BIMBINGAN KONSELING
DOSEN PENGAMPU:
RAFAEL LISINUS GINTING S.Pd,M.Pd
OLEH KELOMPOK 7:
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.Makalah ini berisikan
tentang “KONSEP DASAR BIMBINGAN KONSELING DI SD”. Makalah ini dimuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah merumuskan konsep dasar bimbingan konseling di sd.Penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang membantu menyelesaikan
tugas ini, dengan memberikan masukan baik materi ataupun pemikirannya.Penulis berharap
makalah ini menjadi salah satu referensi bagi pembaca dalam menambah pengetahuan
mengenai perkembangan peserta didik.
Penulis menyadari banyak kesalahan dan kekurangan dari tugas makalah ini,baik dari
materi maupun teknik penyajinya seperti salah pengetikan,dan lain lain.Dalam hal Penulis
juga mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun,agar makalah ini menjadi lebih
baik dari segi susunan dan bentuk penyajinya.Penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca. Terima Kasih.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
1.2Rumusan masalah
1.3Tujuan penulisan
1.4Manfaat penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1Konsep Bimbingan
2.1.1Pengertian Bimbingan
2.2Konsep Konseling
2.2.1Proses Konseling
4.1Simpulan
4.2Implikasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan pada peserta didik dalam rangka menemukan
pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan (PP No. 29 Tahun 1990). Sementara
itu, konseling mengindikasikan hubungan professional antara konselor terlatih dengan klien.
Hubungan ini biasanya bersifat individu ke individu walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu
orang. Konseling didesain untuk menolong klien untuk memahami dan menjelaskan pandangan
mereka terhadap kehidupan, dan untuk membantu mencapai tujuan penentuan diri mereka melalui
pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka, dan melalui pemecahan
masalah emosional atau karakter interpersonal (John McLeod, 2010: 7).
Pemikiran inilah yang menjadi latar belakang betapa pentingnya seorang pengajar untuk
memahami konsep-konsep Bimbingan dan Konseling yang dapat dijadikan sebagai landasan peserta
didik untuk memunculkan kesadaran akan pentingnya bimbingan konseling tersebut.
1.Apa yang dimaksud dengan konsep, tujuan, asas, dan prinsip bimbingan?
1.Untuk mengetahui maksud dari konsep, tujuan, asas, dan prinsip bimbingan
3.Untuk mengetahui yang dimaksud dengan moral, nilai, dan etika dalam prarktik konseling
-Meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dari dunia akademis
yang salah satunya adalah Bimbingan dan Konseling.
-Mengetahui sistem dalam penerapan Bimbingan dan Konseling yang baik untuk peserta didik di
sekolah
2.Untuk pembaca
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Priyatno (2004) Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri
dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma- norma yang berlaku (Prayitno, 2004). Djumhur dan Moh. Surya
(1975) memberikan pandangannya tentang bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan
secara terus menerus dan sitematis kepada individu untuk memcahkan masalah yang dihadapinya.
Winkel (2005) memberikan definisi bimbingan ialah usaha melengkapi individu dengan
pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Bernard & Fullmer (1969) mengemukakan bahwa bimbingan merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan realisisasi pribadi setiap individu. Berdasarkan
pengertian konseling menurut para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan
merupakan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu atau beberapa orang dengan
memberikan pengetahuan tambahan untuk memahami dan mengatasi permalahan yang dialami
oleh individu atau seseorang tersebut, dengan cara terus menerus dan sitematis.
2.2 Konsep Konseling
2.2.1 Proses Konseling
Menurut konsep proses konseling John McLEOD (2010), konsep “proses” didefinisikan dan
dipakai dalam berbagai cara didalam sebuah literatur, yang dapat mengarah kepada kebingungan.
Terdapat empat makna utama dari “proses” yang dapat diidentifikasikan. Pertama, terdapat
pemahaman yang luas bahwa setiap aktivitas yang melibatkan perubahan dapat dideskripsikan
sebagai “proses”. Makna ini merujuk kepada ide yang menyatakan apa yang terjadi dalam terapi
adalah tidak statis, dan adanya rangkaian peristiwa yang terjadi. Makna kedua dari kata “proses”
digunakan terudama dalam riteratur riset, yang merujuk pada serangkaian faktor yang luas, yang
mungkin saja dapat menghadirkan atau menghambat efek terapeutik terhadap klien. Penggunaan
terminologi tersebut disini membedakan “proses” dengan “hasil” (outcome). Maksudnya, proses
terapeutik merupakan adonan yang membuahkan hasil. (John McLEOD. 2010: 363)
Isu moral dan etika dalam konseling berkaitan erat dengan pertanyaan tentang nilai. Salah
satu kontribusi penting yang dibuat oleh para pendiri psikologi humanistic, seperti Maslow dan
Rogers, adalah penekanan terhadap arti penting dari konsep nilai. Nilai dapat didefinisikan sebagai
keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir atau mode perbuatan adalah sesuatu yang bisa diterima.
