TAHUN 2022
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat
dan Karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah TPK
BEHAVIOR dengan tepat waktu
Makalah ini kami susun dan kerjakan dengan sebaik mungkin, dan juga kami
mendapatkan bantuan dari banyak pihak sehingga memperlancar kami dalam
pembuatan makalah ini.Untuk itu kami berterima terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini terutama Dosen Pengampu
mata Kuliah ini.
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini masih banyak kekurangan dalam
hal penyusunan dan juga reverensi oleh karena itu penulis memohon maaf jika ada
kesalahan dalam penulisan dan kami juga mengharapkan kritik dan juga saran guna
perbaikan tugas ini dan juga agar saya dapat membuat makalah yang lebih baik
kedepannya.
Akhir kata kami ucapkan Terimaksih semoga makalah ini memberikan
manfaat kepada diri kami pribadi pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Dan dapat memberikan inspirasi terhadap kita semua.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…….……………………………………………………………………………3
A. KESIMPULAN ..............................................................................................................12
B. Saran ...............................................................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan Penulisan Makalah Ini Antara lain :
1. Mengetahui Definisi Teknik Desensitisasi Sistematis
2. Mengetahui Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis
3. Mengetahui peran konselor,hubungan konselor dan konseli,pengalaman konseli dalam
proses konseling
4. Untuk mengetahui karakteristik problem konseli yang tepat ditangani dengan Teknik
tersebut
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Berdasarkan pendapat diatas bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat
digunakan untuk mengurangi atau menghapus rasa kecemasan yang terjadi pada konseli,
dan dalam pelaksanaannya teknik desensitisasi sistematis menggunakan teknik relaksasi.
Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Teknik
desensitisasi sistematis dari pendekatan behavioristik ialah untuk mengatasi kecemasan
yang dialami siswa dengan memberikan pelatihan-pelatihan relaksasi sehingga dapat
merespons stimulus yang menegangkan dan bahkan mengancamnya dalam kondisi ini
ialah dengan teratasinya kecemasan yang dialami siswa.
Dalam pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis menurut Cormier & Cormier teknik ini
memiliki langkah-langkah berikut. Tahap pertama kali yang digunakan dalam teknik desensitisasi
sistematis yaitu:
6
level yang menimbulkan kecemasan dan meminta konseli untuk mengatur butir hirarki
menurut makin meningkatnya pengaruh pada kecemasan.
5. Penilaian Imajinasi
Pelaksanaan dari teknik desensitisasi sistematis yang khas yaitu dititikberatkan
pada imajinasi konseli. Hal ini berasumsi bahwa imajinasi dari situasi adalah sama dengan
situasi nyata dan bahwa belajar yang terjadi di dalam situasi imajinasi menggeneralisasi
pada situasi real karena itu merupakan tugas konselor. Adapun tugas dari konselor adalah:
• Menjelaskan penggunaan imajinasi dalam teknik desensitisasi sistematis
• Mengukur kapasitas konseli untuk menggeneralisasikan imajinasi secara hidup
• Dengan bantuan konseli maka konselor mampu menentukan apakah imajinasi konseli
memenuhi kriteria atau tidak.
7. Tindak lanjut
Dalam tahap terakhir dari treatment ini konselor melakukan kegiatan sebagai
berikut:
• Konselor memberikan tugas atau pekerjaan rumah berhubungan dengan usaha memajukan
hasil treatment desensitisasi sistematis dengan suatu petunjuk yaitu sebagai berikut: latihan
setiap hari tentang pelaksanaan relaksasi, visualisasi butir-butir yang diselesaikan secara
7
sukses pada session yang mendahuluinya, Penerapan pada situasi yang sebenarnya butir-
butir yang telah diselesaikan dengan sukses.
• Konselor menginstruksikan konseli untuk mencatat pekerjaan rumah didalam buku catatan
• Konselor merencanakan pertemuan tindak lanjut untuk mengecek hasil pekerjaan rumah.
C. Peran Konselor, Hubungan Konselor dan konseli, Pengalaman Konseli dalam proses
konseling
Peran Konselor
Konseli adalah seorang peserta didik baru tingkat X yang mengalami gangguan kecemasan
dan hambatan dalam aktualisasi diri, kesulitan berinteraksi, kesulitan mengikuti diskusi dan
praktik di bengkel. Gangguan kecemasan ini disebabkan konseli memiliki sakit asma dan
trauma ketika masih di Sekolah Dasar akibat bullying dan pemikiran negatif yang
dikembangkan. Memperhatikan latar belakang konseli maka konselor berusaha membantu
mengurangi kecemasan dan membimbing pola perilaku konseli menggunakan teknik
desensitisasi sistematik (Systematic Desensitization) yaitu mereduksi perilaku cemas yang
terkondisikan dengan melakukan aktivitas yang berlawanan dengan respon kecemasan secara
bertahap, sedikit demi sedikit dalam suasana rileks sehingga lambat laun konseli dapat
merespon faktor-faktor penyebab kecemasannya secara wajar.
8
menjadi lebih terbuka dalam berinteraksi dengan menjelaskan maksud dan tujuan serta asas-
asa konseling serta peran masing-masing.
