Anda di halaman 1dari 16

TEORI DAN PRAKTIKUM KONSELING BEHAVIORISTIK

TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Ni Ketut Suarni, M.S., Kons.

Dr. Luh Putu Sri Lestari, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 4

BK-4A

1. Putri Naziah 2111011021


2. Putu Adelina Dhara Premanisya 2111011014

PRODI S1 BIMBINGAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN, PSIKOLOGI DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat Rahmat
dan Kuasa-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “TEKNIK
DESENSITISASI SISTEMATIS”. Penyusunan makalah ini masih tergolong sederhana dari segi
bentuk dan isinya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dari Mata Kuliah Teori dan
Praktikum Konseling Behavioristik.

Kami berharap dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
bagi diri kami sendiri dan juga teman-teman yang membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat
menjadi salah satu acuan maupun pedoman bagi para pembaca agar lebih mudah dalam memahami
materi.

Selama proses penyusunan makalah ini tidak luput dari berbagai rintangan, hambatan,
tantangan, dan permasalahan yang kami hadapi. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna karena pengetahuan kami yang masih kurang. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang
membangun dari bebagai kalangan pembaca akan kami nantikan kedepannya demi kesempurnaan
makalah ini lebih lanjut.

Singaraja, 1 Oktober 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i


Daftar isi ................................................................................................................. ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................... 2

Bab II Pembahasan
2.1 Definisi Teknik Desensitisasi Sistematis ....................................................... 3
2.2 Prosedur/Langkah-Langkah Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis... 3
2.3 Peran Konselor, Hubungan Konselor Dan Konseli Serta Pengalaman
Konseli Dalam Proses Konseling ................................................................... 7
2.4 Karakteristik Masalah Konseli Yang Tepat Ditangani Dengan Teknik
Desensitisasi Sistematis ................................................................................ 9
2.5 Kelebihan Dan Kekurangan Teknik Desensitisasi Sistematis ....................... 11

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 12


3.2 Saran............................................................................................................... 12

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 13

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecemasan adalah suatu istilah dari gangguan psikologis yang memiliki
karakteristik yaitu rasa takut, keprihatinan terhadap masa depan, kekhawatiran
yang berkepanjangan, dan rasa gugup. Hence, Bufka, Barlow and David (Sharma,
2018) melihat kecemasan sebagai keadaan emosional di mana orang merasa
gelisah, gelisah, atau takut. Selain itu, Palitz and Kendall (Taty, 2020) mengataka
kecemasan adalah manifestasi dari susunan emosi campuran, yang terjadi ketika
siswa mengalami perasaan stres, frustrasi, dan konflik batin yang merupakan
kondisi yang tidak menyenangkan yang meliputi rasa takut, tegang, khawatir, dan
kebingungan, selain itu kecemasan adalah seseorang yang mengalami rasa takut
atau tegang seseorang dalam menghadapi masalah belajar.
Teknik Desensitisasi merupakan sebuah prosedur paparan yang menyebabkan
hilangnya respons kecemasan (Vallejo & Slocker, 2016). Desensitisasi sistematis
adalah sebuah teknik yang digunakan untuk membantu mengurangi masalah
perilaku terkait kecemasan secara efektif. pengurangan intensitas respon
terkondisi (kecemasan) dengan membentuk respon yang tidak kompatibel
(relaksasi) terhadap stimulus terkondisi (kecemasan umum) (Oby, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi teknik Desensitisasi Sistematis ?
2. Bagaimana prosedur atau langkah-langkah pelaksanaan teknik Desensitisasi
Sistematis ?
3. Bagaimana peran konselor, hubungan konselor dan konseli serta pengalaman
konseli dalam proses konseling ?
4. Bagaimana karakteristik masalah konseli yang tepat ditangani dengan teknik
Desensitisasi Sistematis ?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan teknik Desensitisasi Sistematis ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi teknik
Desensitisasi Sistematis
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami prosedur atau langkah-
langkah pelaksanaan teknik Desensitisasi Sistematis
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana peran konselor
hubungan konselor dan konseli serta pengalaman konseli dalam proses
konseling
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa saja karakteristik
masalah konseli yang tepat ditangani dengan teknik Desensitisasi Sistematis
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan
teknik Desensitisasi Sistematis

