Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDEKATAN TEORI KONSELING BEHAVIORISTIK


Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Psikologi Konseling
Dosen Pengampu :
Wikan Galuh Widyarto, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 7

Ni’mah Sadidah (12308193191)


Monica Ayu Nurcahyani (12308193206)
Lisa Hanifah (12308193209)
Mayang Dewayanti (12308193212)

SEMESTER 5
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS USULUDIN, ADAB, DAN DAKWAH
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkankan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, taufiq, serta hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang mendukung
penyusunan makalah ini.
1. Bapak Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah
memberi kesempatan kepada kami dapat menempuh pendidikan di IAIN Tulungagung.
2. Bapak Dr. Ahmad Riskon Khamami, Lc., Ma.selaku Dekan Fakultas Ushuluddin,
Adab, dan Dakwah yang telah memberikan izin untuk menyelesaikan makalah ini.
3. Ibu Uswah Wardiana, Hj, M.Psi, selaku ketua jurusan Psikologi Islam yang telah
mengarahkan dan memberikan wawasan dalam pembuatan makalah ini.
4. Bapak Wikan Galuh Widyarto, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Konseling yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan kami sehingga kami
mendapatkan pemahaman mengenai mata kuliah ini.
5. Civitas Akademika, yang telah membantu dalam memfasilitasi pembelajaran
perkuliahan kami.
6. Semua pihak yang telah membantu penyusunan dalam menyelesaikan makalah ini.

Atas segala keterbatasan yang penyusun miliki, apabila terdapat kekurangan dan
kesalahan mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi
bekal pengetahuan bagi penyusun di kemudian hari.

Tulungagung, Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................2
C. Tujuan ........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................6
A. Pengertian Konseling Behavioral ..............................................................................6
B. Tujuan Konseling Behavioral ....................................................................................7
C. Pandangan Tentang Manusia .....................................................................................8
D. Tahap-tahap Konseling Behavioral............................................................................8
E. Teknik-teknik Konseling Behavioral .........................................................................10
F. Peranan Konselor .......................................................................................................13
BAB III PENUTUP ..............................................................................................................16
A. Kesimpulan ................................................................................................................16
B. Saran ..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 1950an banyak eksperimen yang dilakukan oleh psikolog dan terapis
dalam upaya pengembangan potensi manusia, Salah satu temuan baru yang didapatkan
adalah menganggap pentingnya faktor belajar pada manusia, di mana untuk memperoleh
hasil belajar yang optimal diperlukan reinforcement sehingga teori ini menekankan pada
dua hal penting yaitu learning dan reinforcement serta tercapainya suatu perubahan
perilaku (behavior). Dalam perkembangan lebih lanjut teori ini dikenal dengan behavior
therapy dalam kelompok paham behaviorisme, yang dikembangkan melalui penelitian
eksperimental.
Pada tahun 1952 dipublikasikan tulisan seorang psikolog Inggris yaitu H.J.
Eysenck tentang terapi behavior. Pada tahun 1960-an muncul gagasan baru yang
mengemukakan tentang terapi behavior dan neurosis oleh Eysenck yang pada akhirnya
berpengaruh besar pada Principles of Behavior Modification dari Bandura (1969).
Perkembangan yang pesat membawa terapi behavior untuk pertama kalinya ditulis dalam
publikasi ilmiah yaitu Behavior Research and Therapy dan Journal of Applied Behavior
Analysis.
B.F. Skinner pada tahun 1953 menulis buku Science and Human Behavior,
menjelaskan tentang peranan dari teori operant conditioning di dalam perilaku manusia.
Pendekatan behavior merupakan pendekatan yang berkembang secara logis dari
keseluruhan sejarah psikologi eksperimental. Eksperimen Pavlov dengan classical
conditioning memberikan pengaruh besar terhadap pendekatan behavior. Pavlov
mengungkapkan berbagai kegunaan teori dan tekniknya dalam memecahkan masalah
tingkah laku abnormal.
Awal tahun 1980-an muncul pembaharuan behaviorisme yaitu neo-behaviorisme
yang menekankan pada classical conditioning dalam etiologi dan perlakuan (treatment)
terhadap neurosis, di mana konsep baru ini berlawanan dengan sebutan black box/black
boxes. Pada akhir tahun 1980-an konsep behaviorisme difokuskan pada behavioral
medicine yang merujuk pada pendekatan psikologis yang menangani kondisi physical or
medicine disorder. Corey (2005) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep ini
di tahun tahun 1980-an peran emosi ditekankan, dua hal yang sangat penting untuk

