Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KELOMPOK 1

BIMBINGAN DAN KONSELING

“MENGANALISIS PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI PELAYANAN BK

DAN KESALAHPAHAMAN TERHADAP LAYANAN BK”

DOSEN :

Dr. Nurfarhanah, S.Pd.,M.Pd. Kons

DISUSUN OLEH

KELOMPOK : 1

ANGGOTA : 1. MELLY MARIANA (21022047)

2. MUTHIA HANUM AKHIRA (21022151)

3. DIVANA AMEDOMA (21129376)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“MENGANALISIS PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI PELAYANAN BK DAN
KESALAHPAHAMAN TERHADAP LAYANAN BK”.Pada makalah ini kami banyak
mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,
dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Kami ini sangat jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak yang membaca…

Padang, Agustus 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................

Daftar Isi .........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

1.1 Latar Belakang .........................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................

1.3 Tujuan ......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................

2.1 Pengertian Bimbingan Konseling ....................................................

2.2 Tujuan Bimbingan Konseling ............................................

23 Fungsi Pelayanan BK ......................

2.4 Kesalahpahaman Terhadap Pelayanan BK...................

BAB III PENUTUP .......................................................................................

3.1 Kesimpulan ..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Sebetulnya istilah Bimbingan dan Konseling sudah tidak asing lagi ditelinga kita.
Bahkan sejak kita menginjak fase kehidupan sekolah, kita memiliki hubungan yang cukup erat
dengan Bimbingan dan Konseling. Karena praktik Bimbingan dan Konseling merupakan salah
satu hal yang sangat penting bagi siswa semasa di sekolah, hal ini berkaitan dengan
pengembangan diri dan pribadi seorang siswa dalam menjadi seorang yang lebih baik di masa
yang akan datang.

Proses Bimbingan dan Konseling berfokus kepada pengembangan prilaku yang baik
dari siswa yang mereka peroleh dari guru bimbingan dan konseling mereka di sekolah dengan
harapan supaya siswa tersebut memiliki karakter dan pribadi yang baik di kehidupannya. Maka
tugas seorang guru bimbingan dan konseling adalah mengembangkan dan memoles
kepribadian para peserta didiknya.

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, bukan semata-


mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum atau ketentuan dari atas, namun yang
lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut
konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas
perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral spiritual).

Usaha layanan bimbingan serta pemberian bantuan melalui usaha layanan konseling
tersebut adalah sangat penting. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa “Layanan konseling
adalah merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan”. Oleh karena
itu para petugas dalam bidang bimbingan dan konseling kiranya memahami dan dapat
melaksanakan usaha layanan konseling itu dengan sebaik-baiknya, dengan berdasarkan pada
prinsip, asas dan tujuan dari bimbingan dan konseling.

Dengan demikian implementasi bimbingan dan konseling di sekolah diorientasikan


kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli(siswa), yang meliputi aspek
pribadi, sosial, belajar, karir, atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli(siswa) sebagai
makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, social dan spiritual).

Akan tetapi pada pelaksanaan bimbingan dan konseling masih banyak terdapat
kesalahpemahan antara konselor ataupun dengan konseli. Maka dari itu disini penyusun ingin
memaparkan bebrapa kesalahpemahaman dalam bimbingan dan konseling yang terjadi di
sekolah.

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kami simpulkan rumusan masalah adalah sebagai
berikut.

1. Apa Yang dimaksud dengan bimbingan konseling

2. Apa tujuan dari bimbingan konseling

3. Apa fungsi dari bimbingan konseling

4. Kenapa terjadi kesalahpahaman terhadap layanan Bk

1. 3 Tujuan

Adapun tujuan yang kami dapatkan adalah sebagai berikut .

1. Mengetahui pengertian Bk

2. Mengetahui tujuan BK
3. Mengetahui fungsi dari BK

4. Mengetahui alasan terjadinya kesalahpahaman terhadap layanan Bk

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling

“Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seorang atau beberapa orang individu baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku” (Prayitno, 2004: 99). Bimbingan merupakan pemberian pertolongan, dan pertolongan
inilah merupakan hal yang prinsippiil. Tetapi sekalipun bimbingan itu merupakan pertolongan,
namun tidak semua pertolongan merupakan bimbingan. Bimbingan masih memerlukan sifat-sifat
yang lain, membutuhkan syarat tertentu, bentuk tertentu, prosedur tertentu, pelaksanaan tertentu
sesuai dengan prinsip dan tujuannya.

