PROFESI BK
Dosen Pengampu:
Jayadi, S.Pd., M.Si
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, kami bisa menyelesaikan makalah Profesi BK yang berjudul”Keterlibatan Nilai-Nilai
Pribadi Konselor dan Klien dalam Melakukan Bimbingan dan Konseling” pada waktu yang
tepat.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pengampu pada mata kuliah Profesi BK. Secara garis besar, makalah ini berisi tentang hal yang
berhubungan dengan nilai-nilai pribadi konselor dan klien dalam bimbingan dan koseling yang
dapat bermanfaat untuk pembaca dan juga penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Jayadi, S.Pd., M.Si., selaku dosen
pengampu mata kuliah Profesi BK yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami pelajari.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Sampit,9 April 2023
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ...................................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan masalah....................................................................................
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................
A. Konsep Nilai............................................................................................
B. Nilai-Nilai Pribadi Konselor...................................................................
C. Nilai-Nilai Pribadi Klien.........................................................................
D. Kesadaran Konselor Terhadap Nilai Pribadi Diri Sendiri dan Klien .....
E. Keterampilan Merefleksikan Nilai-Nilai Pribadi Konselor ...................
BAB III PENUTUP...............................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling ada beberapa peraturan,
norma, dan nilai yang harus di penuhi oleh Konselor ataupun Klien. Hal-hal tersebut
membantu untuk menjamin kelancaran dan keberhasilan proses layanan Bimbingan
dan Konseling yang di lakukan oleh Konselor dan Klien. Jika, hal-hal tersebut maka
layanan Bimbingan dan Konseling yang di lakukan akan gagal.
Pada makalah ini, saya akan membahas mengenai nilai-nilai yang ada pada
Konselor dan Klien. Nilai yang di maksud dapat berarti suatu yang harus ada dan di
lakukan oleh Konselor dan Klien. Bisa pula berarti norma-norma yang harus di
lakukan dan di taati oleh Konselor dan Klien.Untuk lebih mengetahui mengenai nilai-
nilai yang harus ada pada Konselor dan Klien, oleh sebab itu saya akan membahasnya
di makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Konsep Nilai?
2. Apa Nilai-Nilai Pribadi Konselor?
3. Apa Nilai-Nilai Pribadi Klien?
4. Bagaimana Kesadaran Konselor Terhadap Nilai Pribadi Diri Sendiri dan Klien?
5. Bagaimana Keterampilan Merefleksikan Nilai-Nilai Pribadi Konselor?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dari nilai.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pribadi konselor.
3. Untuk mengetahui nilai -nilai pribadi klien.
4. Untuk mengetahui kesadaran konselor terhadap nilai pribadi diri sendiri dan klien.
5. Untuk mengetahui keterampilan merefleksikan nilai-nilai pribadi Konselor.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP NILAI
A. Pengertian Konsep dan Sistem Nilai
Istilah nilai merupakan sebuah istilah yang tidak mudah untuk diberikan batasan
secara pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah realitas yang abstrak
(Ambroisje dalam Kaswadi, 1993).
Menurut Rokeach dan Bank (Thoha, 1996) nilai adalah suatu tipe kepercayaan
yang berada dalam ruang lingkup system kepercayaan di mana seseorang bertindak atau
menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas
dikerjakan. Ini berarti hubungannya denga pemaknaan atau pemberian arti suatu objek.
Nilai juga dapat diartikan sebagai sebuah pikiran (idea) atau konsep mengenai apa
yang danggap penting bagi seseorang dalam kehdiupannya (Fraenkel dalam Thoha,
1996). Dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan
yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya,
atau menilai suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya.
Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidaklah sama luhur dan sama
tingginya. Nilai-nilai itu secara nyata ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah
dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai
dikelompokkan dalam 4 tingkatan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang lebih penting
bagi kehidupan, misalnya: kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum.
3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang sama sekali tidak
tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan, seperti misalnya kehidupan,
kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari suci dan tak
suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi dan nilai kebutuhan.
B. Konsep Nilai-Nilai Pribadi
Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat
membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh,
berkembang, sejahtera dan mandiri. Sifat dari hubungan konseling adalah menghargai
terbuka, fungsional untuk menggali aspek-aspek tersembunyi (emosional, ide, sumber-
sumber informasi dan pengalaman dan potensi secara umum). Sofyan S. Willis (2004)
menjelaskan sejumlah karakteristik dari hubungan konseling, yang dapat membedakan
antara hubungan konseling dengan relasi antarmanusia biasa seperti yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Karakteristik yang dimaksud, antara lain :
1. sifat bermakna.
Maknanya adalah bahwa hubungan konseling mengandung harapan bagi konseli dan
konselor, juga bertujuan, yaitu tercapainya perkembangan konseli.
2. bersifat efek.
Efek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap dan kecenderungan-kecenderungan yang
didorong oleh emosi. Efek hadir dalam hubungan konseling karena adanya keterbukaan
diri (self-disclosure) konseli, keterpikatan, keasyikan diri (self-absorbed) dan saling
sensitif satu sama lain.
3. integrasi pribadi.
