Anda di halaman 1dari 8

AGRESIVITAS SISWA DITINJAU BERDASARKAN IKLIM SEKOLAH

DAN KEYAKINAN NORMATIF MENGENAI AGRESI


STUDENTS 'AGRESSIVITY REVIEWED BY CLIMATE SCHOOL AND NORMATIVE FAITH
ABOUT AGGRESSION

Siti Khumaidatul Umaroh*


Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda,
Jl. Ir. H. Juanda No 80, 75124, Indonesia
*Email: sitikhumaidatulumaroh@yahoo.co.id
No. Handphone: 085249744951

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat peran iklim sekolah dan keyakinan normatif mengenai agresi terhadap
agresivitas siswa di sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei, dan
menggunakan teknik pengambilan sampel berupa multistage random sampling dan melibatkan 471 siswa SMA dan
sederajat. Data penelitian dikumpulkan menggunakan tiga jenis skala untuk mengukur agresivitas, iklim sekolah, dan
keyakinan normatif mengenai agresi. Hipotesis penelitian diuji menggunakan regresi linier berganda yang menunjukkan
bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara iklim sekolah dan keyakinan normatif mengenai agresi terhadap
agresivitas siswa. Menurut hasil uji parsial terlihat bahwa keyakina normatif mengenai agresi berperan lebih besar
terhadap agresivitas siswa dibandingkan dengan iklim sekolah.

Kata Kunci: Agresivitas, Iklim Sekolah, Keyakinan Normatif, Siswa

ABSTRACT

The purpose of this study is to look at the role of school climate and normative beliefs about aggression against the
aggressiveness of the students in the school. This study uses a quantitative approach with survey methods, and the use
of sampling techniques such as multistage random sampling and involve 471 senior high school students. Data were
collected using three types of scales to measure aggressiveness, school climate, and normative beliefs about aggression.
The hypothesis was tested using multiple linear regression showed that there is significant relationship between school
climate and normative beliefs about aggression against the aggressiveness of the students. According to the partial test
results shown that keyakina normative acts of aggression against the aggressiveness of students greater than the school
climate.

Keywoard: Agresiveness, School Climate, Normative Belief

Aksi kekerasan yang menimpa siswa di mulai dari pemilihan sekolah dengan fasilitas yang
lingkungan sekolah kian meningkat dari hari ke hari. lengkap, hingga soal keamanan sebagai suatu jaminan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bagi keselamatan anak-anak mereka. Lingkungan
meyebutkan bahwa pelaku aksi kekerasan di sekolah yang aman menjadi prediktor yang penting
lingkungan sekolah merupakan orang-orang terdekat bagi keberlangsungan perkembangan siswa. Hal ini
bagi siswa, seperti; 29,9% dilakukan oleh guru, 42,1% diperkuat dengan pendapat Thomas (2006) yang
oleh teman sekelas, dan 28% dilakukan oleh teman menyatakan bahwa lingkungan sekolah yang negatif
berbeda kelas (Sundari, 2012). Lingkungan sekolah akan berkontribusi terhadap menyuburnya masalah
kini kerap dipersepsi sebagai lingkungan yang tidak perilaku pada siswa. Di sisi lain ada juga keyakian
aman, sehingga banyak orang tua yang dibuat khawatir yang muncul sebagai bentuk ketidakseimbangan
terhadap keselamatan anak-anak mereka. Berbagai kurikulum yang berlangsung di sekolah. Menurut
pertimbangan menjadi bagian yang tak terpisahkan, Assegaf (2004) maraknya kekerasan yang melibatkan