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun maanfaat dari penulisan makalah ini, sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Melalui penyusunan makalah ini, kami tentunya dapat belajar dan berlatih
cara membuat makalah dengan baik dan benar serta secara agar dapat
memahami tentang teknik Desensitisasi Sistematis serta penerapannya dengan
baik dan benar.
2. Bagi Pembaca
Melalui penyusunan makalah ini, dapat menjadi salah satu acuan maupun
pedoman bagi para pembaca agar lebih mudah dalam memahami tentang apa
saja teknik Desensitisasi Sistematis serta penerapannya dengan baik dan
benar.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Teknik Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematik (systematic desensitization) dikembangkan
dalam tradisi behavioristik pada awal tahun 1950 oleh Joseph Wolpe.
Asumsi dasar teknik ini adalah respon ketakutan merupakan perilaku yang
dipelajari dan dapat dicegah dengan menggantikan aktivitas yang
berlawanan dengan responketakutan tersebut. Respon khusus yang
dihambat oleh proses perbaikan (treatment) ini adalah kecemasan-
kecemasan atau perasaan takut yang kurang beralasan dan respon sering
dijadikan pengganti atas kecemasan tersebut adalah relaksasi atau
penanganan. Ketidakpekaan dapat dibentuk dengan menunjukkan setiap
individu, hal-hal kecil dan bertahap atas situasi ketakutan, saat orang
tersebut menunjukkan aktivitasnya yang berlawanan dengan kekhawatiran.
Pembongkaran bertahap atau berangsur terhadap rangsangan stimulus
dapat berlangsung baik di dalam fantasi orang tersebut ketika dia diminta
membayangkan situasi yang serba menakutkan atau hal ini dapat terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Wolpe mengistilahkan prinsip yang
mendasari proses ketidakpekaan tersebut dengan reciprocal inhibition. Dia
menjelaskan prinsip dasar tersebut sebagai berikut: “Jika respon inhibitori
terhadap kekhawatiran dapat dipaksa terjadi di keberadaan rangsang
kekhawatiran, hal tersebut akan melemahkan hubungan antara
rangsanganrangsangan tersebut dan respon kekhawatiran”.
(Fauzan,Lutfi,2008: 4-5)

2.2 Prosedur/Langkah-Langkah Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis


A. Prosedur Praperlakuan.
Sebelum memulai langkah utama penerapan prosedur desensitisasi
sistematik, konselor terlebih dahulu melakukan pendahuluan. Tiga hal
pokok yang dijadikan sasaran pada setiap tahapan awal proses konseling,
yaitu pembinaan hubungan konselor-konseli, penstrukturan, dan
penjajagan masalah konseli.