Integritas pribadi menyangkut sikap yang genuine” dari kedua belah pihak (konseli dan
konselor), yaitu sikap yang menunjukkan ketulusan, tanpa kepura-puraan, menampilkan
keaslian diri, membuang kesombongan, arogansi dan kebohongan. Adanya ketulusan,
kejujuran keutuhan dan keterbukaan.
4. persetujuan bersama.
Hubungan konseling terjadi atas persetujuan bersama,adanya komitmen bersama, bukan
sebuah paksaan.
5. kebutuhan.
Hubungan konseling yang terjadi didasarkan atas faktor kebutuhan,yaitu kebutuhan
konseli dalam hubungannya dengan persoalan yang tengah dihadapi. Maka hubungan
konseling selalu bercorak pemecahan masalah ( problem solving).
6. perubahan.
Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif yang terjadi pada diri konseli.
Misalnya kemampuan konseli dalam mengatasi masalah,mampu melakukan penyesuaian
diri, mampu mengembangkan diri secara optimal.
Kualitas pribadi terkait erat dengan perilaku profesional. Perilaku profesional paling tidak
merefleksikan tiga hal, yaitu ;
a. Pertama, perilaku tidak hanya dibatasi pada setting konseling, tetapi situasi apa saja
ketika konselor menampilkan perilakunya.
b. Kedua, yang dibicarakan adalah konteks yang seharusnya bukan sesuatu yang secara
nyata ditampilkan oleh konselor,
c. Ketiga, siapapun yang mengklain sebagai konselor harus tunduk pada kode etik
konselor. Konselor profesional senantiasa terbentuk secara ekologis dengan
berpegang teguh pada norma-norma dan nilai-nilai (spiritual, sosial). Perilaku
profesional dilandasai oleh keyakinan dan values yang berpengaruh pada integritas
kepribadian konselor
Beberapa penelitian pakar konseling menemukan bahwa keefektifan konselor banyak ditentukan
oleh kualitas pribadinya. Secara umum, berangkat dari hasil penelitian tersebut, khususnya untuk
konteks Indonesia, beberapa karakteristik kepribadian yang perlu dimiliki seorang konselor
adalah sebagai berikut:
1. beriman dan bertakwa
2. menyenangi manusia
3. komunikator yang terampil
4. pendengar yang baik
5. memiliki ilmu yang luas, terutama tentang wawasan tentang manusia dan sosial-
budaya
6. menjadi narasumber yang kompeten
7. fleksibel, tenang, dan sabar
8. menguasai keterampilan atau teknik
9. memiliki intuisi
10. memahami etika profesi
11. respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai
12. empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat
13. fasilitator dan motivator
14. emosi stabil; pikiran jernih, cepat, dan mampu
15. Objektif, rasioanl, logis, dan konkrit
16. konsisten dan tanggung jawab.
17. Ketulusan seorang konselor
18. Mampu menjaga rahasia
Dalam konseling individual dan kelompok, Blocher (1966) menuliskan lima hubungan
konselor dengan klien, yang menekankan bahwa ;
a. Klien bukan orang yang sakit mental tetapi merupakan individu yang memiliki
kapabilitas dalam merencanakan tujuan, membuat keputusan dan responsif dalam
perilaku,
b. Konseling adalah memperhatikan masa sekarang dan masa yang akan datang,
c. Partner konselor adalah guru yang bekerja sama dengan klien dalam mencapai
tujuannya,
d. Konselor tidak memberi nilai, dan
e. Tujuan konseling adalah tujuan perilaku. Konseling diilustrasikan dalam empat
pendekatan, yaitu ;
1) Menciptakan hubungan, konselor terbebas dari prasangka-prasangka terhadap
klien (unconditional positive regard) dengan memperhatikan aspek equality, equity,
dan shared responsibility, namun yang lebih penting adalah pemahaman secara
menyeluruh terhadap individu yang unik,
2) Eksplorasi konselor yang memakai kemampuan bahasa, teknik dan strategi
melakukan eksplorasi pada kliennya,
3) Talking action,
4) Ending relationship.
Konselor jangan langsung percaya dengan omongan orang lain mengania klien, harus
diobservasi dulu
4. KESADARAN KONSELOR TERHADAP NILAI PRIBADI DIRI SENDIRI DAN
KLIEN
Geldard & Geldard (2001:12) menyatakan bahwa konseling yang efektif adalah
bergantung pada kualitas hubungan antara klien dengan konselor. Pentingnya kualitas
hubungan konselor dengan klien ditunjukkan melalui kemampuan konselor dalam kongruensi
(congruence), empati (empathy), perhatian secara positif tanpa syarat (unconditional positive
regard), dan menghargai (respect) kepada klien. Hal ini mengakui bahwa akan ada perbedaan
model dalam praktek konseling dan secara alami dipengaruhi pada pemilihan model yang
dilakukan oleh sebagian konselor.
Lebih lanjut David Geldard menambahkan bahwa pada dasarnya yang terbaik untuk
saat ini adalah konsep yang diajukan oleh Rogers dalam bukunya Client-Centered Therapy.