1
dikembangkan dalam behaviorisme adalah; (1) cognitive behavior therapy sebagai
kekuatan utama, dan (2) mengaplikasikan teknik terapi behavioral untuk mencegah dan
memberi perlakuan pada medical disorders.
Dari uraian singkat tentang sejarah perkembangan teori behavior di atas, dapat
dilihat bahwa teori-teori dan teknik-teknik dari pandangan behavioris ini berpengaruh
besar kepada bidang psikologi dan penting untuk dipelajari agar bisa diimplementasikan
pada kehidupan nyata baik dalam menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di
masyarakat atau yang lainnya serta sebagai pelengkap dari teori-teori yang ada lainnya.
Maka dari itu, penting bagi mahasiswa psikologi untuk mempelajari dan memahami teori
behavioristik pada khususnya tentang pengaruhnya pada teknik konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari konseling behavioral?
2. Apa tujuan dari konseling behavioral?
3. Bagaimana pandangan behavioris tentang manusia?
4. Bagaimana tahapan-tahapan konseling dalam teknik behavioral?
5. Apa saja teknik-teknik konseling dalam konseling behavioral?
6. Bagaimana peranan konselor dalam konseling behavioral?
C. Tujuan
1. Untuk mengerti dan memahami pengertian konseling behavioral.
2. Untuk mengerti dan memahami tujuan konseling behavioral.
3. Untuk mengerti dan memahami pandangan behavioris tentang manusia.
4. Untuk mengerti dan memahami tahap-tahap dalam konseling behavioral.
5. Untuk mengerti dan memahami teknik-teknik konseling dalam konseling behavioral.
6. Untuk mengerti dan memahami peranan konselor dalam konseling behavioral.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling Behavioral


Behavioral adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan
melalui pengalaman yang diamati, bukan dengan proses mental. Menurut pandangan
Behavioral , pemikiran, perasaan dan motif ini bukan subjek yang tepat untuk ilmu
perilaku karena karena semuanya tidak bisa diobservasi secara langsung.
Sedangkan konseling Behavioral adalah salah satu teknik terapi dalam konseling
yang berlandaskan teori belajar yang berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu
konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya melalui teknik-
teknik yang berorientasi dengan tindakan.
Menurut Prayitno dan Erman anti konseling adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada
teratasnta masalah yang dihadapi klien.
Menurut Krumboltz yang dikutip oleh Gantina Komalasari, ada ciri-ciri utama
konseling Behavioral adalah sebagai berikut :
a. Proses pendidikan, konseling membantu konseli mempelajari tingkah laku baru
untuk memecahkan masalahnya;
b. Teknik dirakit secara individual, teknik konseling pada setiap konseli berbeda-
beda tergantung pada masalah dan karateristik konseli; dan
c. Metodelogi ilmiah, konseling Behavioral di landasi oleh metode ilmiah dalam
melakukan assesment dan evaluasi konseling

Tujuan konseling Behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku


konseli, yang di antaranya untuk :

1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar;


2. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif;
3. Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari;
4. Membantu konseli membuang respons-respons yang lama yang merusak diri
atau maladaftif dan mempelajari respons-respons yang baru yang lebih sehat
dan sesuai (adjustive);

3
5. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptif
memperkuat serta mempertahankan perilaku yang di inginkan; dan
6. Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan
bersama antara konseli dan konselor.