Rokeach (1973) membedakan antara nilai “instrumental” dan “terminal”. Jenis ini pertama
merujuk kepada kondisi akhir yang diharapkan seperti kebijaksanaan, kenyamanan, keamanan,
atau kebebasan. Nilai instrumental berkaitan dengan cara yang menjadikan tujuan ini dapat
dicapai. Misalnya melalui kompetensi, kejujuran atau ambisi. Rokeach (1973) menyatakan bahwa
sebagian besar orang akan menyetujui seperti “ekualitas”, dan cara terbaik untuk menguak sistem
ini personal yang memandu perilaku seseorang adalah dengan menanyakan nilai yang dipilihnya.
Misalnya, seseorang bisa saja menilai ekualitas lebih tinggi dibadingkan dengan kebebasan,
sedangkan yang lain justru menempatkan kedua nilai ini dalam urutan yang berbeda. Karenanya,
studi tentang ini adalah studi yang kompleks. Walaupun demikian, beberapa studi menunjukan
bahwa nilai para konselor mempengaruhi nilai yang dipegang oleh klien. Kecenderungan yang
dipegang dalam sebagian besar studi adalah adanya hubungan antara nilai yang dipegang oleh
klien yang dimiliki oleh konselor (Kelly, 1989). Temuan ini menimbulkan beberapa pertanyaan
terhadap praktik konseling.
Pada saat dimana baik intuisi personal atau kode etik tidak dapat memberikan solusi terhadap isu
moral atau etika, konselor harus membuat referensi kepada prinsip filosifis atau etika yang lebih
umum. Ini adalah ide atau peringatan moral umum yang mendasari dan menginformasikan kode
personal dan profesi. Kitchener (1984) telah mengidentifikasi British Association for Counselling
(1984) :
1.Konselor akan memperlakukan informasi pribadi kepada klien dengan penuh kerahasiaan,
baik itu yang didapat secara langsung maupun tidak langsung melalui penyimpulan. Termasuk
dalam informasi tersebut adalah nama, alamat, detail riwayat hidup, dan deskripsi lain
kehidupan dan kondisi klien yang dapat menghasilkan identifikasi klien.
3.Terlepas dari poin diatas, apabila konselor yakin bahwa klien dapat membahayakan orang
lain, mereka akan memberikan kepada klien bahwa mereka dapat membatalkan kerahasiaan
tesebut dalam mengambil tindakan yang sesuai untuk memperingatkan seseorang atau pihak
yang berwenang.
4.Informasi tentang klien tertentu hanya dapat digunakan untuk dipublikasikan dalam jurnal
yang tepat atau sesuai dengan izin klien dan dengan tidak menyebutkan nama tertentu.
5.Diskusi konselor berkenaan dengan klien tertentu dengan kolega profesionalnya harus
memiliki tujuan dan tidak sekedar berbincang- bincang.
1.Praktik konseling bergantung pada kepercayaan klien yang didapatkan dan dihargai. Menjaga
kepercayaan mensyaratkan :
2.Situasi dimana klien menghadirkan risiko yang membahayakan mereka sendiri atau orang lain
merupakan situasi yang sangat menantang bagi praktisi. Terdapat beberapa situasi dimana praktisi
harus waspada pada kemungkinan konflik pertanggung jawaban antara yang berkenaan dengan
klien mereka, dan orang lain yang mungkin akan sangat terpengaruh, dan masyarakat secara
umum. Tanggung jawab memecahkan konflik menurut perhatian terhadap konteks dimana
pelayanan tersebut diberikan. Dalam setiap kasus tujuannya harus meyakinkan klien kualitas
perhatian yang baik, yang memberikan penghargaan terhadap kemampuan klien menentukan
sendiri ketika situasi mengizinkan.
4.Harus ada izin dari klien apabila merek akan diamati, direkam, atau apabila penyingkapan
pengidentifikasian personal mereka digunakan untuk tujuan latihan.
