahwa mereka memiliki masalah. Namun
bagian utama dari pengobatan efektif pada orang yang mengakui bahwa ia seorang
penjudi kompulsif.
Pengobatan untuk judi kompulsif melibatkan tiga pendekatan utama :

 Perawatan psikologis, seperti terapi perilaku atau terapi perilaku kognitif,


mungkin bermanfaat untuk perjudian kompulsif. Terapi perilaku
menggunakan paparan sistematis untuk perilaku yang ingin dilupakan
(judi) dan mengajarkan keterampilan untuk mengurangi dorongan untuk
berjudi. Terapi perilaku kognitif berfokus pada identifikasi yang tidak
sehat, keyakinan tidak rasional dan negatif dan menggantinya dengan yang
sehat, yang positif.
 Antidepresan dan penstabil mood dapat membantu mengobati masalah
yang sering pergi bersama dengan perjudian kompulsif – seperti depresi,
gangguan obsesif-kompulsif atau ADHD – tetapi tidak harus kompulsif
perjudian itu sendiri. Obat yang disebut antagonis narkotik, yang telah
ditemukan berguna dalam mengobati penyalahgunaan zat, dapat membantu
mengobati perjudian kompulsif.
 Kelompok Beberapa orang menemukan kelompok-kelompok swadaya,
seperti Gamblers Anonymous, bagian dari pengobatan yang membantu.

Bahkan dengan pengobatan, dapat kembali ke perjudian, terutama jika


menghabiskan waktu dengan orang-orang yang berjudi atau berada di lingkungan
perjudian. Jika merasa bahwa akan mulai berjudi lagi, hubungi penyedia kesehatan
mental atau mencegah segera untuk mencegah kambuh.
Penanganan dan Dukungan
Daya tarik perjudian sulit untuk diatasi jika terus berpikir bahwa akan menang
pada saat berjudi. Keterampilan pemulihan ini dapat membantu tetap fokus pada
menolak dorongan perjudian kompulsif :

 Katakan pada diri sendiri itu terlalu berisiko untuk berjudi. Satu taruhan
biasanya memicu ke yang lain dan lain.
 Biarkan diri mendapat bantuan, sebagai bagian dari menyadari bahwa
kemauan belaka tidak cukup untuk mengatasi perjudian kompulsif.
Meminta anggota keluarga atau teman untuk mendorong untuk mengikuti
rencana pengobatan.
 Tetap fokus pada tujuan No. 1 : tidak untuk berjudi. Mengatasi
keterampilan untuk mengelola isu-isu lain dalam hidup dapat dimulai
hanya ketika tidak berjudi.
 Mengenali dan kemudian menghindari situasi yang memicu keinginan
untuk bertaruh.
Anggota keluarga penjudi kompulsif bisa mendapatkan konseling, bahkan jika
penjudi tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam terapi.

PENCEGAHAN
Tidak ada cara yang terbukti telah mencegah masalah judi terjadi atau
berulang. Jika memiliki faktor risiko untuk perjudian kompulsif, mungkin akan
membantu untuk menghindari perjudian dalam bentuk apapun, orang-orang yang
berjudi dan tempat-tempat di mana perjudian terjadi. Mendapatkan perawatan pada
tanda awal masalah untuk membantu mencegah gangguan perjudian menjadi lebih
buruk.

2.5. Gangguan psikologis yang berkaitan dengan penggunaan IT

Gangguan Nomophobia

Nomophobia atau biasa dikenal dengan singkatan “No Mobile Phone Phobia”
adalah suatu ketidaknyamanan, kegelisahan, ketakutan atau kesedihan yang
disebabkan karena tidak dapat berhubungan dengan telepon genggam smartphone.
Nomophobia merupakan suatu keadaan dimana timbulnya perasaan cemas jika
dijauhkan dari smartphone. Sebagai contoh jika sesorang dalam suatu area tanpa
terkoneksi jaringan internet atau kehabisan baterai pada smartphone, seseorang akan
merasa dirinya terancam bahkan ada yang mengalami kecemasan (phobia), depresi,
bahkan gangguan jiwa, yang dapat mempengaruhi kesehatan psikologis.

Dalam kajian Psikologi, Nomophobia dikategorikan sebagai phobia spesifik yang


artinya phobia terhadap hal-hal yang sifatnya spesifik dalam hal ini dicontohkan
adalah mobile phone. Penyebab utama terjadinya nomophobia antara lain, toleransi
yang kurang, kesulitan untuk mengontrol implus, melarikan diri dari masalah yang
ada, serta konsenkuensi negatif terhadap kehidupan sehari-hari (Muyana &
Widyastuti, 2017).