Konseling Behavioral di kenal juga dengan modifikasi perilaku yang di artikan


sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku. Modifikasi perilaku dapat pula
sebagai usaha menerapkan prinsip-prinsip belajar hasil ekperimen pada perilaku manusia.

Dari penjelasan di atas maka konseling Behavioral merupakan proses pemberian


bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada klien yang dilakukan melalui wawancara
koneling dengan pendekatan Behavioral yang bermuara pada teratasinya masalah yang di
hadapi klien.

B. Tujuan Konseling Behavioral


Pada dasarnya terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan tingkah laku baru,
penghapusan tingkah laku yang maladaptif serta memperkuat dan mempertahankan
tingkah laku yang diinginkan.
Sejalan dengan pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tujuan konseling Behavioral
adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simptomatik, yaitu kehidupan tanpa
mengalami kesulitan atau hambatan perilaku, yang dapat membuat keputusan dalam
jangka panjang dan/atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial. Secara khusus
tujuan konseling Behavioral mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-
cara memperkuat perilaku yang diharapkan dengan meniadakan perilaku yang tidak
diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat.
Tujuan terapi perilaku dengan orientasi kearah kegiatan konseling menurut George
dan Christiani dalam Gunarsa adalah:
a. mengubah perilaku menyesuaikan pada klien;
b. membantu klien belajar dalam proses pengambil keputusan secara efisien;
c. mencegah munculnya masalah di kemudian hari;
d. mencegah masalah perilaku khusus yang dimintai oleh klien;
e. mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupanya.
Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat di rumuskan beberapa tujuan penting
konseling Behavioral. Tujuan tersebut antara lain ialah :
a. Mengubah perilaku maladaptif;

4
b. Membantu klien belajar dalam proses pengembangan keputusan secara efesien;
c. Memperkuat perilaku yang diharapkan dan meniadakan perilaku dan tidak
diharapkan;
d. Membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat;
e. Mencegahnyamunculnya masalah di kemudian hari;
f. Mencegah masalah poerilaku khusus yang di minta oleh klien;
g. Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupan.
C. Pandangan tentang manusia
Rosjidan dan Gantina menyatakan, “pendekatan Behavioral didasari oleh pandangan
ilmiah tentang tingkah laku manusia yaitu pendekatan sistematik dan terstruktur dalam
konseling “. Pendekatan Behavioral berpandangan bahwa setiap tingkah laku dapat
dipelajari. Proses belajar tingkah laku adalah melalui kematangan dan belajar. Selanjutnya
tingkah laku lama dapat di ganti dengan tingkah laku yang baru. Menurut Behavioral
therapy, manusia adalah produk dan produsen (penghasil) dari lingkungannya. Pandangan
ini tidak tergantung pada asumsi deterministik bahwa manusia adalah produk belaka
pengkondisian sosialkultural mereka. Manusia dipandang memiliki potensi untuk
berperilaku baik maupun buruk, tepat atau salah. Pendekatan Behavioral berpandangan
bahwa setiap perilaku dapat dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi atas tingkah
lakunya sendiri, dan dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat belajar
tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi orang lain. Manusia dipandang memiliki
potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Manusia mampu melakukan
refleksi atas tingkah lakunya sendiri, dapat mengatasi dan mengontrol perilakunya dan
dapat belajar tingkah laku atau dapat mempengaruhi orang lain.
D. Tahap-tahap Konseling Behavioral
Konseling behavioral memiliki empat tahap yaitu melakukan asesmen (assesment),
menentukan tujuan (goal setting), mengimplementasikan teknik (Technique
implementation), evaluasi dan mengakhiri konseling (evalution termination), dan
feedback. Menurut Rosjidan (yang dikutip oleh Gantina Kumalasari, Eka Wahyuni dan
Karsih) yang dijabarkan sebagai berikut :

