Anda di halaman 1dari 35

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.


Shalawat dan Salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW serta keluarganya yang disucikan Allah.

Buku ini adalah tulisan kecil tentang bimbingan dan


konseling untuk anak jalanan. Didalam tulisan ini, disajikan
pembahasan sederhana mengenai perbedaan bimbingan
konseling dan bimbingan konseling islami dan mengenai
masalah anak jalanan.

Tidak lupa, penulis haturkan terimakasih yang sangat


tinggi, kepada bu Dr. Hj. Lilis Satriah, M, Pd. Dan Ibu Novi
Hidayanti Afsari, S. Kom., I, M. Ag. Selaku dosen pengampu
mata kuliah kapita selekta, juga mereka yang mendukung
keberhasilan penulisan buku ini.

Semoga Allah sesalu memberikan kepada kita


perlindungan. Dan semoga pembaca buku ini mendapatkan
manfaatnya. Amiin ya Rabb al-alamin.

Bandung, 9 Juli 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. I

DAFTAR ISI ............................................................................... III

BAB 1 BIMBINGAN DAN KONSELING ............................... 1

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling ................................................ 1

B. Definisi Bimbingan Konseling Islami .................................................. 4

BAB 2 ANAK JALANAN ......................................................... 11

A. Latar Belakang Menjadi Anak Jalanan ........................................ 13

B. Karakteristik Anak Jalanan ............................................................ 16

C. Model penanganan anak jalanan .................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA................................................................ 29

iii
BAB 1 BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Bimbingan merupakan terjemahan dari “Guidance” dan
Konseling merupakan serapan kata dari “counseling”. Guidance
berasal dari akar kata “guide” yang secara luas bermakna:
mengarahkan (to direct), memandu (to pilot), mengelola (to
manage), menyampaikan (to descript), mendorong (to
motivate), membantu mewujudkan (helping to create), memberi
(to giving), bersungguh-sungguh (to commit), pemberi
pertimbangan dan bersikap demokratis (democratic
performance). Sehingga bila dirangkai dalam sebuah kalimat
Konsep Bimbingan adalah Usaha secara demokratis dan
sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan dengan
menyampaikan arahan, panduan, dorongan dan pertimbangan,
agar yang diberi bantuan mampu mengelola, mewujudkan apa
yang menjadi harapannya.1
Pengertian bimbingan secara umum dikemukakan oleh
Prayitno bahwa: “bimbingan merupakan porses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang
atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun
dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dengan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang berlaku”.2 Proses
bimbingan merupakan usaha yang sadar yang dilakukan oleh

1 Tarmizi. (2018). BIMBINGAN KONSELING ISLAMI. Medan,


Perdana Publishing. 15
2 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling

(Jakarta: RinekaCipta, 1999). hlm. 99.


1
orang yang memiliki kompetensi dalam bidang bimbingan
maupun konseling yang diberikan kepada personal maupun
komunal dalam rangka untuk mengembangkan kemampuan
individu secara mandiri agar individu dapat memahami dirinya
sendiri.
Bimbingan merupakan sebuah istilah yang sudah umum
digunakan dalam dunia pendidikan. Bimbingan pada dasarnya
merupakan upaya bantuan untuk membantu individu mencapai
perkembangan yang optimal. Selain itu bimbingan yang lebih
luas adalah (1) suatu proses hubungan pribadi yang bersifat
dinamis, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap dan
perilaku seseorang; (2) suatu bentuk bantuan yang sistematis
(selain mengajar) kepada murid, atau orang lain untuk
menolong, menilai kemampuan dan kecenderungan mereka
dan menggunakan informasi itu secara efektif dalam kehidupan
sehari-hari; (3) perbuatan atau teknik yang dilakukan untuk
menuntun murid terhadap suatu tujuan yang diinginkan dengan
menciptakan suatu kondisi lingkungan yang membuat dirinya
sadar tentang kebutuhan dasar, mengenal kebutuhan itu, dan
mengambil langkah-langkah untuk memuaskan dirinya.
Sukmadinata mengidentifikasi tentang arti bimbingan
secara terperinci, agar dapat memberikan pemahaman yang
cukup, sebagai berikut:
1. Bimbingan merupakan suatu usaha untuk membantu
perkembangan individu secara optimal,
2. Bantuan diberikan dalam situasi yang bersifat demokratis,
3. Bantuan yang diberikan terutama dalam penentuan tujuan-
tujuan perkembangan yang ingin dicapai oleh individu serta
keputusan tentang mengapa dan bagaimana cara
menanggapinya,

2
4. Bantuan diberikan dengan cara meningkatkan kemampuan
individu agar dia sendiri dapat menentukan keputusan dan
memecahkan masalahnya sendiri.3
Sementara itu, Supriadi menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan bimbingan adalah proses bantuan yang
diberikan oleh konselor/ pembimbing kepada konseli agar
konseli dapat : (1) memahami dirinya, (2) mengarahkan dirinya,
(3) memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, (4)
menyesuaikan diri dengan lingkungannya (keluarga, sekolah,
masyarakat), (5) mengambil manfaat dari peluang-peluang
yang dimilikinya dalam rangka mengembangkan diri sesuai
dengan potensi-potensinya, sehingga berguna bagi dirinya dan
masyarakatnya.4
Menurut Rachman, bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat
bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, serta kehidupan
umumnya.6 Lebih lanjut Rahman mengatakan “Bimbingan
membantu individu mencapai perkembangan diri secara
optimal sebagai makhluk sosial, dengan demikian ia dapat
mengecap kebahagiaan hidup dan memberikan sumbangan
yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya.5
Dari penjelasan para pakar di atas maka, dapat diartikan
menjadi beberapa pokok dasar konsep bahwa bimbingan
adalah kegiatan membantu individu/konseli melalui pemberian

3 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan


(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 235.
4 Dedi Supriadi, Profesi Konseling dan Keguruan, Bandung : PPs IKIP

Bandung, 2004), hlm. 207


5 Rahman Natawidjaja, Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan

Kelompok (Bandung: Syamil cipta Media, 1987), hlm. 24.