3
a. Wawancara Awal
Konselor pertama-tama harus mengidentifiksi ketakutan konseli atau
phobia dan latar belakang peristiwa yang menyebabkan ketakutan tersebut
muncul. Hal ini dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan konseli,
memahami kesulitan konseli dan secara tulus mengerti kesejahteraan konseli.
Konselor harus menyelediki secara menyeluruh sejarah kehidupan konseli
untuk membuat yakin konselor dalam memahami secara jelas seluruh aspek
ketakutan konseli dan berbagai faktor yang mendukung ketakutan atau fobia
tersebut. Wawancara juga akan mendukung konselor atau menyangkal
berbagai hipotesis tentang masalah konseli, mengkhususkan tujuan konseling,
menentukan metode pengurangan ketakutan yang paling tepat untuk konseli
dan apakah treatment obyektif dapat dicapai dengan pembatasan pada sejarah
kehidupan konseli.
b. Identifikasi Sasaran Perilaku
Upaya ini akan membantu konseli mengidentifikasi apa yang sebenarnya
mengganggunya tetapi juga menentukan macam situasi dan dalam keadaan
macam apa kecemasan terjadi. Konselor menanyakan lamanya konseli
mempunyai kecemasan, apakah lebih buruk atau lebih baik dari biasanya dan
menanyakan pendapatnya tentang perasaannya terhadap kecemasan.
c. Keterangan latar belakang konseli secara umum
Diskusi memusatkan pada tanggal dan tempat lahir konseli, jumlah dan
umur saudaranya, kedudukan konseli dalam silsilah keluarga, catatan
restropektifmacam atau jenis hubungan konseli dengan saudaranya, orang tua
dan orang lain ketika tumbuh dewasa. Penyelidikan diarahkan kepada anak
mana yang disenangi di keluarga, begitu juga bagaimana konseli melihat sikap
ketika dia diperlakukan oleh tiap anggota keluarganya dibandingkan dengan
perlakuan terhadap anak-anak yang lain.
d. Informasi Sekolah atau Pekerjaan
Penyelidikan mengenai sekolah konseli harus mencakup tentang kesukaan
dan ketidaksukaan konseli di sekolah dasar, sekolah menengah, dan perguruan
tinggi. Mata pelajaran apa yang paling disukai dan paling tidak disukai; apa
yang sering dilakukan konseli setelah pulang sekolah; kegiatan

4
ekstrakurikuler apa yang diikuti konseli dan sebagainya. Konselor juga harus
mendiskusikan hubungan konseli di dalam lingkungan sekolah dan luar
sekolah.
e. Informasi Pacaran
Konselor harus memeriksa pola pacaran konseli selama remaja, karena
topik-topik tersebut sangat sensitif untuk dibahas dalam rangka berpikir
positif yang dapat memberikan pemahaman dan penerimaan pada diri konseli.
(Fauzan,Lutfi,2008: 5-9)

B. Prosedur Teknik Desensitisasi.

Ada tiga langkah utama dalam penggunaan desensitisasi sistematik, yaitu


latihan relaksasi, pengembangan hierarki kekhawatiran dan penggunaan
desensitisasi sistematik yang tepat. (Fauzan,Lutfi,2008: 25).
a. Latihan Relaksasi
1) Tarik nafas dalam-dalam dan tahan selama 10 detik kemudian lepaskan.
Biarkan lengan Anda dalam posisi di atas paha atas lepas begitu saja.
2) Angkat tangan Anda kira-kira separuh sofa (atau pada sandaran kursi)
kemudian berbafaslah secara normal. Letakkan tangan Anda di atas sofa.
3) Sekarang pegang lengan Anda lalu kepalkan dengan kuat. Rasakan
ketegangannya dalam hitungan sampai tiga dan pada hitungan yang ketiga
letakkan tangan Anda.
4) Angkat tangan Anda kembali, tekuk jemari Anda ke belakang (ke arah
tubuh Anda). Sekarang letakkan tangan Anda dan tenanglah.
5) Angkat tangan Anda sekarang, letakkan kemudian rileks.
6) Sekarang rentangkan lengan Anda dan tegangkan otot bisep anda yakinlah
bahwa Anda bernafas normal setelah itu rileks.
7) Putar kepala anda ke kanan, tegangkan leher anda lalu rileks dan kembali
ke posisi pertama.
8) Putar kepala anda ke kiri, tegangkan leher anda lalu rileks dan kembali ke
posisi pertama.