1. Melakukan Asesmen (Assesment)


Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan pada saat ini, Assesment
yang dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan pikiran. Menurut Kanker dan

5
Saslow (yang dikutip oleh Gantina Kumalasari, Eka Wahyuni, dan Karsih) dalam
menyatakan terdapat tujuh informasi yang digalih dalam asesmen yaitu :
a. Analis tingkah laku yang bermasalah yang dialami saat ini, tingkah laku
yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.
b. Analisis situasi yang didalamnya masalah terjadi. Analisis ini mencoba
untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali tingkah laku dan
mengikutinya.
c. Analisis motivasional
d. Analisis Self Control, yaitu tingkatan control diri terhadap tingkah laku
bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana control itu dilatih dan atas dasar
kejadian-kejadian yang menentukan.
e. Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang terdekat dengan
kehidupannya. Diidentifikasikann juga hubungannya dengan orang
tersebut.
f. Analisis lingkungan fisik sosial budaya. Analisis ini atas dasar norma-norma
dan keterbatasan lingkungan.
2. Menentukan Tujuan (Goal Setting)
Konselor dan konseling menentukan tujuan konseling sesuai dengan
kesepakatan bersama berdasarkan informasi yang telah disusun dan dianalisis.
Menurut Burks dan Engelkes mengemukakan fase goal setting disusun atas tiga
langkah yaitu :
a. Membantu untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan yang
diinginkannya
b. Mempertahankan tujuan berdasarkan kemungkinan hambatan-hambatan
situasional belajar yang dapat diterima dan dapat diukur.
c. Memecahkan tujuan kedalam sub tujuan dan menyusun tujuan menjadi
susunan yang berurutan.
3. Implementasi Teknik (Technique Imlementation)
Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan klien menentukan
strategi belajar yang terbaik untuk membantu klien mencapai perubahan tingkah
laku yang diinginkan. Konselor dan klien mengimplementasikan teknik-teknik
konseling sesuai dengan masalah yang dialami oleh klien (tingkah laku
excessive/deficit). Dalam mengimplementasi teknik konselor membandingkan
perubahan tingkah laku antara baseline dengan data intervensi.
6
4. Evaluasi dan Pengakhiran
Evaluasi konseling behavioral merupakan proses yang berkesinambungan.
Evaluasi dibuat atas dasar apa yang klien perbuat. Tingkah laku klien digunakan
sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas konselor dan efektivitas tertentu dari
teknik yang digunakan. Terminasi dari sekedar mengakhiri konseling. Terminasi
meliputi:
a. Menguji apa yang klien lakukan terakhir
b. Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan
c. Membantu klien mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling ke
tingkah laku klien
d. Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkah lalu klien
Selanjutnya konselor dan klien mengevaluasi implementasi teknik yang
telah dilakukannya serta menentukan lamanya intervensi dilaksanakan sampai
tingkah laku yang diharapkan menetap.
5. Feedback
Feed back diperlukan untuk memperbaiki proses konseling. Apakah
konseling dirasa belum terlihat hasilnya atau belum ada perkembangan dari konseli
maka konselor dapat memberikan perlakuan lagi kepada konseli dan diharapkan
konseli dapat memberikan respon sehingga tujuan konseling yang dihapkan dapat
tercapai.
E. Teknik-teknik Konseling
Praktisi konseling rasional emosi perilaku memanfaatkan Teknik (metode kognitif,
metode perilaku, maupun metode emosi) yang sesuai untuk menantang keyakinan
irasionalnya serta mendapatkan filosofi baru hidupnya. Konselor didorong untuk menjadi
fleksibel dan kreatif dalam penggunaan metode yang ada, memastikan untuk
menyesuaikan Teknik dengan kebutuhan unik setiap konseli. Metode yang bisa digunakan
oleh konselor Rasional-Emotif Therapy diantaranya:
1. Metode Kognitif
Konseling rasional emosi perilaku sanngat bergantung pada pemikiran,
perselisihan, perdebatan, menantang, meenafsirkan, menjelaskan, dan mengajar.
Dengan mengubah cara berpikirnya, konseli akan mampu mengubah perasaan dan
perilakunya. Beberqapa Teknik kognitif yang tersedia diantaranya:

7
a. Membantah keyakinan Irasional.
Metode kogitif konseling rasional rasional emosi perilaku yang paling
umum terdiri dari Konselor yang secara aktif memperdebatkan
kepercayaan irasional konseli dan mengajari mereka bagaimana
melakukan ini dengan tantangan sendiri (G. Corey, 2017).
b. Melakukan pekerjaan rumah kognitif.
Pekerjaan rumah adalah bagian penting dari konseling rasional emosi
perilaku karena membantu konseli menerapkan keterampilan yang
dipelajari dalam proses konseling rasional emosi perilaku ke dalam
kehidupannya setiap hari (Parsons & Zhang, 2014). manfaat lain dari
pekerjaan rumah adalah bahwa konseli lebih mungkin untuk memahami
dan dapat menggunakan proses konseeling rasional emosi perilaku
setelah sesi konseling berakhir.
c. Bibliokonseling.
Bibliokonseling adalah penggunaan buku dan bacaan yang ditugaskan
untuk membantu konseli memahami bagaimana membuat perubahan
hidup yang diinginkan (Parsons & Zhang, 2014). Pendekatan
biblioterapi memiliki dukungan empiris untuk berbagi masalah klinis,
termasuk pengobatan depresi dan banyak gangguan kecemasan. Tujuan
penggunaan bibliokonseli, diantaranya mengajarkan konseli untuk
berpikir konstruktif dan positif, menganalisis sikap dan perilaku
konseli, mendorong ekspresi konseli bebas masalah, membantu
mengembangkan alternatif penyelesaian masalah, dan memberikan
gambaran bahwasannya masalah yang dialami konseli, bisa menimpa
siapapun.
d. Mengubah bahasa seseorang.
Salah satu penyebab munculnya proses berpikir irasional maupun
menyimpang berasal dari penggunaan Bahasa yang tidak tepat (G.
Corey, 2017).
e. Metode psikoedukasi.
Konselor mendidik konseli tentang sifat dari masalah mereka dan
bagaimana perawatan akan dilanjutkan. Apabiloa konselli bisa
memahami bagaimana Teknik psikoedukasi bermanfaat, maka konseli