3
informasi sesuai dengan kebutuhannya (siswa) sebagai objek
dari layanan bimbingan. Sebagai objek bimbingan, konseli
(siswa) terus mengalami perubahan dan perkembangan dari
waktu ke waktu, oleh karena itu, sudah barang tentu program
bimbingan didesain melalui perencanaan yang matang dengan
memperhatikan tugas perkembangan siswa serta isu-isu aktual
yang dapat mengganggu perkembangan siswa untuk mencapai
perkembangan yang optimal. Dalam penerapannya di sekolah
bimbingan pada umumnya dirumuskan dengan meninjau
aspekaspek perkembangan dan aspek kebutuhan siswa dan
masyarakat, sehingga konten yang tersusun tidak terpisah
dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Bimbingan dilakukan secara terus-menerus dan
sistematis, artinya bimbingan tidak hanya diberikan secara
kebetulan dan sekali waktu saja, melainkan dilakukan dengan
sistematis dan tersusun dengan cara memfasilitasi dan
menuntun agar individu yang diberikan bimbingan memiliki
kemandirian dalam mengambil keputusan secara tepat
sehingga tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sesuai
dengan tugas-tuganya. Secara prinsipil, baik di sekolah
maupun lingkungan masyarakat pelaksanaan bimbingan dapat
dilakukan baik secara personal/individu maupun kelompok
tergantung muatan materi yang disampaikan, kasus yang
terjadi serta metode yang tepat untuk dipergunakan.
Adakalanya pelaksanaan bimbingan dilakukan secara
individual karena tingkat kebutuhan yang dialami berbeda
dengan individu lain.
B. Definisi Bimbingan Konseling Islami
Dalam praktik kehidupan sehari-hari, pengucapan kata
“bimbingan” sering digandengkan dengan kata “konseling”,
yang menjadi “bimbingan konseling” atau “bimbingan dan
konseling”. Karena memang keduanya memiliki hubungan yang

4
sangat erat dalam istilah pendidikan. Satu kalangan
berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah satu
kesatuan yang memiliki arti dan tujuan yang identik, sehingga
menggunakan istilah satu dari keduanya sudah cukup mewakili
yang lain. Sementara, di pihak lain, mengatakan bahwa
bimbingan dan konseling adalah dua hal yang berbeda baik
konsep dasarnya maupun cara kerja dan teknis pelayanannya.
Bimbingan lebih identik dengan pendidikan maupun
pembelajaran sedangakan konseling lebih menekankan sisi
psyikoterapi kejiwaan, yaitu kegiatan menolong individu yang
mengalami gangguan psikis baik sadar maupun tidak sadar
dialami oleh individu.6
Secara etimologi, kata konseling berasal dari kata
“counsel” yang diambil dari bahasa Latin yaitu “Counsilium”
artinya “bersama” atau “bicara bersama”. Makna Counseling
melingkupi proses (process), hubungan (interaction),
menekankan pada permasalahan yang dihadapi klien
(performance, relationship), professional, nasehat (advice,
advise, advisable). Sehingga kata kunci yang bisa di ambil dari
definisi tersebut adalah proses interaksi pihak yang
professional dengan pihak yang bermasalah yang lebih
menekankan pada pemberian advice yang
advisable.Pengertian “berbicara bersama-sama” dalam hal ini
adalah pembicaraan konselor dengan seorang atau beberapa
konseli (counselee).7
American School Counselor Asocitioan (ASCA)
mengemukakan bahwa konseling adalah “hubungan tatap
muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan

6 Derektorat tenaga kependidikan nasional, Bimbingan dan Konseling


Di Sekolah, (Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008), hlm. 6
7 Latipun, Psikologi Konseling, Cet. 4 (Malang: UMM Press, 2003),

hlm. 4
5
dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli,
konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya
untuk membantu konselinya dalam mengatasi masalah-
masalahnya”.8 Konseling merupakan pengetahuan yang khas,
dimana individu yang kompeten di bidangnya adalah orang-
orang yang memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk
mendorong konseli untuk mandiri dalam mengembangkan
potensi yang dimilikinya.
Kekhasan lain yang ada dalam proses konseling adalah
kemampuan konselor dalam menerima (Acceptence) dan
merahasia kondisi konseli yang datang dari berbagai macam
latar belakang kehidupam dan permasalahan yang dialami.
Metode yang banyak digunakan dalam counseling adalah
wawancara untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan dan
diinginkan dari konseli yang diwawancarai, sehingga
counseling di sini dapat dikatakan sebuah proses komunikasi
antar pribadi (konselor-konseli).9
Gambaran-gambaran mengenai pengertian konseling di
atas memiliki penafsiran yang sangat luas jika dibandingkan
dengan makna bimbingan. Konseling secara luas memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Konseling adalah proses bantuan yang diberikan oleh
konselor kepada konseli, artinya konselor hanya
membantu konseli dalam mengatasi masalah ataupun
mengembangkan kemampuan konseli sehingga dalam
membuat keputusan diserahkan kepada konseli yang lebih
memahami dirinya.

8 Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan


Konseling (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 10.
9 Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan dan Konseling

Islam, 2009 hlm. 9.


6
2. Konselor atau orang yang memberikan bantuan adalah
orang yang ahli (profesional) yang benar-benar memiliki
kompetensi dalam proses konseling yang dapat dibuktikan
dari keterampilan pribadi dan pengakuan administratif
yakni memiliki sertifikat konselor. Berbeda dengan
bimbingan yang setiap individu mampu membimbing
3. Konseling dilakukan dalam bentuk wawancara (interview)
untuk mengetahui lebih dalam tentang kondisi konseli
secara utuh.
4. Konseling merupakan proses mengajarkan konseli untuk
mandiri. Oleh karena itu konselor dengan segala
kemampuannya dapat mendorong konseli untuk mampu
memahami, menerima, merencanakan dan merealisasikan
diri konseli.
Pengusungan istilah Islam dalam wacana studi Islam
yakni bimbingan konseling islam (dalam berbagai kajian
bimbingan konseling Islam dimasukkan dalam studi Islam)
menuntut adanya pemahaman yang utuh tentang Islam itu
sendiri. Islam berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar
yang secara harfiyah berarti selamat, sentosa dan damai.
Menurut Abuddin Nata, secara harfiah, Islam berasal dari
bahasa Arab salima, yang berupa tsulatsi mujarrad kata yang
berakar dari tiga huruf, yang antara lain memilik arti: to be safe
(terpelihara), sound (terjaga), unharmed (tidak celaka), intact,
safe (terjaga), secure (terjaga), to be unobjectionale, blemeless,
faultless, to be certain, established (terbentuk), to escape
(terjaga), turn over (melewati), dan surrender (pengabdian). 10
Dalam istilah shorof kata Islam merupakan isim masdhar dari
fi’il tsulatsi majid, kata yang mendapatkan satu tambahan huruf
aslama – yuslimu– islaman, yang berarti submission

10 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana


Prenamedia Group, 2014), Cet. Ke-II, hlm. 20
7
(pengabdian), resignation (kembali ke jalan yang lurus),
reconciliation to the will of God (kembali mengikuti kehendak
Tuhan). Sedangakan Muslim merupakan subjek/pelaku (isim
fa’il), yang bermakna orang yang menganut ajaran Islam.
Dalam Al Qur’an, kata Islam diulang sebanyak delapan
(8) kali, masing-masing pada Q. S. Al Imran, 3: 19, 3: 85, Q. S.
Al Maidah, 5: 3, Q. S. Al An’an’am 6: 125, Q. S. Al Taubah, 9:
74, Q. S. Al Zumar, 39: 22, Q. S. Al Hujara, 49: 17, Q. S. Al
Shof, 61: 7. Dalam pengajian-pengajian, Q. S. Al Imran, 3: 19,
sering sekali disampaikan, sebagai dasar Islam sebagai
agama.
Yang artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai)
disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang
telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan
kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Menurut Ibn Jarir, Islam berarti tunduk dengan
kerendahan hati dan khusyuk.11 Tunduk dengan kerendahan
hati yang dimaksud adalah bersaksi dan menyakini bahwa
Islam sebagai agama yang yang diturunkan oleh Allah Swt.
kepada seluruh ummat manusia melalui Nabi Muhammad Saw.
Mengajarkan kebaikan, keselamatan, kesejahteraan untuk
seluruh alam dan bersaksi bahwa Allah adalah satu-satuNya
Dzat yang ditaati dan disembah. Agama Islam merupakan
agama yang terakhir dan penyempurnaan dari agama-agama
terdahulu.12

11 Abi Ja’far Muhammad Ibn Jarir Al Thobari, Jamiul Bayan An Ta’wili


Ayatil Qur’an (Badar Hajar, tt), Juz.V, hlm. 281
12 Chabib Thoha, Pendidikan Islam (Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

1996), hlm. 97.


8
Secara terminologis, Ibnu Rajab merumuskan
pengertian Islam, yakni: Islam ialah penyerahan, kepatuhan
dan ketundukan manusia kepada Allah swt. Hal tersebut
diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Syaikh Ahmad bin
Muhammad Al-Maliki al-Shawi mendefinisikan Islam dengan
rumusan Islam yaitu: atauran Ilahi yang dapat membawa
manusia yang berakal sehat menuju kemaslahatan atau
kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhiratnya.13
Dari beberapa kutipan tentang Islam di atas, terdapat
beberapa catatan yang dapat kiranya diambil sebuah
kesimpulan tentang Islam, sebagai berikut: pertama, islam
sebagai agama/ajaran yang membawa visi dan misi kedamaian
Dunia dan Akhirat dengan cara mematuhi dan tunduk kepada
perintah Allah. Kedua, Islam sebagai ajaran komplit, artinya
memuat seluruh ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi-Nabi
terdahulu berkaitan dengan syariat, yang tentunya jauh lebih
lengkap karena permasalahan yang dihadapi oleh Ummat saat
ini lebih kompleks dibanding dengan ummat Nabi Muhammad
saw. Ketiga, islam sebagai pedoman hidup, jalan hidup, dan
nilai dasar dalam kehidupan, karena selain misi ketauhidan
uluhiyyah, Islam memiliki sistem dan tata cara yang sempurna
untuk mengatur kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya,
yakni selain mengatur hubungan manusia dengan Allah, Islam
mengatur hubungan manusia dengan manusia, hubungan
manusia dengan alam (jagat raya), dalam konteks ini, Islam
memiliki prinsip dan kaedah mengenai hubungan sosial,
ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, ilmu
pengetahuan, teknologi dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan bimbingan konseling,
maka kata Islam atau Islami memiliki relevansi terhadap visi dan

13 Ahmad Ibn Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi ‘ala Auhar


al-Tauhid, hlm. 62
9
misi bimbingan konseling Islam itu sendiri, agar bimbingan
konseling dibahas dalam ruang lingkup ajaran Islam, sehingga
aktifitas yang berhubungan dengan bimbingan konseling
khususnya di madrasah sesuai dan mengacu kepada ajaran
Islam yang dibawa dan disampaikan oleh Nabi Muhammad
saw. Selain itu, berbagai aspek atau komponen yang terkait
dengan bimbingan konseling Islam seperti, visi, misi, tujuan,
kurikulum (program), proses layanan, konselor (guru BK),
konseli (siswa), sarana, pengelolaan, evaluasi dan sebagainya
sejalan dengan misi ajaran Islam yang berdasarkan kaedah Al
Qur’an dan Al Hadits sebagai sumber ajaran Islam.

10
BAB 2 ANAK JALANAN

Istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di


Amerika selatan, tepatnya di Brazilia, dengan nama Meninos de
Ruas untuk menyebut kelompok anak-anak yang hidup di
jalanan dan tidak memiliki ikatan dengan keluarga. Istilah anak
jalanan berbeda-beda untuk setiap tempat, misalnya di
Columbia mereka disebut “gamin” (urchin atau melarat) dan
“chinces” (kutu kasur), “marginais” (criminal atau marjinal) di
Rio, “pa’jaros frutero” (perampok kecil) di Peru, “polillas”
(ngrengat) di Bolivia, “resistoleros” (perampok kecil) di
Honduras, “Bui Doi” (anak dekil) di Vietnam, “saligoman” (anak
menjijikkan) di Rwanda. Istilah-istilah itu sebenarnya
menggambarkan bagaimana posisi anak-anak jalanan ini
dalam masyarakat.
Pengertian anak jalanan telah banyak dikemukakan
oleh banyak ahli. Secara khusus, anak jalanan menurut PBB
adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya
dijalanan untuk bekerja, bermain atau beraktivitas lain. Anak
jalanan tinggal di jalanan karena dicampakkan atau
tercampakkan dari keluarga yang tidak mampu menanggung
beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya.
14
Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong,
pemulung, tukang semir, pelacur anak dan pengais sampah.
Tidak jarang menghadapi resiko kecelakaan lalu lintas,
pemerasan, perkelahian, dan kekerasan lain. Anak jalanan
lebih mudah tertular kebiasaan tidak sehat dari kultur jalanan,
khususnya seks bebas dan penyalahgunaan obat.
UNICEF mendefinisikan anak jalanan sebagai those
who have abandoned their home, school, and immediate

14 Abu huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung: Nuansa,


2006), hal 80
11
communities before they are sixteen yeas of age have drifted
into a nomadic street life (anak-anak berumur di bawah 16
tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat terdekat, larut dalam kehidupan yang
berpindah-pindah). Anak jalanan merupakan anak yang
sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah
atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
15
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan yang
menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka
terima karena adanya sebab tertentu. Secara psikologis
mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum
mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh,
sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut
dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh
bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek
psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Penampilan
anak jalanan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh
sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang
diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka
mencuri, dan sampah masyarakat yang harus diasingkan.
Pusdatin Kesos Departemen Sosial RI sebagaimana
dikutip oleh Zulfadli menjelaskan bahwa anak jalanan adalah
anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan di jalanan atau
di tempat-tempat umum, dengan usia antara 6 sampai 21 tahun
yang melakukan kegiatan di jalan atau di tempat umum seperti:
pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil,
dan lain-lain. Kegiatan yang dilakukan dapat membahayakan
dirinya sendiri atau mengganggu ketertiban umum. Anak
jalananan merupakan anak yang berkeliaran dan tidak jelas

15 Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak


Jalanan, (Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005), hal
20
12
kegiatannya dengan status pendidikan masih sekolah dan ada
pula yang tidak bersekolah. Kebanyakan mereka berasal dari
keluarga yang tidak mampu. 16
Mulandar, memberi pengertian tentang anak jalanan
yaitu anak-anak marjinal di perkotaan yang mengalami proses
dehumanisasi. Dikatakan marjinal, karena mereka melakukan
jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang karirnya, kurang
dihargai dan umumnya tidak menjanjikan prospek apapun di
masa depan Mereka juga rentan akibat kekerasan fisik dan
resiko jam kerja yang sangat panjang.17
Dari beberapa pengertian tersebut, pada hakikatnya
apapun definisi mengenai anak jalanan adalah sama. Anak
jalanan merupakan seseorang maupun sekumpulan anak yang
menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk mencari nafkah
maupun hanya untuk berkeliaran di jalanan.
A. Latar Belakang Menjadi Anak Jalanan
Rata-rata anak jalanan mengaku pergi ke jalan
merupakan keinginan diri sendiri, Namun demikian motif
tersebut bukanlah semata-mata motif biologis yang muncul dari
dalam diri mereka melainkan juga di dorong oleh faktor
lingkungan. Menurut kalangan LSM peduli anak, beberapa
penyebab anak turun ke jalanan ialah Pertama, kondisi
ekonomi keluarga yang miskin seringkali dipahami sebagai
faktor utama yang memaksa anak turun ke jalan.
Kedua, kekerasan dalam keluarga. Kekerasan yang
terjadi dalam keluarga menjadi faktor penting yang mendorong
anak untuk turun ke jalan. Hal ini bisa terjadi ketika keluarga

16 Zulfadli, Pemberdayaan Anak Jalanan dan Orangtuanya Melalui


Rumah Singgah (Studi Kasus Rumah Singgah Amar Makruf I
Kelurahan Pasar Pandan Air Mati Kecamatan Tanjung Harapan Kota
Solok Propinsi Sumatra Barat). Tesis. (Bogor: Institut Pertanian, 2004)
17 Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, Pedoman Penanganan Anak

Jalana, (Surabaya: Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, 2001), hal,7.


13
mengalami berbagai masalah akibat beban ekonomi tidak
tertahankan. Sebagian atau seluruh masalah keluarga itu
kemudian terpaksa dibebankan kepada anakanak mereka.
Ketiga, faktor lingkungan terbukti juga menjadi
penyebab anak turun ke jalanan.Tidak sedikit anak dipaksa
lingkungan untuk turun ke jalan. Ada kalanya sebelum
terpengaruh faktor lingkungan, seorang anak memang berasal
dari keluarga miskin, sehingga faktor lingkungan, seperti diajak
teman atau bermasalah di sekolah, menjadi penguat alasan
untuk turun ke jalan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Saparinah Sadli
bahwa ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan
berpengaruh terhadap timbulnya masalah anak jalanan, antara
lain : faktor kemiskinan (structural), faktor keterbatasan
kesempatan kerja (factor intern dan ekstern), faktor yang
berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi
dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup
sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor
lainnya.
Selain disebutkan sebelumnya, Ada beberapa aspek
yang melatarbelakangi munculnya anak jalanan dibeberapa
kota besar yang ada di Indonesia, yaitu aspek sosial ekonomi.
Untuk mengetahui sosial ekonomi keluarga, maka perlu
diketahui aspek apa saja yang mendukung, sehingga bisa
diketahui suatu kondisi sosial ekonomi keluarga. Aspek sosial
ekonomi yang dimaksud di sini adalah pendidikan, pekerjaan
dan pendapatan (ekonomi), juga faktor tradisi.18
1. Pendidikan

18 Wiwin Yulianingsih,, Pembinaan Anak Jalanan di Luar Sistem


Persekolahan: Studi Kasus Antusiasme Anak Jalanan Mengikuti
Progam Pendidikan Luar Sekolah di Sanggar Alang-alang Surabaya,
(Surabaya: Tesis, 2005), hal 17
14
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh
sebab itu, dengan pendidikan diharapkan agar setiap
masyarakat bisa menggunakan akal pikirannya secara
sehat, sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Dijelaskan bahwasanya pendidikan merupakan
suatu usaha dari para pendidik untuk memberikan
bantuan dalam memberikan arahan terhadap anak
didik, sehingga mereka ada perubahan sikap dan
wawasan yang lebih bersifat positif bagi dirinya dan
masyarakat secara umum”.19
Pada dasarnya, pendidikan merupakan hal
sangat penting dalam kehidupan manusia, baik dari
individu maupun dalam masyarakat. Karena pendidikan
merupakan syarat untuk menjadi manusia berkualitas.
Selain itu dengan memiliki pendidikan, masyarakat
secara individu bisa meningkatkan status sosial
ekonomi masyarakat. Seperti halnya dengan nasib anak
jalanan secara umum mereka tidak bisa mendapatkan
pendidikan secara layak. Kebanyakan mereka dari
pendidikan rendah bahkan ada yang tidak pernah
bersekolah, karena anak-anak ini harus bekerja di
jalanan.
2. Ekonomi
Kehidupan keluarga yang serba kekurangan
mendorong anak untuk turun ke jalan untuk bekerja dan
mencari uang, baik untuk diri sendiri maupun untuk
kebutuhan orang tua dan keluarga.

19
Romlah, Psikologi Pendidikan Kajian Teoritis dan Aplikatif, (Malang:
UMM Press. 2004), hal 28
15
Alasan ekonomi menjadi penyebab utama dari sekian
banyak anak jalanan. Terdorong keinginan untuk
membantu ekonomi keluarga mereka terpaksa turun ke
jalan. Lebih lanjut, Karnaji menyatakan setidaknya ada
tiga hal yang mendorong anak jalanan turun ke jalan; (1)
motivasi muncul dari anak itu sendiri untuk membantu
ekonomi keluarga; (2) keinginan untuk memenuhi
kebutuhan diri sendiri, dan (3) dipaksa oleh orang tua
untuk bekerja.
3. Tradisi
Tradisi sering digunakan untuk menjelaskan
keberadaan pekerja anak atau munculnya anak di
jalanan. Bahwa anak-anak dari keluarga miskin tidak
memiliki alternatif lain dan memang selayaknya bekerja.
Sudah menjadi semacam aksioma kultural bagi banyak
kalangan terutama di negara berkembang.
B. Karakteristik Anak Jalanan
Berdasarkan intensitasnya di jalanan, anak jalanan dapat di
kelompokan menjadi tiga karakteristik utama yaitu : 20
1. Chidren of the streat
Anak yang hidup/tinggal di jalanan dan tidak ada
hubungan dengan keluarganya. Kelompok ini biasanya
tinggal di terminal, stasiun kereta api, emperan toko dan
kolong jembatan.
2. Children on the street
Anak yang bekerja di jalanan. Umumnya mereka
adalah anak putus sekolah, masih ada hubungannya

20Bagong suyanto dan Hariadi Sri Sanituti, Krisis dan child abuse
kajian sosiologi tentang kasus pelanggaran hak anak dan anak-anak
yang membutuhkan perlindungan khusus (Surabaya: Airlangga
university press, 1999), hal 41-42
16
dengan keluarga namun tidak teratur yakni mereka
pulang ke rumahnya secara periodik.
3. Vulberable children to be street children
Anak yang rentan menjadi anak jalanan.
Umumya mereka masih sekolah dan putus sekolah, dan
masih ada hubungan teratur (tinggal) dengan orang
tuanya.
Jenis pekerjaan anak jalanan dikelompokkan menjadi
empat kategori, yaitu:
1. Usaha dagang yang terdiri atas pedagang asongan,
penjual koran, majalah, serta menjual sapu atau lap
kaca mobil.
2. Usaha di bidang jasa yang terdiri atas pembersih bus,
pengelap kaca mobil, pengatur lalu lintas, kuli angkut
pasar, ojek payung, tukang semir sepatu dan kenek.
3. Pengamen. Dalam hal ini menyanyikan lagu dengan
berbagai macam alat musik seperti gitar, kecrekan,
suling bambu, gendang, radio karaoke dan lain-lain.
4. Kerja serabutan yaitu anak jalanan yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap, dapat berubah-ubah
sesuai dengan keinginan mereka.
Adapun Berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis
besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok yaitu: 21
1. Children On The Street
Anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi
sebagai pekerja anak di jalan, tetapi masih mempunyai
hubungan yang kuat dengan orang tua mereka.
Sebagian penghasilan mereka di jalanan pada kategori
ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga

21Surbakti dkk, Eds, Prosiding Loka karya Persiapan Survei Anak


Rawan. Studi Rintisan Di Kota Bandung, (Jakarta: Kerja Sama BPS
Dan UNICEF. 1997) hal 33
17
ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan
kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat di
selesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.
2. Children Of The Street
Anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan,
baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa di antara
mereka masih mempunyai hubungan dengan orang
tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak
menentu. Banyak di antara mereka adalah anak-anak
yang karena suatu sebab. Biasanya lari atau pergi dari
rumah.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-
anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan
salah dan menyimpang baik secara sosial, emosional,
fisik maupun seksual. 22
3. Children From Families Of The Street
Anak-anak yang berasal dari keluarga yang
hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai
hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup
mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat
yang lain dengan segala resikonya. Salah satu cirri
penting dari kategori ini adalah pemampangan
kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak
masih dalam kandungan.

Di Indonesia kategori ini dengan mudah di temui di berbagai


kolong-kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta
api dan pinggiran sungai walau secara kuantitatif jumlahnya
belum di ketahui secara pasti.

22
Irwanto dkk, Pekerja Anak Di Tiga Kota Besar: Jakarta, Surabaya,
Medan. (Jakarta : Unika Atma Jaya Dan Unicef, 1995) hal 22
18
Menurut penelitian Departemen Sosial dan UNDP di Jakarta
dan Surabaya anak jalanan di kelompokkan dalam empat
kategori:23
1. Anak jalanan yang hidup di jalanan Anak
Ini merupakan anak yang kesehariannya
dihabiskan dijalanan bahkan anak dalam kategori ini
tidak mempunyai tempat tinggal untuk dijadikan tempat
pulang dan istirahat sehingga mereka tidur dan istirahat
di semua tempat yang menurut mereka layak.
Anak dalam kategori ini mempunyai beberapa
kriteria antara lain adalah:
a. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan
orang tuanya.
b. 8-10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” (
mengamen, mengemis, memulung ), dan sisanya
menggelandang/tidur.
c. Tidak lagi sekolah. d) Rata-rata di bawah umur 14
tahun.
2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan
Anak ini adalah anak yang kesehariannya
berada dijalanan untuk mencari nafkah demi bertahan
hidup akan tetapi anak ini bisa dikatakn lebih kreatif dari
kategori yang pertama karana anak ini cenderung lebih
mandiri.
Anak dalam kategori ini juga mempunyai
beberapa kriteria antara lain sebagai berikut:
a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.
b. 8-16 jam barada di jalanan.

23 BKSN, Anak Jalanan Di Indonesia: permasalahan Dan


Penanganannya. (Jakarta: Badan Kesejahteraan Sosial Nasional,
2000) hal 2-4
19
c. Mengontrak kamar mandi sendiri, bersama teman,
ikut orang tua / saudara, umumnya di daerah
kumuh.
d. Tidak lagi sekolah.
e. Pekerjaan: penjual Koran, pedagang asongan,
pencuci bus, pemulung, penyemir sepatu dll.
f. Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.
3. Anak Yang Rentan Menjadi Anak Jalanan
Anak ini adalah anak yang sering bergaul
dengan temannya yang hidup dijalanan sehingga anak
ini rentan untuk hidup dijalanan juga.
Anak dalam ketegori ini kriterianya adalah
sebagai berikut:
a. Bertemu teratur setiap hari/tinggal dan tidur dengan
keluarganya.
b. 4-5 jam kerja di jalanan.
c. Masih bersekolah.
d. Pekerjaan: penjual Koran, penyemir, pengamen, dll.
e. Usia rata-rata di bawah 14 tahun.
4. Anak Jalanan Berusia Di Atas 16 Tahun
Anak jalanan ini adalah anak yang sudah
beranjak dewasa yang kebanyakan mereka sudah
menemukan jati dirinya apakah itu positif atau negatif
dan criteria anak ini antara lain sebagai beriukut:
a. Tidak lagi berhubungan/berhubungan tidak teratur
dengan orang tuanya.
b. 8-24 jam berada di jalanan.
c. Tidur di jalan atau rumah orang tua.
d. Sudah tamat SD atau SLTP, namun tidak
bersekolah lagi.
e. Pekerjaan: calo, pencuci bus, menyemir dll.

20
Adapun kategori anak jalanan dapat di sesuaikan dengan
kondisi anak jalanan di masing-masing kota. Secara umum
kategori anak jalanan adalah sebagai berikut:
1. Anak Jalanan Yang Hidup Di Jalanan. Dengan cirinya
Sebagai Berikut:
a. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan
orang tuanya minimal setahun yang lalu.
b. Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan
menggelandang.
c. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang
tempat seperti di emperan toko, kolong jembatan,
taman, terminal, stasiun, dll.
d. Tidak bersekolah lagi.
2. Anak Jalanan Yang Bekerja Di Jalanan. Cirinya Adalah:
a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya,
yakni pulang secara periodik misalnya: seminggu
sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu. Mereka
umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di
jalanan.
b. Berada di jalanan sekitar 8-12 jam untuk bekerja,
sebagian mencapai 16 jam.
c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri
atau bersama teman, dengan orang
tua/saudaranya, atau di tempat kerjanya di jalan.
d. Tidak bersekolah lagi.
3. Anak Yang Rentan Menjadi Anak Jalanan, cirinya
adalah:
a. Setiap hari bertemu dengan orang tuanya ( teratur )
b. Berada di jalanan sekitar 4-6 jam untuk bekerja.
c. Tinggal dan tidur dengan orang tua/wali.
d. Masih bersekolah.

21
Lebih jelasnya lagi kategori dan karakteristik anak jalanan
di bedakan menjadi 4 macam:
1. Kelompok Anak Yang Hidup Dan Bekerja Di Jalanan.
Karakteristiknya:
a. Menghabiskan seluruh waktunya di jalanan.
b. Hidup dalam kelompok kecil atau perorangan.
c. Tidur di ruang-ruang/cekungan di perkotaan,
seperti: terminal, emper toko, kolong jembatan, dan
pertokoan.
d. Hubungan dengan orang tuanya biasanya sudah
putus.
e. Putus sekolah.
f. Bekerja sebagai: pemulung, ngamen, mengemis,
semir, kuli angkut barang.
g. Berpindah-pindah tempat.
2. Kelompok Anak Jalanan Yang Bekerja Di jalanan Dan
masih Pulang Ke Rumah Orang Tua mereka Setiap
Hari.
Karakteristiknya:
a. Hubungan dengan kedua orang tua masih ada
tetapi tidak harmonis.
b. Sebagian besar dari mereka telah putus sekolah
dan sisanya rawan untuk meninggalkan bangku
sekolah.
c. Rata-rata pulang setiap hari atau seminggu sekali
ke rumah.
d. Bekerja sebagai: pengemis, pengamen di
perempatan, kernet, asongan Koran dan ojek
payung.
3. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan
pulang ke desanya antara 1 hingga 2 bulan sekali.
Karakteristiknya:

22
a. Bekerja di jalanan sebagai: pedagang asongan,
menjual makanan keliling, kuli angkut barang.
b. Hidup berkelompok bersama dengan orang-orang
yang berasal dari satu daerah dengan cara
mengontrak rumah atau tinggal di sarana psarana
umum/tempat ibadah seperti masjid.
c. Pulang antara1 hingga 3 bulan sekali.
d. Ikut membiayai keluarga di desanya.
e. Putus sekolah.
4. Anak remaja jalanan bermasalah (ABG)
Karakteristiknya:
a. Menghabiskan sebagian waktunya di jalanan.
b. Sebagian sudah putus sekolah.
c. Terlibat masalah narkotika dan obat-obatan lainnya.
d. Sebagian dari mereka terlibat pergaulan seks
bebas, pada beberapa anak perempuan mengalami
kehamilan dan mereka rawan untuk terlibat
prostitusi.
e. Berasal dari keluarga yang tidak harmonis.
C. Model penanganan anak jalanan
Anak jalanan pada umumnya berusia 6 hingga 18 tahun.
Diantara mereka ada yang bekerja dan ada yang tidak, ada
yang mempunyai hubungan dengan keluarga dan ada yang
tidak sama sekali. Masing-masing mereka itu memiliki strategi
khusus untuk bertahan hidup. Anak jalanan itu mobilitasnya
tinggi, mereka sering berpindah. Mereka berada di ruas jalan,
seperti simpang jalan, halte, tempat parkir, terminal, stasiun,
dan tempat ramai lainya.
Anak jalanan pada umumnya berasal dari keluarga
yang tidak memiliki pengetahuan, keterampilan dan keahlian.
Pada umumnya orang tua anak jalanan berpendidikan rendah.
Sebagai akibat dari kesalahan keluarga dalam mendidik anak,

23
maka anak jalanan tidak jarang mengganggu ketentraman dan
keselamatan orang lain dan dirinya sendiri. Anak jalanan ada
yang putus komunikasi dengan keluarganya, ada yang
ditinggalkan oleh keluarganya, ada yang melarikan diri dari
keluarganya, dan ada pula yang orang tuanya meninggal dunia
atau di hukum.
Anak jalanan waktunya habis untuk bekerja, akibat
kelelahan sehingga sulit belajar dan akhirnya tinggal kelas atau
putus sekolah. Mereka yang putus sekolah kehilangan hak
belajarnya dan pada giliranya kehilangan kesempatan
pekerjaan yang layak. Anak jalanan yang tidur di tempat umum
sering mengalami pelecehan seksual dari lawan atau sesama
jenis kelamin. Mereka berpeluang melakukan tindakan negatif
seperti: mencopet, berjudi, mabuk, merokok, atau bergaul
dengan pelacur. Anak jalanan yang mengontrak kamar dengan
sesama anak jalanan, biasanya mereka merasa bebas untuk
melakukan apa saja dan cuek kepada tetangga. Makin lama
anak berada di jalanan dalam menginternalisasi nilai-nilai
jalanan, yaitu siapa saja yang kuat dialah yang menang. Anak
jalanan yang tidak berkelompok mendapatkan penganiayaan.
Begitupun yang berkelompok diperbudak oleh yang kuat.
Departemen Sosial menjelaskan bahwa penanganan
anak jalanan dilakukan dengan metode dan teknik pemberian
pelayanan yang meliputi : 24
1. Street based Street based
Merupakan pendekatan di jalanan untuk
menjangkau dan mendampingi anak di jalanan.
Tujuannya yaitu mengenal, mendampingi anak,
mempertahankan relasi dan komunikasi, dari

24 Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak


Jalanan, (Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005), hal
32
24
melakukan kegiatan seperti: konseling, diskusi,
permainan, literacy dan lain-lain. Pendampingan di
jalanan terus dilakukan untuk memantau anak binaan
dan mengenal anak jalanan yang baru. Street based
berorientasi pada menangkal pengaruh-pengaruh
negatif dan membekali mereka nilai-nilai dan wawasan
positif.
2. Community based Community
Based adalah pendekatan yang melibatkan
keluarga dan masyarakat tempat tinggal anak jalanan.
Pemberdayaan keluarga dan sosialisasi masyarakat,
dilaksanakan dengan pendekatan ini yang bertujuan
mencegah anak turun ke jalanan dan mendorong
penyediaan sarana pemenuhan kebutuhan anak.
Community based mengarah pada upaya
membangkitkan kesadaran, tanggung jawab dan
partisipasi anggota keluarga dan masyarakat dalam
mengatasi anak jalanan.
3. Bimbingan sosial
Metode bimbingan sosial untuk membentuk
kembali sikap dan perilaku anak jalanan sesuai
dengan norma, melalui penjelasan dan pembentukan
kembali nilai bagi anak, melalui bimbingan sikap dan
perilaku sehari-hari dan bimbingan kasus untuk
mengatasi masalah kritis.
4. Pemberdayaan
Metode pemberdayaan dilakukan untuk
meningkatkan kapasitas anak jalanan dalam
memenuhi kebutuhannya sendiri. Kegiatannya berupa
pendidikan, keterampilan, pemberian modal, alih kerja
dan sebagainya.
5. Bimbingan agama

25
Kegiatan bimbingan Islam juga terdapat metode
yang di gunakan dalam melakukan bimbingan. Metode
bimbingan Islam, digunakan teori yang ditulis oleh
Faqih (Faqih, 2001: 35) dimana dia mengemukakan
bahwa dalam prakteknya, bimbingan agama dapat
menggunakan dua metode yaitu sebagai berikut:
a. Metode Langsung
Metode ini antara pembimbing dan terbimbing
bertemu muka (face to face) secara langsung.
Metode ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Metode individual, dimana pembimbing
melakukan komunikasi langsung secara
individual dengan pihak yang dibimbing,
dengan menggunakan Teknik percakapan
pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog
langsung tatap muka dengan pihak yang
dibimbing, kunjungan ke rumah (home visit),
merupakan metode bimbingan dengan cara
pembimbing mengadakan dialog dengan pihak
yang dibimbing, tetapi dilaksanakan di rumah
pihak yang dibimbing sekaligus untuk
mengamati keadaan rumah dan lingkungan
yang dibimbing. Teknik terakhir adalah
kunjungan dan observasi kerja, dalam hal ini
pembimbing melakukan percakapan individual
sekaligus mengamati kerja yang dibimbing dan
lingkungannya (Mubasyarah, 2014: 123).
2) Metode Kelompok, pembimbing melakukan
komunikasi langsung dengan pihak yang
dibimbing. Bimbingan pada metode ini
dilakukan dengan berbagai tekni, teknik yang
pertama yaitu diskusi kelompok yang

26
merupakan metode bimbingan dimana
pembimbing melaksanakan bimbingan dengan
cara mengadakan diskusi dengan kelompok
yang memiliki masalah yang sama. Teknik
yang kedua dengan cara karyawisata yakni
bimbingan kelompok yang dilakukan secara
langsung dengan menggunakan tempat wisata
sebagai medianya dan sosiodrama, sebagai
Teknik bimbingan yang dilakukan dengan cara
bermain peran untuk memecahkan atau
mencegah timbulnya masalah. Teknik yang
ketiga yaitu Teknik group teaching, yakni
pemberian bimbingan dengan memberikan
materi bimbingan tertentu (ceramah) kepada
kelompok yang telah disiapkan. Teknik yang
dipakai oleh Lembaga Seroja yaitu Teknik
group teaching, dimana Lembaga memberikan
ceramah melalui kegiatan pengajian setiap
sebulan sekali.
b. Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung adalah metode
bimbingan yang dilakukan melalui media. Hal ini
diapat dilakukan secara individual maupun
kelompok, antara lain : Pertama, metode
individual yang dilakukan melalui surat menyurat,
melalui telefon. Kedua, metode kelompok atau
massa, misalnya melalui papan bimbingan,
melalui surat kabar atau bimbingan, melalui
brosur, melalui radio, melalui televisi, sementara
itu menurut Sutoyo (2013: 213-215) model
bimbingan agama merupakan model bimbingan
yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits,

27
sehingga langkah-langkah yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut:
1) Meyakinkan individu tentang posisi manusia
sebagai mahkluk ciptaan Allah, sehingga
terdapat ketentuan Allah (sunatullah) yang
berlaku bagi semua manusia, tentang
kepatuhan menusia kepada Allah, tujuan
diciptakannya manusia adalah agar
melaksanakan amanahNya, iman dan taat,
serta agar manusia benar-benar beriman
supaya selamat dunia dan akhirat.
2) Tugas pembimbing hanya membantu, individu
sendiri yang harus berupaya sekuat tenaga dan
kemampuannya untuk hidup sesuai tuntutan
agama.
3) Mendorong dan membantu individu memahami
dan mengamalkan ajaran agama secara benar.
4) Mendorong dan membantu individu memahami
dan mengamalkan iman, Islam dan ihsan.

28
Daftar Pustaka

Abi Ja’far Muhammad Ibn Jarir Al Thobari, Jamiul Bayan An


Ta’wili Ayatil Qur’an (Badar Hajar, tt), Juz.V, hlm. 281

Abu huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung: Nuansa,


2006), hal 80

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana


Prenamedia Group, 2014), Cet. Ke-II, hlm. 20

Ahmad Ibn Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi ‘ala


Auhar al-Tauhid, hlm. 62

Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan dan


Konseling Islam, 2009 hlm. 9.

Bagong suyanto dan Hariadi Sri Sanituti, Krisis dan child abuse
kajian sosiologi tentang kasus pelanggaran hak anak dan anak-
anak yang membutuhkan perlindungan khusus (Surabaya:
Airlangga university press, 1999), hal 41-42

BKSN, Anak Jalanan Di Indonesia: permasalahan Dan


Penanganannya. (Jakarta: Badan Kesejahteraan Sosial
Nasional, 2000) hal 2-4

Chabib Thoha, Pendidikan Islam (Pustaka Pelajar, Yogyakarta,


1996), hlm. 97.

Dedi Supriadi, Profesi Konseling dan Keguruan, Bandung : PPs


IKIP Bandung, 2004), hlm. 207

Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak


Jalanan, (Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia,
2005), hal 20

29
Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak
Jalanan, (Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia,
2005), hal 32
Derektorat tenaga kependidikan nasional, Bimbingan dan
Konseling Di Sekolah, (Jakarta: Direktorat Tenaga
Kependidikan, 2008), hlm. 6

Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, Pedoman Penanganan Anak


Jalana, (Surabaya: Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, 2001),
hal,7.

Irwanto dkk, Pekerja Anak Di Tiga Kota Besar: Jakarta,


Surabaya, Medan. (Jakarta : Unika Atma Jaya Dan Unicef,
1995) hal 22

Latipun, Psikologi Konseling, Cet. 4 (Malang: UMM Press,


2003), hlm. 4

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses


Pendidikan (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.
235.

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan


Konseling (Jakarta: RinekaCipta, 1999). hlm. 99.

Rahman Natawidjaja, Pendekatan-pendekatan dalam


Penyuluhan Kelompok (Bandung: Syamil cipta Media, 1987),
hlm. 24.

Romlah, Psikologi Pendidikan Kajian Teoritis dan Aplikatif,


(Malang: UMM Press. 2004), hal 28

Surbakti dkk, Eds, Prosiding Loka karya Persiapan Survei Anak


Rawan. Studi Rintisan Di Kota Bandung, (Jakarta: Kerja Sama
BPS Dan UNICEF. 1997) hal 33

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan


Konseling (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 10.
30
Tarmizi. (2018). BIMBINGAN KONSELING ISLAMI. Medan,
Perdana Publishing. 15

Wiwin Yulianingsih,, Pembinaan Anak Jalanan di Luar Sistem


Persekolahan: Studi Kasus Antusiasme Anak Jalanan
Mengikuti Progam Pendidikan Luar Sekolah di Sanggar Alang-
alang Surabaya, (Surabaya: Tesis, 2005), hal 17

Zulfadli, Pemberdayaan Anak Jalanan dan Orangtuanya


Melalui Rumah Singgah (Studi Kasus Rumah Singgah Amar
Makruf I Kelurahan Pasar Pandan Air Mati Kecamatan Tanjung
Harapan Kota Solok Propinsi Sumatra Barat). Tesis. (Bogor:
Institut Pertanian, 2004)

31
32

Anda mungkin juga menyukai