Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Psikologi
Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu : Elly Marlina, S.Ag., M.Si.
Disusun Oleh :
Siti Maryam Malihah 1174010151
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-nya penyusun dapat menyelesaikan tugas Ujian
Akhir Semester ini yang berjudul “Macam-macam Pendekatan Teori Konseling” dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Penyusun berharap tugas ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai pembahasan ini. Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa
didalam tugas ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Semoga tugas ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sekiranya tugas
ini yang telah disusun dapat berguna bagi penyusun sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan penyusun memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi perbaikam tugas yang akan mendatang.
Penyusun selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata
kuliah Psikologi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan tugas dan bimbingannya
kepada penyusun yang mana adanya tugas ini akan membantu penyusun agar terbiasa
membuat makalah. Tidak lupa penyusun ucapkan pula terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah memberikan bantuannya sehingga penyusun mampu menyelesaikan tulisan ini
dengan baik.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pendekatan Psikoanalisis
Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat
manusia, dan model psikoterapi. Secara historis, psikoanalisis adalah aliran pertama dari tiga
aliran utama psikologi. Sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek
psikoanalisis mencakup: (1) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan
pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada penderitaan manusia; (2) Tingkah
laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar; (3) Perkembangan pada masa
dini anak-anak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa; (4) Teori
psikoanalisis menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang
digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya
mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menhindari luapan kecemasan; (5) Pendekatan
4
psikoanalisis telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui
analisis-analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi.
Menurut pandangan psikoanalisis, struktur kepribadian terdiri dari tia sistem: id, ego,
dan superego. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis,
sedangkan supereo adalah komponen sosial.
Id
id adalah sistem kepribadian yang orisinil; kepribadian setiap orang hanya terdiri dari
id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayamnya naluri-naluri. Id tidak bisa
menoleransi teganan, dan bekerja untuk melepaskan tegangan itu sesegera mungkin
serta untuk mencapai homeostatik1. Id bersifat tidak logis, amoral2 dan didorong oleh
satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas
kesenangan. Id bersifat tidak sadar.
Ego
Superego
1
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan lingkungan internal yang konstan.
2
Sebuah tindakan yang keluar dari nilai-nilai.
3
Peristiwa yang bekerja pada sesuatu dalam waktu sesaat.
5
superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalanya
adalah perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukumannya adalah perasaan
berdosa dan rendah diri.
Ketaksadaran tidak bisa dipelajari secara lansun; ia bisa dipelajari dari tingkah laku.
Pembuktian klinis guna membuktikan konsep ketaksdaran mencakup: (1) Mimpi-
mimpi; (2) Salah ucap atau lupa; (3) Sugesti-sugesti pascahipnotik; (4) Bahan-bahan
yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas; dan (5) Bahan-bahan yang berasal dari
teknik-teknik proyektif.
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Oleh karena
itu, sasaran terapi psikoanalisis adalah membuat motif-motif tak sadar menjadi
disadari, sebab hanya ketika menyadari motif-motifnyalah individu bisa menentukan
pilihan.
Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi untuk melakukan sesuatu.
Fungsinya adalah memberi peringatan adanya tanda bahaya yang mengancam, yakni
sinal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang pas untuk
mengatasi itu tidak diambil.
6
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego membantu individu mengatasi kecemasan dan
mencegah terlukanya ego. Mekanisme pertahanan memiliki dua ciri: menyangkal atau
mendistorsi kenyataan, dan beroperasi pada taraf tak sadar.
Perkembangan Kepribadian
Tahun Pertama Kehidupan : Fase Oral, dari lahir sampai usia satu tahun mulut dan
bibir merupakan zone-zone erogen4, bayi mengalami kenikmatan erotik dan tindakan
mengisap.
Fase Anal, usia satu sampai tiga tahun tugas yang harus diselesaikan adalah belajar
mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar mengakui dan
menangani perasaan negatif.