Artinya, pendekatan person centered therapy masih menjadi pendekatan yang efektif dipakai
dalam proses konseling. Salah satu pendekatan humanistik yang peka terhadap pengembangan
diri klien adalah konsep dari Pandangan Rogers bertujuan untuk memfungsikan
berkembangnya individu secara penuh. Pendekatan Rogerian dibangun berdasarkan orientasi
teoritis dan pengalaman-pengalaman klinisnya. Tiga karakteristik pokok tentang hipotetis
kepribadian terkait dengan implementasi konsep Rogerian adalah (Blocher, 1974:94):
a. Setiap individu akan terbuka dengan pengalaman-pengalamannya.
b. Individu hidup dalam kondisi sekarang, pengalaman hidupnya menjadikan sebuah proses
mengembangkan diri.
c. Individu memiliki kepercayaan terhadap dirinya sendiri.
Carl Rogers (Sukartini, 2010: 21) menjelaskan tiga kualitas utama konselor agar
konseling efektif yaitu:
a. Kongruensi Kongruen adalah suatu tingkah laku yang sesuai dengan citra diri sendiri,
konselor yang memiliki kualitas kongruen, adalah konselor dalam sikap dan perilakunya
menunjukkan keaslian, baik secara pribadi maupun professional. Konselor tidak berpura-
pura menutupi kekurangan dirinya.
b. Perhatian positif tanpa syarat pada konseli Kualitas kedua ini adalah dimana konselor
memberikan perhatian yang positif tanpa syarat. Konselor dapat menerima konseli
dengan segala kekurangan dankelebihannya, tanpa memberikan penilaian
(nonjudgmental). Artinya konselor tidak menilai, menghakimi, menyalahkan dan
menjelekkan tingkah laku konseli, walaupun tingkah laku itu tidak sesuai dengan aturan
masyarakat.
c. Empati Empati secara umum, sikap atau perasann seseorang terhadap penderitaan orang
lain, dalam bentuk realisasi, dan pengertian terhadap perasaan, kebutuhan dan
penderitaan pribadi lain.
d. Keaslian kepribadian konselor tersebut akan terfleksikan terhadap sikapnya dalam
bekerja seperti: ramah, hangat, terbuka, sensitive, mudah bergaul, memiliki emosi yang
stabil, sabar, dan berakhlak yang baik. Konseling sebagai profesi karakteristik lain yang
harus dikuasainya adalah terkait bidang pendidikan yang ditempuhnya, dankeahlian yang
dimiliki. Selanjutnya menguasai teori-teori dibidang konseling, yang dipelajari secara
formal, artinya melalui pendidikan dan pelatihan yang dilalu secara khusus.
Konselor yang baik, adalah konselor yang efektif, yang memahami dirinya serta konseli,
memahami proses konseling maksud dan tujuannya. Ada beberapa aspek yang perlu di miliki
oleh konselor, terutama yang berkaitan dengan aspek pribadi yang membuat dia cocok bekerja
sebagai konselor. Adapun di antara aspek-aspek tersebut adalah:
a. Keingin tahuan dan kepedulian terhadap manusia
b. Mampu mendengarkan suka duka orang lain
c. Dapat menikmati percakapan yang berlangsung
d. Kemampuan berempati pada orang lain
e. Mampu menata emosi diri
f. Mampu mengintrospeksi diri
g. Mampu mendahulukan kepentingan orang lain
h. Mampu mempertahankan keakraban dengan orang lain
i. Mampu menjaga jarak tertentu
j. Mampu melihat kualitas pahit manis dari peristiwa kehidupan dan sisi humor di dalamnya
(Samuel T. Gladding, 2012: 40)
Konselor yang efektif mampu mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan ilmiah
ke dalam kehidupan mereka, agar mereka mampu mencapai keseimbangan interpersonaldan
kompetensi teknis. Kualitas kepribadian yang lain perlu juga dikembangka oleh konselor, agar
dia lebih mapan dalam profesinya. Aspek-aspek tersebut adalah sebagaimana dikemukakan
Commier & Cornier (Gladding, 2012) sebagai berikut:
a. Kompetensi intelektual, kemampuan untuk belajar dan berfikir cepat dan kreatif
b. Memiliki energy, ketahanan fisik dan psikis
c. Keluasan, kemampuan beradaptasi dengan klien
d. Dukungan, kemampuan mendorong konsili mengambil keputusna yang efektif
e. Niat baik, niat untuk membantu konseli untuk mendirikan mereka
f. Kesadaran diri, memahami diri sendiri sikap, perasaan, perilaku, dan nilai dan faktor lain
yang saling mempengaruhi.
DAFTAR PUSTAKA
Haolah, S., Atus, A., & Irmayanti, R. (2018). Pentingnya kualitas pribadi konselor dalam
pelaksanaan konseling individual. FOKUS (Kajian Bimbingan & Konseling dalam
Pendidikan), 1(6), 215-226.
Putri, A. (2016). Pentingnya kualitas pribadi konselor dalam konseling untuk membangun
hubungan antar konselor dan konseli. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 1(1),
10-
13.
Sauri, H. S. (2019). Pengertian Nilai. Diakses Melalui file. upi. edu, Pada.