17
18 Jurnal Ecopsy, Volume 4 Nomor 1, April 2017

siswa adalah dampak dari pendidikan yang tidak psikologis siswa yang agresif kurang memiliki
berjalan secara seimbang, lebih menekankan kematangan emosi dan memiliki keterampilan sosial
pencapaian kognitif dan kurang memberikan perhatian yang rendah, cenderung salah mengartikan isyarat-
pada aspek afektif dalam diri siswa. isyarat sosial sehingga meyakini bahwa agresi adalah
Manifestasi perilaku agresif yang tercermin cara pemecahan masalah yang tepat dan efektif untuk
dalam bentuk tawuran maupun bullying menjadi dilakukan (Etikawati, 2008). Bakhtiar (2010)
problem yang cukup sulit untuk diselesaikan. Tidak menyebutkan sejumlah faktor yang melatarbelakangi
hanya praktisi pendidikan yang dibuat pusing, karena perilaku agresif remaja di sekolah, yaitu; adanya
pemerinta h di negeri ini juga ma sih terus solidaritas antar anggota geng, emosi yang belum
mengupa ya kan re gula si ya ng terbaik bagi matang, keinginan mendapatkan pengakuan sosial agar
keberlangsungan pendidikan di Indonesia. Oleh kerana dapat dihormati dan berkuasa dalam suatu kelompok,
itu program pendidikan yang seimbang harus terus aktualisasi diri, senioritas, dan pengaruh lingkungan.
diupayakan, agar siswa tidak hanya cerdas secara Sedangkan Anderson dan Bushman (2002) menyebut
kognitif, namun juga memiliki kebaikan sikap dan faktor keperibadian, jenis kelamin, keyakinan, sikap
kesantunan perilaku yang sesuai dengan moral yang dan nilai sebagai faktor-faktor internal yang
telah dicita-citakan. Lembaga sekolah yang berhasil menyebabkan perilaku agresif.
bagi siswa haruslah memperhitungkan perbedaan Faktor perbedaan jenis kelamin baik pada laki-
individual, memperlihatkan keperihatinan yang dalam, laki maupun perempuan juga berkorelasi positif dengan
dan menekankan perkembangan sosial dan emosional bentuk perilaku agresif tertentu. Laki-laki cenderung
sebanyak perkembangan intelektualnya (Santrock, terlibat dan melakukan agresi fisik dan verbal yang
2002). Proses pendidikan di negeri ini tidak dapat bersifat langsung, sedangkan perempuan cenderung
dikatakan gagal jika siswa tidak mampu memperoleh banyak terlibat dalam tindakan agresi yang bersifat
nilai yang tinggi dalam mata pelajaran matematika tidak langsung (Hess & Hagen, 2006). Selain berbeda
ataupun bahasa inggris. Sebaliknya kegagalan fatal dari bentuk kecendrungannya, laki-laki juga dianggap lebih
suatu proses pendidikan akan terjadi saat banyak siswa agresif dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
yang tidak memiliki kepekaan hati nurani yang didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
berlandaskan pada moralitas kemanusiaan atau sense of Fergusson, Rueda, Cruz, Fergusson, Fritz dan Smith
humanity (Elmubarok, 2009). (2008) bahwa anak laki-laki lebih menyukai game
Tawuran dan bullying yang melibatkan siswa (permainan) berunsur kekerasan, sehingga mereka
serta kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa diyakini lebih agresif dibandingkan dengan anak
dapat dikategorikan sebagai agresivitas. Agresivitas perempuan. Jika dimainkan secara terus-menerus,
adalah perilaku yang secara sengaja dilakukan untuk permainan berunsur kekerasan diprediksi mampu
menyakiti orang lain baik dalam bentuk fisik maupun menurunkan kemampuan prososial pada anak-anak
verbal, dimana pihak korban terdorong untuk maupun remaja.
menghindari perlakuan berbahaya yang diarahkan Menurut hasil penelitian Barners (2012)
kepadanya (Berkowitz, 1995; Anderson & Bushman, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan
2002; Myers, 2005; Baron, Brancombe, & Byrne, antara agresivitas siswa dengan iklim sekolah. Semakin
2008; Ormroad, 2008; Imtiaz, Yasin & Yaseen, 2010; baik iklim suatu sekolah akan semakin rendah tingkat
Warren, Richadson & McQuillin, 2011). Agresivitas kekerasan (agresivitas) yang terjadi di sekolah.
terdiri dari empat aspek yaitu; fisik, verbal, kemarahan, Goldstein, Young dan Boyd (2008) memperkuat
dan permusuhan. Aspek fisik meliputi berbagai temuan Barnes bahwa tingkat agresi relasional yang
tindakan menyakiti maupun mengganggu orang lain, tinggi di sekolah berkorelasi dengan persepsi negatif
termasuk merusak barang, memukul, menendang, siswa terhadap sekolah sebagai lingkungan yang tidak
mendorong. Aspek verbal merupakan agresi dalam aman, dan memiliki atmosfer sosial yang kurang
bentuk menyakiti orang dengan menggunakan kata- memuaskan. Selanjutnya Yildiz dan Sumer (2010)
kata seperti membentak, mendebat, mengejek. Aspek menyatakan bahwa lingkungan sekolah yang tidak
kemarahan berkaitan dengan masalah pengontrolan aman berhubungan erat dengan tingginya kekerasan
emosi seperti: rasa marah, kesal (jengkel). Permusuhan yang dialami oleh siswa. Beberapa temuan penelitian
merupakan aspek agresi yang berhubungan dengan tersebut menunjukkan hasil yang sama tentang adanya
perasaan cemburu, iri hati, curiga serta sikap korelasi antara iklim sekolah yang negatif dengan
permusuhan kepada orang lain (Buss & Perry, 1992). agresivitas siswa di sekolah. Sebaliknya rasa aman di
Perilaku agresif pada remaja bukanlah perilaku sekolah (iklim positif sekolah) menjadi faktor kuat
yang muncul dari sebab tunggal. Perilaku tersebut yang mendukung keberhasilan proses belajar,
terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang perkembangan, dan pencapaian pretasi siswa (Johnson
saling berinteraksi. Meskipun demikian pada usia & Stevens, 2006; Macneil, Prater & Busch, 2009).
remaja, faktor yang paling signifikan dalam Selain itu, siswa yang memiliki persepsi positif
menyebabkan agresivitas adalah hubungan dengan mengenai iklim sekolahnya akan lebih mungkin untuk
teman sebaya (Imtiaz, Yasin & Yaseen, 2010). Secara bertindak dan menunjukkan sikap saling perduli
Umaroh, S. K., Agresivitas, Iklim Sekolah, Keyakinan Normatif, Siswa 19

