Dosen Pengampu :
Drs. Akmal Sutja, M. Pd.
Rully Andi Yaksa, S.Pd, M.Pd.
Muhammad Hamdi, S. Pd., M. Pd.
Disusun Oleh :
Kelompok 9
Kelas R-002
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Konseling
Behavioral”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................4
2.1 Sejarah Konseling Behavioral.........................................................................................4
2.2 Konsep Dasar Konseling Behavioral................................................................................8
2.3 Pandangan tentang Manusia.............................................................................................9
2.4. Teknik-Teknik Konseling Behavioral...........................................................................10
2.5 Prosedur Konseling Behavioral.....................................................................................12
BAB III.................................................................................................................................14
PENUTUP............................................................................................................................14
3. 1 Kesimpulan....................................................................................................................14
3.2 Saran...............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Behaviorisme memandang bahwa poin penting dari pendekatan ini yaitu
perilaku yang di munculkan oleh seseorang. Pendekatan behaviorisme melihat segala
bentuk masalah yang ada daldm diri seseorang berasala dari tingkah laku yang ada pada
diri manusia tanpa mengaitkan terhadap konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan
mentalitas. Pendekatan behaviorisme di Rusia merupakan penekatan yang lahir dan
dipelopori oleh Ivan Pavlov, namun pada waktu yang bisa dikatakan hampir bersamaan
di Amerika behaviorisme muncul dengan salah satu tokoh utamanya John B. Watson.
Berikut ini beberapa ahli behavior:
Ivan Petrovich Pavlov yang bisa di panggil pavlov merupakan warga yang berasal dari
Rusia dan melahirkan sebuah teori yaitu pengkondisian klasik (classical conditioning).
Pada waktu itu pavlov mencoba mengembangkan sebuah eksperimennya menggunakan
anjing sebagai bagian dari penelitian. Pengkondisian yang dikembangkan oleh Pavlov
menjelasakan bahwa dari hasil ekperimen menunjukan bahwa rangsangan secara
berulang-ulang ditambah dengan unsur penguat maka akan mengahsilkan suatu reaksi.
Menurut Pavlov dalam Walgito (2002: 53) aktivitas organisme dapat dibedakan atas:
Pendekatan Psikologi yang sudah diciptakan oleh Ivan P Pavlov dikenal dengan
sebutan psikologi reflek (psychoreflexiologi), yaitu pendekatan yang lebih menekankan
kepada kepada berbagai hal yang berbentuk perilaku yang sifatnya reflek. Edward Lee
Thorndike (1874-1949) Thorndike lahir di Williamsburg tahun 1874, salah satu hasil
karyanya yang viral yaitu penelitian mengenai psikologi binatang serta teori belajar
Trial and error. Konsep yang dikembangkan oleh Thorndike lebih menekankan kepada
aspek fungsional perilaku yaitu proses mental dan perilaku seseorang tehadap terhadap
lingkungannya. Mendasarkan pada konsep yang ada maka Thorndike dipandang
sebagai tokoh lebih bersifat fungsional, berbeda dengan Pavlov yang behaviorist
asosiatif. Eksperimennya Thorndike menetapkan tiga macam hukum yang dikenal
dengan hukum primer dalam hal belajar, berikut tiga hukum yang dimaksud
The law of readiness, adalah salah satu faktor penting dalam belajar. Sesorang harus
memiliki kesiapan dan kesediaan, kesiapan dan kesediaan akan menentukan hasil
belajar apakah baik atau buruk.. Sedangkan the law of exercise mempunyai dua hal
penting yaitu hukum kegunaan (the law of use) yaitu hukum yang menyatkan bahwa
hubungan antara stimulus dan respon menjadi semakin kuat jika sering digunakan. The
law of disuse merupakan hukum yang lebih menekankan kepada hubungan antara
stimulus dan respons yang menjadi lemah jika tidak dilakukan latihan. The law of
effect lebih menitikberatkan kepada penguatan atau memperlemah hubungan stimulus
dan respons tergantung kepada hasil dari respons yang bersangkutan.
Perilaku respons; perilaku respons adalah perilaku alami, perilaku ini merupakan hasil
langsung antara respons dan stimulus, perilaku ini bersifat reflektif. Perilaku ini sama
dengan istilah aktivitas reflektif dalam pengkondisian klasik yang dikembangkan oleh
Pavlov. Perilaku operan; berbeda dengan perilaku respon, perilaku ini sifatnya spontan,
perilaku yang ada terbentuk bukan karena stimulus akan tetapi muncul karena
organisme itu sendiri. Pengkondisian operan menekankan kepada hadiah atau (reward).