Fase Falik, usia tiga sampai lima tahun adalah fase ketika meningkatnya kemampuan
motorik dan perseptual (seperti berjalan, berpikir dan lainya), maka kecakapan
interpersonal akan mengalami perkembangan.
4
Bagian tubuh yang membangkitkan hastrat dan kenikmatan seksual.
7
mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan
bahan tak sadar lebih lanjut.
3. Analisis mimpi, ialah sebuah prosedur yangg penting untuk menyingkirkan
bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas
beberapa area masalah yang tak terselesaikan.
4. Analisis dan Penafsiran Resistensi, Resistensi ialah sesuatu yang melawan
kelangsungan terapi dan mencegah klien untuk mengemukakan bahan yang
tak disadari.
5. Analisis dan penafsiran Transferensi5. Transferensi mengejawantahkan ketika
“urusan tak selesai” dimasa lampau klien dengan orang-orang yang
berpengaruh menyebabkan ia mendistorsi masa sekarang dengan mendorong
klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya pada proses konseling.
2. Pendekatan Behaviorisme
Menurut Sumanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi umum,
Behaviorisme ( Perspektif belajar ) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar
pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme dapat dan harus diangap
perilaku. Menurut J.P Chaplin, Behaviorism; satu pandangan teoretis yang
beranggapan bahwa pokok persoalan tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-
konsepsi mengenai kesadaran atau mentalitas.
Behaviorisme muncul sebagai reaksi terhadap instropeksionisme dan juga
psikoanalisis. Behaviorisme ingin menganalisis hanya pada perilaku yang tampak,
dapat diukur, diluaskan dan diramalkan. Belajar artinya perubahan perilaku organisme
sebagai pengaruh lingkungan. Behavior hanya ingin mengetahuui bagaimana
perilakunya dikendalikan oleh faktor faktor lingkungan. Dari sinilah timbul konsep
manusia mesin ( Homo Mechanicus).
5
Sebuah tindakan pengalihan.
8
terlampau menyederhanakan tentan individu sebagai budak nasib yang tak
berdaya yang semata-mata ditentukan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan
dan keturunan dan dikerdilkan menjadi sekedar organisme pemberi respons.
Seperti kata Nye ( 1975), dalam pembahasannya tentang behaviorisme radikal-
nya B.F. Skinner, menyebutkan bahwa para behavioris radikal menekankan
manusia dikendalikan oleh kondisi-kondisi lingkungan.
Adapun ciri-ciri unik terapi tingkah laku ( Behaviorisme ) ditandai oleh: (a)
pemusatan perhatian terhadap tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b)
kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment, (c) perumusan prosedur
treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah, dan (d) penafsiran
objektif atas hasil-hasil terapi.
Pengondisian Klasik Versus Pengondisian Operan
Pengondisian Klasik berasal dari karya Pavlov. Pada dasarnya pengondisian
klasik ini melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang secara otomatis
membangkitkan respons berkondisi (CR), yang sama dengan respons tak
berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi (CS),
lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR.
UCS UCR
(makanan kucing) (pengeluaran air liur kucing)
CS CR
(menjalankan pembuka kaleng listrik) (pengeluaran air liur kucing)
Gambar 2.1 Rancangan pengondisian klasik
Gambar 2.1., UCS (makanan kucing) membangkitkan UCR, pengeluaran air
liur kucing. Pembukaan kaleng makanan dengan pembuka listrik menjadi CS
karena dipasangkan dengan makanan dan membankitkan CR, pengeluaran air
liur kucing.
9
Adapun tiga teknik utama terapi atau konseling behaviorisme adalah sebagai
berikut.
I. Desensitiasi Sistematik, ialah penghapusan tingkah laku yang diperkuat
secara negatif, dan ia menertakan pemunculan respons yang berlawanan
dengan tingkah laku yang hendak dihapus itu. Adapun prosedur model
pengondisian balik adalah sebaai berikut:
a. Dimulai dengan suat analisis tingkah laku atas stimulus yang bisa
membangkitkan keceasan dalam suatu wilayah tertentu seperti
penolakan, rasa iri atau suatu phobia.
b. Setiap awal pertemuan klien diberei latihan relaksasi yang terdiri atas
kontraksi, dan lambat laun pengendran otot-otot yang berbeda sampai
tercapai suatu keadaan santai penuh.
c. Konselor atau terapis menceritakan rangkaian situasi dan meminta
klien untuk membayangkan dirinya berada dalam situasi yang
diceritakan.