terhadap sesama dan mencegah niat buruk dari sesama menjadi salah satu faktor penting dalam upaya
siswa (Syvertsen, Flanagan & Stout, 2009). memahami regulasi perilaku agresif seseorang,
Iklim sekolah merupakan faktor penting yang sekaligus untuk menentukan bagaimana cara seseorang
tidak dapat diabaikan begitu saja. Dalam hal ini bereaksi dalam situasi yang mengancam dan tidak
Freiberg (1999) menyatakan bahwa keberadaan iklim menguntungkan bagi dirinya (Amjad & Wood, 2009).
sekolah dapat berpengaruh positif bagi terciptanya Pengaruh kuat yang menyertai siswa di usia
lingkungan belajar yang sehat, namun secara signifikan sekolah khususnya pada usia remaja tidak hanya
dapat pula menghalangi tercapainya proses terletak pada orangtua, namun telah bergeser ke area
pembelajaran. Haynes, Emmons dan Comer (dalam yang lebih luas yaitu sekolah dan seluruh individu yang
Hoffmann, Hutchinson & Reiss, 2009) mendefinisikan ada didalamnya (guru dan teman sebaya).
iklim sekolah sebagai kualitas dan konsistensi interaksi Menurut Lim dan Ang (2009) keyakinan
interpersonal di antara masyarakat sekolah yang dapat normatif yang dimiliki setiap siswa dipengaruhi oleh
mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial dan norma sosial yang terdapat di lingkungan sekolahnya.
psikologis siswa. Menurut Loukas (2007) iklim Baik ataupun buruk norma sosial yang terbentuk di
sekolah adalah perasaan dan sikap yang ditimbulkan lingkungan sekolah akan ikut menentukan bagaimana
dari lingkungan sekolah. Iklim sekolah juga dapat keyakinan dan perilaku siswa selanjutnya. Dalam hal
didefinisikan sebagai persepsi terbuka dari individu ini Werner dan Hill (2010) menegaskan bahwa siswa
mengenai lingkungan sekolah sebagai ruang belajar, yang berada dalam sebuah lingkungan sekolah dengan
ruang untuk berinteraksi dengan teman sebaya maupun kelompok teman sebaya yang mendukung perilaku
dengan guru (Syvertsen, Flanagan & Stou, 2009). agresif akan menjadi lebih agresif dari waktu
Sekolah yang beriklim positif memiliki sebelumnya. Hubungan antara individu dengan
beberapa kriteria yaitu: Tidak ada tindak kekerasan, lingkungannya sangat tergantung dengan hasil
memiliki keamanan fisik, menerapkan disiplin yang pemaknaan yang diperoleh individu dalam
tinggi, serta memiliki hubungan yang menekankan rasa mempersepsi lingkungannya (Wirawan, 1995). Yildiz
aman dan sikap perduli terhadap sesama (Bosworth, dan Sumer (2010) menyatakan bahwa iklim sekolah
Ford & Hernandaz, 2011; Konstantina & Pilios- yang tidak aman menjadi prediktor yang signifikan
Dimitris, 2010). bagi perilaku agresif. Selain itu terdapat pula temuan
Agresivitas siswa juga disebabkan oleh faktor penelitian yang menunjukkan bahwa iklim psikososial
internal berupa keyakinan normatif mengenai agresi. sekolah yang positif juga berpengaruh terhadap
Terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukan rendahnya kekerasan dari guru terhadap siswa
bahwa keyakinan normatif mengenai agresi berkorelasi (Gotfredson, Gotfredson, Payne & Gotfredson, 2005).
positif dengan perilaku agresif siswa (Amjad dan Menurut Barnes (2012) iklim sekolah dapat
Skinner, 2008; Elsaesser, Gorman-Smith & Henry, digunakan sebagai variabel penelitian untuk
2012; Huesman & Guerra, 1997; Werner & Hill, menjelaskan signifikansi terjadinya tindak kekerasan di
2010). Amjad dan Wood (2009) mendefinisikan lingkungan sekolah. Berangkat dari hasil kajian
keyakinan normatif mengenai agresi sebagai sikap terhadap beberapa penelitian yang telah dipaparkan
individu yang ditunjukkan dengan cara menerima sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa iklim
perilaku agresif sebagai tindakan yang benar. Senada sekolah yang negatif berhubungan erat dengan perilaku
dengan pengertian tersebut, Henry, Guerra, Guesmann, agresif siswa. Begitu pula sebaliknya, keyakinan
Tolan, VanAcker dan Eron (2000) mendefiniskan normatif yang kuat mengenai agresi akan berkorelasi
keyakinan normatif sebagai kognisi individu untuk dengan agresivitas siswa. Kikas, Peets, Tropp dan Hinn
menerima atau menolak suatu perilaku agresif dengan (2009) menyatakan bahwa keyakinan merupakan
cara meregulasi tindakan yang sesuai, baik ketika representasi kognitif yang berhubungan dengan
berada dalam situasi spesifik maupun situasi umum. pengalaman sosial di masa lalu dan akan
Seseorang yang meyakini bahwa bergosip mempengaruhi pemrosesan stimulus dan respon di
(agresi relasional) merupakan tindakan yang benar, masa selanjutnya. Hal ini dikuatkan pula oleh
maka ia akan cenderung melakukan tindakan bergosip. pernyataan Huesmann (dalam Werner & Nixon, 2005)
Demikian pula halnya dengan keyakinan normatif bahwa struktur pengetahuan sebagai sebuah skrip
mengenai agresi fisik, akan mengarahkan individu dipengaruhi oleh pengalaman sosial di masa lalu yang
pada tindakan agresi yang serupa dengan apa yang dapat mempengaruhi perilaku, dan pada akhirnya
diyakini (Goldstein & Tisak, 2010). Keyakinan menjadi sebuah lensa yang akan mengarahkan
normatif mengenai agresi menjadi faktor internal yang pemrosesan informasi yang diterimanya. Menurut
dapat membedakan tingkat agresivitas seseorang Nicol dan Fleming (2010) keyakinan normatif yang
dengan orang lain. Ketika seseorang meyakini bahwa dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi perilaku
agresi merupakan respon yang tepat dalam situasi individu, dengan cara menerapkan batasan sejauh mana
sosial, maka dia akan relatif lebih agresif dibandingkan individu membenarkan atau menyalahkan suatu
dengan orang yang tidak memiliki keyakinan tersebut tindakan sebagai bentuk persetujuan ataupun
(Werner & Nixon, 2005). Keyakinan normatif juga penolakan.
20 Jurnal Ecopsy, Volume 4 Nomor 1, April 2017

