Anda di halaman 1dari 22

A.

Pajak Penghasilan
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah:
Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan atas
Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau
memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak
dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak
subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban
pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya
kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada
Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan
kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban
pajak subjektif menjadi penting.
Subjek Pajak Penghasilan
Subjek PPh adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha
tetap (BUT).
Subjek Pajak terdiri dari:
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
2. Subjek Pajak Luar Negeri.
Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada
di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk
badan lainnya termasuk reksadana.

- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan


yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia;
- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau;
-melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Objek Pajak Penghasilan
Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:

1.
2.
3.

penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau


jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun
atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan;
laba usaha;
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu atau anggota ;
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak


yang bersangkutan;
4. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam
pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan.
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya;
bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
premi asuransi;
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak;
penghasilan dari usaha berbasis syariah;
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan;
surplus Bank Indonesia.
Objek Pajak PPh Final

bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;


penghasilan berupa hadiah undian;
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa
efek;
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan
atau bangunan, serta
penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Tidak termasuk Subjek Pajak


1.Badan perwakilan negara asing;

2.Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain


dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat:

bukan warga Negara Indonesia; dan


di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

3.Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan


Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :

Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;


tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan


dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :

bukan warga negara Indonesia; dan


tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Tarif PPh Pasal 17


Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang digunakan untuk menghitung
penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut:
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,5%


di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,25%
di atas Rp 500.000.000,30%

Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah
sebesar 28% (dua puluh delapan persen).

(2) Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25%
(dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah
keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat
memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang
dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2c) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah
dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari
dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh)
dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak
tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana
tersebut pada ayat (1).
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Mulai 1 Januari 2015, Wajib Pajak Orang Pribadi akan mendapatkan
kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 48% atau setara
dengan Rp11.700.000,00 menjadi Rp36.000.000,00 setahun, dari
sebelumnya sebesar Rp24.300.000,00.

Peningkatan PTKP diperoleh setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri


Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan
tersebut dilatarbelakangi oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi
serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat.
Lebih lanjut, kenaikan PTKP tersebut ditujukan untuk meningkatkan
daya beli masyarakat dan sebagai insentif agar pertumbuhan ekonomi
nasional dapat didorong melalui peningkatan konsumsi masyarakat.
Perbandingan besarnya PTKP yang sebelumnya dengan yang saat ini
berlaku adalah:

PTKP

Sebelumnya

Sekarang

Wajib Pajak Orang Pribadi

Rp24.300.000,00 Rp36.000.000,00

Tambahan untuk WP kawin

Rp2.025.000,00 Rp3.000.000,00

Tambahan untuk tanggungan

Rp2.025.000,00 Rp3.000.000,00

Tambahan apabila penghasilan istri digabung


Rp24.300.000,00 Rp36.000.000,00
dengan suami
Meskipun diundangkan pada tanggal 29 Juni 2015, Peraturan Menteri Keuangan
tersebut mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2015 sehingga akan menimbulkan
konsekuensi sebagai berikut:
1. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak Juli s.d. Desember
2015 dihitung dengan menggunakan PTKP baru;
2. SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari s.d. Juni 2015 yang
telah dilaporkan dengan menggunakan PTKP lama, harus dilakukan
pembetulan dengan menggunakan PTKP baru.
Dalam hal terdapat kelebihan setor akibat pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21
Masa Pajak Januari s.d. Juni 2015, dan agar manfaat kenaikan PTKP tersebut
dapat langsung dirasakan oleh masyarakat luas maka pemberi kerja dapat
mengkompensasikan kelebihan setor tersebut terhadap SPT PPh Pasal 21 Masa
Pajak Juli s.d. Desember 2015.
Informasi lebih lanjut terkait dengan pemberlakuan PTKP baru tersebut dapat
menghubungi Kring Pajak 1500200 atau Kantor Pelayanan Pajak terdekat.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat
ttd
Mekar Satria Utama
NIP 19680623 199311 1 001