Bimbingan merupakan suatu tuntutan, ini mengandung arti bahwa didalam memberikan
bantuan itu bila keadaan menuntut adalah kewajiban bagi para pembimbing memberikan
bimbingan secara aktif kepada yang dibimbingnya. Pada hakekatnya bimbingan dan konseling
adalah pengembangan ide pembaharuan bagi masyarakat pada umumnya, bagi dunia pendidikan
pada khususnya, baik pendidikan formal dalam sekolah maupun pendidikan informal diluar
sekolah. Prayitno (2004: 105) berpendapat bahwa “konseling adalah proses pemberian bantuan
yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu
yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah
yang dihadapi oleh klien”.

Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalahnya
kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang
dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Konseling juga dapat diartikan sebagai proses
interaksi antara konselor dengan konseli baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung
(melalui media: internet atau telepon) dalam rangka membantu konseli agar dapat
mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya. Dalam hal ini harus
selalu di ingat agar individu pada akhirnya dapat memecahkan masalahnya dengan kemampuan
sendiri. Dengan demikian maka konseli tetap dalam keadaan aktif, memupuk kesanggupannya
didalam memecahkan setiap persoalan yang mungkin akan dihadapi dalam kehidupannya.

Diatas telah dikemukakan tentang kedua macam pengertian itu. Timbullah kemudian suatu
pertanyaan bagaimanakah hubungan antara kedua pengertian itu. Apabila kita teliti antara
pengertian bimbingan dan pengertian konseling memang kita dapati adanya kesamaannya
disamping adanya sifat-sifat yang khas yang ada pada konseling itu. Karena adanya sifat-sifat yang
khas inilah maka dipakailah istilah konseling disamping istilah bimbingan. Sekalipun
dikemukakan adanya segi persamaan disamping adanya segi perbedaan antara kedua pengertian
itu, bukan tidak ada maksud memisahkan kedua pengertian itu satu dengan yang lainnya, karena
didalam praktek keduanya saling sangkut menyangkut dan isi mengisi dengan yang lainnya,
bimbingan menyangkut konseling dan sebaliknya konseling menyangkut bimbingan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan
secara sistematis dan kontinyu oleh seorang konselor kepada konseli melalui wawancara konseling
sesuai dengan norma yang berlaku agar teratasinya masalah konseli dan untuk mencapai
kebahagiaan, kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal, dan aktualisasi diri yang
semuanya itu mengarah pada KES (kehidupan efektif sehari-hari).

B. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan umum Bimbingan dan Konseling menurut Prayitno (2004: 114) adalah membantu
individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan prediposisi
yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang
ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan
tuntutan positif lingkungannya. Bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi
insan yang berguna bagi kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pendangan,
interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan ketrampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungannya.

Tujuan khusus Bimbingan dan Konseling menurut Prayitno (2004: 114) adalah penjabaran
tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami
individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Oleh karena itu
tujuan khusus bimbingan dan konseling seorang individu berbeda dengan individu lainnya.Dapat
disimpulkan bahwa tujuan umum bimbingan konseling adalah mencapai kebahagiaan,
kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal, dan aktualisasi diri. Tujuan khusus dari
Bimbingan dan Konseling yaitu pemecahan masalah. Baik tujuan umum dan tujuan khusus,
semuanya mengarah pada KES (kehiduan efektif sehari-hari).

C. Fungsi Bimbingan Konseling


Asumsi atau pandangan seorang peserta didik kepad profesi seorang guru bimbingan
dan konseling (BK) terkadang negatif, atau bahkan tidak mendapatkan perhatian yang
seharusnya dari peserta didik. Kenyataannya fungsi bimbingan konseling sendiri memiliki
peran yang sangat penting bagi perkembangan peserta didik saat di sekolah ataupun diluar
sekolah. Beberapa fungsi bimbingan konseling di sekolah adalah sebagai berikut:

• Untuk ikut berperan dalam membantu peserta didik memahami dan mengerti akan
dirinya sendiri serta lingkungannya. Hal ini bertujuan agar individu yang
bersangkutan dapat mengembangkan potensi pribadinya dengan optimal dan dapat
menyesuaikan dirinya sendiri dengan lingkungan dengan baik dan sehat.
• Memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memperoleh perkembangan yang
optimal dan seimbang dalam kepribadian diri seorang peserta didik.
• Membantu peserta didik untuk menentukan minat, bakat dan potensi, termasuk dalam
menentukan kegiatan ekstrakurikuler, program studi saat akan kuliah atau lebih jauh
untuk lebih mengembangkan kemampuan untuk karir dimasa depan.
• Membantu dalam mengantisipasi atau pencegahan masalah yang dapat terjadi pada
peserta didik dan membantu mereka dalam mengatasinya.
• Membantu untuk turut meluruskan pemikiran, tindakan dan dalam meluapkan
perassan peserta didik yang menyimpang/kurang baik (intervensi) dan memberikan
bimbingan dalam berpola pikir yang sehat, logis dan berperasaan yang tepat dan
baik.
• Memberikan bantuan kepada peserta didik yang tengah menghadapi permasalahan
yang bersifat pribadi ataupun secara sosial.
• Berperan penting dalam pengembangan pribadi peserta didik agar mereka bisa selalu
membentengi diri mereka kepada hal-hal yang kurang baik yang bisa menurunkan
performa diri mereka sendiri.
• Membantu memfasilitasi dalam mengembangkan peserta didik untuk mencapai
tugas-tugas perkembangan mereka.
D. Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan barang impor yang pengembangannya di


Indonesia masih tergolong baru. Apabila untuk penggunaan istilah saja, terutama istilah
penyuluhan dan konseling, masih belum ada kesepakatan semua pihak, maka dapat dimengerti
kalau sampai sekarang masih banyak kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling.
Kesalahpahaman itu lebih mungkin lagi terjadi mengingat pelayanan bimbingan konseling dalam
waktu yang relative tidak begitu lama telah tersebar luas. Terutama kesekolah-sekolah, diseluruh
pelosok tanah air.

Banyak faktor yang mempengaruhi kesalahpahaman pandangan terhadap bimbingan dan


konseling, salah satunya adalah latarbelakang pendidikan guru bimbingan di sekolah. Awal tahun
1960 pakar mengatakan bahwa perlu Bimbingan dan Konseling di sekolah tetapi tenaga atau guru
BK yang profesional belum ada. Jadi diangkatlah guru mata pelajaran sebagai guru BK dan kisah
ini berlanjut sampai sekarang. Guru BK tersebut dalam menjalankan tugasnya banyak yang tidak
sesuai dengan tujuan, asas-asas, dan prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling. Dari satu faktor
ini, memicu banyak kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan Konseling di sekolah.

Kesalah pahaman yang terjadi selajutnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan kepala
sekolah tentang Bimbingan dan Konseling itu sendiri antara lain tugas-tugas yang bukan
merupakan tanggung jawab guru BK dilimpahkan kepada guru BK. Bimbingan dan Konseling
seperti dianggap tong sampah. Ada anak tidak masuk sekolah, anak sakit, anak terlambat ditangani
oleh guru BK, padahal hal tersebut merupakan tanggung jawab bidang kesiswaan. Banyak siswa
yang menganggap BK itu polisi sekolah. Setiap pagi menghadang di pintu gerbang sekolah,
memeriksa kertertiban berpakaian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kemudian di lingkungan
sekolah seperti mencari buronan siswa yang melanggar tata tertib. Guru BK juga merazia peserta
didik dan mencari pencuri bila terjadi kehilangan di kelas/sekolah.

Bimbingan dan Konseling dianggap hanya menangani siswa yang bermasalah saja. Ketika
seorang siswa terkena masalah, guru BK baru turun untuk menanganinya. Bimbingan dan
Konseling dahulu bernama Bimbingan dan Penyuluhan (BP). Perbedaannya yaitu Bimbingan dan
Penyuluhan hanya menangani siswa yang bermasalah, sedangkan Bimbingan dan Konseling bukan
hanya siswa yang bermasalah saja tetapi untuk semua siswa terutama yang membutuhkan. Selain
itu konselor juga sering menampilkan “profil orang tua” dari pada “profil konselor” yaitu
Bimbingan dan Konseling hanya dianggap sebagai layanan pemberian nasehat, hal ini diperkuat
dengan semakin bertambah usia konselor maka ada kecenderungan untuk memberikan nasehat
saja dari pada upaya pemecahan masalah.