Berdasarkan latar latar belakang dan kajian teori normatif mengenai agresi. Proses uji coba dilakukan
yang telah dipaparkan sebelumnya, maka akan pada setiap skala untuk memperoleh alat ukur yang
dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat valid dan reliabel. Pelaksanaan uji coba dilakukan di
agresivitas siswa di sekolah berdasarkan pengaruh MAN 1 Yogyakarta dan SMA Bokpri 2 Yogyakarta
iklim sekolah dan keyakinan normatif mengenai agresi. dengan melibatkan 150 orang siswa. Uji validitas aitem
Selain itu, penelitian ini juga dilakukan dengan maksud untuk ketiga alat ukur menggunakan teknik korelasi
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel Product Moment dengan koefisien korelasi (r) ≥ 0,30.
iklim sekolah dan keyakinan normatif terhadap Estimasi reliabilitas skala dilakukan dengan cara
perilaku agresif siswa di sekolah. Dua variabel mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan melalui
independen tersebut akan dikaji lebih lanjut dalam bantuan uji statistik Cronbach Alpha dengan bantuan
proses penelitian selanjutnya untuk mengetahui sejauh progra SPSS.
mana peran kedua variabel tersebut terhadap Reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini juga
agresivitas siswa. menggunakan tingkat reliabilitas yang baik yaitu ≥
Kerangka berfikir penelitian mengenai peran 0,80 untuk ketiga alat ukur. Koefisien reliabilitas pada
iklim sekolah dan keyakinan normatif mengenai agresi skala agresivitas adalah 0,909, reliabilitas skala iklim
terhadap agresivitas siswa dapat dilihat pada gambar sekolah sebesar 0,894, sedangkan reliabilitas skala
berikut: keyakinan normatif mengenai agresi sebesar 0,822.
Setelah diperoleh alat ukur yang valid dan reliabel
pelaksanaan penelitian dapat dilakukan dengan
Iklim Sekolah melibatkan 471 orang siswa (257 siswa laki-laki dan
(X1) 214 siswa perempuan) dengan rentang usia antara 15-
19 tahun.
Agresivitas
(Y) HASIL DAN PEMBAHASAN
Keyakinan Proses analisis data dalam penelitian ini
Normatif (X2) menggunakan regresi linier berganda dengan metode
enter. Hasilnya menunjukkan bahwa; nilai R = 0,518,
R2 = 0,268, nilai F regresi = 84,933 dengan signifikansi
Gambar 1: Peran iklim sekolah dan keyakinan 0,001. Nilai R dalam regresi linier berganda
normatif mengenai agresi terhadap menunjukkan korelasi antara dua variabel independen
agresivitas siswa. terhadap variabel dependen. Dalam hal ini korekasi
antara variabel iklim sekolah dan keyakinan normatif
Hipotesis Penelitian yang akan diuji dalam penelitian mengenai agresi terhadap agresivitas siswa sebesar
ini adalah: Terdapat pengaruh iklim sekolah dan 0,518.
keyakinan normatif mengenai agresi terhadap Nilai F regresi sebesar 84,933 (p< 0,01): sangat
agresivitas siswa di sekolah. signifikan. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa
variabel iklim sekolah dan keyakinan normatif
mengenai agresi secara bersama-sama berpengaruh
METODE PENELITIAN
terhadap agresivitas siswa. Sumbangan bersama
variabel independen terhadap variabel dependen
Populasi penelitian ini adalah siswa laki-laki ditujukkan oleh nilai R2 sebesar 0,268 atau 26,8%
dan perempuan dari SMA dan sederajat yang ada di agresivitas siswa dalam penelitian ini dipengaruhi oleh
wilayah kota Yogyakarta, dan sedang duduk di kelas variabel iklim sekolah dan variabel keyakinan normatif
XI dan kelas XII pada tahun ajaran 2013/2014. Sampel mengenai agresi. Menurut hasil uji parsial diketahui
penelitian diperoleh menggunakan prosedur multistage bahwa sumbangan efektif iklim sekolah terhadap
random sampling yaitu teknik pengambilan sampel agresivitas siswa adalah sebesar 13,38% dan 13,42%
yang dilakukan atas populasi yang mempunyai karakter dipengaruhi oleh variabel keyakinan normatif
berstrata dan berklaster. Total sampel dalam penelitian mengenai agresi. Meskipun tidak menunjukkan
ini berjumlah 471 orang siswa dari sepuluh sekolah perbedaan yang besar, namun dapat disimpulkan
yang tersebar di tujuh wilayah kecamatan yang ada di bahwa variabel keyakinan normatif mengenai agresi
kota yogyakarta meliputi; Jetis, Mantrijeron, mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan dengan
Umbulharjo, Mergangsan, Tegalrejo, Wirobrajan, dan variabel iklim sekolah terhadap agresivitas siswa.
Kotagede. Temuan tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Yildiz & Sumer (2010) yang menyatakan bahwa iklim
kuantitatif dengan metode survei. Data penelitian sekolah merupakan prediktor yang signifikan terhadap
dikumpulkan menggunakan tiga jenis skala yaitu skala perilaku agresif remaja. Hasil penelitian ini juga
agresivitas, skala iklim sekolah, dan skala keyakinan sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, seperti
Umaroh, S. K., Agresivitas, Iklim Sekolah, Keyakinan Normatif, Siswa 21