Biaya Jabatan Terbaru


stilah biaya jabatan adalah istilah perpajakan dalam hal ini tentang pph
21 pribadi. biaya jabatan merupakan persentasi asumsi pihak
perpajakan bahwa sebagai seorang pekerja/karyawan pasti memiliki
pengeluaran (biaya) selama setahun pasti dalam hubungannya dengan
pekerjaannya dan karena untuk itu, pihak perpajakan menetapkan
biaya jabatan dikenakan tarif tetap 5% dikali penghasilan bruto
setahun. dan setinggi-tingginya 6juta (setahun) atau 500ribu (sebulan)
sesuai peraturan terbaru). biaya yang ditetapkan pihak perpajakan
sebagai pengurang penghasilan bruto/gaji anda.
Atau dalam pengertian lain, biaya Jabatan adalah biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya
5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya RP. 1.296.000,00 setahun
atau Rp. 108.000,00 sebulan. dalam menghitung PPh Pasal 21 untuk
pegawai tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Undangundang Pajak Penghasilan. Jadi, setiap pegawai tetap berhak untuk
mendapat pengurangan ini. Istilah jabatan tidak merujuk pada
pengertian jabatan formal tertentu dalam perusahaan atau instansi.
Dari staf biasa sampai Direktur utama berhak mendapatkan pengurang
biaya jabatan ini. Besarnya biaya jabatan yg berlaku sekarang dapat
dibaca di
PMK .250/PMK.03/2008

Jika pada awal tahun sudah berstatus pegawai tetap, maka biaya jabatan
dihitung dari bulan Januari sampai dengan akhir tahun saat yang
bersangkutan berhenti bekerja.

Jika seorang baru diangkat sebagai pegawai tetap dalam tahun takwim,
maka biaya jabatan dihitung sejak bulan pengangkatan sampai akhir tahun
atau saat berhenti bekerja.

Jika seorang berhenti bekerja dalam tahun takwim, maka biaya jabatan
dihitung dari bulan Januari sampai dengan bulan saat yang bersangkutan
berhenti bekerja.

Biaya Pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara


uang pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa uang
pensiun setinggi-tingginya Rp. 432.000,00 setahun atau Rp. 36.000,00
sebulan.

Biaya Pensiun
Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan dalam menghitung PPh
Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang
diterima oleh penerima pensiun secara bulanan.

Sedang iuran pensiun adalah iuran yang dibayar oleh seseorang ketika
dia ikut serta dalam program pensiun yang diselenggarakan oleh
sebuah dana penisun.
Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi
pensiunan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan brubo, setinggitingginya Rp. 2.400.000,00 setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan

1. Bagi pensiunan besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah


penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak
kena Pajak.
2. Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 s.t.d.t.d Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp
432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) setahun atau Rp
36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) sebulan.
3. Batas maksimal biaya pensiun yang boleh diperhitungkan dalam PPh Pasal
21 pensiunan dihitung berdasarkan bulan perolehan pensiun yang
sebenarnya pada tahun pajak yang bersangkutan.

B. Pajak Bumi dan Bangunan


a. Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap
objek pajak berupa tanah dan bangunan.

b. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan


Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :
a. mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;
b. memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
c. memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;
d. memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib
Pajak menurut UU PBB.
Apabila suatu objek pajak tidak diketahui secara jelas siapa yang akan
menanggung pajaknya maka yang menetapkan subjek pajak sebagai
wajib pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak.

Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti :

Apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur ?

Siapa yang menanggung kewajiban pajaknya ?

Dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan
bangunan tersebut?

c. Objek Pajak Bumi dan Bangunan


Objek pajak bumi dan bangunan adalah Bumi dan Bangunan
Pengertian Bumi :
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Pengertian Bangunan :
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan.
Yang termasuk pengertian bangunan adalah :
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan
seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang
merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
b. jalan TOL;
c. kolam renang;
d. pagar mewah;
e. tempat olah raga;
f. galangan kapal, dermaga;
g. taman mewah;
h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
i. fasilitas lain yang memberikan manfaat;

d. Bukan Objek Pajak Bumi dan Bangunan


Berikut ini Objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan:

1. Digunakan semata mata untuk melayani kepentingan umum

Seperti dibidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan


nasional yang tidak di maksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti;
masjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

2. Digunakan untuk kuburan,


Tanah yang dipergunakan untuk pemakaman juga tidak dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan karena menyangkut kepentingan umum dan
tidak bersifat orientid. Contohnya: pemakaman umum kalibata di jakarta
selata tidak dikenakan pajak karena termasuk dalam kategori tidak
dikenakan pajak bumi dan bangunan.

3. Digunakan sebagai tempat penyimpanan peninggalan purbakala.


Tanah dan atau bangunan yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan benda-benda bersejarah atau benda peninggalan purbakala
juga tidak dikenakan Pajak bumi dan bangunan.

4. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman


nasional, dan lain-lain.
Hutan lindung atau suaka alam, hutan wisata, taman nasional dan
yang sejenisnya bukan merupakan objek pajak bumi dan bangunan. Salah
satu contohnya adalah taman nasional pulau komodo yang merupaka
salah satu dari 7 keajaiban dunia tidak termasuk dalam objek pajak bumi
dan bangunan dan masih banyak lagi.

5. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan asas timbal


balik dan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
Tanah atau bangunan tersebut dimiliki oleh perwakilan diplomatik
atau organisasi internasional suatu negara yang ditugaskan di Indonesia
yang tidak ditujukan untuk kepentingan umum dan perlakuan ini berlaku
asas timbal balik artinya perwakilan diplomatik dan organisasi
internasional indonesia yang terdapat di negara asal diplomatik ini juga
memperlakukan hal yang sama terhadap perwakilan diplomatik dan
organisasi asal indonesia.

e. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan


Menurut Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 :
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 %
(lima persepuluh persen).

f. NJOP-TKP Terbaru
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tahun 2014 Pasal 2 ayat (4)
PMK No 23/2014 besarnya NJOP-TKP sebagaimana ditetapkan
sebanyak Rp 12.000.000 . Jadi perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
adalah sebbagai berikut:
NJOP-TKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena pajak)

Rp 12.000.000/tahun dari objek pajak yang terbesar.


PBB = 0,5% x NJKP (Nilai Jual Kena Pajak)
= 0,5% x (persentase NJKP (NJOP NJOTKP)
Persentase NJKP = Objek Pajak 20%
untuk yang kurang dari 1
miliyar.
= Objek Pajak 40%

untuk yang lebih dari 1

miliyar.

C. Pajak Pertambahan Nilai


a. Pengertian
i.

ii.

iii.

PPN adalah pajak tidak langsung


PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi
barang atau jasa (General Indirect Tax on Consumption).
PPN sebagai pajak objektif
Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN
ditentukan oleh adanya objek pajak.
PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri
Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya
dikenakan atas Konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang dilakukan di dalam negeri.

b. Subjek Pajak Pertambahan Nilai


i. Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah
pabean.

ii.

Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha adalah pengusaha yang mengekspor BKP yang telah


dikukuhkan sebagai PKP.

iii.

Pengusaha Kecil

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang dalam satu tahun buku


melakukan penyerahan:
a. BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp
240.000.000,00
b. JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp
120.000.000,00

iv.

Hubungan Istimewa

Berdasarkan pasal 2 UU PPN 1984, hubungan istimewa dapat terjadi,


karena:

Penyertaan
Pengusaha yang mempunyai penyertaan langsung
atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih dari
pada pengusaha lain.
Hubungan antar digabung pengusaha dengan
penyertaan 25% atau lebih pada dua pengusaha atau
lebih.
Hubungan antara dua pengusaha atau lebih yang
modalnya sebesar 25% atau lebih dipegang oleh
satu
pengusaha.

Penguasaan manajemen
Pengusaha yang satu menguasai pengusaha lainnya atau
dua atau lebih pengusaha berada di bawah penguasaan pengusaha
yang sama baik langsung maupun tidak langsung.

Hubungan kekeluargaan
Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau
kesamping satu derajat.
Sedarah lurus satu derajat: ayah, ibu dan anak.
Sedarah ke samping satu derajat: kakak dan adik
Semenda lurus satu derajat: mertua dan anak tiri
Semenda ke samping satu derajat: ipar
Hubungan antara suami istri jika ada perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan.

c. Objek Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan tas hal-hal sebagai berikut:
a.

Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang


dilakukan oleh Pengusaha;

b.

Impor Barang Kena Pajak;

c.

Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan


oleh Pengusaha;

d.

Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah


Pabean di dalam Daerah Pabean;

e.

Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean; atau

f.

Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

g.

Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak

h.

Ekspor Jasa Kena Pajak oleh pengusaha kena pajak

Jenis barang yang tidak dikenakan PPN:


1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, meliputi:
a. Minyak Mentah
b. Gas Bumi
c. Panas bumi
d. Pasir dan Kerikil
e. Batu Bara sebelum dproses menjadi briket batu bara
f. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel,
bijih perak, serta bijih bauksit.
g. Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang
diambil langsung darisumbernya.
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat, yaitu
sebagai berikut:
a. Segala jenis beras dan gabah, seperti berats putih, beras
merah, beras ketan hitam atau beras ketan puth dalam
bentuk:
i. Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih;
ii. Digiling
iii. Beras setengah giling atau digiling seluruhnya,
disosoh, dikilapkan maupun tidak,; beras pecah;
iv. Menir (groats) dari beras.
b. Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning,
jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn
(jagung brondong), dalam bentuk:
i. Jagung yang telah dikupas maupun belum/jagung
tongkol dan biji jagung/jagung pipilan;
ii. Menir (groats)/beras jagung, sepanjang masih dalam
bentuk butiran.
c. Sagu, dalam bentuk:
i. Empulur sagu
ii. Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu
d. Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,
kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau
utuh.
e. Garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium
termasuk:
i. Garam meja;