Konselor dalam menjalankan tugasnya harus secara profesional dan tidak menyebabkan
kesalahpahaman diantara siswa-siswi. Konselor harus memiliki kualifikasi akademik sesuai
dengan UU No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
(SKAKK) yaitu :

1. Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling

2. Berpendidikan Profesi Konselor

Konselor juga harus memiliki 4 kompetensi yaitu :

a. Kompetensi Pedagogik, terdiri atas :

1) Menguasai teori dan praksis pendidikan.


2) Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli.
3) Menguasai esensi pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan.

b. Kompetensi Kepribadian, terdiri atas :

1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


2) Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan
memilih.
3) Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
4) Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.

c. Kompetensi Sosial, terdiri atas :

1) Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja.


2) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi Bimbingan dan Konseling.
3) Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi.

d. Kompetensi Profesionalitas, terdiri atas :

1) Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan
masalah konseli.
2) Menguasai kerangka teoritik dan praksis Bimbingan dan Konseling.
3) Merancang program Bimbingan dan Konseling.
4) Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif.
5) Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
6) Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional.
7) Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam Bimbingan dan Konseling.

Berdasarkan syarat-syarat kualifikasi dan kompetensi tersebut, diharapkan konselor


memiliki keterampilan dasar konseling, memiliki pengetahuan, pemahaman, dan bisa
mengimplementasikan layanan Bimbingan dan Konseling secara benar sesuai dengan tujuan, asas-
asas, dan prinsip-prinsip dalam Bimbingan dan Konseling. Kesalah pemahaman ini juga tidak
hanya dilihat dari hal-hal diatas namun menurut (Endang Ertiati Suhesti:2012:...) mengemukakan
bahwa ada 7 kesalahpmahaman dalam bimbingan dan konseling. 7 kesalahpemahaman tersebut
diulas sebagai berikut :

1. Konselor sekolah (masih) dianggap polisi sekolah

Tidak jarang konselor sekolah diberi tugas untuk mengurusi dan menghakimi para peserta
didik yang tidak mematuhi peraturan. Konselor sekolah ditugaskan untuk mencari para peserta
didik yang bersalah dan diberi wewenang mengambil tindakan bagi peserta didik yang bersalah
tersebut. Konselor sekolah didorong untuk mencari bukti – bukti bahwa peserta didik tersebut
bersalah. Dengan tugas semacam itu akan membentuk stigma diantara para peserta didik bahwa
konselor bertugas untuk mengurusi para peserta didik yang menjadi “biang kerok” keributan atau
yang menyalahi peraturan. Sehingga jika ada peserta didik yang dipanggil atau berurusan dengan
konselor termasuk dalam kelompok peserta didik bermasalah.

Padahal pandangan tersebut keliru, konselor sekolah bukan polisi yang selalu mencurigai
dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Konselor sekolah adalah kawan dan kepercayaan
peserta didik, menjadi tempat berbagi tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan mereka. Konselor
sekolah harus perupaya untuk menjadi seorang yang bisa menunjukkan jalan, membangun
kekuatan dan kemauan individu menuju ke arah yang lebih baik.

2. Konselor sekolah dianggap dewa nasehat

Adanya perbedaan usia yang lebih tua dengan pesert didik mendorong konselor untuk
memberi nasehat. Padahal bimbingan dan konseling dilakukan bukan hanya semata – mata untuk
memberikan nasehat. Menurut endang Ertiati dalam buku Priyanto Erman Anti (1999:123)
menegaskan bahwa pemberian nasehat hanya merupakan sebagian kecil dari upaya – upaya
bimbingan dan konseling. Lebih dari itu konseli membutuhkan pelayanan lain, seperti
mendapatkan layanan informasi, bimbingan belajar, penempatan dan penyaluran. Oleh sebab itu,
pelayanan bimbingn dan konseling menyangkut keseluruhan kepentingan konseli untuk
mengembangkan pribadinya secara maksimal.

3. Bimbingan dan konseling hanya untuk konseli – konseli tertentu saja

Pelayanan bimbingan dan konseling disekolah tdak hanya terbatas pada beberapa individu
saja. Seluruh peserta didik mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh layanan bimbingan
dan konseling, kapanpun juga. Bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolongan peserta
didik berdasarkan kondisinya (misalnya jenis kelamin, kelas sosial/ekonomi, agama, suku dan lain
sebagainya). Penggolongan yang dilakukan, hanya didasarkan klasifikasi masalah (Endang Ertati
dalam buku Prianto dan Erman Anti 1999:124)

4. Dalam proses konseling konselor sekolah harus aktif

Saat proses konseling berlangsung, seringkali konselor yang lebih aktif dalam berbicara
dan memegang kendali dengan kalimat – kalimat yang sarat nasehat atau dengan memperbanyak
bicara tentang dirinya. Hal ini perlu diminimalisir. Konselor sebaiknya memahami kapan perlu
berhenti bicara dihadapan konseli saat konseling berlangsung. Upayakan untuk memberi ruang
dan kesempatan konseli berbicara sepenuhnya untuk menceritakan tentang apa yang dirasakan dan
dipikirkannya. Lebih jauh konselor berupaya untuk menggali lebih dalam akar penyebab maslah
yang sedang dihadapi konseli.