8
akan cenderung untuk bekerjasama selama sesi konseling berlangsung.
Dengan memperhatikan berhasil tidaknya penerapan psikoeduksi ini.
f. Teknik Visual/Guided Imagery.
Pada konselling rasional emosi perilaku, Teknik ini digunakan untuk
mengakses keyakinan utama konseli dan mendorong interpretasi ulang
pengalamannya. Beberapa tipe Teknik Visual, yakni mental imagery,
positive imagery, dan goal rehearsal-imagery/coping imagery (erford,
2015). Mental imagery dijelaskan sebagai proses dimana seseorang
berfokus pada gambaran mental yang jelas dari sebuah pengalaman.
Positive imagery merupakan visualisasi dari setiap pemandangan yang
menyenangkan, nyata atau imajiner. Coping imagery merupakan
keharusan konseli untuk memvisualisasikan diri dengan sukses dalam
mengatasi setiap langkah dari suatu proses.
g. Teknik Wicara Diri (self-talk).
Dalam penggunaannya Teknik wicara diri (self-talk) seseorang
berulangkali menyatakan ungkapan yang membantu dan mendukkung
saat menghadapi masalah yang mengganggu. Wicara diri didasarkan
pada keyakinan tentang dirinya sendiri. Self-talk digunakan untuk
melawan keyakinan irasional dan mengembangkan pola piker yang
tidak sehat. Teknik ini ada dua mcam. Teknik wicara diri positif, yang
berfungsi untuk tetap memotivasi konseli mecapai tujuannya. Yang
kedua Teknik wicara diri negative, didominasi pesimisme dan
kecemasan,, dan mencegah konseli untuk meningkatkan dan berhasil
dalam penyelesaian masalah.
h. Teknik Reframing.
Tujuan Teknik refrming ini untuk membantu konseli dengan
memberikan cara pandang yang berbeda dari sudut pandang orang lain,
terlihat lebih normal, dan tidak bermasalah. Konselor menawarkan
sudut pandang baru (sudut pandang alternative sesuai situsi) dengan
harapan konseli akan melihat situasinya secara berbeda dan dengan
demikian akan bertindak lebih sesuai.
i. Teknik Thought Stopping.
Teknik ini mengacu pada serentetan tahapan, dilakukan untuk
memblokir urutan respons secara kognitif. Keberhasilan Teknik ini
9
didasarkan, pertama perintah berhenti sebagai hukuman, kedua perintah
berhenti yag penting bertindak untuk pengalih perhatian, ketiga
perintah berhenti yang diikuti substitusi pikiran untuk memastikan
pikiran tidak akan kembali.
j. Teknik Cognitive Restructuring.
Melibatkan aplikasi prinsip-prinsip pembelajaran untuk berpikir.
Dengan mengurangi bias, Teknik Cognitive restructuting membantu
konseli mencapai respons emosional yang lebih adaptif dengan cara
mengubah penilaian secara positif.
2. Teknik Emosi
Dengan memanfaatkan berbagai Teknik yang melibatkan emosi diantaranya
citra emosi yang rasional, humor, bermain peran, latihan memalukan. Tujuannya,
untuk menantang keyakinan irasional konseli, dan bisa dikatakan cenderung lebih
menggugah dan jelas. Selain itu konseli juga bisa merasakan dan berpikir secara
adaptif.
a. Citra emosi yang rasional
Melibatkan konseli akan latihan mental berkelanjutan dan dirancang
untuk membentuk pola emosional baru yang lebih positif dan berfikir
secara sehat.
b. Humor
Untuk membantu konseli melihat betapa irasionalnya konselor
bertindak, dan untuk mencairkan keadaan konseli yang kurang santai
dan terlalu serius dalam menanggapi.
c. Bermain peran
Komponen emosi, kognitif, dan perilaku terdapat dalam bermain peran.
Konseli dapat memerankan adegan yang mengandung makna yang
konseli rasakan.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku digunakan oleh konselor konseling rasional perilaku yakni
pengkondisian operan, prisnsip manajemen diri, desentisasi sistematis, system
relaksasi, dan pemodelan (G. Corey,2017).
F. Peranan Konselor
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, konseling Behavioral berfokus pada
tingkah laku individu untuk membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam
10
memecahkan masalahnya melalui teknik-teknik yang berorientasi dengan tindakan, yang
berlandaskan teori belajar. Konseling dilakukan dalam rangka memodifikasi perilaku
konseli. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptif
memperkuat serta mempertahankan perilaku yang di inginkan. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan konseling konselor harus bisa menyebutkan perilaku konseli yang mana yang
tidak adaptif dan membimbing pada perilaku yang adaptif. Berikut penjelasan lebih lanjut
mengenai peran konselor dalam konseling behavioral.

Jika diperhatikan lebih lanjut, memang pendekatan dalam konseling behavioral lebih
cenderung direktif, karena dalam pelaksanaannya konselor-lah yang lebih banyak
berperan. Menurut Corey (2003: 205) Peran konselor dalam pendekatan behavioristik
adalah aktif dan direktif, aktif untuk melakukan intervensi dan membawa konseli ke arah
perubahan perilaku yang diharapkan, sedangkan direktif dimaknai sebagai upaya konselor
untuk memberikan arahan secara langsung kepada konseli. Konselor berperan aktif,
direktif/mengarahkan/menginstruksikan, dan menggunakan pengetahuan ilmiah untuk
menemukan solusi dari persoalan konseli.