5
9) Bengkokkan kepala sedikit ke belakang, tahan lalu kembali ke posisi
semula.
10) Tunduk kepala kebawah sampai hampir menyentuh dagu menyentuh dada,
tahan kemudian rileks dan kembali ke posisi semula.
11) Tarik nafas dalam-dalam, tahan, hembuskan keluar kemudian rileks
(perhatikan perasaan lapang saat kamu menghembuskan nafasmu).
12) Sekarang laayangkan pikiran anda ke suasana yang paling anda suka dan
mudah membawa anda ke suasana tenang. Nikmati , betapa anda bahagia
berada dalam suasana itu.
13) Rasakan bahwa ketenangan telah menjalar dan merasuk ke seluruh tubuh
dan jiwa anda.
14) Setelah beberapa saat bukalah mata anda, dan tetap rasakan suasana
nyaman dan ketenangan diri anda.
b. Pengembangan Hierarki Kekhawatiran
Dalam penyelasaian wawancara awal dan lama relaksasi para konselor mulai
merencanakan hierarki kekhawatiran dengan konseli untuk setiap kecemasan
yang diketahui. Hierarki ini didasarkan pada kecemasan yang telah disepakati
konselor dan konseli sebagai perubahan yang diinginkan dan treament yang
dilakukan konselor. Pada sesi akhir relaksasi yang pertama, konseli diberi
kartu indeks sistem pencatatan perlakuan dan diminta untuk datang kembali
mengisi kartu tersebut yang masing-masing berisi gambaran yang
menyebabkan kecemasan sampai tingkat tertentu.
c. Penggunaan Desensitisasi Sistematik Yang Tepat
Tahap desensitisasi pertama dimulai dengan membiarkan konseli
menenangkan dirinya di sofa atau kursi reclining kira-kira 3-5 menit. Selama
waktu tersebut konselor menganjurkan konseli bahwa ia telah lebih rileks dan
telah mencapai tingkat relaksasi yang lebih dalam lagi.konseli juga diminta
untuk mengindikasi, dengan mengangkat jari telunjuk tangannya, disaat ia
mencapai kondisi sangat tenang dan nyaman. Setelah konseli memberi syarat
konselor memintanya untuk memvisualisasikan beberapa suasana kecemasan
yang di alami. Konselor meminta membayangkan tiap-tiap suasana yang jelas
dan nyata. Jika konseli merasakan sedikit lebih cemas atau tegang ketika dia

6
membayangkan suasana tertentu, dia akan diberitahu secaepatnya dengan jari
tangan.
C. Tujuan Teknik Desensitisasi Sistematis
Teknik desensitisasi sistematik ini bertujuan untuk mengajar klien
untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang
dialami. (SWillis,Sofyan, 2004: 71) Teknik systematic desensitizitation juga
bertujuan untuk mengajarkan klien untuk memindahkan respon ketakutan
kepada aktivitas lainnya, membongkar rangsangan stimulus yang berlangsung
dalam fantasi. (Fauzan, Lutfi, 2008: 4)

2.3 Peran Konselor, Hubungan Konselor Dan Konseli Serta Pengalaman Konseli
Dalam Proses Konseling
Peran Konselor:
Konselor adalah fasilitator yang akan membantu konseli dalam
sebuah proses konseling, konselor juga yang akan mendampingi konseli
selama proses konseling serta mengentaskan permasalahan yang dihadapi
oleh konseli.
Secara khusus peran konselor dalam teknik desentisasi sistematis:
1. Konselor secara bertahap memberi konseli gambaran dari stimulus yang
membangkitkan kecemasan ketika klien sedang dalam kondisi rileks.
2. Dalam penyajian teknik ini yaitu secara bertahap, konselor mendorong
konseli untuk mengganti respons yang tidak diinginkan dengan respons
yang diinginkan atau relaksasi menggantikan kecemasan.
3. Pada setiap tahap, konselor membantu konseli masuk ke dalam keadaan
rileks ketika melihat atau berhadapan dengan objek yang ditakutinya.
Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, jika konseli kembali ke keadaan
semula, maka konselor harus menurunkan kembali hierarki tahapan
terapi sampai klien siap untuk melanjutkan lagi.

7
Hubungan Konselor dan Konseli dalan teknik desentisasi sistematis:
Konseli diarahkan untuk memposisikan dirinya senyaman
mungkin, tetap santai dan fokus untuk mengikuti arahan dari konselor
agar proses konseling dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana.
Pada pertemuan ini konselormengajak konseli untuk mempratekkan
hirarki ketakutan konseli terhadap objek hotel, yang dimaksud hotel
disini bukan berarti bahwa konseli memiliki ketakutan pada semua hotel
yang ada di Surabaya, namun ketakutan konseli hanya terhadap hotel
tempat yang digunakan konseli karantina saja. konseli akan diperlihatkan
gambar hotel yang ada di layar handphone selanjutnya konseli akan
menatap dan menyentuh gambar hotel yang ada di layar handphone serta
konseli akan diajak untuk melihat dan masuk kedalam hotel yang
digunakan untuk ia karantina.