Ciri-Ciri Nomophobia

Penderita nomophobia menurut Pradana, Muqtadiroh dan Nisafani (2016) memiliki


ciri-ciri sebagai berikut:

(a) Menghabiskan banyak waktu dalam menggunakan mobile phone, mempunyai satu
atau lebih gadget, dan selalu membawa charger;

(b) Merasa cemas dan gugup ketika mobile phone tidak berada didekatnya atau tidak
pada tempatnya. Selain itu juga merasa tidak nyaman ketika ada gangguan atau tidak
ada jaringan serta saat baterai lemah;

(c) Selalu melihat dan mengecek layar telepon seluler untuk mencari tahu pesan atau
panggilan masuk. Hal ini seringkali disebut ringxiety yaitu perasaan seseorang yang
menganggap telepon selularnya bergetar atau berbunyi;

(d) Tidak pernah mematikan telepon selular dan selalu sedia 24 jam;

(e) Lebih nyaman berkomunikasi melalui mobile phone dan merasa kurang nyaman
ketika berkomunikasi secara tatap muka;

(f) Mengeluarkan biaya yang besar untuk mobile phone.

Aspek atau Dimensi Nomophobia

Beberapa aspek atau dimensi dari nomophobia menurut Sudarji (2017) antara lain:

(a) Tidak bisa berkomunikasi (not being able to communicate), merujuk pada
perasaan kehilangan ketika tiba-tiba jaringan komunikasi terputus ;

(b) Kehilangan konektivitas (losing connectedness), merujuk pada perasan kehilangan


berlebihan ketika tidak ada koneksi jaringan internet sehingga tidak dapat terhubung
dengan media sosial;

(c) Tidak mampu mengakses informasi (not being able to access information),
merupakan perasaan tidak nyaman ketika tidak dapat mengkases informasi dari dunia
maya;

(d) Menyerah pada kenyamanan (giving up convenience), merupakan perasaan


nyaman ketika memanfaatkan fasilitas yang ada pada mobile phone dari pada
berinteraksi dengan dunia nyata yaitu lingkungan yang ada disekitarnya.

Penanganan

Belum ada penelitian tentang bagaimana treatment atau penanganan untuk penderita
nomophobia. Kebanyakan peneliti hanya meneliti terkait hubungan smartphone
dengan nomophobia ataupun penggunaan smartphone terhadap kecemasan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Di zaman sekarang ini gangguan terkait zat dan adiksi sudah banyak terjadi di
kalangan masyarakat, terutama pada generasi muda. Hal ini dikarenakan oleh adanya
pengaruh dari lingkungan sekitar hingga media dan jenis perilaku yang dianggap
pantas dalam suatu budaya tertentu. Menurut definisi terbaru yang diajukan oleh
American Society of Addiction Medicine (ASAM), adiksi bukan hanya perilaku tapi
juga penyakit otak kronis. Adiksi meliputi : ketidakmampuan secara konsisten untuk
menjauhkan diri, gangguan dalam pengendalian perilaku, keinginan atau peningkatan
untuk obat-obatan, berkurangnya pengakuan akan masalah yang signifikan dengan
perilaku dan hubungan interpersonal seseorang, dan disfungsi respons emosional.

3.2. Saran

Menurut kami sebaiknya generasi muda tidak lagi menggunakan zat-zat adiktif,
karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya ada banyak sekali dampak negatif
yang disebabkan oleh zat-zat adiktif, seperti : terganggunya keadaan psikologis dan
biologis seseorang serta fungsi pekerjaan, sosial, atau sehari-hari seseorang atau
menyebabkan distres personal yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

Budisetyani, I Gusti A.P.W dkk. (2016). Bahan Ajar Psikologi Abnormal. Fakultas
kedokteran Universitas Undaya. Denpasar

Fajri, Fitri Verawati. 2017. Hubungan Antara Penggunaan Telepon Genggam

Smartphone Dengan Nomophobia Pada Mahasiswa. Publikasi Ilmiah

Muyana, Siti, Dian Ari Widyastuti. 2017. Nomophobia (No-Mobile Phone Phobia)
Penyakit Remaja Masa Kini. Prosiding Seminar Nasional

Ramaita, Armaita, dan Pringga Vandelis. 2019. Hubungan Ketergantungan

Smartphone Dengan Kecemasan (Nomophobia). Jurnal Kesehatan, 10


(2), 89-93

https://www.sehatfresh.com/kecanduan-perjudian/

BNN.go.id/mengenal-adiksi/ diakses pada pukul 19.38 WIB

Anda mungkin juga menyukai