5. Tugas dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja.

Pada realitanya, anggapan bahwa tugas konselor sekolah bisa dilakukan siapa saja masih
banyak ditemukan. Diantaranya mereka mempunyai pandangan bahwa konseling sama halnya
dengan pembicaraan biasa, sehingga siapapun bisa melakukannya.
6. Hasil pekerjaan konselor sekolah harus segera dilihat

Tak bisa dipungkiri bahwa yang diinginkan dalam dunia pendidikan adalah peserta didik
yang mempunyai perilaku dan kepribadian baik serta dapat mengembangkan diri dengan optimal.
Oleh karenanya, banyak pihak yang menghendaki hasil pekerjaan bimbingan konseling segera
dilihat agar tidak menghambat kemajuan pendidikan. Padahal mengubah ke arah yang lebih baik
tidak dapat dilakukan dalam hitungan jam saja, butuh proses dan waktu yang relatif lama.

7. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua konseli

Seringkali upaya penanganan dalam menghadapi masalah konseli disamaratakan karena


masalah yang ditangani juga sama. Perlu diingat bahwa setiap individu adalah unik, memiliki
perbedaan masing – masing, sehingga walaupun dengan masalah yang sama belum tentu cara
penanganannya sama. Cara apapun yang akan dipakai dalam membantu mengatasi masalah
sebaiknya perlu disesuaikan dengan kondisi pribadi konseli dn berbagi hal yang terkait dengannya.
Bahkan seringkali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan.
Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji mendalam dapat memiliki hakikat berbeda, sehingga
diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.

Kesalahpahaman tersebut pertama-tama perlu dicegah penyebarannya, dan kedua perlu


diluruskan apabila di inginkan agar gerakan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya
dapat berjalan dan berkembang dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan dan praktek
penyelenggaraannya. Adapun salah satu kesalahpahaman yang terjadi di lapangan (sekolah)
adalah anggapan bahwa konselor hanya sebagai alat pengawasan atau polisi sekolah.

Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor disekolah adalah sebagai polisi sekolah
yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah dan memiliki
tugas utama dalam menangani siswa yang mengalami masalah saja. Anggapan ini mengatakan
“barang siapa diantara siswa-siswa melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan
dengan dengan konselor”. Tidak jarang pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian
ataupun pencurian. Konselor di tugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk
mengambil tindakan bagi siwa-siswa yang bermasalah itu. Konselor didorong untuk mencari
bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada
tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan. Seperti, konselor ditugasi mengungkapkan agar
siswa mengakui bahwa ia telah merokok di area sekolah dan sebagainya. Dalam hubungan ini
pengertian konselor adalah sebagai mata-mata yang mengintip gerak-gerik siswa.

Dapat dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap konselor yang mempunyai wajah
seperti yang dijelaskan di atas. Adalah wajar siswa menjadi takut dan tidak mau dekat dengan
konselor. Disamping itu konselor juga dianggap sebagai satu pihak yang hanya menampung siswa-
siswa yang rusak atau tidak beres (bermasalah) sehingga siswa yang pernah berinterkasi dengan
konselor dalam pelayanan bimbingan konseling disekolah, dianggap sebagai siswa yang nakal
dimata siswa yang lain.