Pengalaman konseli dalam proses konseli:


Setelah konselor menetapkan terapi yang cocok untuk menangani
masalah yang di hadapi konseli, langkah selanjutnya adalah dengan di
laksanakanya proses inti dari sebuah konseling yaitu pemberian bantuan
sesuai dengan ketetapan rancangan yang sudah di buat konselor di
prognosis. Tahap ini di lakukan agar permasalahan yang di alami konseli
dapat di tangani dengan baik dan tidak menjadi masalah yang berlarut-
larut dalam hidup konseli. Berikut merupakan alur dari tahapan konseling
yang akan di lakukan pada proses konseling. Tahapan konseling
treatment atau terapi tahap pertama mengarahkan konseli agar bisa
berfikir lebih rasional dan Konselor memberikan penguatan positif.
Tahap kedua menyusun hirarki ketakutan. Tahap ketiga relaksasi. Tahap
keempat mengimplementasikan. Tahap kelima refleksi dan evaluasi.

8
2.4 Karakteristik Masalah Konseli Yang Tepat Ditangani Dengan Teknik
Desensitisasi Sistematis
Karakteristik masalah yang tepat dihadapi oleh teknik desentisasi
sistematis ini yaitu seperti contoh kasus: kecemasan berlebih pada saat
menjelang ujian, phopia laba-laba serta ketakutan pasca trauma.
Teknik konseling ini bertujuan untuk menghilangkan respons
ketakutan dari fobia, dan menggantikan respons relaksasi dengan stimulus
kondisional secara bertahap menggunakan pengkondisian balik. Jumlah
sesi yang diperlukan bergantung pada tingkat keparahan fobia. Biasanya 4-
6 sesi, atau bisa sampai 12 sesi untuk fobia yang parah. Pelaksanaan
konseling akan selesai setelah tujuan dari konseling yang disepakati
terpenuhi (tidak harus ketika ketakutan orang tersebut telah benar-benar
hilang).

Pelaksanaannya bisa dilakukan dengan 2 cara:

1. In vitro - Konseli membayangkan paparan stimulus fobia.


2. In vivo - Konseli benar-benar terkena stimulus fobia.
Penelitian telah menemukan bahwa teknik in vivo lebih berhasil daripada
in vitro (Menzies & Clarke, 1993).

Ada 3 Fase Dalam Pelaksanaan Konseling Dengan Teknik Desensitisasi


Sistematis
1. Fase Pertama
Konseli diajari teknik relaksasi otot dalam dan latihan pernapasan.
Misalnya kontrol atas pernapasan, pelepasan otot atau meditasi. Langkah
ini sangat penting karena penghambatan timbal balik, di mana sekali
respons terhambat karena tidak kompatibel dengan yang lain. Dalam kasus
fobia, ketakutan melibatkan ketegangan dan ketegangan tidak sesuai
dengan relaksasi.

9
2. Fase Kedua
Konseli menciptakan hierarki rasa takut yang dimulai dari
rangsangan yang paling tidak menimbulkan kecemasan (ketakutan) dan
berkembang secara bertahap hingga gambar yang paling menimbulkan
rasa takut. Daftar ini sangat penting karena memberikan struktur untuk
terapi.

3. Fase Ketiga
Konseli meningkatkan hierarki rasa takut, memulai setidaknya
rangsangan yang tidak menyenangkan dan mempraktikkan teknik
relaksasi mereka saat mereka pergi. Ketika mereka merasa nyaman dengan
ini (mereka tidak lagi takut), mereka melanjutkan ke tahap berikutnya
dalam hierarki. Jika klien menjadi marah, mereka dapat kembali ke tahap
sebelumnya dan mendapatkan kembali keadaan santai mereka.