yang telah dilakukan oleh Konstantina dan Pilios- siswa belajar dari apa yang mereka lihat dan alami dari
Dimitris (2010), serta Barnes (2012) yang lingkungan sekitar mereka.
menunjukkan bahwa iklim sekolah yang positif Menurut Lim dan Ang (2009) norma sosial
berkorelasi dengan rendahnya tingkat korban yang berkembang di sekitar lingkungan siswa berperan
kekerasan yang terjadi di sekolah. Semakin positif dalam membentuk keyakinan normatif siswa, dan
iklim suatu sekolah, akan semakin rendah tingkat keyakinan itulah yang akhirnya mempengaruhi
agresivitas yang terjadi di sekolah. Begitu pula agresivitas siswa. Werner dan Hill (2010) menyatakan
sebaliknya semakin negatif iklim sekolah, akan bahwa siswa yang berada di tengah lingkungan sekolah
semakin tinggi tingkat agresivitas di sekolah. Hurlock dengan teman sebaya yang mendukung perilaku agresif
(dalam Yusuf, 2001) menegaskan bahwa sekolah akan menjadi lebih agresif dari sebelumnya. Keyakinan
merupakan faktor penentu bagi perkembangan kuat tentang suatu peristiwa berkaitan erat dengan
kepribadian siswa, baik dalam cara berfikir, bersikap, sikap terhadap peristiwa itu sendiri, dan sikap tersebut
maupun cara berperilaku. Sekolah berfungsi sebagai yang kemudian menggerakkan perilaku serta tindakan
subtitusi keluarga, dan guru adalah subtitusi dari manusia. Menurut Nicol dan Fleming (2010)
orangtua. keyakinan normatif akan mempengaruhi perilaku
Pengaruh penting sekolah terhadap dengan cara menerapkan batasan sejauh apa seseorang
perkembangan siswa semakin menunjukkan membenarkan atau menyalahkan suatu perilaku
pentingnya keberadaan iklim yang baik di sekolah. sebagai bentuk sikap persetujuan atau penolakan
Sekolah dengan iklim positif merupakan indikator bagi terhadap perilaku. Saat siswa meyakini perilaku agresif
sekolah yang aman bagi perkemangan fisik dan psikis sebagai respon yang tidak tepat, maka keterlibatan
siswa. Kriteria bahwa sekolah tersebut memiliki iklim siswa dengan perilaku agresif cenderung akan rendah.
yang baik adalah dengan melihat rendahnya tingkat Sebaliknya ketika siswa meyakini bahwa perilaku
kekerasan yang dialami oleh siswa di sekolah tersebut, agresif adalah tindakan yang tepat, maka
sehinga siswa dapat merasa aman, merasa bernilai, dan kecenderungan siswa bertindak secara agresif juga
bermanfaat bagi sesama. lebih tinggi.
Keyakinan normatif mengenai agresi berperan Selain menggunakan regresi linier berganda,
terhadap agresivitas siswa dengan sumbangan efektif penulis juga melakukan analisis terhadap data skala
sebesar 13,42%. Temuan ini sesuai dengan hasil agresivitas untuk memperoleh informasi tentang
penelitian Huesmann dan Guerra (1997) yang meneliti agresivitas berdasarkan jenis kelamin menggunakan uji
keyakinan normatif mengenai agresi bahwa keyakinan t. Hasil uji menunjukkan bahwa ada perbedaan
normatif mengenai agresi dapat memprediksi perilaku agresivitas antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.
agresif siswa. Werner dan Hill (2010) meneliti Rata-rata kedua kelompok menunjukkan bahwa siswa
keyakinan normatif mengenai agresi dalam laki-laki lebih agresif dibanding dengan siswa
hubungannya dengan agresi relasional, dan perempuan. Hasil ini sesuai dengan temuan Maccoby
menghasilkan temuan bahwa keyakinan normatif dan Jacklin (dalam Santrock, 2002) yang menyatakan
mengenai agresi relasional berhubungan dengan agresi bahwa kebanyakan laki-laki lebih aktif dan lebih
relasional. Keyakinan normatif mengenai agresi secara agresif dibandingkan dengan perempuan. Menurut
unik berhubungan dengan keterlibatan dalam bentuk Eagly dan Steffen (1986) laki-laki cenderung lebih
agresi yang diyakini (Werner & Nixon, 2005). Siswa agresif dibandingkan dengan perempuan pada agresi
yang meyakini agresi sebagai tindakan yang sesuai, yang mengakibatkan cedera fisik, daripada agresi yang
relatif lebih agresif dibandingkan dengan siswa yang menimbulkan kerugian psikis ataupun sosial. Laki-laki
meyakini agresi sebagai tindakan yang tidak sesuai lebih cenderung melakukan agresi fisik yang bersifat
dalam situasi sosial (Huesmann & Guerra, 1997). langsung, sedangkan perempuan lebih banyak terlibat
Agresivitas membawa dampak negatif baik bagi pada tindakan agresif yang bersifat tidak langsung
korban maupun pelaku. Korban tindakan agresif (Hess & Hagen, 2006). Hasil penelitian sebelumnya
merasa ketakutan serta mengalami banyak kerugian juga diketahui bahwa laki-laki memiliki kadar
baik fisik maupun psikis, sedangkan pelaku agresivitas testosteron yang lebih tinggi dibandingkan dengan
akan dijauhi dan dibenci oleh orang lain terutama oleh perempuan. Menurut Olweus (dalam Kostelink dkk,
pihak yang menjadi korban (Restu & Yusri, 2013). 1998) tingginya level hormon testosteron pada laki-laki
Sikap pembiaran terhadap perilaku agresif akan berhubungan dengan impuls agresi, dan level
berdampak pada semakin banyaknya pihak yang testosteron akan mempengaruhi seseorang berperilaku
menjadi korban, dan memungkinkan untuk secara agresif dalam situasi yang diprovokasi (Geen,
memberikan perlawanan terhadap pelaku yang 2001). Faktor kedua yang menjadi sebab laki-laki lebih
menyebabkan kerugian terhadap dirinya. Kemungkinan agresif dibandingkan dengan perempuan adalah
lain yang dapat terjadi adalah munculnya rasa dendam kecenderungan memainkan permainan yang berunsur
dari pihak korban, yang dapat mendorong keinginan kekerasan. Anak laki-laki lebih suka memaikan
kuat untuk membalas perlakuan negatif terhadap permainan berunsur kekerasan, sedangkan anak
pelaku maupun objek lain. Semua itu terjadi karena perempuan tidak. Menurut Fergusson dkk (2008)
22 Jurnal Ecopsy, Volume 4 Nomor 1, April 2017