Dalam hal ini bimbingan konseling sudah bukan lagi sebagai tempat tujuan para siswa
dalam memberikan fasilitas pelayanan seperti membantu mereka baik dalam hal pemahaman diri
dengan lingkungan belajarnya disekolah, pemecahan masalah dari berbagai permasalahan yang
dialaminya disekolah dan lain sebagainya, melainkan sebagai tempat yang dihindari bahkan
sebagai tempat yang tidak harus di kunjungi ataupun berinteraksi secara langsung maupun tidak
langsung dengan lingkungan pelayanan bimbingan konseling. Sering pula dalam penanganan nya
terhadap siswa yang bersangkutan konselor memanggil siswa tersebut secara langsung untuk
menghadapnya tanpa melihat sedang apa dan dimana siswa tersebut, entah itu masih dalam
lingkungan proses belajar-mengajar atau saat ia sedang berada dalam lingkungan kelompok nya.
Ini kerap menimbulkan perasaan malu pada siswa yang bersangkutan karena sudah di pandang
sebagai siswa yang bermasalah oleh siswa-siswa yang lain.

Berdasarkan pandangan diatas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena
menganggap bahwa datang kepada konselor sama saja dengan menunjukan aib seperti pandangan
bahwa ia tidak dapat berdiri sendiri, ia mengalami ketidak beresan, ia telah berbuat salah, atau
predikat-predikat negative lainnya.
Kesalahpahaman ini tenyata bukan hanya dalam pandangan para siswa (konseli) terhadap
peran konselor sebagai polisi sekolah. Namun, lebih dari itu pelayanan yang diberikan oleh
konselor dalam bimbingan konseling juga tidak sesuai dengan konsep dasar-dasar bimbingan
konseling seperti yang sudah dijelaskan dalam kajian pustaka sebelumnya. Dalam kesalahpahaman
ini, proses pelayanan bimbingan dan konseling adalah berupa nasihat-nasihat atau pengarahan-
pengarahan tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh siswa (konseli). Seperti saat siswa(konseli)
sedang di bingungkan oleh pilihan dalam memilih jurusan IPA, IPS atau BAHASA.

Dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat berperan besar dalam
membantu para siswa, karena untuk sebagian besar siswa(konseli) kurang memiliki pemahaman
terhadap dirinya sendiri, tentang potensi yang mereka miliki dalam mengambil setiap keputusan.
Disatu sisi, konselor sudah benar dalam pelayanannya yakni bekerja sama dengan pihak wali kelas
dalam pengelolaan nilai-nilai para siswa(konseli) untuk mengetahui seberapa besar potensi siswa
(konseli) sebelum ia memilih jurusan. Tetapi kesalahpahamannya terletak pada :

• Konselor cenderung memberikan nasihat dalam memberikan pelayanan bimbingan dan


konseling
• Konselor lebih cenderung memberikan keputusan yang bersifat mempengaruhi para
siswa (konseli) dalam mengambil keputusannya

Contoh kejadian :

Seorang siswa A memiliki nilai raport yang sangat baik. Terlebih dalam nilai-nilai yang
mendukung siswa tersebut masuk dalam kelas jurusan IPA. Konselor sangat mengharapkan siswa
A masuk kedalam kelas jurusan IPA karena dilihat dari potensinya ia akan dapat berkembang lebih
baik dalam prestasi-prestasi program IPA. Tidak disangka siswa A menginginkan masuk kelas
jurusan IPS. Tentunya Nilai-nilai raportnya juga memungkinkan ia dapat masuk dalam kelas
jurusan IPS. Namun saat memberikan pelayanan bimbingan dan konseling konselor memberikan
nasihat yang cenderung mempengaruhi agar siswa A tersebut memilih jurusan IPA. Tentunya hal
ini akan sangat mempengaruhi dan membingungkan siswa(konseli) tersebut dalam memilih
jurusan.
Dalam contoh singkat ini tidak banyak siswa yang memilih jurusan bukan karena pilihan
berdasarkan keputusan mereka sendiri melainkan keputusan konselor. Yang mana para siswa
meyakini bahwa konselor lebih memahami potensi yang mereka miliki ketimbang dari
pemahaman mereka sendiri terhadap potensinya.