9
2) melaksanakan relaksasi, agar konseli merasa tidak tegang atau bahkan cemas;
3) pengkondisian, dimana konseli diajak untuk memasuki kondisi dimana ia mengalami
kecemasan;
4) mengajarkan selfregulated learning, dimana konseli diajarkan untuk dapat menguasai
kecemasanya sehingga dapat mengontrol dirinya;
5) memberikan tugas rumah, dalam rangka membiasakan diri kepada konseli mengendalikan
kecemasanya dan
6) mengisi angket refleksi.
Salah satu problem konseli yang tepat ditangani dengan teknik ini yaitu gangguan
kecemasan sosial ( Sosial Anxiety Disorder). Menurut (Asrori, 2015) kecemasan sosial
diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan cemas
(anxiety) yang ditandai dengan ketidaknyamanan emosional, rasa takut dan khawatir dengan
situasi sosial tertentu. Seiring dengan itu, menurut (Azka, Firdaus, & Kurniadewi, 2018)
gangguan kecemasan sosial dijelaskan bahwa perasaan tidak nyaman akan kehadiran orang
lain, disertai perasaan malu yang ditandai dengan keganjalan atau kekakuan, hambatan dan
kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial. Kecemasan sosial tidak hanya terbentuk
dari lingkungan sekolah, namun lingkungan rumah seperti pengaruh dari orang tua sangat kuat
kaitannya dengan kecemasan sosial.
Kecemasan sosial memiliki kriteria dan ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan bentuk
kecemasan lainnya. Menurut (Bagus, Hendra, & Ardani, 2018) mengungkapkan empat ciri-
ciri siswa yang mengalami kecemasan sosial yaitu ciri kognitif, perilaku, respon tubuh dan
emosi. Ciri kognitif siswa yang mengalami kecemasan sosial yaitu: 1) mudah khawatir, 2) sulit
untuk berkonsentrasi, 3) tidak percaya diri, sangat berhati-hati dengan yang siswa katakan dan
lakukan, 4) selalu berfikir tentang kesalahan yang akan dilakukan, 5) selalu berfikir tentang
kesalahan yang akan dikatakan, 6) pikiran menjadi kosong, manjadi bingung untuk
mengatakan sesuatu. Masalah-masalah tersebut perlu diantisipasi diiringi keyakinan atas
kemampuan yang dimiliki, juga harus ada dan melekat pada setiap siswa, karena tanpa adanya
suatu keyakinan yang berasal dari diri siswa maka dalam melaksanakan sesuatu akan diliputi
keraguan, sehingga hasil yang didapat dari usaha yang telah dilakukannya akan sia-sia karena
10
tidak dilandasi adanya keyakinan bahwa dengan kemampuan yang dimilikinya mampu untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
Gangguan kecemasan sosial (sosial anxiety disorder) adalah gangguan kecemasan neurosis
terhadap lingkungan sosial yang ditandai dengan rasa takut atau cemas terhadap penilaian oleh
lingkungan sekitarnya. Konseli membangun persepsi negatif terhadap diri sendiri dengan
ketidakberdayaan menghadapi kontak sosial. Dalam menyelesaikan problem ini, penggunaan
teknik desensitisasi sistematis merupakan teknik yang tepat. Gangguan kecemasan ini dapat
direduksi dengan proses edukasi untuk mengubah kognitif konseli melalui teknik desensitisasi
sistematik dengan melakukan pelemahpekaan (counter conditioning) respon negatif yang
dibangun konseli dan menggantikannya dengan aktivitas yang berlawanan untuk mengubah
imajinasi konseli menjadi positif. Sehingga, teknik desensitisasi sistematis merupakan teknik
konseling untuk membantu konseli mengubah gangguan kecemasan neurosis yang dialaminya
menjadi kecemasan yang wajar.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam psikologi, desensitisasi atau pengawapekaan (bahasa Inggris: Desensitization) adalah
perawatan atau proses yang mengurangi respons emosional terhadap suatu perangsang atau
stimulus yang negatif, aversif atau positif setelah paparan berulang kali. Teknik Desensitisasi
Sistematis adalah teknik konseling dalam pendekatan konseling perilaku yang didasarkan pada
prinsip pengkondisian klasik. Ini dikembangkan oleh Wolpe selama 1950-an. Teknik
konseling ini bertujuan untuk menghilangkan respons ketakutan dari fobia, dan menggantikan
respons relaksasi dengan stimulus kondisional secara bertahap menggunakan pengkondisian
balik. Jumlah sesi yang diperlukan bergantung pada tingkat keparahan fobia. Biasanya 4-6
sesi, atau bisa sampai 12 sesi untuk fobia yang parah. Pelaksanaan konseling akan selesai
setelah tujuan dari konseling yang disepakati terpenuhi (tidak harus ketika ketakutan orang
tersebut telah benar-benar hilang).
B. Saran
Kami selaku penulis bersedia menerima kritik atau masukan dari pembaca. Kritik dan masukan
itu nantinya akan kami gunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah berikutnya dapat kami selesaikan dengan baik.
12
DAFTAR PUSTAKA
Almizri, Wahyu dan Yeni Kameli. (2021). Teknik Desensitisasi Sistematik untuk Mereduksi
Gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety Disorder Pasca Pandemi Covid-19).
Educouns Journal: Jurnal Pendidikan dan Bimbingan Konseling.
13