Konselor Behavioral biasanya berfungsi sebagai guru, pengarah dan ahli dalam
mendiagnosa tingkah laku malapdaftif dan menentukan prosedur yang mengatasi
persoalan tingkah laku konseli. Dalam proses konseling konseli yang menentukan tingkah
laku apa yang akan dirubah, sedangkan konselor menentukan cara yang akan digunakan
untuk mengubahnya.

Peran terapis dalam terapi Behavioral adalah memanipulasi dan mengendalikan


konseling melalui pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan teknik-teknik
terapi. Konselor dalam prakteknya, memberikan penguatan positif atau negatif untuk
membentuk tingkah laku baru konseli. Konselor memiliki kekuatan untuk memberi
pengaruh dan mengendalikan tingkah laku konseli.

Dari uraian diatas, dapat diringkas bahwa peran konselor dalam konseling dengan
pendekatan behavioris adalah sebagai berikut:

a. Menyebutkan (mendiagnosa) tingkah laku maladaptive;


b. Memberikan arahan kepada konseli menuju perilaku baru yang adaptif;
c. Menentukan cara/prosedur/teknik modifikasi perilaku yang sesuai dengan
masalah dan tujuan yang hendak dicapai.

11
Peran sentral dari pola ini berimplikasi pada intervensi krisis yang dilakukan oleh
konselor kepada konseli sehingga konselor diharapkan memahami tentang coping skills,
problem solving, cognitive restructuring dan structural cognitif therapy.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Konseling Behavioral adalah salah satu teknik terapi dalam konseling yang
berlandaskan teori belajar yang berfokus pada tingkah laku individu untuk
membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya
melalui teknik-teknik yang berorientasi dengan tindakan.
2. Secara khusus tujuan konseling Behavioral mengubah perilaku salah dalam
penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku yang diharapkan dengan
meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara
berperilaku yang tepat.
3. Rosjidan dan Gantina menyatakan, “pendekatan Behavioral didasari oleh
pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia yaitu pendekatan sistematik dan
terstruktur dalam konseling “. Menurut Behavioral therapy, manusia adalah produk
dan produsen (penghasil) dari lingkungannya. Manusia dipandang memiliki potensi
untuk berperilaku baik maupun buruk, tepat atau salah.
4. Tahap-tahap Konseling Behavioral diantaranya yakni : Melakukan asesmen
(Assesment); Menentukan tujuan (Goal Setting); Implementasi Teknik (Technique
Imlementation), Evaluasi dan pengakhiran, Feedback.
5. Praktisi konseling rasional emosi perilaku memanfaatkan beberapa Teknik yang
sesuai: Metode kognitif dengan beberapa Teknik didalamnya, Teknik Emosi, dan
juga Teknik perilaku.
6. Peran konselor dalam pendekatan behavioristik adalah aktif dan direktif.
B. Saran
Bagi para pembaca jika ingin menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh
maka penulis mengharapkan dengan rendah hati agar membaca buku-buku yang berkaitan
dengan psikologi pendidikan dan sekolah. Saran dan kritik sangat kami harapkan untuk itu
saran dan kritik dapat dikirim melalui alamat email: nikmahsadidah09@gmail.com.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kumalasari, D. (2017). Konsep Behavioral Therapy Dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Pada Siswa Terisolir. Hisbah, 14(1), 15-24.
Doi:https://doi.org/10.14421/hisbah.2017.141-02

Komalasari, G., Wahyuni, E., & Karsih. 2014. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: Penerbit
Indeks.

Putrawijaya, A. (2019). Efektivitas Layanan Konseling Behavioral Dengan Teknik Self-


Management Untuk Mengatasi Perilaku Membolos Peserta Didik Kelas X MAN 2
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018 / 2019. Undergraduate thesis, UIN Raden Intan
Lampung.

Rosjidan, (1985). Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta : Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan.

Sanyata, S. (2012). Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling. Paradigma,
1-11.

14

Anda mungkin juga menyukai