Konseli akan berulang kali membayangkan (atau dihadapkan


pada) situasi ini sampai gagal membangkitkan kecemasan sama sekali,
yang menunjukkan bahwa terapi telah berhasil. Proses ini diulangi saat
mengerjakan semua situasi dalam hierarki kecemasan sampai yang paling
memicu kecemasan.

-Sebagai contoh kasus


Misalnya, ada seorang konseli yang memiliki phobia dengan laba-
laba. Phobia ini mungkin akan membuat konseli berfikir bahwa seekor
laba-laba kecil yang diam sejauh 5 meter hanya sebagai ancaman ringan,
tetapi laba-laba besar yang bergerak cepat sejauh 1 meter sebagai ancaman
yang sangat tinggi. Konseli mencapai keadaan relaksasi yang dalam, dan
kemudian diminta untuk membayangkan (atau dihadapkan pada) situasi
yang paling tidak mengancam dalam hierarki kecemasan.

10
2.5 Kelebihan Dan Kekurangan Teknik Desensitisasi Sistematis
Kelebihan:
Kelebihan dari desensitisasi melalui imajinasi adalah munculnya
stimulus-stimulus yang ditakuti dapat diatur. Sebagai teknik klinis,
desensitisasi sistematis dinilai sangat efektif dalam mereduksikan
kecemasan, ketakutan, dan fobia yang melakat pada kondisi-kondisi
tertentu.

Kekurangan:
1. Tidak semua terapis mampu berperan propagandist dalam penerapan
teknik treatment desensitisasi sistematis.
2. Dalam teknik desensitisasi sistematis perlu melibatkan teknik-teknik
lain untuk membantu terapis. Contoh : relaksasi.
3. Teknik memerlukan waktu yang lama untuk penerapannya sebab
terdapat tahap-tahap atau tingkatan yang berkelanjutan dalam
membantu terapis, misalnya: Tahap I : Menghilangkan kecemasan
tingkat rendah. Tahap II : Menghilangkan kecemasan tingkat sedang.
Tahap III : Menghilangkan kecemasan tingkat tinggi
4. Terapis perlu membuat format-format tertentu yang sangat detail
mengenai masalah pasien sesuai dengan tingkatan atau tahapan-
tahapan teknik ini

11
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teknik desensitisasi sistematis terdiri dari beberapa tahap yang dilakukan yaitu
pada tahap pertama konselor akan memberikan pemahaman kepada konseli tentang
apa itu trauma, apa penyebabnya dan bagaimana cara menanganinya yang bertujuan
agar konseli secara perlahan bisa mengerti dan merubah pikiran irrasional yang ada
pada diri konseli. Pada tahap kedua konselor dan konseli menyusun hirarki ketakutan
dari yang paling rendah hingga paling tinggi. Tahap ketiga konselor memberikan
arahan dan pemahaman kepada konseli tentang prosedur pelaksanaan terapi. Di tahap
keempat konselor akan mengaplikasikan teknik sesuai dengan rencana yang ada. Pada
tahap kelima konselor mengajak konseli untuk melakukan refleksi dan evaluasi dari
proses konseling yang sudah dilakukan.

3.1 Saran
Sebagai calon konselor, memiliki kemampuan dalam teori dan praktikum
behavioristik menjadi hal yang penting karena dapat mengarahkan hidup kita ke masa
depan yang lebih baik. Oleh karena itu, kita harus mengasah kemampuan (kreativitas)
kita secara baik berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi kita di lingkungan. Kita
dapat memahami dan mengetahui hal-hal atau masalah klien kita nantinya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aulidiya, Ika, Firda. 2021. Cognitive Behavior Therapy Dengan Teknik Desensitisasi
Sistematis untuk Menurunkan Trauma Pasca Karantina COVID-19 pada
Remaja Di Dinoyo Surabaya. Surabaya:UIN Sunan Ampel Surabaya.

Mulyana, Dewi, 2016. Tahap Perkeembangan Kelompok. Semarang: Universitas Negeri


Semarang.

13

Anda mungkin juga menyukai