➢ Kesalahan dalam pelayanan juga terletak pada sarana dan prasarana bimbingan dan
konseling. Pada kenyataannya ditemukan kesalahan seperti tidak disediakannya ruangan
pelayanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling dalam pelayanannya
dilakukan di dalam kantor sekolah sehingga membuat siswa(konseli) merasa tidak nyaman
dalam pelayanan tersebut. Banyak alasan yang mendasari mengapa tidak disediaknnya
ruangan bimbingan dan konseling tersebut salah satunya yakni karena sekolah tergolong
sekolah baru berdiri sehingga ruangan bimbingan dan konseling di nomerkan sekian dari
pada penyediaan ruangan lainnya yang lebih dianggap penting. Ditahun-tahun berikutnya
karena dirasa semakin perlu penyediaan ruangan bimbingan dan konseling akhirnya pihak
sekolah menyediakan ruangan khusus untuk pelayanan tersebut, akan tetapi ruangan
berpindah-pindah karena tetap dengan alas an yang sama yakni sekolah masih tergolong
baru berdiri sehingga masih belum sistematis dalam penataan tata ruang sekolah. Dari
kebingungan yang ditimbulkan sendiri oleh pihak sekolah tentang tata letak ruang
bimbingan dan konseling yang berpindah-pindah, tentunya juga akan membingungkan
siswa(konseli) dalam keinginannya mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling,
sehingga tidak banyak siswa(konseli) menjadi enggan untuk mendapatkan pelayan
bimbingan dan konseling. Padahal, sarana prasarana juga termasuk pelayanan dari
bimbingan dan konseling yang harus diutamakan seperti ruangan bimbingan dan konseling.
Karena, ruang bimbingan dan konseling merupakan salah satu sarana penting yang turut
mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah. Dengan
memperhatikan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, pengadaan ruang bimbingan dan
konseling perlu mempertimbangkan letak atau lokasi, ukuran, jenis, dan jumlah ruangan,
serta berbagai fasilitas pendukung lainnya.

Lokasi atau letak ruang bimbingan dan konseling di suatu sekolah dipilih lokasi yang mudah
diakses(strategis) oleh siswa(konseli) tetapi tidak terbuka. Dengan demikian seluruh konseli bisa
dengan mudah dan tertarik mengunjungi ruang bimbingan dan konseling, dan prinsip-prinsip
condifidental tetap terjaga. Jelas bahwa pelayanan bimbingan dan konseling diatas sangat jauh dari
konsep dasar bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling sudah dapat
dikatakan menyimpang dari konsep dasar bimbingan dan konseling yang seharusnya. Untuk lebih
menekankan konsep pelayanan bimbingan dan konseling, maka perlu di berikan penjelasan yang
lebih tentang bagaimana seharusnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sesuai dengan
konsep dasar bimbingan dan konseling.

E. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan


dan Konseling.

Bimbingan dan konseling disekolah dapat memainkan peranan yang amat berarti dalam
melayani kepentingan siswa, khususnya yang belum terpenuhi secara baik. Dalam hal ini peranan
bimbingan dan konseling ialah menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan anak didik.
Jika dibilang bahwa layanan bimbingan dan konseling hanya di peruntukan kepada anak yang
bermasalah saja, bahkan konselor juga dianggap sebagai polisi sekolah, tentu saja ada beberapa
alasan mengapa anggapan atau predikat-predikat negatif ini muncul. Padahal, sebaliknya dari
segenap anggapan yang merugikan itu, disekolah konselor haruslah menjadi teman dan
kepercayaan siswa.

Disamping petugas-petugas lainnya disekolah, konselor hendaknya menjadi tempat


pencurahan kepentingan siswa, pencurahan apa yang terasa dihati dan terpikirkan oleh siswa.
Petugas bimbingan dan konseling bukanlah pengawas ataupun polisi sekolah yang selalu
mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan konseling
adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan Pembina tingkah laku-tingkah
laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan dan konseling hendaknya bisa menjadi sitawar-
sidingan bagi siapapun yang datang kepadanya. Dengan pandangan sikap, keterampilan, dan
penampilan konselor siswa ataupun siapapun yang berhubungan dengan konselor akan
memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. Tentunya pelayanan bimbingan dan konseling
yang seperti inilah yang selalu diharapkan di sekolah-sekolah. Karena itu perlu juga kerjasama
antara pihak-pihak sekolah dalam meluruskan anggapan-anggapan yang salah mengenai
bimbingan dan konseling.

Adapun pelurusan mengenai pelayanan bimbingan dan konseling yang tidak kalah penting
adalah bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang yang berupa pemberian nasihat.
Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling.
Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan konseli dalam rangka
pengembangan pribadi konseli secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasihat konseli
sesuai dengan masalah yang dihadapinya, memerlukan pula pelayanan lain, seperti pemberian
informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalihtanganan kepada
petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orangtua siswa dan sebagainya. Tentunya
pelayanan bimbingan dan konseling harus berdasarkan fungsi, prinsip dan asas bimbingan dan
konseling yang sudah dijelaskan di awal makalah ini sebelumnya, sehingga dapat tercapai tujuan
dari bimbingan dan konseling di sekolah.

Pada kesalahpahaman penjelasan sebelumnya yakni bahwa konselor cenderung mengambil


keputusan bagi konseli dalam menyelasaikan permasalahannya, jelas salah besar. Perlu di ingat
kembali prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan yakni; dalam bimbingan dan
konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh konseli(siswa) hendaknya atas
kemauan konseli(siswa) sendiri, bukan karena kemauan atas desakan dari
pembimbingnya(konselor). Sebagian siswa beralasan mereka tidak mampu menangani
persoalannya dan lebih percaya kepada keputusan pembimbingnya(konselor) karena dalam hal ini
siswa menganggap pembimbing(konselor) lebih ahli, lebih berpengalaman dan lebih paham
terhadap potensi yang dimiliki siswanya(konseli) sehingga dengan mudah dapat menyelesaikan
persoalan yang mereka hadapi. Disinilah konselor perlu menggaris bawahi dan meluruskan
kembali pemahaman siswanya(konseli) yang salah dengan kembali pada prinsip bimbingan dan
konseling yakni mengarahkan siswanya(konseli) agar mampu membimbing diri sendiri dalam
mengambil keputusan dan menghadapi permasalahannya. Bukan sebaliknya, konselor memberi
penyelesaiaan dengan memberikan keputusan kepada siswanya(konseli) apa yang harus dilakukan
dan apa yang tidak harus dilakukan.
Konselor dalam hal ini juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan
upaya yang satu dengan upaya yang lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu
rangkaian yang terpadu dan berkesinambungan. Penegasan diatas adalah penegakan dan
penumbuhkembangkan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah yang merupakan suatu
upaya bantuan yang dilakukan sebagai usaha yang laras, unik, human, dalam suasana keahlian dan
yang didasarkan oleh norma-norma yang berlaku, agar konseli(siswa) memperoleh konsep diri dan
kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin masa
depan serta dalam setiap mengambil keputusan maupun menyelesaikan permasalahn yang
dihadapinya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan secara
sistematis dan kontinyu oleh seorang konselor kepada konseli melalui wawancara
konseling sesuai dengan norma yang berlaku agar teratasinya masalah konseli dan
untuk mencapai kebahagiaan, kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal,
dan aktualisasi diri yang semuanya itu mengarah pada KES (kehidupan efektif
sehari-hari). Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling harus sesuai dengan
tujuan, asas-asas, prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling. Konselor harus
memiliki kompetensi dan kualifikasi serta mengerti dan dapat menerapkan kode
etik konselor agar dalam menjalankan tugasnya tidak menimbulkan
kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan Konseling.

Kesalahpahaman dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah antara lain


:

1. Konselor berperan sebagai polisi sekolah

2. Konselor cenderung menasehati dan memberikan keputusan kepada konseli


dalam pelayanan bimbingan dan konseling

3. Sarana dan prasarana dalam pelayanan bimbingan dan konseling yang kurang
memadai karena anggapan sarana dan prasarana pelayanan bimbingan dan
konseling adalah tidak terlalu penting.

Beberapa kesalahpahaman ini muncul akibat dari kurangnya pemahaman


terhadap konsep dasar bimbingan dan konseling baik dalam prinsip, fungsi, asas
dan tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Pelayanan
Bimbingan dan Konseling disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan
Konseling adalah berupa pelayanan sebagai upaya bantuan yang dilakukan sebagai
usaha yang laras, unik, human, dalam suasana keahlian dan yang didasarkan oleh
norma-norma yang berlaku, agar konseli(siswa) memperoleh konsep diri dan
kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan
mungkin masa depan serta dalam setiap mengambil keputusan maupun
menyelesaikan permasalahn yang dihadapinya
DAFTAR PUSTAKA
DENI, Febrini. Bimbingan konseling. Yogyakarta: Teras, 2011.
ANWAR, M. Fuad. Landasan Bimbingan dan Konseling Islam. Deepublish, 2019.
HAYAT, Abdul. Bimbingan Konseling Qur’ani (Jilid 1). Lkis Pelangi Aksara, 2017.
HAREFA, Darmawan, et al. Teori Manajemen Dan Bimbingan Konseling: Kajian Untuk Mahasiswa
Pendidikan Dan Keguruan. PM Publisher, 2020.

Anda mungkin juga menyukai