permainan dengan unsur kekerasan yang dimainkan Assegaf, A. R. (2004). Pendidikan Tanpa Kekerasan:
terus-menerus diprediksi mampu menurunkan perilaku Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep.
prososial. Menurut White (dalam Anderson & Yogyakarta: Tiara Wacana.
Bushman, 2002) perbedaan kecendrungan agresivitas
antara laki-laki dan perempuan juga dapat dipengaruhi Bakhtiar, Y. (2010). Kajian kriminologis mengenai
oleh faktor sosialisasi pengalaman yang berbeda di tindak kekerasan terhadap anak didik
antara keduanya, terutama pada masa-masa (bullying) di sekolah umum. (Tesis).
perkembangan awal. Pascasarjana Hukum UGM: Yogyakarta.
Barnes, K. (2012). The influence of school culture and
SIMPULAN school climate on violence in schools of
the eastern cape province. South African
Variabel iklim sekolah dan keyakinan normatif Journal of Education. 32 (1), 69-82.
mengenai agresi berperan terhadap agresivitas siswa di
sekolah. Iklim sekolah yang negatif berkaitan dengan Baron, R. A., Branscombe, N. R., & Byrne, D. (2008).
lingkungan sekolah yang dirasakan kurang nyaman Social Psychology. USA: Pearson.
sehingga menjadi penyebab tingginya agresivitas
siswa, sedangkan keyakinan normatif mengenai agresi Baron, R. A., & Byrne, D. (2002). Psikologi Sosial.
yang tinggi pada siswa menunjukkan tingginya (Penerjemah: Ratna Djuwita, dkk) Jakarta:
keyakinan subjek terhadap perilaku agresif sebagai Erlangga.
tindakan yang dapat dibenarkan. Sumbangan bersama
variabel iklim sekolah dan keyakinan normatif Berkowitz, L. (1995). Agresi Sebab dan Akibatnya.
mengenai agresi adalah 26,8%. Menurut perhitungan Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
secara parsial, variabel iklim sekolah menyumbang
Bossworth, K., Ford, L,. & Hernandaz, D. (2011).
peran terhdap agresivitas sebesar 13,38%, sedangkan
School climate factors contributing to
variabel keyakinan normatif mengenai agresi memberi
student and faculty perceptions of safety in
sumbangan sebesar 13,42%. Hasil tersebut
select Arizona schools. Journal of School
menunjukkan bahwa di antara kedua variabel
Health. 81, 4.
independen, keyakinan normatif mengenai agresi dapat
memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap
Buss, A. H., & Perry, M. (1992). The aggression
terjadinya agresivitas siswa di lingkungan sekolah.
questionnaire. Journal of Personality and
Social Psychology, 63, 452-459.

