Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TEKNIK DESENTISASI SISTEMATIS

Disusun Oleh Kelompok 4 UNIMED

DINDA OCHTRIYANI (2210910039)

DESI RISKA NAPITUPULU (2210910013)

AMALIA DWI PRATIWI (2210910048)

AMANDA PUTRI NASUTION (2210910045)

JUANDA SINAGA (2210910049)

KELAS : PERMATA UNIMED

DOSEN PENGAMPU : PROF.DR NI KETUT SUARNI,M.S,Kons &

PUTU SRI LESTARI,S.Pd.,M.Pd

MATA KULIAH : TEORI DAN PRAKTIKUM KONSELING BEHAVIORISTIK

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat
dan Karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah TPK
BEHAVIOR dengan tepat waktu
Makalah ini kami susun dan kerjakan dengan sebaik mungkin, dan juga kami
mendapatkan bantuan dari banyak pihak sehingga memperlancar kami dalam
pembuatan makalah ini.Untuk itu kami berterima terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini terutama Dosen Pengampu
mata Kuliah ini.
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini masih banyak kekurangan dalam
hal penyusunan dan juga reverensi oleh karena itu penulis memohon maaf jika ada
kesalahan dalam penulisan dan kami juga mengharapkan kritik dan juga saran guna
perbaikan tugas ini dan juga agar saya dapat membuat makalah yang lebih baik
kedepannya.
Akhir kata kami ucapkan Terimaksih semoga makalah ini memberikan
manfaat kepada diri kami pribadi pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Dan dapat memberikan inspirasi terhadap kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan , 05 Oktober 2022

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................2

DAFTAR ISI…….……………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................4

1.3 Tujuan ..........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................5


A. Pengertian Desensitisasi Sistematis……………………………………………………..5
B. Langkah-langkah Desensitisasi Sistematis……………………………………………..6-7
C. Peran Konselor, Hubungan Konselor dan konseli, Pengalaman Konseli dalam proses
konseling…………………………………………………………………………..……8-9
D. Karakteristik Problem Konseli yang Tepat ditangani dengan Teknik Desensitisasi
Sistematis………………………………………………………………….………….10-11

BAB III PENUTUP ................................................................................................................12

A. KESIMPULAN ..............................................................................................................12

B. Saran ...............................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam psikologi, desensitisasi atau pengawapekaan (bahasa Inggris: Desensitization)
adalah perawatan atau proses yang mengurangi respons emosional terhadap suatu perangsang
atau stimulus yang negatif, aversif atau positif setelah paparan berulang kali.
Desensitisasi merupakan proses yang digunakan terutama untuk membantu individu dalam
menghilangkan fobia dan kecemasan, dan dikembangkan oleh psikolog yang bernama Mary
Cover Jones. Joseph Wolpe (1958) mengembangkan metode daftar hierarki kecemasan yang
membangkitkan rangsangan menurut urutan intensitas yang memungkinkan individu untuk
menjalani adaptasi. Walaupun terdapat obat-obatan untuk individu yang menderita
kecemasan, ketakutan atau fobia, tetapi bukti empiris mendukung desensitisasi dengan tingkat
penyembuhan yang tinggi, terutama bagi mereka yang menderita depresi atau skizofrenia.
Terapi desensitisasi sistematis adalah jenis terapi yang menghadapkan subjek pada situasi
yang memunculkan ketakutannya, namun situasi tersebut dikemas dalam situasi yang
terkontrol dan aman bagi subjek. Terapi ini merupakan salah satu terapi penanganan rasa takut
yang cukup efektif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Teknik Desensitisasi Sistematis ?
2. Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis ?
3. Apa peran konselor,hubungan konselor dan konseli,pengalaman koneli dalam proses
konseling?
4. Apa karakteristik problem konseli yang tepat ditangani dengan Teknik tersebut?

