Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MACAM-MACAM PENDEKATAN KONSELING KELOMPOK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Konseling Kelompok

Dosen pengampu : Putri Dian Dia Conia, M. Psi., Psikolog

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
Mira Komariah (2285190012)
Dyah Pratiwi (2285190030)
Hafidzha Dwi Andiany (2285190066)
Mitra Bunga Paransia (2285190076)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kepada kami
kemudahan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Teori
Bimbingan Kelompok dengan judul Jenis-Jenis Pendekatan Konseling Kelompok. Salawat
beserta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Beserta keluarganya dan para sahabatnya dan semoga kita mendapatkan safaatnya, amin.

Selanjutnya kami sangat menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kelancaran tugas-tugas selanjutnya agar kami bisa menyelesaikan dengan lebih baik lagi.

Demikian yang dapat kami sampaikan dan kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami dan bagi pembaca khususnya. Terima Kasih

Serang, 05 Mei 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Judul................................................................................................................................i

Kata Pengantar................................................................................................................i

Daftar Isi.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 3

2.1 Konseling Kelompok dengan Pendekatan Behavioral........................................ 3


2.2 Konseling Kelompok dengan Pendekatan REBT............................................... 5
2.3 Konseling Kelompok dengan Pendekatan Analisis Transaksional..................... 7
2.4 Konseling Kelompok dengan Penekatan Realitas.............................................. 9
2.5 Konseling Kelompok dengan Pendekatan SFBC............................................... 11
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 15

3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kelompok merupakan kumpulan individu yang saling atau mengadakan interaksi secara
mendalam antara anggota yang satu dengan yang lainnya. Dan mereka memiliki tujuan ataupun
kesatuan persepsi untuk bertingkah laku di dalam maupun di luar kumpulan mereka. Konseling
kelompok sendiri merupakan layanan yang membantu konseli atau peserta didik dalam
pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. Berbagai jenis
layanan dan kegiatan perlu dilakukan sebagai wujud penyelenggaraan pelayanan bimbingan
terhadap sasaran layanan yaitu konseli atau peserta didik. Dalam melakukan konseling
kelompok, maka terdapat pendekatan-pendekatan yang telah dikembangkan oleh para tokohnya
dan perlu disesuaikan agar secara tepat untuk memberikan kemudahan kepada anggota kelompok
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas pada
makalah ini sebagai berikut;

1. Bagaimana Konseling Kelompok dengan Pendekatan Behavioral?


2. Bagaimana Konseling Kelompok dengan Pendekatan REBT?
3. Bagaimana Konseling Kelompok dengan Pendekatan Analisis Transaksional?
4. Bagaimana Konseling Kelompok dengan Pendekatan Realitas?
5. Bagaimana Konseling Kelompok dengan Pendekatan SFBC?
1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai
berikut;

1. Untuk mengetahui Konseling Kelompok dengan Pendekatan Behavioral


2. Untuk mengetahui Konseling Kelompok dengan Pendekatan REBT

1
3. Untuk mengetahui Konseling Kelompok dengan Pendekatan Analisis Transaksional
4. Untuk mengetahui Konseling Kelompok dengan Pendekatan Realitas
5. Untuk mengetahui Konseling dengan Pendekatan SFBC

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konseling Kelompok dengan Pendekatan Behavioral

A. Teori Behavioral

Dalam pandangan behavioral, perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap


pengalamannya yang berupa interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya yang membentuk
sebuah kepribadian seseorang. Sehingga dapat diubah dengan manipulasi dan mengkreasikan
kondisi-kondisi belajar. Menurut Skinner, perilaku manusia didasarkan atas konsekuensi yang
diterima. Apabila perilaku mendapat ganjaran positif/diterima, maka individu akan meneruskan
atau mengulangi tingkah lakunya, sebaliknya apabila perilaku mendapat ganjaran negatif
(hukuman)/ditolak, maka individu akan menghindari atau menghentikan tingkah lakunya.

Natawidjaja dalam (dalam Kurnanto, M. Edi, 2013: 62) menyebutkan bahwa asumsi
pokok dari pendekatan ini adalah perilaku, kognisi, perasaan bermasalah terbentuk karena
dipelajari, karenanya semua dapat diubah dengan proses belajar yang baru atau belajar kembali.
Pendekatan behavioral lebih berorientasi pada masa depan dalam menyelesaikan masalah.
Inti dari behavioral adalah proses belajar dan lingkungan individu. Konseling behavioral dikenal
sebagai ancangan yang pragmatis (pragmatic approach). Asumsi lain adalah perilaku yang
dinyatakan oleh konseli adalah masalah itu sendiri, jadi bukan semata-mata gejala dari
masalahnya.

B. Tujuan dengan Pendekatan Behavioral

Terdapat tujuan umum dan tujuan khusus dalam behavioral ini, yaitu :

Tujuan umum yaitu, membantu konseli menghilangkan perilaku bermasalah dan


mempelajari tingkah laku yang lebih efektif. Sedangkan tujuan khusus yaitu, membantu konseli
mempelajari tingkah laku spesifik sesuai dengan keunikan konseli.

3
C. Tahap Tahap Konseling Kelompok dengan pendekatan Behavioral

Pendekatan behavioral memiliki 3 tahapan yaitu tahap permulaan, tahap pelaksanaan, dan
juga tahap akhir, penjelasan dari setiap tahap yaitu sebagai berikut :

 Tahap Permulaan

Di tahap permulan ini meliputi kegiatan sebelum terbentuknya kelompok konseling.


kelompok memusatkan perhatian pada pembentukan kepaduan kelompok dan penemuan perilaku
bermasalah yang akan diperbaiki. Konselor mempunyai tugas untuk membangun kepercayaan.
Permasalahan kelompok harus dijabarkan dalam perilaku yang khusus, setelah itu diobservasi
dan diukur oleh para angota kelompok. Selanjutnya proses perumusan tujuan dan pengembangan
rancangan kegiatan bantuan dimulai. Kemudian konselor mulai memilih strategi terapeutik yang
cocok untuk mencapai tujuan konseling.

 Tahap Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan konseling kelompok behavioristik, pengukuran, pemantauan dan


penilaian merupakan kegiatan yang berkesinambungan. Ketiga hal tersebut dilakukan oleh
konselor bersama-sama dengan semua anggota kelompok agar diperoleh bahan untuk memilih
dan menentukan strategi kegiatan lain yang efektif. Menurut Natawidjaja (dalam Kurnanto, M.
Edi, 2013: 65-66) strategi kegiatan bantuan yang dapat digunakan dalam tahap pelaksanaan
sebagai berikut : penguatan kembali, kontrak kontingensi, pemberian contoh, gladi perilaku,
melatih, penataan kembali kognisi, pemecahan masalah.

 Tahap Akhir

Pertama, konselor berusaha membantu anggota kelompok untuk mengalihkan perubahan


yang telah diperolehnya kepada keadaan yang sebenarnya dalam lingkungan sehari-hari. Perlu
juga diberikan latihan kepemimpinan dan kemandirian. Pada tahap ini juga dilakukan
perencanaan untuk tindak lanjut kegiatan kelompok untuk mengetahui sampai dimana perilaku
baru dapat diterapkan dengan berhasil dalam kehidupan sesungguhnya.

4
D. Peran Pemimpin Kelompok Behavioral

Dalam konseling kelompok, peran pemimpin menjadi salah satu karakteristik dari
pendekatan behavioral. Pemimpin kelompok behavioral memiliki sejumlah tanggung jawab
kepemimpinan. Corey (1990) mengemukakan daftar fungsi pokok pemimpin sebagai berikut :

 Penyaringan anggota kelompok


 Mengajar mereka tentang proses kelompok
 Menilai kemajuan mereka dalam kelompok
 Menentukan keefektifan teknik-teknik kerja dalam kelompok, dan
 Memperkuat anggota mencapai tujuan khusus

Selain fungsi pokok diatas, ada beberapa peran dan fungsi pemimpin kelompok dalam
pendekatan behavioral diantaranya memberikan informasi dan menjelaskan proses yang
dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan, konselor/pemimpin harus memberikan
reinforcement, dan mendorong konseli untuk mentrasfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata.

2.2 Konseling Kelompok dengan Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

A. Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior


kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran.
Pendekatan REBT dikembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar
pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir rasional
yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping itu, individu juga memiliki
kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional.

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah sebuah aliran psikoterapi yang
berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan
jujur maupun berfikir irasional yang jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan

5
untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan
orang lain,serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan kearah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-
lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi,
perfeksionisme dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. untuk
menghancurkan diri,

B. Tujuan Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu untuk mengubah pikiran-pikiran


irasionalnya ke pikiran yang rasional.

C. Tahapan-Tahapan Konseling Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) membantu konseli mengenali dan


memahami perasaan, pemikiran dan tingkah laku yang irasional. Dalam proses konseling dengan
pendekatan REBT terdapat beberapa tahap yang dilakukan yaitu sebagai berikut :

 Tahap 1

Proses di mana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka tidak logis dan
irasional. Proses ini membantu konseli memahami bagaimana dan mengapa dapat menjadi
irasional. Pada tahap ini konseli diajarkan bahwa mereka memiliki potensi untuk mengubah hal
tersebut.

 Tahap 2

Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif
tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada tahap ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk
menentuan tujuan-tujuan rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli dengan
menggunakan pertanyaan untukmenantang validitas ide tentang diri, orang lain dan sekitar. Pada
tahap ini konselor menggunakan teknik-teknik konseling Rasional Emotive Behavior Therapy
(REBT) untuk membantu konseli mengembangkan pikiran rasional.

 Tahap 3

6
Pada tahap akhir ini, konseli dibantu untuk secara terus menerus mengembangkan pikiran
rasional serta mengembangkan filosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada
masalah yang disebabkan oleh pemikiran irasional. Terdapat dua tugas utama konselor pada
tahap ini yaitu, yang pertama interpersonal adalah membangun hubungan terapeutik,
membangun rapport, dan suasana yang kolaboratif. Yang kedua yaitu organizational adalah
bersosialisasi dengan konseli untuk memulai terapi, mengadakan proses asesmen awal,
menyetujui wilayah masalah dan membangun tujuan konseling.

2.3 Konseling Kelompok dengan Pendekatan Analisis Transaksional

A. Pendekatan Analisis Transaksional

Menurut Lutfi Fauzan dalam buku Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual (1994)


pendekatan Analisis Transaksional dikembangkan oleh Eric Berne (1910-1970) setelah ia
mendapatkan gelar Medical Doctor dari Mc Gill University di Montreal pada tahun 1935.
Pendekatan ini dapat digunakan dalam seting individual maupun kelompok, namun secara
historis lebih menekankan pada seting elompok yang melibatkan kontrak yang dikembangkan
oleh konseli yang dengan jelas menyebutkan tujuan dan arah dari proses terapi. Selanjutnya,
pendekatan ini memfokuskan pada pengambilan keputusan di awal yang dilakukan oleh klien
dan menekankan pada aspek kognitif, rasional, dan tingkah laku dari kepribadian, dan
berorientasi pada meningkatkan kesadaran sehingga konseli dapat membuat keputusan baru dan
mengganti arah hidupnya (Sari, 2016).

Berne memiliki keyakinan bahwa terapi kelompok lebih efisien alih-alih terapi
individual. Gladding mengemukakan tiga bentuk kelompok dalam konseling analisis
transaksional, yaitu kelompok redicision, classic, dan cathexis. Kelompok redicision (putusan
ulang) tiap anggotanya mengalami kebali pengalaman hidup mereka dan kemudian mengubah
scenario kehidupan mereka yang tidak tepat, sehingga menekankan pada proses-proses
intrapsikis anggota. Kelompok classic (klasik) menekankan pada interaksi saat sekarang, dan
kelompok cathexis (kateksis) menekankan pada pengasuhan ulang. Jadi kelompok-kelompok

7
analisis transaksional yang menekankan pada hubungan interpersonal adalah classic dan yang
menekankan pada interpersonal adalah redecision dan cathexis. Rusmana (2009).

B. Tujuan Konseling Kelompok dengan Pendekatan Analisis Transaksional

Menurut Berne (dalam Kurnanto, M. Edi, 2013: 76-77), bimbingan konseling analisis
transaksional bertujuan membantu anggota kelompok memerangi masa lampau pada saat
sekarang dalam rangka menjamin masa depan yang lebih baik. Dalam konteks ini, masa lampau
disajikan melalui ego anak dan ego orang tua, sedangkan masa sekarang diwujudkan dalam
bentuk ego dewasa. Pengetahuan yang mereka peroleh dari proses ini akan memungkinkan
mereka melakukan transaksi yang lebih baik dan mengambil posisi hidup Saya OK-Kamu OK.
Tujuan utama konseling analisis transaksional adalah membantu konseli untuk membuat
keputusan baru tentang tingkah laku sekarang dan arah hidupnya (Sari, 2016).

C. Tahapan dan Teknik Konseling dengan Pendekatan Analisis Transaksional

Bimbingan konseling yang mempergunakan teknik analisis transaksional selalu diawali


dengan kontrak terapeutik. Beberapa tahap dalam pendekatan Analisis Transaksional ini,
diantaranya:

 Analisi Struktural

Menurut Lutfi Fauzan (1994) dapat dikatakan sebagai alat untuk mendorong seseorang
menjadi sadar terhadap isi dan fungsinya dari ego statusnya masing-masing. Dalam proses
analisis transaksional klien belajar bagaimana mengidentifikasi dirinya dengan status egonya
sendiri. Analisis struktural membantu klien memecahkan kembali pola-pola status ego yang
dimunculkannya dalam proses transaksional.

 Analisis Transaksional

8
Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok sehingga konselor dapat
mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan
tersebut sudah tepat atau belum.

 Analisis Permainan

Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat
sentuhan, setelah itu dilihat apakah klien mampu menanggung resiko atau malah bergerak ke
arah resiko yang tingkahnya lebih rendah.

 Analisis Skript/Skenario

Digunakan untuk mengenali pola hidup yang diikuti oleh anggota kelompok, bisa pula
menunjukan proses yang dijalaninya dalam memperoleh scenario dan cara-caranya
membenarkan tindakan tindakan yang tertera dalam scenario.

D. Peran Pemimpin/Konselor dalam Kelompok Analisis Transaksional

Dalam pendekatan ini jika dilakukan dengan konseling kelompok terdapat peran konselor
sebagai pemimpin kelompok, yaitu:

 Perlindungan yaitu sebagai orang yang menjaga atau menyelamatkan anggota kelompok
dari ancaman fisik dan psikologis.
 Permisi yaitu berperan sebagai orang yang bertanggung jawab untuk memberikan
pengarahan pada anggota kelompok agar merekamelakukan tindakan untuk melawan
injungsi.
 Potensi yaitu terampil dalam menggunakan teknik-teknik konseling yang tepat dalam
situasi khusus, misalnya membuat kontrak perubahan atau mendengarkan secara aktif.

9
 Operasi yaitu terampil dalam menggunakan teknik-teknik khusus dalam analisis
transaksional. Teknik khusus tersebut diantaranya: interogasi, konfrontasi, eksplanasi,
iliustrasi, konfirmasi, interpretasi, dan kristalisasi. (Rusmana, 2009).

2.4 Konseling Kelompok dengan Pendekatan Realitas

A. Teori Realitas

Tokoh dari teori realitas adalah Willian Glasser. Willian Glasser lahir pada tahun 1925.
Teori ini menekankan bahwa semua perilaku yang muncul dalam diri seseorang bertujuan untuk
memenuhi satu atau lebih kebutuhan dasar dari dirinya. Tetapi realitas merupakan terapi jangka
pendek yang berfokus pada saat sekarang, menekankan kekuatan priibadi, dan jalan bagi anggota
kelompok bisa belajar tingkah laku dan lebih realistik. Terapi Realitas bertumpu pada ide sentral
bahwa anggota kelompok bebas memilih perilaku dan harus bertanggung jawab tidak hanya atas
apa yang kelompok lakukan tetapi juga atas bagaimana anggota kelompok berfikir dan
merasakan. Terapi Realitas merupakan suatu model terapi yang dikembangkan sebagai reaksi
melawan terapi konvensional. Terapi Realitas adalah terapi jangka pendek yang berfokus pada
saat sekarang, menekankan kekuatan pribadi, dan pada dasamya merupakan jalan dimana para
anggota keompok bisa belajar tingkah laku dan lebih realistik. (Supriatna, N, 2009: 72)

B. Tujuan Konseling Kelompok dengan Pendekatan Realitas

Tujuan dari terapi ini adalah agar setiap individu bisa mendapatkan cara yang efektif untuk
memenuhi kebutuhan menjadi bagian dari suatu kelompok, kekuasaan, kebebasan, dan
kesenangan. Fokus terapi adalah pada apa yang disadari oleh konseli dan kemudian menolong
konseli sadar betapa tidak efektifnya perilaku yang konseli lakukan untuk mengontrol dunia,
mereka akan lebih terbuka untuk mempelajari alternatif lain dari cara berperilaku. Menurut
Supriatna, N (2009: 75) bahwa tujuan konseling realitas adalah agar setiap individu bias
mendapatkan cara yang efektif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan menjadi bagian dari suatu
kelompok. Focus terapi realitas adalah pada apa yang disadari oleh konseli untuk kemudian
membantunya menaikan tingkat kesadarannya. Setelah konseli telah mendapatkan kesadaran
tersebut ia akan lebih terbuka untuk mempelajari alternative laindari cara berperilaku.

10
C. Teknik Konseling dengan Pendekatan Realitas

Prosedur-prosedurnya dilakukan pada ketentuan-ketentuan dan potensi-potensi konseli


yang berhubungan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan
hidup. Dalam membantu konseli untuk menciptakan identitas keberhasilan, menurut Corey
(2003, dalam Kurnanto, M. Edi, 2013: 82-83) terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai
berikut :

 Terlibat dalam permainan peran konseli.


 Menggunakan humor.
 Mengonfrontasikan konseli dan menolak dalih apapun.
 Mambantu konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tidakan.
 Bertindak sebagai model guru.
 Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
 Menggunakan “kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan
konsli dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
 Melibatkan diri dengan konseli dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.

D. Peran Pemimpin/Konselor dalam Kelompok Analisis Transaksional

Nandang Rusmana (2009, dalam Kurnanto, M. Edi, 2013: 85) menjelaskan bahwa
konselor terapi realitas berfungsi sebagai guru dan model serta memkonfrontasikan anggota
kelompok dengan cara-cara yang mampu membantu anggota kelompok menghadapi keadaan dan
memenihi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan anggota kelompok lain. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa keterlibatan konselor atau terapis tidak hanya dalam memberikan dukungan-
dukungan yang “manis”. Glasser menegaskan bahwa terkadang konselor harus berani
berkomunikasikan kepada konseli bahwa konselor itu telah mengambil langkah yang salah. Dan
tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu setiap anggota kelompok
agar bisa menilai tingakh lakunya sendiri secara realita.

11
2.5 Konseling Kelompok dengan Pendekatan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC)

A. Teori Solution-Focused Brief Counseling (SFBC)

Konsep SFBC disampakan oleh Mulawarman (2014:71) model pendekatan Solution-


Focused Brief Counseling sesuai untuk diterapkan pada seting sekolah, karena pada
pendekatan ini berfokus pada kelebihan siswa daripada kelemahannya, dengan waktu yang
tidak terlalu panjang, penekanan konseling pada solusi, dan ketercapaian tujuan. Pada
pendekatan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) ini berfokus pada pencarian solusi
untuk mengatasi masalah dan melakukan suatu perubahan untuk bisa menjadi pribadi yang
berkembang. Sama halnya konsep dari Shazer (dalam Sobhy dan Cavallaro, 2010:2)
menyampaiakan bahwa klien memiliki kemampuan yang diperlukan dan sumber daya untuk
berubah dan konseling yang paling aktif ketika membangun solusi yang unik untuk klien.

Disampaiakan juga oleh Shazer (dalam Corey, 2013:400) pendekatan ini tidak
menekankan pada sebab pemecahan masalah dan tidak menekankan pada hubungan antara
sebab permasalahan dan solusi. Sehingga pada pendekatan ini konseli akan diajak untuk
mencari solusi supaya mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Selain pendekatan diberikan dengan waktu yang singkat, pendekatan ini juga tepat
dilakukan oleh para konselor sekolah sebagaimana disampaikan oleh Kelly, Kim, dan
Frangklin (2008:12) Pendekatan SFBC sangat sesuai untuk konselor sekolah dan seting
sekolah, karena pada pendekatan ini koselor sekolah bisa berkolaborasi dengan siswa untuk
menyelesaikan masalahnya yang berfokus pada pencarian solusi dan dengan solusi tersebut
mengarahkan siswa untuk melakukan perubahan hidup yang lebih positif.

B. Asumsi-Asumsi Pendekatan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC)

Wallter dan Paller (dalam Corey, 2013:401) menyatakan beberapa asumsi dasar dari
pendekatan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) yaitu

 Individu yang datang ke terapi mampu berprilaku efektif meskipun mereka


menunjukan perilaku keefektivan ini sementara terhalangi oleh pandangan negative.

 Ada keuntungan-keuntungannya fokus terhadap hal positif untuk menemukan solusi


dan pandangan ke depan.

12
 Ada pengecualian pada setiap problem sebagai petunjuk menemukan solusi.

 Klien sering hanya menampilkan satu sisi dari diri mereka, SFBC mengajak klien
untuk menyelidiki sisi lain dari cerita yang sedang mereka tampilkan.

 Perubahan kecil adalah cara untuk mendapatkan perubahan yang lebih besar.

 Klien yang ingin berubah mempunyai kapasitas untuk berubah dan mengerjakan
yang terbaik untuk membuat suatu perubahan itu terjadi.

 Klien dapat dipercaya pada niat mereka untuk memecahkan problem.

Asumsi-asumsi menurut konsep Bannink (2007:88-89) yaitu konselor akan menyakinkan


konseli yang konsep dirinya kurang positif untuk bisa berubah menjadi lebih positif, konseli
yang berkonsep diri rendah diajak untuk melakukan perubahan pada dirinya menjadi lebih
positif, untuk menikatkan konsep diri yang kurang positif konseli bisa memaknai perubahan-
perubahan pada dirinya walau masih sedikit. Yakin bahwa konseli bisa merubah konsep dirinya
yang negatif menajdi positif, konseli diarahkan untu fokus pada tujuan untuk menjadikan
dirinya memiliki konsep diri yang positif, dan kondisi nyata konseli bisa membaantu konseli
untuk merubah kopsep diri akademiknya.

C. Tujuan Pendekatan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC)

Dalam pelaksanaan pendekatan ini tentunya ada beberapa tujuan, maka demikian tujuan
dari pendekatan ini. Menurut west, Bubenzer, Smith, dan Hamm (dalam Glading, 2015:285)
dan Palmer (2011:556) yaitu :

 Mengidentifikasi dan memanfaatkan sepenuhnya kekuatan dan kopetensi yang dibawa


oleh klien. Seperti menetahui tentang sebab konsep diri akademiknya menjadi negatif

 Menyadari pengecualian di dalam dirinya pada saat ia bermasalah, seperti


menyadarkan bahwa dirinya memiliki suatu perbedaan untuk merubah konsep dirinya
yang negatif

 Mengarahkan klien pada solusi terhadap sitiasi pengecualian tersebut, sehingga konseli

13
dalam situasi tertentu bisa menemukan solusi untuk meningkatkan konsep dirinya, dan

 Menolong klien berfokus pada hal-hal yang jelas dan spesifik untuk meningkatkan
konsep dirinya.

E. Tahapan-Tahapan Pendekatan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC)

Tahapan pendekatan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) agar bisa digunakan


dengan maksimal. Tahapan tersebut menurut Seligman (dalam Mulawarman, 2014:70) sebagai
berikut :

 Establishing Relationship (Membangun Hubungan Baik), membina hubungan baik


antara konselor dengan konseli untuk berkolaborasi, dengan menggunakan topik netral
sehingga bisa membangun kemungkinan-kemungkinan dan kekuatan konseli untuk
mebangun solusi.
 Identifying a solvable complaint (Mengidentifikasi Permasalahan yang Bisa Ditemukan
Solusinya), memberikan pertanyaan kepada konseli sehingga mengetahui penyebab
konsep diri akademiknya menjadi negatif, dan mengetahui latar belakang konseli
sehingga bisa memberikan kemungkinan- kemungkinan yang bisa digunakan sebagai
solusi untuk merubah konsep diri akademiknya menjadi positif.
 Establishing goals (Menetapkan Tujuan), memberikan pertanyaan keajaiban kepada
konseli seperti “seandainya kamu memilki nilai yang baik apa yang kamu rasakan ?”
sehingga untuk mengetahui tujuan konseli untuk meningkatkan konsep diri
akademiknya.
 Designing and Implementing Intervention (Merancang dan Menetapkan Intervensi), pada
tahap ini konseli diberikan intervensi untuk meningkatkan konsep diri akademiknya,
seperti dengan pengecualian situasi apa yang bisa membuat dia bisa menemunkan solusi
agar meningkatnya konsep diri akademiknya dan dijadikan tugas untuk konseli.
 Termination, Evaluation and Follow-up (Pengakhiran, Evaluasi, dan Tindak Lanjut),
pada tahapan ini konselor memberikan pertanyaan berskala untuk mengetahui
peningkatan konsep diri akademik siswa pada saat sebelum dan setelah konseling.
Melakukan perrjanjian konseling kebali jika tujuan peningkatan konsep diri tersebut
masih dirasa perlu.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Didalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa teknik dan pendekatan dalam
melakukan konseling, begitupun dengan konseling kelompok yang memiliki beberapa
pendekatan yang masing masing pendekatan tersebut dikembangkan oleh para tokoh masing
masing dari pendekatan tersebut. beberapa pendekatan dalam konseling kelompok yaitu :
pendekatan psikoanalitik, psikologi individual, client centered, behavioral, rasional emotif,
analisis transaksional dan realitas. Setiap pendekatan memiliki konsep, tahapan, tujuan, serta

15
peran konselor/pemimpin yang berbeda. Dalam melakukan konseling kelompok, maka terdapat
pendekatan-pendekatan yang telah dikembangkan oleh para tokohnya dan perlu disesuaikan agar
secara tepat untuk memberikan kemudahan kepada anggota kelompok dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Refika
Aditama

Fauzan, L. (1994). Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang Mas, 200.

Gladding, Samuel T. (1995). Group Work: A Counseling Specialty, Second Edition. New Jersey:
Prentice-hall.

16
Glading, Samuel T. 2015. Konseling Profesi yang Menyeluruh (Terjemahan Winarno) (Ed.
Keenam). Jakarta : PT. Indeks

Hamdi dan rasimin. 2018. Bimbingan Dan Konseling Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Kelly, Michael S, Johnny S. Kim, and Cynthia Franklin. 2008. Solution-Focused Brief Therapy
in Schools. New York : Oxford University Press

Kurnanto, E. (2013) “  Konseling Kelompok”. Alfabeta. Bandung

Kurnanto, Edi. 2014. Konseling Kelompok (Bandung: Alfabeta)

Latipun. (2006) “Psikologi Konseling”.  Malang: UMM Press

Lubis Lumonga, Namora dan Hasnida. 2016. Konseling kelompok. Jakarta: Kencana.

Mulawarman. 2014. Brief Counseling in Schools: a Solution-Focused Brief Counseling (SFBC)


Approach for School Counselor in Indonesia. Journal of Education and Practice, 5(21) : 68-
72.

Natawidjaja, Rochman, Konseling Kelompok (Konsep Dasar dan Pendekatan), Bandung: Rizqi
Press, 2009.

Palmer, Stephen (Ed). 2011. Konseling dan Psikoterapi (Terjemahan Haris). Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

Rusmana, N. (2009) “ Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah Metode, Teknik dan
Aplikasi. Bandung: Rizke Press

Sari, Gantina Komala. 2016. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta:Indeks.

Sobhy, M., & Cavallaro, M. 2010. Solution-focused brief counseling in schools:Theoretical


perspectives and case application to an elementary school student.

17
18

Anda mungkin juga menyukai