DAFTAR PUSTAKA Center for School Mental Health Analysis and Action.
(Desember, 2005). Enhancing student
Ajzen, I. (2005). Attitudes, Personality and Behavior. connectedness to School. Diunduh dari:
New York: Open University Press. http://csmh.umaryland.edu.

Amjad, N., & Skinner, M. (2008). Normative belisefs Center for Schol and Emotional Education. (2010).
about aggression and retaliation: School Climate Summary, 1(1), diunduh
Association with aggressive behavior and http://www.schoolclimate.org
anticipatory self-secure. Journal of
Behavioral Science, 18,1-2. Desmita, S. (2006). Psikologi Perkembangan.
Bandung: PT Remaja Roesdakarya.
Amjad, N., & Wood, A. M. (2009). Identifying and
Eagly, A. H., & Steffen, V. J. (1986). Gender and
changing the normative beliefs about
Aggressive Behavior: A Meta-Analytic
aggression which lead young muslim
Review of the Social Psychological
adults to join extremist anti-semitic groups
Literature. Psychological Bulletin, 100(3),
in Pakistan. Aggressive Behavior, 35, 514-
309-330.
519. doi: 10.1002/ab.20325.
Elmubarok, Z. (2009). Membumikan Pendidikan Nilai;
Mengumpulkan yang Terserak
Anderson, C. A., & Bushman, B. J. (2002). Human
Menyambung yang Terputus dan
aggression. Annual Review Psychology,
Menyatukan yang Tercerai. Bandung:
53, 27-51.
Alfabeta.
Umaroh, S. K., Agresivitas, Iklim Sekolah, Keyakinan Normatif, Siswa 23

Elsaesser, C, Gorman-Smith, D. & Henry, D. (2012). elementry clasroom. American Journal of


The role of school environment in Community, 8 (1).
relational aggression and victimization.
Journal Youth Adolescent. Hess, N. H, & Hagen, E.H. (2006). Sex differencies in
doi:10.1007/s10964-012.9839-7. indirect aggression: psychological
avidence from young adult. Journal of
Etikawati, A. I. (2008). Cegah Bullying Sejak Dini. Evolution Human Behavior, 2 (1), 231-
Diunduh dari: www. Kompas.com. 245.