II. Teknik Implosif dan pembanjiran, teknik ini terdiri atas pemunculan
stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa penguatan. Lain halna
dengan desensitiasi sistematik, implosif ini berusaha mempertahankan
kecemasan klien untuk menghadirkan luapan emosi yang masif. Dengan
alasan bahwa jika seseorang berulang-lang dihadapkan pada situaaasi
penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan
tidak muncul, maka kecemasan tereduksi atau terhapus.
III. Latihan Asertif, latihan ini ditujukan pada individu-individu yang (1) tidak
mampu menegaskan diri adalah tindakan yang benar, (2) menunjukkan
kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang untuk melaluinya,
(3) memiliki kesulitan mengatakan “tidak”, (4) mengalami kesulitan
mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya, dan (5) merasa
tidak punya hak untk memiliki perasaan dan pikiran sendiri. Latihan asertif
ini menggunakan permainan peran. Contoh adalah kesulitanklien
menghadapi ibunya di rumah. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia kerap
kali merasa ditekan ibunya karena terus menerus membandingkan dirinya
10
dengan anak tetangga. Pertama-tama klien memainkan peran sebagai
ibunya, sementara konselor mencontoh cara berpikir dan cara klien
menghadapi ibunya. Kemudian mereka saling bertukar peran.
Pembentukan terjadi ketika tingkah laku bar dicapai dengan
penghampiran, juga terjadi penghapusan kecemasan dalam menghadapi
ibunya dan sikap klien lebih tegas terhadap ibunya menjadi lebih
sempurna.
3. Pendekatan Eksistensial-Humanistik
Pendekatan eksistensial-humanistik menekankan renungan-renunan filososfis tentang
apa artinya menjadi manusia yang utuh.
Menurut Matt Jarvis dalam bukunya menyatakan, bahwa Prinsip humanistik diadopsi
dari lundin (1996) dan Merry (1998) adalah sebagai berikut.
I. Manusia dimotivasi oleh adanya keinginan untuk berkemban dan memenuhi
potensinya.
II. Manusia bisa memilih ingin enjadi seperti apa dan tahu apa yang terbaik bagi
dirinya.
III. Manusia dipengaruhi oleh cara pandang terhadap diri sendiri ang berasal dari
cara orang lain memperlakukan kita
IV. Tujuan humanistik adalah membantuk manusia memutuskan apa yang
dikehendakinya dan membantu memenuhi potensinya.
Rogers (1959) percaya, manusia memiliki satu motif dasar yaitu kecenderungan
untuk mengaktualisasikan diri. Kecenderungan ini adalah keinginan untuk memenuhi
potensi yang dimiliki dan mencapai tahap ‘human-begins’ yang setinggi-tingginya.
Rogers (1961) mengemukakan bahwa aspek terpaku dalam konsep diri adalah harga
diri (self esteem). Rogers meyakini bahwa kita memiliki citra diri dalam pikiran kita
seperti keadaan kita sekarang, sekaligus citra diri kita yang ideal (ideal-self), yaitu
cittra diri yang kita inginkan. Jika kedua citra diri itu kongruen (sama), kita akan
mengembangkan harga diri dengan baik. Perkembangan kongruen dan harga diri
bergantung pada pengharaan positif tak bersyarat dari orang lain berupa penerimaan,
cinta dan kasih sayang.
11
Kesadaran diri
Manusia memiiki kemampuan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kemampan
yang unik dan nyata memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutukan.
Semakin kuat kesadaran diri seseorang, maka semakin besar pula kebebasan yang
ada pada seseorang itu.
Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggungjawab bisa menimbulkan kecemasan yang
menjadi atribut dasar manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh
kesadaran atas keterbatasannya atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk
mati (nonbeing).
Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa ia berusaha untuk menemukan tujuan hidup
dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.
12
Dalil 3: Keterpusatan dan Kebutuhan akan Orang lain, Setiap individu memiliki
kebutuhan untuk memelihara keunikan dan keterpusatannya, tetapi pada saat yang
sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya dan untuk berhubungan
dengan orang lain dan dengan alam.
Dalil 4: Pencarian Makna, Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna
dan identitas pribadi.
Dalil 5: Kecemasan sebagai Syarat Hidup, Kecemasan adalah akibat dari
kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih.
Dalil 6: Kesadaran atas Kematian dan Non-ada, kesadaran atas kematian adalah
kondisi manusia yang mendasar yang memberikan makna kepada hidup.
Dalil 7: Perjuangan untuk Aktualisasi Diri, Manusia berjuang untuk aktualisasi
diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu.
4. Pendekatan Gestalt
Menurut J.P Chaplin dalam bukunya Dictionary of Psychology, Gestalt adalah satu
kesatuan terinterasi yang lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya. Adapun Gestalt
psychology dalam kamusnya berarti aliran psikologi dengan dampak adanya
penentuan bahwa pokok persoalan sejati bagi psikologi ialah: tingkah laku dan
pengalaman sebagai kesatuan totalitas. Terapi Gestalt dikembangkan oleh Frederick
Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-
individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab
pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Gestalt berfokus pada apa dan
bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman di sini-dan-sekarang dengan
mengintefrasikan bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tak diketahui. Asumsi
dasar Gestalt ialah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri masalah-
masalah hidupnya secara efektif. Oleh karena itu, terapi gestalt pada dasarnya
noninterpretatif dan sedapat mungkin klien menyelengarakan terapi sendiri.
13
memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya
sebagai pribadi yang terpadu.
Saat Sekarang
Polster dan Polster (1973) mengembangkan tesis bahwa “kekuatan ada pada saat
sekarang”. Pandangan mereka adalah “kebenaran yang paling sulit diajarkan
adalah bahwa hanya sekaranglah yang ada dan bahwa menyimpang darinya berarti
menyimpang dari kualitas hidup yang ada pada kenyataan (Polster dan Polster,
1973, hlm.7).
Urusan yang Tak Selesai
Dalam Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup
perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, rasa berdosa, rasa
diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan perasaan itu
diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu. Urusan tak selesai itu akan
bertahan sampa ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
14
yang satunya lagi memainkan peran under dog. Teknik permainan dialog
ini dapat digunakan baik dalam konseling individu maupun kelompok.
Dialog antara dua kecenderungan yang berlawanan memiliki sasaran
meningkatkan taraf integrasi polaritas-polaritas dan konflik-konflik yang
ada pada diri seseorang ke taraf yang lebih tinggi. Perls menandakan
bahwa perubahan tidak bisa dipaksakan dan bahwa melalui penerimaan
atas polaritas, integrasi bisa terjadi serta klien akan menghentikan
permainan menyiksa dirinya.
ii. Latihan “Saya bertanggung jawab atas...”, Pada latihan ini, konselor atau
terapis meminta klien untuk membuat pernyataan dan menambahkan pada
pernyataan itu kalimat “ dan saya bertanggung jawab atas itu”. Salah satu
contohnya ialah “Saya merasa terasingkan dan saya bertanggung jawab
atas keterasingan saya itu”
Teknik ini merupakan perluasan kontinum kesadaran dan dirancan untuk
membantu orang-orang agar mengakui dan menerima perasaan-
perasaannya alih-alih memproyeksikannya kepada orang lain. Teknik ini
terbukti sangat berguna, meskipun terlihat mekanis.
iii. Bermain Proyeksi, dalam permainan ini konselor meminta klien yang
berkata “Saya tidak bisa mempercayaimu” untuk memainkan peran
sebagai orang yang tidak bisa menaruh kepercayaan guna menyingkap
sejauh mana ketidakpercayaan itu menjadi konflik baginya.
6
Masalah mengajar dan belajar.
7
Instruksi
15
Ellis memandang manusia itu bersifat rasional dan juga irasional, orang berperilaku
dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu.
(dikutip dari buku Samuel T Gladding, konseling Profesi yang menyeluruh, 2012.
Jakarta: Indeks. Hal 266). Pikiran Irasional melibatkan pembentukan pikiran yang
mengganggu dan menjengkelkan.
(A) Anteccedent event, Activity, or Action. Yaitu segenap peristiwa yang dihadapi
individu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap seseorang.
(B) Belief. Yaitu keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi individu terhadap suatu
keyakinan.
(C) Consequence. Yaitu konsekuensi sebagai reaksi individ dalam bentk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan Antencendent event (A).
(D) Dispute. Yaitu keyakinan irasionalbisa menikmati dampak (E) Effect. Psikologis
Positif dari keyakinan rasional.
Tujuan utama RET adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri
mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya, kemudian membantu klien
agar memperbaiki cara berpikir, merasa dan bertindak, sehinga tak terulang di
masa yang akan datang.
16
Menurut Mohamad Surya dalam bukunya teori-teori konseling macam-macam
teknik adalah sebagai berikut.
2. Teknik-Teknik Behavioristik
17
(hukuman). Bila perilaku klien mengalami kemajuan dalam arti
positif, maka ia dipuji “baik” bila mundur dalam arti masih negatif,
maka dikatakan “tidak baik”. Teknik ini dimaksudkan untuk
membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irasional pada klien
dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan
memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan
menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan padanya.
b. Teknik Social Modelling (pemodelan sosial), yakni teknik yang
digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru pada klien.
Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu moel sosial
yang diharapkan dengan cara imitasi (peniruan), mengobservasi,
dan menyesuaikan dirinya dengan model sosial yang dibuat itu.
Dalam teknik ini, konselor mencoba mengamati bagaimana proses
klien mempersepsi, menyesuaikan dirinya dan menginternalisasi
norma-norma dalam model sosial dengan masalah tertentu yang
telah disiapkan oleh konselor atau terapis.
c. Teknik Live Models (model dari kehidupan nyata), yang digunakan
untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya
situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk
percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
3. Teknik-Teknik Kognitif
18
pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan,
klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide
serta perasaan-perasaan yang irasional dan ilogis. Teknik ini
sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan
sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan diri sendiri serta
kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien serta
mengurangi ketergantungannya kepada konselor atau terapis.
ii. Teknik Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian
klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang
diharapkan melalui; role playing atau bermain peran, rehearsal atau
latihan, dan social modelling atau meniru model-model sosial. John
L. Shelton (1977) mengemukakan bahwa maksud utama teknik
Assertive Training adalah untuk:
1. Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang
berhubungan dengan emosinya,
2. Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak
asasinya sendiri tanpa menolak atau memusihi hak asasi orang lain,
3. Mendorong kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri,
4. Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku
assertive yang cocok untuk dirinya sendiri (Mohamad Surya, Teori-
Teori Konseling, 2003 Bandung: Daftar Pustaka. Hal 25-26).
b. Dalam mengaplikasi berbagai teknik konseling rasional-emotif,
Albert Ellis menganjurkan untuk menggunakan den menggabungkan
beberapa teknik tertentu sesuai dengan permasalahn yang dihadapi
klien. Hanya Ellis menyarankan agar teknik Home Work
Assignment perlu digunakan sebagai syarat utama untuk sesuatu
terapi atau konseling yang tuntas.
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
Saran
Penulis menyadari ketidaksempurnaan tulisan ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun sebagai bahan evaluasi untuk
penulisan selanjutnya agar dapat lebih baik lagi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Ke-7. Terjemahan :
E. Koswara. PT Refika Aditama, Bandung.
Nurihsan, Achmad Juntika. 2009. Bimbingan dan Konseling dalam berbagai latar
kehidupan. Bandung: PT Refika Aditama.
21