1.3 Tujuan
Tujuan Penulisan Makalah Ini Antara lain :
1. Mengetahui Definisi Teknik Desensitisasi Sistematis
2. Mengetahui Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis
3. Mengetahui peran konselor,hubungan konselor dan konseli,pengalaman konseli dalam
proses konseling
4. Untuk mengetahui karakteristik problem konseli yang tepat ditangani dengan Teknik
tersebut

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Desensitisasi Sistematis


Desensitisasi sistematis dikembangkan dalam tradisi behavioristik pada awal tahun
1950 oleh Joseph Wolpe. Menurut Joseph Wolpe dalam Indriyani Rachmawati,
desensitisasi sistematis merupakan teknik yang cocok dan efektif digunakan untuk
menangani fobia-fobia, kecemasan dan ketakutan.
Menurut Joseph Wolpe teknik desensitisasi sistematis merupakan peraduan
beberapa teknik seperti memikirkan sesuatu, menenangkan diri (relaksasi) dan
membayangkan sesuatu. Dalam pelaksanaannya, konselor berusaha untuk mengurangi
atau menghilangkan ketakutan atau kecemasan dihadapi oleh konseli. Joseph Wolpe
mengatakan bahwa penerapan relaksasi lebih ditekankan pada pengenduran otot-otot
sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Melibatkan teknik relaksasi menjadikan
konseli dalam keadaan santai dan keadaan santai dengan pengalaman pembangkit
kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan.
Tujuan desensitisasi sistematik adalah untuk menghapus tingkah laku negative
dengan mengkondisikan agar konseli tetap nyaman. Sofyan (2010) menegaskan bahwa
teknik ini bermaksud untuk mengajarkan konseli untuk dapat memberikan respon yang
tidak konsisten terkait dengan kecemasan yang alaminya. Kondisi demikian dapat
diwujudkan dengan menciptakan kondisi nyaman bagi konseli. Selain itu, Walker (Sumarji
dan Hartono, 2012) menyatakan tujuan dari teknik ini digunakan apabila konseli merasa
takut menghadapi hal tertentu, dan juga dapat digunakan untuk seseorang yang mengalami
phobia teknik ini akan membantu untuk mengurangi kecemasan sebagai akibat dari hal
yang dihadapi. Dalam rileksasi, siswa dilatih tentang cara untuk tetap menenangkan
pikiran dan mengurangi gejala-gejala kecemasan yang muncul pada organ tubuh, seperti
detak jantung yang sangat cepat, gemetar pada bagian kaki atau tangan, pernapasan yang
tidak teratur, dan sebagainya. Sementara itu, desensitisasi sistematis dilakukan dengan
melatih siswa menampilkan suatu respon yang berlawanan dengan kecemasan, siswa
dilatih melawan kecemasannya dengan membayangkan suasana yang tenang atau damai.

5
Berdasarkan pendapat diatas bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat
digunakan untuk mengurangi atau menghapus rasa kecemasan yang terjadi pada konseli,
dan dalam pelaksanaannya teknik desensitisasi sistematis menggunakan teknik relaksasi.
Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Teknik
desensitisasi sistematis dari pendekatan behavioristik ialah untuk mengatasi kecemasan
yang dialami siswa dengan memberikan pelatihan-pelatihan relaksasi sehingga dapat
merespons stimulus yang menegangkan dan bahkan mengancamnya dalam kondisi ini
ialah dengan teratasinya kecemasan yang dialami siswa.

B. Langkah-langkah Desensitisasi Sistematis

Dalam pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis menurut Cormier & Cormier teknik ini
memiliki langkah-langkah berikut. Tahap pertama kali yang digunakan dalam teknik desensitisasi
sistematis yaitu:

1. Rasional penggunaan treatment desensitisasi sistematis


Rasional yang berisi tujuan dan prosedur pelaksanaan desensitisasi sistematis
disampaikan kepada konseli karena akan mendatangkan suatu manfaat, antara lain:
rasional dan ringkasan prosedur pelaksanaan itu mengemukakan model tertentu atau cara
di mana konselor akan melaksanakan treatment ini, hasil dari desensitisasi sistematis
mungkin bisa ditingkatkan karena diberikan instruksi dan harapan yang positif.

2. Mengidentifikasi Situasi Yang Menimbulkan Emosi


Jika konselor telah menemukan suatu masalah maka mestinya ada indikasi tentang
dimensi ataupun situasi yang mempengaruhi kecemasan, maka dari itu konselor
hendaknya berinisiatif melakukan identifikasi situasi yang mempengaruhi emosi tersebut
dengan menggunakan salah satu prosedur yaitu: wawancara, monitoring diri sendiri, atau
angket. Setelah itu konselor terus membantu konseli menilai situasi yang diperoleh sampai
ditemukannya beberapa situasi khusus.

3. Identifikasi Konstruksi HirarkI


Hirarki adalah daftar situasi rancangan terhadap konseli bereaksi dengan sejumlah
kecemasan yang bertingkat-tingkat. Untuk memperoleh hierarki itu, maka konselor
hendaknya membantu konseli dalam meranking butir-butir hirarki menurut meningkatnya

6
level yang menimbulkan kecemasan dan meminta konseli untuk mengatur butir hirarki
menurut makin meningkatnya pengaruh pada kecemasan.

4. Pemilihan Dan Latihan Counterconditioning Atau Respon Penanggulangan


Pada tahap ini konselor memilih counterconditioning atau respon penanggulangan
yang sesuai untuk menanggulangi masalah kecemasan. Konselor menjelaskan tujuan dari
respon yang dipilih dan mendiskusikannya. Konselor melatih konseli untuk melakukan
penanggulangan dan melakukannya setiap hari. Sebelum melakukan latihan, konseli
diminta untuk menilai level perasaan kecemasan.

5. Penilaian Imajinasi
Pelaksanaan dari teknik desensitisasi sistematis yang khas yaitu dititikberatkan
pada imajinasi konseli. Hal ini berasumsi bahwa imajinasi dari situasi adalah sama dengan
situasi nyata dan bahwa belajar yang terjadi di dalam situasi imajinasi menggeneralisasi
pada situasi real karena itu merupakan tugas konselor. Adapun tugas dari konselor adalah:
• Menjelaskan penggunaan imajinasi dalam teknik desensitisasi sistematis
• Mengukur kapasitas konseli untuk menggeneralisasikan imajinasi secara hidup
• Dengan bantuan konseli maka konselor mampu menentukan apakah imajinasi konseli
memenuhi kriteria atau tidak.

6. Penyajian Adegan Hirarki


Adegan dalam hirarki disajikan setelah konseli diberikan latihan dalam
counterconditioning atau respon penanggulangan setelah kapasitas imajinasi diukur.
Setiap presentasi adegan didampingi dengan respon penanggulangan sehingga kecemasan
konseli terkondisikan ataupun bahkan berkurang.

7. Tindak lanjut
Dalam tahap terakhir dari treatment ini konselor melakukan kegiatan sebagai
berikut:
• Konselor memberikan tugas atau pekerjaan rumah berhubungan dengan usaha memajukan
hasil treatment desensitisasi sistematis dengan suatu petunjuk yaitu sebagai berikut: latihan
setiap hari tentang pelaksanaan relaksasi, visualisasi butir-butir yang diselesaikan secara

7
sukses pada session yang mendahuluinya, Penerapan pada situasi yang sebenarnya butir-
butir yang telah diselesaikan dengan sukses.
• Konselor menginstruksikan konseli untuk mencatat pekerjaan rumah didalam buku catatan
• Konselor merencanakan pertemuan tindak lanjut untuk mengecek hasil pekerjaan rumah.

C. Peran Konselor, Hubungan Konselor dan konseli, Pengalaman Konseli dalam proses
konseling

Peran Konselor

Konseli adalah seorang peserta didik baru tingkat X yang mengalami gangguan kecemasan
dan hambatan dalam aktualisasi diri, kesulitan berinteraksi, kesulitan mengikuti diskusi dan
praktik di bengkel. Gangguan kecemasan ini disebabkan konseli memiliki sakit asma dan
trauma ketika masih di Sekolah Dasar akibat bullying dan pemikiran negatif yang
dikembangkan. Memperhatikan latar belakang konseli maka konselor berusaha membantu
mengurangi kecemasan dan membimbing pola perilaku konseli menggunakan teknik
desensitisasi sistematik (Systematic Desensitization) yaitu mereduksi perilaku cemas yang
terkondisikan dengan melakukan aktivitas yang berlawanan dengan respon kecemasan secara
bertahap, sedikit demi sedikit dalam suasana rileks sehingga lambat laun konseli dapat
merespon faktor-faktor penyebab kecemasannya secara wajar.

Hubungan Konselor Dan Konseli


Dalam teknik desensitisasi sistematis ini diadakan pertemuan untuk menciptakan
hubungan baik antara konselor dengan konseli selama proses konseling hingga mencapai
tujuannya. Memantapkan kesediaan konseli untuk dibantu, sehingga konseli dapat menjalani
proses konseling secara sukarela dan mendorong konseli untuk mengungkapkan perasaan-
perasaannya secara bebas berkaitan dengan masalah stres akademik yang dialaminya. Sebelum
memulai konseling maka terlebih dahulu dilakukan rapport atau menciptakan hubungan yang
baik dengan konseli, konseling ini harus bersifat pribadi, akrab, dan empatik. Untuk
mencairkan suasana konselor terlebih dahulu memulai pembicaraan dengan hal-hal diluar
permasalahan yang dihadapi oleh konseli. Kemudian dilakukan penstrukturan mengenai waktu
dan kegiatan hingga mencapai kesepakatan. Pada fase ini konselor berupaya agar konseli

8
menjadi lebih terbuka dalam berinteraksi dengan menjelaskan maksud dan tujuan serta asas-
asa konseling serta peran masing-masing.

Pengalaman Konseli Dalam Proses Konseling Pada Teknik Desentisasi


Asumsi dasar teknik ini adalah respon ketakutan merupakan perilaku yang dipelajari dan
dapat dicegah dengan menggantikan aktivitas yang berlawanan dengan respon ketakutan tersebut.
Respon khusus yang dihambat oleh proses perbaikan (treatment) ini adalah kecemasan-kecemasan
atau perasaan takut yang kurang beralasan; dan respon yang sering dijadikan pengganti atas
kecemasan tersebut adalah relaksasi atau penenangan.
Ketidakpekaan dapat dibentuk dengan menunjukkan setiap individu, hal-hal kecil dan bertahap
atas situasi ketakutan, saat orang tersebut menunjukkan aktivitasnya yang berlawanan dengan
kekhawatirannya. Prinsip dasar Desensitisasi adalah memasukkan suatu respon yang bertentangan
dengan kecemasan yaitu relaksasi.
Refleksi awal dilakukan untuk menetapkan keadaan awal konseli sebelum diberikan
treatment. Dalam merumuskan keadaan awal ini peneliti melakukan refleksi dari hasil wawncara,
hasil pengerjaan angket kecemasan dan hasil observasi. Refleksi hasil wawanacara menunjukan
bahwa konseli cemas bertemu dengan orang baru, takut berkomunikasi dengan orang baru, merasa
cara bicaranya kurang jelas dan takut salah, tertekan dan sulit mengungkapkan perasaan, khawatir
salah dalam berdiskusi, membatasi pergaulan, sedih jika mendengar kata-kata kasar, cemas waktu
pelajaran di bengkel, kurang percaya diri, trauma dengan sikap guru yang keras. Sedangkan
refleksi hasil pengamatan/ observasi menunjukan bahwa konseli berada pada kondisi yang
menunjukan gejala gangguan kecemasan. Hal tersebut ditandai dengan konseli cenderung diam
atau tidak aktif, pasif dalma mengikuti pelajaran, sering tidak hadir waktu kegiatan
ekstrakurikuler, jarang berkomunikasi/ berkumpul dengan teman, hanya memilih teman tertentu
untuk berbaur waktu istirahat, tidak pernah mengobrol dengan guru, suka bersikap gugup ketika
bertemu dengan teman baru dan menunjukan prilaku sering diam tanpa respon. Dari pemaparan
data yang diperoleh berdasarkan hasil analisis hasil wawncara, angket dan pengamatan dapat
diketahui bahwa kecemasan yang dialami oleh konseli lebih mengarah pada Gangguan Kecemasan
Sosial (Social Anxiety Disorder).
Dalam menerapkan teknik desensitisasi sistematis pada konseli, konselor menempuh beberapa
langkah antara lain yaitu:
1) menentukan hirarki kecemasan konseli, kegiatna ini dimaksudkan agar konseli bersama
konselor mengetahui hirarki kecemasan konseli sehingga dapat menentukan prioritas mana yang
harus di tangani terlebih dahulu;

9
2) melaksanakan relaksasi, agar konseli merasa tidak tegang atau bahkan cemas;
3) pengkondisian, dimana konseli diajak untuk memasuki kondisi dimana ia mengalami
kecemasan;
4) mengajarkan selfregulated learning, dimana konseli diajarkan untuk dapat menguasai
kecemasanya sehingga dapat mengontrol dirinya;
5) memberikan tugas rumah, dalam rangka membiasakan diri kepada konseli mengendalikan
kecemasanya dan
6) mengisi angket refleksi.

D. Karakteristik Problem Konseli yang Tepat ditangani dengan Teknik Desensitisasi


Sistematis

Salah satu problem konseli yang tepat ditangani dengan teknik ini yaitu gangguan
kecemasan sosial ( Sosial Anxiety Disorder). Menurut (Asrori, 2015) kecemasan sosial
diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan cemas
(anxiety) yang ditandai dengan ketidaknyamanan emosional, rasa takut dan khawatir dengan
situasi sosial tertentu. Seiring dengan itu, menurut (Azka, Firdaus, & Kurniadewi, 2018)
gangguan kecemasan sosial dijelaskan bahwa perasaan tidak nyaman akan kehadiran orang
lain, disertai perasaan malu yang ditandai dengan keganjalan atau kekakuan, hambatan dan
kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial. Kecemasan sosial tidak hanya terbentuk
dari lingkungan sekolah, namun lingkungan rumah seperti pengaruh dari orang tua sangat kuat
kaitannya dengan kecemasan sosial.

Kecemasan sosial memiliki kriteria dan ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan bentuk
kecemasan lainnya. Menurut (Bagus, Hendra, & Ardani, 2018) mengungkapkan empat ciri-
ciri siswa yang mengalami kecemasan sosial yaitu ciri kognitif, perilaku, respon tubuh dan
emosi. Ciri kognitif siswa yang mengalami kecemasan sosial yaitu: 1) mudah khawatir, 2) sulit
untuk berkonsentrasi, 3) tidak percaya diri, sangat berhati-hati dengan yang siswa katakan dan
lakukan, 4) selalu berfikir tentang kesalahan yang akan dilakukan, 5) selalu berfikir tentang
kesalahan yang akan dikatakan, 6) pikiran menjadi kosong, manjadi bingung untuk
mengatakan sesuatu. Masalah-masalah tersebut perlu diantisipasi diiringi keyakinan atas
kemampuan yang dimiliki, juga harus ada dan melekat pada setiap siswa, karena tanpa adanya
suatu keyakinan yang berasal dari diri siswa maka dalam melaksanakan sesuatu akan diliputi
keraguan, sehingga hasil yang didapat dari usaha yang telah dilakukannya akan sia-sia karena

10
tidak dilandasi adanya keyakinan bahwa dengan kemampuan yang dimilikinya mampu untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.

Gangguan kecemasan sosial (sosial anxiety disorder) adalah gangguan kecemasan neurosis
terhadap lingkungan sosial yang ditandai dengan rasa takut atau cemas terhadap penilaian oleh
lingkungan sekitarnya. Konseli membangun persepsi negatif terhadap diri sendiri dengan
ketidakberdayaan menghadapi kontak sosial. Dalam menyelesaikan problem ini, penggunaan
teknik desensitisasi sistematis merupakan teknik yang tepat. Gangguan kecemasan ini dapat
direduksi dengan proses edukasi untuk mengubah kognitif konseli melalui teknik desensitisasi
sistematik dengan melakukan pelemahpekaan (counter conditioning) respon negatif yang
dibangun konseli dan menggantikannya dengan aktivitas yang berlawanan untuk mengubah
imajinasi konseli menjadi positif. Sehingga, teknik desensitisasi sistematis merupakan teknik
konseling untuk membantu konseli mengubah gangguan kecemasan neurosis yang dialaminya
menjadi kecemasan yang wajar.

Teknik desensitisasi menggunakan pendekatan yang dimaksudkan untuk mengubah


tingkah laku, melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari pemikiran sesuatu,
menenangkan diri dan membayangkan sesuatu. Seiring dengan itu, menurut (Tresa, 2011)
Desensitisasi sistematis seringkali cukup berhasil untuk menurunkan kecemasan. Asumsi
digunakannya desensitisasi sistematis untuk mengatasi kecemasan adalah bahwa kemampuan
stimulus, khususnya yang menimbulkan kecemasan dapat dikurangi dan diperlemah jika
terjadi suatu respon yang antagonistik (berlawanan) terhadap kecemasan. Teknik
desensitisasi sistematis efektif dalam mereduksi gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety
Disorder). Keefektifan teknik desensitisasi sistematik untuk mereduksi gangguan kecemasan
sosial (Social Anxiety Disorder) diperkuat oleh pendapat (Sanyata, 2012) menyatakan teknik
desensitisasi sistematik merupakan salah satu teknik perubahan perilaku yang didasari oleh
pendekatan konseling behavioral. Pendekatan konseling behavioral memandang kepribadian
manusia pada hakikatnya adalah perilaku yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman dari
interaksi individu dengan lingkungannya. Perhatian konseling behavioral adalah pada perilaku
yang terlihat, sehingga konseling behavioral mendasarkan diri pada penerapan teknik dan
prosedur yang berakar pada teori belajar, yakni menerapkan prinsip-prinsip belajar secara
sistematis dalam proses perubahan perilaku menuju hal yang lebih efektif.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam psikologi, desensitisasi atau pengawapekaan (bahasa Inggris: Desensitization) adalah
perawatan atau proses yang mengurangi respons emosional terhadap suatu perangsang atau
stimulus yang negatif, aversif atau positif setelah paparan berulang kali. Teknik Desensitisasi
Sistematis adalah teknik konseling dalam pendekatan konseling perilaku yang didasarkan pada
prinsip pengkondisian klasik. Ini dikembangkan oleh Wolpe selama 1950-an. Teknik
konseling ini bertujuan untuk menghilangkan respons ketakutan dari fobia, dan menggantikan
respons relaksasi dengan stimulus kondisional secara bertahap menggunakan pengkondisian
balik. Jumlah sesi yang diperlukan bergantung pada tingkat keparahan fobia. Biasanya 4-6
sesi, atau bisa sampai 12 sesi untuk fobia yang parah. Pelaksanaan konseling akan selesai
setelah tujuan dari konseling yang disepakati terpenuhi (tidak harus ketika ketakutan orang
tersebut telah benar-benar hilang).
B. Saran
Kami selaku penulis bersedia menerima kritik atau masukan dari pembaca. Kritik dan masukan
itu nantinya akan kami gunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah berikutnya dapat kami selesaikan dengan baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Efektivitas Konseling Behavioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk


Mengurangi Kecemasan Berkomunikasi Di Depan Umum Pada Peserta Didik Kelas XII
SMAN 8 Bandar Lampung (Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018), 21–
25.

Almizri, Wahyu dan Yeni Kameli. (2021). Teknik Desensitisasi Sistematik untuk Mereduksi
Gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety Disorder Pasca Pandemi Covid-19).
Educouns Journal: Jurnal Pendidikan dan Bimbingan Konseling.

13

Anda mungkin juga menyukai