Farrell, A. D., Henry, D. B., Schoeny, M. E., Hoffman, L. L., Hutchinson, C. J., & Reiss, E. (2009).
Bettencourt, A., & Tolan, P. H. (2010). On improving school climate: Reducing
Normative beliefs and self-efficacy for reliance on reward and punishment.
nonviolence as moderators of peer, school, International Journal of Whole Schooling,
and parental risk factors for aggression in 5(3)
early adolescence. Journal of Clinical
Child & Adolescent Psychology, 39(6), Huesmann, L. R., & Guerra, N. G,. (1997). Childrens
800–813. doi: normative beliefs about aggressive
10.1080/15374416.2010.517167. behavior. Journal of Personality and
Social Psychology, 72, 408-419.
Ferguson, C. J., Rueda, S. M., Cruz, A. M., Ferguson,
D. E., Fritz, S., & Smith, S. M. (2008). Imtiaz, R., Yasin, G., & Yaseen, A. (2010).
Violent video games and aggression causal Sociological study of the factors affecting
relationship or by product of family the aggressive. Pakistan Journal of Social
violence and instrinsic violence Science (PJSS), 30(1), 99-108.
motivation? Crimnal Justice and Behavior,
35(3). doi: 10.1177/0093854807311719. Johnson, B., & Stevens, J. J. (2006). Student
achievement and elementary teachers
Freiberg, H. J. (1999). School Climate Measuring, perception of school climate. Learning
Improving and Sustaining Healthy Environment Research, 9, 111-122. doi:
Learning Environment. USA: Falmer 10.1007/s10984-006-9007-7.
Press.
Kikas, E., Peets, K., Tropp, K., & Hinn, M. (2009).
Geen, R. G. (2001). Human Aggression. Buckingham: Association between verbal reasoning,
Open University Press. normative beliefs about aggression, and
different forms of aggression. Journal of
Goldstein, S. E., Young, A., & Boyd, C. (2008). Research on Adolescence, 19(1), 137-149.
Relational aggression at school:
association with school safety and social Konstantina, K., & Pilios-Dimitris, S. (2010). School
climate. Journal Youth Adolescent, 37, characteristics as predictors of bullying
641-654. and victimization among Greek midle
school students. International Journal of
Goldstein, S. E., & Tisak, M. S. (2010). Adolescent’s Violence and School, 11, 93-113.
social reasoning about relational
aggression. Journal Child Family Studies, Kostelink, M. J., Stein, L. C., Whiren, A. P., &
19, 471-482. doi:10.1007/s10826-009- Soderman, A. K. (1998). Guiding
9319-1. Childrens Social Development. Micigan:
South-Western Publishing Co
Gottfredson, G. D., Gottfredson, D. C., Payne, A. N.,
& Gottfredson, N. C. (2005). School Lim, S. H., & Ang, R. P. (2009). Relationship between
climate predictors of school disorder: boys’ normative beliefs about aggression
Result from national study of delinquency and their physical, verbal, and indirect
prevention in schools. Journal of Research aggression behavior. Adolescence, 44
in Crime and Delinquency, 42(4), 412-444. (175), 632-650.
doi: 10.1177/0022427804271931.
Loukas, A. (2007). What is school climate? Leadership
Henry, D., Guerra, N., Huesmann, R., Tolan, P., & Compass, 5(1) Diunduh dari:http://
VanAcker, R., Eron, L. (2000). Normative www.naesp.org/resources/2/Leadership_C
influences on aggression in urban ompass/2007/LC2007v5n1a4.pdf
24 Jurnal Ecopsy, Volume 4 Nomor 1, April 2017

Macneil, A.J., Prater, D. L,. & Busch, S. (2009). The perception of school climate and
effect of school culture and climate on willingness to intervene in a peers
student achivement. International Journal dangerous plan. Journal of Educational
Leadership in Education, 12 (1), 73-84. Psychology, 101(1), 219-232.
doi: 10.1080/13603120701576241.
Thomas, D. (2006). The Impact of classroom
Myers, D. G. (2005). Social Psychology. New York: aggression on the development of
McGraw-Hill. aggressive behavior problems in children.
Development and Psychopathology, 18(2),
Nicol, A., & Fleming, M.J. (2010). ―i h8 u‖: The 471-487.
influence of normative beliefs and hostile Warren, P., Richardson, D. S., & McQuillin, S. (2011).
response selection in predicting Distinguising among nondirect form of
adolescents' mobile phone aggression—A aggression. Aggressive Behavior, 37, 291-
pilot study. Journal of School Violence, 301.
9(2), 212-231. doi:
10.1080/15388220903585861. Werner, N, E., & Hill, L. (2010). Individual and peer
normative beliefs about relational
Ormroad, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan aggression. Child Development, 81, 826-
Membantu Siswa Tumbuh dan 836.
Berkembang. Jakarta: Erlangga.
Werner, N. E., & Nixon, C. L., (2005). Normative
Restu, Y., & Yusri. (2013). Studi Tentang Perilaku beliefs and relational aggression: an
Agresif Siswa Di Sekolah. Jurnal Ilmiah investigation of the cognitive bases of
Konseling, 2(3). adolescent aggressive behavior. Journal of
Youth and Adolescence, 34, 229-243.
Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development; doi:10.1007/s10964-005-4306-3.
Perkembangan Masa Hidup. Jakarta:
Erlangga.
Wirawan, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta:
Sundari. (2012, Juli, 30). Sebagian Besar Anak Alami
Grasindo.
Kekerasan di Sekolah. Jakarta Tempo.
Diunduh dari http://www.tempo.co.
Yildiz, E. C., & Sumer, Z, H. (2010). Perceived
neighborhood risk, neighborhood safety
Sheehan, M. J., & Watson, M. W. (2008). Reciprocal
and school climate in predicting aggressive
Influences Between Maternal Discipline
behaviors. Turkish Psychological
Techniques and Aggression in Children
Counseling and Guidance Journal, 4(34),
and Adolescents. Aggressive Behaviour,
161-173.
34, 245-255. doi: 10.1002/ab.20241.

Syvertsen, A. K., Flanagan, C. A,. & Stout, M. D. Yusuf, S. (2001). Psikologi Perkembangan Anak &
(2009). Code of silence: students Remaja. Bandung: PT Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai