Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
yang dibina Amalia Fitriana, M. Pd
Disusun Oleh :
Sahiyatul Mahbubah 200102110033
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Berkat rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Rasa terima kasih
juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.
Makalah dengan judul “Konsep Dasar Konseling” ini sengaja penulis susun
dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan
Konseling yang telah Ibu berikan beberapa waktu yang lalu. Disamping dapat
memenuhi tugas yang telah Ibu berikan, penulis juga berharap agar makalah ini
dapat membawa manfaat serta menambah khazanah pengetahuan bagi siapapun
yang membacanya.
Penulis menyadari jika makalah ini belum sepenuhnya sempurna atau
sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini kedepannya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II ..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
A. Pengertian Konseling ................................................................................... 6
B. Konseling Individu ....................................................................................... 8
C. Konseling Kelompok ................................................................................. 18
D. Masalah-masalah Siswa di Sekolah ........................................................... 26
BAB III.................................................................................................................. 33
PENUTUP ............................................................................................................. 33
A. Kesimpulan ................................................................................................ 33
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konseling
B. Konseling Individu
C. Konseling Kelompok
Masalah adalah sesuatu yang tidak luput dari diri setiap manusia.
Menurut KBBI masalah diartikan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan
(dipecahkan), karena masalah yang menimpa sesorang bila dibiarkan
berkembang dan tidak segera dipecahkan dapat mengganggu kehidupan,
baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Dalam menjalani aktivitas di sekolah baik kegiatan belajar mengajar
maupun kegiatan pergaulan sehari-hari tak dipungkiri selalu didapati
berbagai masalah yang dilakukan oleh para siswa. Salah satunya adalah
siswa sekolah menengah yang berada dalam fase masa remaja. Pada fase ini
individu mengalami perubahan yang besar yang dimulai sejak datangnya
fase masa pubertas.
Sikap dan perilaku anak yang berbeda dalam masa pubertas tersebut
sering mengganggu perkembangan anak pada fase berikutnya yakni fase
remaja yang akibatnya anak akan mengalami gangguan dalam menjalani
kehidupan pada fase remajanya. Beberapa masalah yang sering terjadi
terhadap para siswa tersebut antara lain :
1. Masalah Emosi
Akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, emosi remaja
seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang tampak
irasional. Hal ini dapat dilihat dari gejala yang tampak pada mereka,
misalnya mudah marah, mudah dirangsang, emosinya meledak-
ledak dan tidak mampu mengendalikan perasaannya. Keadaan ini
sering menimbulkan berbagai permasalahan bagi remaja.
Dari itu sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas
dan tanggung jawab untuk membantu para peserta didik menuju arah
kedewasaan harus mempunyai langkah-langkah konkrit untuk
mencegah dan mengatasi masalah emosional tersebut. Penulis
beranggapan bahwa masalah emosi ini merupakan salah satu
masalah yang terkadang tidak terlihat secara kasat mata oleh para
pendidik di lingkungan sekolah karena kebanyakan dari para siswa
menimbulkan sifat emosionalnya ketika berhadapan dengan
rekannya yang lain. Hal ini tentu menjadi tugas penting bagi para
pendidik untuk lebih peka dan aktif dalam mengamati keadaan
setiap peserta didik guna memecahkan masalah tersebut.
2. Masalah Penyesuaian Diri
Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi, remaja harus
membuat banyak penyesuaian baru. Pada fase ini remaja lebih
banyak di luar rumah bersama rekan-rekannya sebagai kelompok,
maka dapatlah dimengerti kalau pengaruh teman sebaya dalam
segala pola perilaku, sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar
daripada pengaruh dari keluarga. Perilaku remaja sangat tergantung
dari pola-pola perilaku kelompok. Yang menjadi permasalahan
apabila mereka keliru dalam bergaul maka remaja cenderung akan
mengikuti pergaulan yang salah tersebut tanpa mempedulikan
berbagai akibat yang akan menimpa dirinya karena kebutuhan akan
penerimaan dalam kelompok sebaya dianggap paling penting.
Dari itu penulis berpandangan bahwa perlu diadakannya
pemahaman-pemahaman di sekolah terkait wawasan pergaulan ini
supaya diharapkan para siswa dapat memilah dan memilih
lingkungan pergaulan yang sesuai dan memberikan dampak positif
bagi dirinya bukan sebaliknya.
3. Masalah Perilaku Seksual
Pada masa pubertas, remaja sudah mulai tertarik pada lawan
jenis sehingga timbul keinginan yang kuat untuk memperoleh
dukungan dan perhatian dari lawan jenis. Sebagai akibatnya, remaja
mempunya minat yang tinggi terhadap seks. Seharusnya mereka
mencari atau memperoleh informasi tentang seluk-beluk seks dari
orang tua, tetapi kenyataannya mereka lebih banyak mencari
informasi dari sumber-sumber yang kadang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagai akibat dari informasi yang tidak
tepat tersebut dapat menimbulkan perilaku seks remaja yang apabila
ditinjau dari segi moral dan kesehatan tidak layak untuk dilakukan.
Dalam menanggulangi dan mangatasi masalah tersebut, sekolah
dapat melakukan tindakan nyata yang mampu membantu para
siswanya untuk mendapatkan informasi mengenai seks tersebut
dengan lebih aman dan bertanggungjawab, misalnya melalui
pendidikan seks.
Sejauh ini, kemajuan teknologi menjadi salah satu faktor
yang memberikan dampak terhadap masalah perilaku seksual. Tak
dipungkiri bahwa dampak negatif dari teknologi dewasa ini terlihat
lebih dominan apabila dibandingkan dengan dampak positifnya
terhadap masalah perilaku seksual para siswa, hal ini biasanya
disebabkan karena kurang adanya pengawasan dan perhatian dari
orang dewasa dalam setiap penggunaan teknologi oleh para siswa.
Hal ini tentu menjadi sebuah tanggung jawab besar bagi para
orangtua yang harus mampu melaksanakan pengawasan dan
perhatian terhadap anak yang kemudian memberikan pemahaman
akan pendidikan perilaku seksual terhadap anak-anaknya sebelum
sang anak mencari pemahamannya melalui media internet yang
dianggap kurang aman bila dilakukan tanpa pengawasan, hal
tersebut dikarenakan pendidikan seks yang biasanya dijelaskan di
sekolah tidaklah terlalu merujuk terhadap seluk beluk yang lebih
dalam dan kebanyakan menerangkan seks sejauh ranah ilmiah saja.
Dari itu peran orangtua akan sangat diharapkan untuk menunjang
pengetahuan anak yang lebih luas dan aman dalam masalah perilaku
seks ini.
4. Masalah Perilaku Sosial
Adanya diskriminasi terhadap mereka yang berlatar
belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda dapat
melahirkan kelompok remaja yang pembentukannya berdasarkan
atas kesamaan latar belakang agama, suku, dan sosial ekonomi, hal
ini tak sedikit dapat memicu terjadinya permusuhan antar kelompok
tersebut. Untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut, sekolah
dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok dengan tidak
memperhatikan latar belakang suku, agama, ras dan sosial ekonomi.
Langkah ini telah banyak diaplikasikan oleh kebanyakan sekolah
yakni dengan diadakannya kegiatan siswa berbentuk kegiatan
intrakurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler. Dampak yang
dihasilkan cukup signifikan dimana terlihat munculnya pergaulan
positif dari para siswa yang tanpa memperhatikan perbedaan mampu
bergaul dengan baik.
Meskipun sekolah telah mengadakan beragam kegiatan bagi
para siswa seperti tersebut diatas, namun permasalahan tidak
berhenti sampai disana saja. Permasalahan yang muncul adalah
karena tidak semua siswa dalam satu sekolah itu bersedia dan
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler ataupun intrakurikuler yang
telah difasilitasi oleh pihak sekolah. Penulis beranggapan perlu
adanya hal yang mampu menjadi sarana pendorong bagi setiap siswa
di sekolah untuk sama-sama aktif dan mengikuti kegiatan tersebut
demi meningkatkannya sikap sosial para siswa. Rasa malas, sikap
apatis, perasaan minder, ataupun sikap individualis inilah yang
menjadi tugas para guru ataupun konselor di sekolah untuk sesegera
mungkin dicari dan diterapkan solusinya.
5. Masalah Moral
Masalah moral yang terjadi pada remaja ditandai oleh
ketidak mampuan remaja membedakan mana yang benar dan mana
yang salah. Hal ini disebabkan oleh ketidak konsistenan dalam
konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-
hari. Maka, sekolah sebaiknya menyelenggarakan berbagai kegiatan
keagamaan serta meningkatkan pendidikan budi pekerti bagi para
siswa.
Selain yang telah tersebut diatasa, masalah moral ini dapat
muncul pula dikarenakan pola pergaulan yang kurang baik. Sikap
yang selalu merasa benar dikarenakan dikerjakan secara kolektif
dalam ranah pergaulan menjadi salah satu faktor yang mendorong
timbulnya masalah moral.
6. Masalah Perbedaan Individu
Keunikan individu mengandung arti bahwa tidak ada 2 orang
individu yang sama persis dalam aspek pribadinya,baik aspek
jasmani maupun rohani. Individu yang satu berbeda dengan individu
lainya. Timbulnya perbedaan individu ini dapat dikembalikan
kepada faktor pembawaan dan lingkungan sebagai komponen utama
bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan pembawaan akan
memungkinkan perbedaan bagi setiap individu, meskipun dengan
lingkungan yang sama, sebaliknya lingkungan yang berbeda akan
memungkinkan timbulnya perbedaan individu, meskipun
pembawaannya sama.
Di sekolah sering kali tampak masalah perbedaan individu
ini, misalnya ada siswa yang sangat cepat dan ada yang sangat
lambat belajar. Ada yang menonjol dalam kecerdasan tertentu tapi
kurang cerdas pada bidang yang lain. Kenyataan ini akan membawa
konsekuensi bagi pelayanan pendidikan, khususnya yang
menyangkut bahan pelajaran, metode mengajar, alat-alat pelajaran,
serta pelayanan lainnya. Siswa akan menghadapi kesulitan dalam
penyesuaian diri antara keunikan dirinya dengan tuntutan dalam
lingkungannya. Hal ini di sebabkan karena pada umumnya program
pendidikan memberikan pelayanan atas dasar ukuran pada
umumnya atau rata-rata.
Mengingat bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah
perkembangan yang optimal dari setiap individu, maka masalah
perbedaan individu ini perlu mendapat perhatian dalam pelayanan
pendidikan. Dengan kata lain sekolah hendaknya memberikan
pelayanan kepada para siswa secara individual sesuai dengan
keaunikan masing-masing. Usaha melayani siswa secara individual
ini dapat diselenggarakan melalui program bimbingan dan
konseling.
Beberapa segi perbedaaan individual yang perlu mendapat
perhatian diantaranya ialah perbedaan dalam :
a. Kecerdasan
b. Prestasi belajar
c. Sikap dan kebiasaan belajar
d. Motivasi belajar
e. Temperamen
f. Karakter
g. Minat
h. Ciri- ciri fisik
i. Cita- cita
j. Kemampuan dalam komunikasi atau berhubungan
interpersonal
k. Kemandirian
l. Kedisiplinan, dan
m. Tangung jawab
7. Masalah Keluarga
Sebab-sebab umum pertentangan keluarga selama masa
remaja antara lain adalah standar perilaku, metode disiplin,
hubungan dengan saudara kandung, sikap yang sangat kritis pada
remaja, dan masalah palang pintu.
Remaja sering menganggap standar perilaku orang tua yang
kuno dan modern berbeda. Keadaan inilah yang sering menjadi
sumber perselisihan di antara mereka. Yang dimaksud dengan
masalah palang pintu adalah peraturan keluarga tentang penetapan
waktu pulang dan mengenai teman-teman remaja yang dapat
berhubungan terutama teman-teman lawan jenis. Untuk itu sekolah
harus meningkatkan kerjasama dengan orang tua melalui
komunikasi yang baik mengenai para siswanya masing-masing, hal
ini dapat dilakukan terutama oleh para wali kelas.
8. Masalah Belajar
Dalam seluruh proses pendidikan, belajar merupakan
kegiatan inti. Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai bantuan
perkembangan melalui kegiatan belajar. Secara psikologis belajar
dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku
untuk memperoleh respon yang diperlukan dalam interaksi dengan
lingkungan secara efisien.
Dalam kegitatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik
bagi pelajar itu sendiri maupun bagi pengajar. Misalnya bagaimana
menciptakan kondisi yang baik agar berhasil, memilih metode dan
alat-alat sesuai dengan jenis dan situasi belajar, membuat rencana
belajar bagi siswa, menyesuaikan proses belajar dengan keunikan
siswa, penilaian hasil belajar, diagnosis kesulitan belajar, dan
sebagainya. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang
mungkin timbul misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara
belajar, menggunakan buku-buku pelajaran, belajar berkelompok,
mempersiapkan ujian, memilih mata pelajaran yang cocok, dan
sebagainya.
Keberhasilan belajar siswa itu sendiri dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
a. Faktor Internal
Ada beberapa faktor yang harus dipenuhi agar
tercapainya keberhasilan dalam proses belajar. Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor fisik dan psikis. Yang termasuk
faktor fisik, di antaranya nutrisi (gizi makanan), kesehatan
dan keberfungsian fisik (pancaindera). Kekurangan nutrisi
dapat mengakibatkan kelesuan, mudah mengantuk, mudah
lelah, dan kurang bisa berkonsentrasi. Penyakit juga dapat
mempengaruhi keberhasilan belajar, apabila penyakit itu
bersifat kronis atau terus menerus dan mengganggu
kenyamanan. Pancaindera pun sangat berpengaruh terhadap
proses pembelajaran, dikarenakan pancaindera merupakan
pintu gerbang masuknya informasi dari luar. Oleh karena itu,
pemeliharaan yang intensif sangat penting bagi setiap
individu. Sementara yang termasuk faktor psikis di
antaranya adalah kecerdasan, motivasi, minat, sikap dan
kebiasaan belajar, dan suasana emosi. Apabila kedua faktor
tersebut tidak terpenuhi atau mengalami gangguan, maka
kemungkinan besar individu akan mengalami kesulitan
belajar.
b. Faktor Eksternal
Faktor ini meliputi aspek-aspek sosial dan nonsosial.
Yang dimaksud dengan faktor sosial adalah faktor manusia,
baik yang hadir secara langsung yakni bertatap muka atau
berkomunikasi secara langsung, maupun kehadirannya
secara tidak langsung, seperti berupa foto, suara dalam radio,
TV, dan telepon. Sedangkan yang termasuk faktor nonsosial
adalah keadaan suhu udara, waktu (pagi, siang, malam),
suasana lingkungan (sepi, bising atau ramai), keadaan
tempat (kualitas gedung, luas ruangan, kebersihan, ventilasi,
dan kelengkapan mebeler), kelengkapan alat-alat atau
fasilitas belajar (ATK, alat peraga, buku-buku sumber, dan
media komunikasi belajar lainnya).
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan dalam
suasana hubungan tatap muka antara seorang ahli (yaitu orang yang
telah mengikuti pendidikan khusus dan terlatih secara baik dalam
bidang bimbingan dan konseling) dan seorang individu yang sedang
mengalami suatu masalah atau kesulitannya sendiri.
2. Konseling individu merupakan suatu layanan konseling yang
diselenggarakan oleh konselor terhadap konseli untuk mengentaskan
suatu masalah yang dihadapi konseli. Jadi konseling individu adalah
proses pemberian bantuan yang mana konseli bertemu dengan konselor
secara langsung (face to face) dan di dalamnya terjadi interaksi.
3. Konseling kelompok adalah suatu proses konseling yang dilakukan
dalam situasi kelompok, dimana konselor berinteraksi dengan konseli
dalam bentuk kelompok yang dinamis untuk memfasilitasi
perkembangan individu dan atau membantu individu dalam mengatasi
masalah yang dihadapinya secara bersama-sama.
4. Masalah-masalah yang sering terjadi terhadap siswa yaitu masalah
emosi, penyesuaian diri, perilaku seksual, perilaku sosial, moral,
perbedaan individu, keluarga dan belajar
DAFTAR PUSTAKA