Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

DEFINISI, FUNGSI, PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Dasar-Dasar BK
Dosen Pengampu : Khilman Rofi’ Azmi, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Devita Wulan Dari (2211010037)
2. Jian Berliana Sari (2211010043)
3. Dia Nala Ratih (2211010045)
4. Suksesa Bagus Saputra (2211010062)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PENDIDIKAN ISLAM
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta
alam. Karena atas izin dan nikmat-Nya yang diberikan kepada kami, kami
dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Dasar-
Dasar BK yang berjudul “Definisi, Fungsi, Prinsip Bimbingan dan
Konseling’.
Demikian apa yang dapat kami sampaikan, kami sangat menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu, kami
bersedia menerima semua saran dan kritikan yang membangun dari teman-
teman demi kesempurnaan dalam penyusunan tugas makalah ini. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat untuk teman-teman sekalian.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Kudus, 25 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..........................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................2

C. TUJUAN PENULISAN........................................................................................2

BAB II..................................................................................................................................3

PEMBAHASAN....................................................................................................................3

A. DEFINISI BIMBINGAN KONSELING............................................................3

B. FUNGSI BIMBINGAN KONSELING...............................................................4

C. PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN KONSELING.............................................5

BAB III.................................................................................................................................8

PENUTUP............................................................................................................................8

A. KESIMPULAN.....................................................................................................8

B. SARAN..................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bimbingan adalah prosedur dan proses yang diorganisir untuk mencapai tujuan pendidikan
dan pribadi secara nyata (Shertzer,1981). Konseling merupakan salah satu jenis teknik
pelayanan bimbingan di antara pelayanan-pelayanan lainnya, dan sering dikatakan sebagai inti
dan keseluruhan pelayanan bimbingan. Pada dasarnya bimbingan dan konseling juga
merupakan upaya bantuan untuk menunjukan perkembangan manusia secara optimal baik
secara kelompok maupun idividu sesuai dengan hakekat kemanusiannya dengan berbagai
potensi, kelebihan dan kekurangan, kelemahan serta permasalahanya.

Adapun dalam dunia pendidikan, bimbingan dan konseling juga sangat diperlukan karena
dengan adanya bimbingan dan konseling dapat mengantarkan peserta didik pada pencapai
standar dan kemampuan profesi dan akademis, serta perkembangan dini yang sehat dan
produktif, dan di dalam bimbingan dan konseling selain ada pelayanan juga ada fungsi serta
prinsip – prinsipnya.

Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang fungsi dan prinsip bimbingan dan konseling
dalam proses pemberian bimbingan kepada orang lain dapat menyebabkan lemahnya daya
hantar pengetahuan serta cara-cara yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan si klien.
Bagaimanapun fungsi dan prinsip bimbingan konseling bagi seorang konselor sangatlah
penting dalam hal pemberian bantuan kepada si klien tersebut.

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi bimbingan dan konseling?
2. Apa saja fungsi bimbingan dan konseling?
3. Apa saja prinsip dari bimbingan dan konseling?
B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mendeskripsikan definisi bimbingan dan konseling
2. Untuk menjelaskan apa saja fungsi bimbingan dan konseling
3. Untuk menjelaskan apa saja prinsip dari bimbingan dan konseling
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI BIMBINGAN DAN KONSELING


Rumusan tentang bimbingan formal telah di usahakan orang setidaknya sejak
awal abad ke -20, yaitu sebagaimana telah disinggung di atas, sejak dimulainya
bimbingan yang di prakarsai oleh Frank Person pada tahun 1908. Sejak itu, rumusan
demi rumusan tentang bimbingan bermunculan sesuai dengan perkembangan pelayanan
bimbingan itu sendiri sebagai suatu pekerjaan khas yang di tekuni oleh para peminat
dan ahlinya.

Bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang teratur dan sistematik guna
membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatanya dalam menentukan dan
mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya ia dapat memperoleh pengalaman-
pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat.
(Lefever, dalam McDaniel, 1959).

Bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna


membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang
diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana, interpretasi-interpretasi
yang diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik. (Lefever, dalam McDaniel, 1959).

Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu "consilium"
yang berarti "dengan" atau "bersama" yang dirangkai dengan "menerima" atau
"memahami". Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari
"sellan" yang berarti "menyerahkan" atau "menyampaikan"

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua
orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan
khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu
untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya
masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya,
demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat
belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-
kebutuhan yang akan dating (Tolbert, 1959).

Bimbingan dan Konseling adalah proses interaksi antara konselor dengan konseli
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka untuk membantu konseli
agar dapat mengembangkan potensi dirinya ataupun memecahkan permasalahan yang
dialaminya.1

B. FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING


Penjelasan tentang makna, tujuan dan dasar konseling kemudian mengarah pada
gambaran fungsi layanan ini. Dalam bab ini dibahas empat fungsi bimbingan dan
konseling, yaitu :
 fungsi pemahaman
 fungsi pencegahan
 fungsi pengentasan
 fungsi pemeliharaan dan pengembangan.

1 .Fungsi Pemahaman

Fokus utama pelayanan bimbingan konseling, yaitu klien dengan berbagai


permasalahannya, dan dengan tujuan-tujuan konseling. Berkenaan dengan kedua hal
tersebut, pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan
konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien
sendiri dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang
lingkungan klien oleh klien.

A. Pemahaman tentang Klien

1
Prayitno & Amti Erman, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT
RINEKA CIPTA, 2008), hal. 93-101
Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap
klien. Sebelum seorang konselor atau pihak-pihak lain dapat memberikan layanan
tertentu kepada klien, maka perlu memahami individu yang akan dibantu. Pemahaman
tersebut tidak hanya sekadar mengenal diri klien, melainkan lebih jauh lagi, yaitu
pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan
kelemahannya, serta kondisi lingkungannya.

B. Pemahaman tentang Masalah Klien

Pemahaman terhadap masalah klien merupakan sesuatu yang wajib


adanya,terutama menyangkut jenis masalahnya, inten sitasnya, sangkut-pautnya, sebab-
sebabnya, dan kemungkinan berkem bangnya (kalau tidak segera diatasi).klien perlu
memahami masalah yang dialaminya, sebab dengan memahami masalahnya ia memiliki
dasar yang akan ditempuhnya untuk mengatasi masalahnya tersebut.

C. Pemahaman tentang Lingkungan yang "Lebih Luas"

Lingkungan diartikan sebagai kondisi sekitar individu yang secara langsung


mempengaruhi individu tersebut, pembahasannya telah diintegrasikan pada pembahasan
mengenai pemahaman tentang klien. Termasuk ke dalam lingkungan yang lebih luas
ada berbagai informasi pendidikan, informasi promosi dan lain sebagainya. Di samping
itu para siswa juga perlu diberi kesempatan untuk memahami berbagai informasi yang
berguna berkenaan dengan sangkut paut pendidikan yang sedang dijalaninya sekarang
dan nanti.

2 .Fungsi Pencegahan

Bagi konselor profesional yang misi tugasnya dipenuhi dengan perjuangan untuk
menyingkirkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi perkembangan individu,
upaya pencegahan tidak sekadar merupakan ide yang bagus, tetapi adalah suatu
keharusan yang bersifat etis (Horner & McElhaney, 1993).Upaya pencegahan sudah ada
sejak puluhan tahun yang lalu ada sebuah slogan yang berkembang di bidang kesehatan
yaitu "mencegah lebih baik daripada mengobati" slogan tersebut relevan dalam bidang
bimbingan dan konseling sangat disarankan agar individu tidak mengalami masalah,
a. Pengertian Pencegahan

Apakah "pencegahan" itu? Dalam dunia kesehatan mental "pencegahan"


didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana
lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian, dalam definisi tersebut
perhatian terhadap lingkungan mendapat pemahaman utama.

b. .Upaya Pencegahan

Timbul dua sikap yang berbeda terhadap upaya pencegahan, khususnya dalam bidang
kesehatan mental, yaitu sikap skeptik dan optimistik. Sikap skeptik yaitu gangguan
mental emosional yang tidak dapat dicegah, dan sebaliknya sikap optimistis yaitu
anggapan bahwa upaya pencegahan itu sangat penting, mereka sangat menekankan
pengaruh hubungan timbal balik antara lingkungan dan organisme (individu)

3. Fungsi Pengentasan

Proses pengentasan masalah melalui pelayanan konselor tidak menggunakan unsur-


unsur fisik yang di luar diri klien, tetapi menggunakan kekuatan-kekuatan yang berada
di dalam diri klien sendiri. Kekuatan kekuatan (yang pada dasarnya ada) itu
dibangkitkan, dikembangkan, dan digabungkan untuk sebesar-besarnya dipakai
menanggulangi masalah yang ada.

a. Langkah-langkah Pengentasan Masalah

Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab


setiap masalah adalah unik. Masalah-masalah yang diderita oleh individu-individu
yang berbeda tidak boleh disamaratakan. Dengan demikian penangannya pun harus
secara unik disesuaikan terhadap kondisi masing-masing masalah itu. Untuk itu,
konselor perlu memiliki ketersediaan berbagai bahan dan keterampilan untuk
menangani berbagai masalah yang beraneka ragam.
b. Pengentasan Masalah Berdasarkan Diagnosis

Pada umumnya diagnosis di kenal sebagai istilah medis yang berarti proses
penentuan jenis penyakit dengan meneliti gejala-gejalanya. Sejak tahun 40 an,
hordin memakai konsep diagnostik yang mirip dengan pengertian medis itu dalam
pelayanan bimbingan dan konseling (dalam Hansen, Stevice dan Warner, 1977).
Pengertian diagnostik yang dipakai oleh Bordin lebih lanjut dikenal sebagai
“Diagnostik pengklasifikasian”. Dalam upaya diagnostik itu masalah-masalah di
klasifikasi, di lihat sebab-sebabnya, dan ditentukan cara pengentasanya.

c. Pengentasan Masalah Berdasarkan Teori Konseling

Sejumlah ahli telah mengantarkan berbagai teori konseling, antara lain teori ego-
counseling yang di dasarkan pada tahap perkembangan psikososial menurut
Erickson, pendekatan transactional analysis dengan tokohnya Eric Berne,
pendekatan konseling berdasarkan self-theory dengan tokohnya Carl Rogers, gestalt
counseling dengan tokohnya Frita Perl, pendekatan konseling yang bersifat
behaviortistik yang didasarkan pada pemikiran tentang tingkah laku oleh B.F.
Skinner, pendekatan rasional dalam konseling dalam bentuk Reality Therapy
dengan tokohnya William Glasser dan Rational Emotive Therapy dengan tokohnya
Albert Ellis (dalam Hansen, dkk., 1977); dan Brammer & Shastrom, 1982). Masing-
masing teori konseling itu dilengkapi dengan teori tentang kepribadian individu,
perkembangan tingkah laku individu yang dianggap sebagai masalah, tujuan
konseling, serta proses dan teknik-teknik khusus konseling. Tujuan teori-teori
tersebut tidak lain adalah cara mengentaskan masalah yang di derita oleh klien
dengan cara yang paling cepat, cermat, dan tepat. Meskipun tujuan umumnya sama,
namun dari segi teori prinsip-prinsip dan unsur-unsur teknik operasional rasional
masing-masing teori konseling itu sering kali tidak sama, bahkan ada yang saling
bertolak belakang.

4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan

Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri
individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang
telah dicapai selama ini. Inteligensi yang tinggi, bakat yang istimewa, minat yang
menonjol untuk hal-hal yang positif dan produktif, sikap dan kebiasaan yang telah
terbina dalam bertindak dan bertingkah laku sehari hari, cita-cita yang tinggi dan cukup
realistik, Kesehatan dan kebugaran jasmani, hubungan sosial yang harmonis dan
dinamis, dan berbagai aspek dan positif lainnya dari individu perlu dipertahankan dan
dipelihara.

Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan pengembangan


dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, dan program. Misalnya di sekolah,
bentuk dan ukuran meja/kursi murid di sesuaikan dengan ukuran tubuh (dan besarnya)
serta sikap tubuh yang diharapkan (tegap dan gagah).

Memperhatikan kaitan antara keempat fungsi bimbingan dan konseling, fungsi


pemeliharaan dan pengembangan tampaknya bersifat lebih umum dan dapat terkait pada
ketiga fungsi lainya. Jika dikaji lebih jauh, dapatlah dimengerti bahwa “pemeliharaan”
dalam artinya yang lebih luas dan “perkembangan” pada dasarnya merupakan tujuan
umum dari seluruh upaya pelayanan pemuliaan manusia, khususnya bimbingan dan
konseling, bagaimana di katakan oleh ivey: “…pelayanan kita adalah untuk
memberikan kemudahan-kemudahan terhadap perkembangan manusia” (dalam Mayers,
1992); dan Mayers sendiri menambahkan bahwa perhatian konselor yang paling utama
dalam menjalankan pelayanan adalah untuk mengoptimalkan perkembangan manusia
sekarang.2

C. PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING


Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan
bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian
filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia,
perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian,
tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Misalnya Van
Hoose (1969) mengemukakan bahwa :

2
Prayitno & Amti Erman, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT
RINEKA CIPTA, 2008), hal. 194-217
(a) Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung
kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah
mampu membantu anak memanfaatkan potensinya itu.
(b) Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik; seseorang anak
berbeda dari yang lain.
(c) Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam
pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat.
(d) Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya untuk
mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya.
(e) Bimbingan adalah pelayanan unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan
latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan
diperlukan minat pribadi khusus pula.

Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-butir tersebut
belum merupakan prinsip-prinsip yang jelas aplikasinya dalam praktek bimbingan dan
konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling, maka aspek-aspek operasionalisasinya harus ditambahkan.

Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan


sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program
pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.

Berikut ini dicatatkan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang diramu dari
sejumlah sumber (Bernard & Fullmer, 1969 dan 1979; Crow & Crow, 1960; Miller &
Frueshling, 1978).

1. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu, baik secara


perorangan maupun kelompok.Secara lebih khusus lagi, yang menjadi sasaran
pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun
secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sikap dan tingkah
laku individu amat dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi diri sendiri,
serta kondisi lingkungannya. Variasi dan keunikan keindividualan, aspek-aspek pribadi
dan lingkungan, serta sikap dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupannya
itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai
berikut :

a. Bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur,


jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu
yang terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik; oleh
karena itupelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan
kekompleksan pribadi individu.
c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan
kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap
individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan, permasalahannya.
d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung
faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan pola-pola
tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan
konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap
segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek
perkembangan individu.
e. Meskipun individu yang satu dan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal,
perbedaan individu harus dipahami dan di pertimbangkan dalam rangka upaya
yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu
tertentu,baik mereka itu anak-anak, remaja ataupun orang dewasa.

2. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu

Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu


tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan
hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu
yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang
timbul seribu satu macam dan sangat bervariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya.
Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu
dengan berbagai masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada. pada
dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah
klien secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah:

a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan


bidang perkembangan dan kehidupan individu, namun bidang bimbingan pada
umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi
mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah,
serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Keadaan sosial, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupakan
faktor salah-satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian
saksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.

3. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan

Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara


"insidental", maupun terprogram. Pelayanan "insidental" diberikan kepada klien-klien
yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor untuk meminta
bantuan. Konselor memberikan pelayanan kepada mereka secara langsung pula sesuai
dengan permasalahan klien pada waktu mereka itu datang. Konselor memang tidak
menyediakan prog ram khusus untuk mereka. Klien-klien "insidental" seperti itu
biasanya datang dari luar lembaga tempat konselor bertugas Pelayanan "insidental" itu
merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan "praktek pribadi".

Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian pelayanan
bimbingan dan konselingnya menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya, konselor
dituntut untuk menyusun program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh
warga lembaga itu (misalnya sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi
masalah yang mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat diselengarakan, rentangan
dan unit unit waktu yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan).
Ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antarpersonal dan lembaga. Kemudahan-
kemudahan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan di lembaga tersebut. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan
bimbingan dan konseling itu adalah sebagai berikut:

a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan
pengembangan; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus disusun dan
dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh.

b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi


lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.

c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diseleng garakan secara
berkesinambungan kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa; di sekolah misalnya
dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian yang


teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta
mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan dan pelaksanaannya.

4. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan

Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat "insidental"


maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini
selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli
dalam bidangnya, yaitu konselor profesional. Konselor yang bekerja di suatu lembaga
yang cukup besar (misalnya sebuah sekolah), sangat berkepentingan dengan
penyelenggara program-program bimbingan dan konseling secara teratur dari waktu ke
waktu. Kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar berbagai
tempat ia bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip prinsip berkenaan dengan
hal-hal tersebut adalah:

a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu; oleh
karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan
klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau
permasalahan yang dihadapinya.
b. Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien
hendaklah atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari
konselor.

c. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh
(dan kalau perlu dialihtangankan kepada) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan
permasalahan khusus tersebut.

d. Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional; oleh karena itu dilaksanakan
oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang
bimbingan dan konseling.

e. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan
bimbingan dan konseling. Oleh karena itu bekerjasama antara konselor dengan guru dan
orang tua amat diperlukan.

f. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh karena itu
keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk
mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan
individu/siswa.
g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh
mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian
terhadap individu hendaknya dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil
pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik.
Dengan pengadministrasian instrumen yang benar-benar dipilih dengan baik,
data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan
berbagai ciri kepribadian hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan dipergunakan
sesuai dengan keperluan.
h. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan
kebutuhan individu dengan lingkungannya. 5.
i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya
diletakkan di pundak seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik
secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerjasama dengan
staf dan personal, lembaga di tem ia bertugas dan lembaga-lembaga lain yang
dapat menunjang prog ram bimbingan dan konseling.
j. Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan.
Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap mereka
yang berkepentingan dengan program yang disediakan (baik pihak-pihak yang
melayani maupun yang dilayani), dan perubahan tingkah laku mereka yang
pernah dilayani.

5. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan


lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan
dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik
mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur; sekolah
memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang
tinggi. Para siswanya yang sedang dalam tahap perkembangan yang "meranjak"
memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap
fungsinya. Para guru terlibat langsung dalam pengajaran yang apabila pengajaran itu
dikehendaki mencapai taraf keberhasilan yang tinggi, memerlukan upaya penunjang
untuk bagi optimalisasi belajar siswa. Dalam kaitan ini tepatlah apa yang dikatakan
oleh Bernard & Fullmer (1969) bahwa "guru amat namperhatikan bagaimana
pengajaran berlangsung, sedangkan konselor amat memperhatikan bagaimana murid
belajar" seiring dengan itu, Crow & Crow (1960) mengemukakan perubahan materi
kurikulum dan prosedur pengajaran hendaklah memuat kaidah-kaidah bimbingan.
Apabila kedua hal itu memang terjadi, materi dan prosedur pengajaran berkaidah
bimbingan, dibarengi oleh kerjasama yang erat antara guru dan konselor, dapat
diyakini bahwa proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru untuk murid itu
akan sukses.

Namun harapan akan tumbuh-kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling


di sekolah sesubur-suburnya itu sering kali masih tetap berupa harapan saja.
Pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi memang ada di sekolah, tetapi
keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini Belkin (1975)
menegaskan enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuhkembangkan
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Pertama, konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja
yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program
tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah
dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak dijalankan itu.

Kedua, konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa


mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah
lainnya dan siswa. Dalam hal ini, konselor harus menonjolkan keprofesionalannya,
tetapi tetap menghindari sikap elitis atau kesombongan keangkuhan profesional.

Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai


konselor profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata.
Konselor harus pula mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orang-
orang dengan siapa ia akan bekerja sama tentang tujuan yang hendak dicapai oleh
konselor serta tanggung jawab yang terpikul di pundak konselor.

Keempat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa


yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah,
yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar,
maupun siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang
pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian
atau mengambil muka guru, konselor dan personal sekolah lainnya.

Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk


membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah
dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya melalui penerapan
program-program kelompok, kegiatan pengajaran di sekolah dan kegiatan di luar
sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
Keenam, konselor harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala
sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan
kecemasan-kecemasannya. Konselor memiliki kesempatan yang baik untuk
menegakkan citra bimbingan dan konseling profesional apabila ia memiliki
hubungan yang saling menghargai dan saling memperhatikan dengan kepala
sekolah.3

Prinsip-prinsip tersebut menegaskan bahwa penegakkan dan penumbuh-


kembangan pelayan bimbingan dan konseling di sekolah hanya mungkin dilakukan
oleh konselor profesional yang tahu dan mau bekerja, memiliki program nyata dan
dapat dilaksanakan, sadar akan profesinya, dan mampu menerjemahkannya ke
dalam program dan hubungan dengan sejawat dan personal sekolah lainnya,
memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa dengan segenap
variasinya di sekolah, dan mampu bekerjasama serta membina hubungan yang
harmonis-dimanis dengan kepala sekoah. Konselor yang demikian itu tidak akan
muncul dengan sendiri, melainkan melalui pengembangan dan peneguhan sikap dan
keterampilan, wawasan dan pemahaman profesional yang mantap.

3
Prayitno & Amti Erman, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT
RINEKA CIPTA, 2008), hal. 218-224
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat di Tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Definisi bimbingan dan konseling adalah proses interaksi antara konselor dengan
konseling baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka untuk
membantu konseling agar dapat mengembangkan potensi dirinya ataupun
memecahkan permasalahan yang dialaminya.
2. Ada beberapa fungsi dalam bimbingan konseling yaitu:
a. Fungsi pemahan yaitu klien dengan berbagai permasalahannya, dan dengan
tujuan-tujuan konseling.
b. Fungsi pencegahan adalah untuk menyingkirkan berbagai hambatan yang
dapat menghalangi perkembangan individu
c. Fungsi pengentasan adalah usaha untuk membantu klien dalam
menyesuaikan diri dengan lingkunganya
d. Fungsi pemeliharaan adalah memelihara segala sesuatu yang baik yang ada
pada diri
3. prinsip bimbingan konseling yaitu rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan
proses penanganan masalah, program pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan.

B. SARAN
Jika dilihat dari berbagai tinjauan materi tersebut, tentunya masih belum
sempurna dan tidak lepas dari koreksi para pembaca. Dari makalah yang kami
sajikan tentunya masih terdapat kekurangan yang tidak kami ketahui. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menambah
pengetahuan kami agar nantinya makalah ini bisa jadi makalah yang sempurna
dan mudah di mengerti.
DAFTAR PUSTAKA

Prayitno & Amti Erman. 2008. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA

Anda mungkin juga menyukai