ii. Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 kg atau


lebih, dengan kadar Na CL 94,7 % (dry basis)
iii. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya.
Barang-barang tersebut meliputi makanan dan minuman
baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak
termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha catering atau usaha jasa boga.
iv. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga
Jenis Jasa yang tidak kena PPN:
1. Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
a. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi
b. Jasa dokter hewan
c. Jasa ahli kesehatan, seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi,
dan ahli fisioterapi
2. Jasa pelayanan sosial, meliputi:
a. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo.
b. Jasa pemadam kebakaran
c. Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk
krematorium.
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat
dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain
pengganti perangko tempel.

d. Tarif Pajak Pertamabahan Nilai yang Berlaku

Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh


persen).
Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena
Pajak adalah 0% (nol persen).
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendahrendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15%
(lima belas persen).

D.Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


a. Pengertian
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan
oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak

2. Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam


kegiatan usaha atau pekerjaannya.
3. Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
4. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada
waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh
Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.

b. Subjek
Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang
menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan
atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong
mewah.

c. Objek
1. Penyerahan BKP Yang Tergolong Mewah

2. Impor BKP Yang Tergolong Mewah


Objek PPnBM yang tidak kena objek pajak:
Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah adalah:
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan
kendaraan angkutan umum;
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan;
Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih
termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakan
untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau
POLRI.

d. Tarif PPn-BM
Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif pajak
penjualan atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh
persen) dan paling tinggi sebesar 200% (dua ratus persen). Jika pengusaha
melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan
dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).

E. Bea Materai
a. Pengertian
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen
yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai.
Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah

dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan


menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.

b. Objek yang Tidak Dikenakan Materai


Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah
dokumen yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan,
berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara.

Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:

1. Dokumen yang berupa:


- surat penyimpanan barang;
- konosemen;
- surat angkutan penumpang dan barang;
- keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat
penyimpanan barang, konosemen, dan surat angkutan
penumpang dan barang;
- bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan
pengirim;
- surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
- surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di
atas.

2. Segala bentuk ijazah

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan


pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja
serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran
itu.

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas


pemerintah daerah dan bank.

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya


yang dapat disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah
daerah dan bank.

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern


organisasi.

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang


tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan
lainnya yang bergerak di bidang tersebut

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama


dan bentuk apapun.

c. Objek yang Dikenakan Materai


Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah
dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen
yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka
pengadilan, antara lain :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan


untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.

b Akta-akta notaris termasuk salinannya.


.

c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk


rangkap-rangkapnya.

d Surat yang memuat jumlah uang yaitu:


.
- yang menyebutkan penerimaan uang;
- yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening bank;

- yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank


- yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau
sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.

e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.

f. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen


yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan suratsurat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, lain dan maksud semula.

d. Tarif Bea Materai


1. Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:

a. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan


tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata
b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya
c. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama
nominalnya lebih dan Rp1.000.000,00.;

d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka


Pengadilan, yaitu:
- surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
- surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau
digunakan oleh orang lain selain dan tujuan semula.

2. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan


sebagai berikut:

- nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai


- nominal antara Rp250.000,- sampai Rp1.000.000,- dikenakan Bea
Meterai Rp3.000,- nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,3.
Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp
3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.

4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga
nominal sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp
3.000,- sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.

5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang


tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga
nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp
3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp
1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.

DAFTAR PUSTAKA
https://blognyamuhda.wordpress.com/2013/10/25/materi-ppn/
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=meterai
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb
http://www.blogkeuangan.com/2012/03/obyek-pajak-yang-dikecualikan-dari.html
http://www.wibowopajak.com/2012/02/pengertian-biaya-pensiun-tahun-2011dan.html
http://ahmadjaenudin4793.blogspot.co.id/2012/12/subjek-dan-objek-pajak-sertatarif-dan.html
http://jendelailmusebi.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-pajak-penghasilanpph.html
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-objek-pajak-penghasilan
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-tarif-pph-pasal-17
http://www.definisi-pengertian.com/2015/06/pengertian-biaya-jabatan-biayapensiun.html

Anda mungkin juga menyukai