Pandangan ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang
terpadu, keduanya tidak saling terpisah.Berkaitan dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998);
Hansen, Stefic, dan Warner (1977) dalam Prayitno (1978), menyatakan bahwa bimbingan adalah
suatu pelayanan khusus yang terorganisasi dan terintegrasi ke dalam program sekolah untuk
menunjang kegiatan perkembangan siswa secara optimal, sedangkan konseling adalah usaha
pemberian bantuan kepada murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna
penyesuaian diri.
Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa di dalam keseluruhan
pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari proses pemberian bantuan. Mortesen
dan Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling adalah jantung hatinya program bimbingan.
Persamaan antara bimbingan terletak pada tujuan yang hendak dicapai yaitu sama-sama
diterapkan dalam program persekolahan, sama-sama berusaha untuk memandirikan individu, dan
sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua kegiatan
itu diselenggarakan.
Perbedaan antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang
menyelenggarakan. Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan usaha pemberian
informasi dan dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan lebih menekankan pada fungsi
pencegahan, sedangakan konseling merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap
muka antara dua orang manusia yaitu antara konselor dan klien. Dari segi tenaga, bimbingan dapat
dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling
hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih. Dengan kata lain,
konseling merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada
klien secara individu.
2.Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalankan layanan/kegiatan yang diperuntukkan
baginya.
3.Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik
yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan
materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
4.Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli)
yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling.
5.Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum
bimbingan dan konseling, yaitu: peseta didik sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling
diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri
sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri
sendiri.
6.Asas kekinian, yaitu asas bimbingan menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan
konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang
berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau dilihat dampak dan/atau kaitannya
dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
7.Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton,
dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya
dari waktu ke waktu.
8.Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru bimbingan dan
konseling/konselor maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan.
9.Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai
dan norma-norma yang ada,
10.Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
11.Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak- pihak yang
tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (konseli) mengalih tangankan permasalahan itu kepada pihak
yang lebih ahli.
12.Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi
(memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan
serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (konseli) untuk maju. Segenap asas
perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu yang satu tidak perlu didahulukan atau
dikemudiankan dari yang lain.
Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin,
suku, agama, dan stasus sosial ekonomi. Bimbingan dan konseling berurusan dengan
pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis. Bimbingan dan konseling
memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu.
Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang
menjadi orientasi pokok pelayanannya.
Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan
pengembangan individu, oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus
diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta
didik. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan
individu, masyarakat, dan kondisi lembaga. Program bimbingan dan konseling disusun
secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai tertinggi. Terhadap isi
dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian yang teratur
dan terarah.
Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya
mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan. Dalam proses
bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan yang akan dilakukan oleh individu
hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari
pembimbing atau pihak lain. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli
dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Guru dan orang tua
memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan konseling. Oleh
karena itu kerjasama antar konselor dengan orang tua dan guru sangat diperlukan. Dan
memberikan penilaian agar dapat diketahui seberapa baik pengembangan yang telah
dilakukan.
BAB III
PENUTUP
4.1 Simpulan
Bimbingan merupakan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu atau beberapa
orang dengan memberikan pengetahuan tambahan untuk memahami dan mengatasi permalahan
yang dialami oleh individu atau seseorang tersebut, dengan cara terus menerus dan sitematis.
Menurut konsep proses konseling John McLEOD (2010), konsep “proses” didefinisikan dan
dipakai dalam berbagai cara didalam sebuah literatur, yang dapat mengarah kepada kebingungan.
Terdapat empat makna utama dari “proses” yang dapat diidentifikasikan. Pertama, terdapat
pemahaman yang luas bahwa setiap aktivitas yang melibatkan perubahan dapat dideskripsikan
sebagai “proses”. Makna ini merujuk kepada ide yang menyatakan apa yang terjadi dalam terapi
adalah tidak statis, dan adanya rangkaian peristiwa yang terjadi. Makna kedua dari kata “proses”
digunakan terudama dalam riteratur riset, yang merujuk pada serangkaian faktor yang luas, yang
mungkin saja dapat menghadirkan atau menghambat efek terapeutik terhadap klien. Penggunaan
terminologi tersebut disini membedakan “proses” dengan “hasil” (outcome). Maksudnya, proses
terapeutik merupakan adonan yang membuahkan hasil. (John McLEOD. 2010: 363).
4.2 Implikasi
Sebagai seorang calon pendidik, sudah sepatutnya kita mengetahui kebutuhan dari para
peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang konsep- konsep dasar
Bimbingan dan Konseling sebagai pondasi dalam menghadapi kasus- kasus yang mungkin akan
terjadi dalam dunia pendidikan nantinya.