Perilaku akan muncul kembali ketika mendapatkan imbalan (reward), dan imbalan atau
reinforcement stimulus akan memicu banyaknya respon yang akan muncul. Hukum
dasar pengkondisian operan yaitu ketika ada satu operan yang disertai dengan
penguatan rangsangan, maka respon akan semakin bertambah. reinforcement stimuli
dapat bersifat positif atau negative. Penguatan perangsang
John Broadus Watson (1878-1958)
Watson berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku.
Behaviorisme dapat memprediksi reaksi dari satu hal mengenai kondisi yang memicu
dan sebaliknya. Inti behaviorisme yaitu memprediksi dan mengontrol perilaku. Watson
mengemukakan pandangan behavioristiknya yang membantah pandangan
strukturalisme dan fungsionalisme tentang kesadaran. Menurut Watson perilaku yang
dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran, karena kesadaran
adalah sesuatu yang dubios. Metode-metode yang dikembangkan oleh Watson lebih
menekankan kepada kajian tentang binatang dan anak-anak, seperti sebuah kajian yang
dilakukan dalam pengkondisian (pobia) rasa takut pada anak-anak. Tahun 1960,
Stanford University psikolog Albert Bandura ilmu mengembangkan dan meneliti teori
belajar sosial yang mencakup prinsip prinsip pengkondisian klasik dan operan sosial
(pemodelan dan imitasi) dan kognitif (pikiran, gambar, dan harapan) faktor dalam
pembelajaran (Bandura, 1977, 1986). Pujosuwarno (1993: 79-80) istilah konseling
behavior pertama kali digunakan oleh lindzey pada tahun 1954, yang kemudian sering
dikenalkan oleh lazarus tahun 1985. Istilah ini lebih dikenal di inggris, sedang di
amerika serikat lebih dikenal dengan behavior modifikasi.
Konseling behavioral didasarkan pada prinsip dan prosedur metode ilmiah. Prinsip
eksperimen berasal dari pembelajaran yang bersifat tersusun rapi dan diterapkan untuk
membantu orang dalam mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan diri mereka. Ciri-
ciri yang nampak dan sebagai pembeda antara yang satu dengan yang lain yaitu adalah
kepatuhan sistematis agar mereka dapat menyesuaikan dan menilai kembali secara
empiris. Transaksi konseling perilaku dengan masalah saat ini konseli dan faktor yang
mempengaruhi mereka, sebagai lawan dari analisis tentang kemungkinan determinan
sejarah. Penekanan pada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi fungsi ini dan apa
faktor-faktor yang dapat digunakan untuk memodifikasi kinerja. Konseli yang terlibat
dalam pendekatan behaviorisme diharapkan dapat mengasumsikan peran yang jelas dan
nyata untuk menangani masalah mereka. Konseli dalam pendekatan ini diharapkan
dapat mempellajari perilaku baru yang bersifat adaptif sehingga bisa diterapkan untuk
menggantikan perilaku yang tidak sesuai atau maladaptif.
Fokusnya adalah pada menilai perilaku terbuka dan rahasia secara langsung,
mengidentifikasi masalah, dan mengevaluasi perubahan.
(a) memfokuskan kepada tingkah laku yang tampak, dan spesifik (b) kecemasan akan
menetukan perlakuan yang diberikan, (c) prosedur perlakuan khas sesuai dengan
masalah, dan (d) memprediksikan hasil dari konseling yang dilaksanakan. Dari hal
tersebut dapat diketahui bahwa konseling behavior mempunyai ciri-ciri khusus
diantaranya yaitu: Proses konseling mendasarkan pada prinsip dan prosedur metode.
Ciri-ciri konseling behavioral yaitu kebanyakan perilaku manusia dipelajari dan karena
itu dapat dirubah, perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat
membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan, Prosedur prosedur
konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien
dengan mengubah lingkungannya, keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari
perubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur
konseling, prosedur-prosedur konseling tidak statis, tetap atau ditentukan sebelumnya,
tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu memecahkan masalah khusus
(Surya, 2003).
Berdasarkan pada hakikat manusia, teori dan pendekatan behavior ini menganggap
bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan
dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit berperan
aktif dalam menentukan martabatnya. Manusia memulai kehidupannya dan
memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola
perilaku yang akan membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh
intensitas dan beragamnya jenis penguatan (reinforcement) yang diterima dalam situasi
hidupnya. Pendekatan behavior di dalam proses konseling membatasi perilaku sebagai
fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilku yang dapat diamati
merupakan suatu kepedulian dari konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan
konseling. Dalam konsep behavior, perilaku manusia merupakan hasil belajar yang
dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar. Di
mana proses konseling merupakan suatu proses atau pengalaman belajar untuk
membentuk konseli mengubah perilakunya sehingga dapat memecahkan masalahnya.
Dalam konsep behaviorisme modern, perilaku manusia dipandang dalam mekanisme
dan pendekatan ilmiah yang diimplikasikan pada pendekatan secara sistematis dan
terstruktur dalam proses konseling. Manusia tidak diasumsikan secara deterministik
tetapi merupakan hasil dari pengkondisian sosio kultural. Trend baru dalam
behaviorisme adalah diberinya peluang kebebasan dan menambah keterampilan konseli
untuk memiliki lebih banyak opsi dalam melakukan respon.
Menurut Corey (2005), bahwa teknik konseling behavioral terbagi atas yaitu atihan
asertif, teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk
menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak dan benar. Desensitisasi sistematis,
merupakan teknik konseling behavioral yang memfokuskan bantuan untuk
menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk
rileks. Pengkondisian Aversi, teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan
kebiasaan buruk, Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan
secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
kemunculannya, Teknik modeling, teknik ini dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk,
Covert Sensitization, teknik ini dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang
menyenangkan klien tapi menyimpang. Thought Stopping, teknik ini dapat digunakan
untuk klien yang sangat cemas.
1. Latihan Asertif Latihan asertif adalah salah satu dari sekian banyak topik yang
tergolong populer dalam terapi perilaku. Berguna untuk menjelaskan perkataan asertif,
dapat dilakukan melalui uraian pengertian perilaku asertif. Perilaku asertif adalah
perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran
dan perasaan.perilaku asertif ditandai oleh kesesuaian sosial dan sesseorang yang
berperilaku asertif mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain (Gunarsa
dan Yulia, 2003: 70). Cara yang digunakan dalam latihan asertif adalah dengan
permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kecil kelompok
diterapkan untuk latihan asertif ini (Latipun, 2003: 85).
3. Terapi Implosif
Terapi implosif dikembangkan berdasarkan atas asumsi bahwa seseorang yang secara
berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi
yang menakutkan teryata tidak muncul, maka kecemasan akan menghilang. Dalam
situasi konseling secara berulang-ulang membayangkan stimulus sumber kecemasan
dan konsekuensi yang diharapkan ternyata tidak muncul, akhirnya stimulus yang
mengancam tidak memiliki kekuatan dan neurobotiknya menjadi hilang.
4. Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan konseli agar mengamati respon pada
stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak
menyenagkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya
perilaku yang tidak dikehendaki kemunculanya, pengkondisian ini diharapkan
terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak
menyenangkan.jadi terapi aversi ini menahan perilaku yang maladatif dan individu
berkesempatan untuk memperoleh perilaku alternative yang adatif.
Konselor behavioral memiliki peran yang sangat penting dalam membantu klien.
Wolpe (dalam Latifun, 2001) mengemukakan peran yang harus dilakukan konselor,
yaitu bersikap menerima, mencoba memahami klien dan apa yang dikemukakannya.
Dalam hal ini menciptakan iklim yang baik adalah sangat penting untuk mempermudah
melakukan modifikasi perilaku. Konselor lebih berperan sebagai guru yang membantu
klien melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah, tujuan
yang hendak dicapai
Ivey (1987) menjelaskan bahwa dalam pendekatan behavior hal yang penting untuk
mengawali konseling adalah mengembangkan kehangatan, empati dan hubungan
supportive. Corey (2005) menjelaskan bahwa proses konseling yang terbangun dalam
pendekatan behavioristik terdiri dari empat hal yaitu ;
(1) tujuan terapis diarahkan pada memformulasikan tujuan secara spesifik, jelas, konkrit,
dimengerti dan diterima oleh konseli dan konselor,
(3) kesadaran konseli dalam melakukan terapi dan partisipasi konselor ketika proses
terapi berlangsung akan memberikan pengalaman positif pada konseli dalam terapi, dan
(4) memberi kesempatan pada konseli karena kerjasama dan harapan positif dari konseli
akan membuat hubungan terapis lebih efektif. Sedangkan menurut Ivey, et.al (1987);
Ivey (1987) menjelaskan bahwa kesuksesan dalam melakukan konseling dengan
pendekatan behavioristik didasarkan pada ; (1) hubungan antara konselor dengan
konseli, (2) operasionalisasi perilaku (making the behavior concrete and observable), (3)
analisis fungsional (the A-B-Cs of behavior), dan (4) menetapkan tujuan perubahan
perilaku (making the goals concrete). Woolfe dan Dryden (1998) menegaskan bahwa
dalam kerangka hubungan antara konselor-konseli secara bersama-sama harus konsisten
dalam hal, pertama; konseli diharapkan untuk memiliki perhatian positif (minat),
kompetensi (pengalaman) dan aktivitas (bimbingan), kedua; konselor tetap konsisten
dalam perhatian positif, self-disclosure (engagement) dan kooperatif (berorientasi pada
tujuan konseli).
Bagian dari proses konseling yang tidak dapat ditinggalkan adalah proses asesmen.
Dalam behavioral proses ini dapat dilakukan dengan memakai instrumen asesmen, self-
report, behavior rating scales, format self monitoring, teknik observasi sederhana.
Perangkat instrumen tersebut merupakan bagian dari upaya behavioral konseling,
sedangkan teknik-teknik behavioral yang dapat digunakan adalah :
3. Relaxation training and related methods, adalah teknik yang dipakai untuk melatih
konseli agar melakukan relaksasi. Dalam pelaksanaannya konselor dapat memodifikasi
teknik ini dengan systematic desentisization, asertion training, self management
programs. Teknik ini tepat digunakan untuk terapi-terapi klinis (Corey, 2005; Ivey,
1987; Carlton, 1971).
4. Systematic desentisization merupakan teknik yang tepat untuk terapi bagi konseli yang
mengalami phobia, anorexia nervosa, depresi, obsesif, kompulsif, gangguan body image
(Corey, 2005; Ivey, 1987; Lynn, 1985; Carlton, 1971).
5. Exposure therapies. Variasi dari exposure therapies adalan in vivio desentisization dan
flooding, teknik terapi ini dengan memaksimalkan kecemasan/ketakutan konseli (Corey,
2005; Lynn and Garske, 1985).
7. Assertion training, metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip terapi kognitif perilaku.
Ditujukan bagi konseli yang tidak dapat mengungkapkan ketegasan dalam dirinya
(Corey, 2005; Lynn, 1985).
Teori kognitif perilaku merupakan kelanjutan dari hasil eksperimen yang dirintis Skinner
dan Pavlov. Dalam model ini konseli diajak untuk dapat mengubah tingkah laku baru
dengan terapi- terapi emosi dan kognitif, modifikasi teori kognitif perilaku dari
sebelumnya teori behavior terletak pada peranan emosi dan kognisi yang turut menjadi
penyebab timbulnya perilaku salah
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Dalam proses konseling, pendekatan behavior merupakan suatu proses di mana konselor
membantu konseli untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional dan
keputusan tertentu yang bertujuan ada perubahan perilaku pada konseli. Pemecahan
masalah dan kesulitannya dengan keterlibatan penuh dari konselor. Pendekatan
behavioristik dalam konseling dipengaruhi oleh ; kelebihan dan perilaku konseli, jenis
problematika, jenis penguatan yang dilakukan dan orang lain yang memiliki arti tertentu
bagi kehidupan konseli dalam perubahan perilakuknya. Dalam pelaksanaannya,
pendekatan behavioristik memiliki kontribusi yang cukup berarti dalam konseling dan
psikoterapi. Pendekatan dalam layanan konseling merupakan suatu strategi untuk
memberikan intervensi kepada konseli. Tujuan yang akan dicapai adalah perubahan pada
konseli yang memungkinkan konseli untuk dapat menerima diri (self-acceptance),
memahami diri (self- understanding), menyadari diri (self-awareness), mengarahkan diri
(self-directing), dan aktualisasi diri (self-actualitation). Dalam proses konseling, dimensi
perubahan merupakan tujuan yang akan dicapai oleh konseli-konselor.
3.2 Saran
Peran yang harus dilakukan konselor, yaitu bersikap menerima, mencoba memahami
konseli dan apa yang dikemukakan tanpa menilai atau mengkirtiknya.konselor lebih
berperan sebagai guru yang membantu konseli melakukan teknik-teknik modifikasi
perilaku yang sesuai dengan masalah, tujuan yang hendak dicapaI dengan
mengimplementasikan seperangkat prinsip atau prosedur yang meliputi pemantauan diri
(self monitoring), reinforcement yang positif (self reward), perjanjian dengan diri
sendiri (self contracting), penguasaan terhadap ransangan (stimulus control) dan
merupakan keterkaitan antara teknik cognitive, behavior, serta affective dengan susunan
sistematis berdasarkan kaidah pendekatan cognitive behavior therapy, digunakan untuk
meningkatkan keterampilan dalam proses pembelajaran yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Corey G. (2005) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Sanyata, Sigit. 2012. Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling. Jurnal
Paradigma. ISSN 1907-297X