Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KETERLIBATAN NILAI-NILAI PRIBADI KONSELOR DAN KLIEN

DALAM MELAKUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

PROFESI BK

Dosen Pengampu:
Jayadi, S.Pd., M.Si

Khilda Nur Fauziah 2186201001

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)


MUHAMMADIYAH SAMPIT
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, kami bisa menyelesaikan makalah Profesi BK yang berjudul”Keterlibatan Nilai-Nilai
Pribadi Konselor dan Klien dalam Melakukan Bimbingan dan Konseling” pada waktu yang
tepat.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pengampu pada mata kuliah Profesi BK. Secara garis besar, makalah ini berisi tentang hal yang
berhubungan dengan nilai-nilai pribadi konselor dan klien dalam bimbingan dan koseling yang
dapat bermanfaat untuk pembaca dan juga penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Jayadi, S.Pd., M.Si., selaku dosen
pengampu mata kuliah Profesi BK yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami pelajari.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Sampit,9 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL ...................................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan masalah....................................................................................
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................
A. Konsep Nilai............................................................................................
B. Nilai-Nilai Pribadi Konselor...................................................................
C. Nilai-Nilai Pribadi Klien.........................................................................
D. Kesadaran Konselor Terhadap Nilai Pribadi Diri Sendiri dan Klien .....
E. Keterampilan Merefleksikan Nilai-Nilai Pribadi Konselor ...................
BAB III PENUTUP...............................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling ada beberapa peraturan,
norma, dan nilai yang harus di penuhi oleh Konselor ataupun Klien. Hal-hal tersebut
membantu untuk menjamin kelancaran dan keberhasilan proses layanan Bimbingan
dan Konseling yang di lakukan oleh Konselor dan Klien. Jika, hal-hal tersebut maka
layanan Bimbingan dan Konseling yang di lakukan akan gagal.
Pada makalah ini, saya akan membahas mengenai nilai-nilai yang ada pada
Konselor dan Klien. Nilai yang di maksud dapat berarti suatu yang harus ada dan di
lakukan oleh Konselor dan Klien. Bisa pula berarti norma-norma yang harus di
lakukan dan di taati oleh Konselor dan Klien.Untuk lebih mengetahui mengenai nilai-
nilai yang harus ada pada Konselor dan Klien, oleh sebab itu saya akan membahasnya
di makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Konsep Nilai?
2. Apa Nilai-Nilai Pribadi Konselor?
3. Apa Nilai-Nilai Pribadi Klien?
4. Bagaimana Kesadaran Konselor Terhadap Nilai Pribadi Diri Sendiri dan Klien?
5. Bagaimana Keterampilan Merefleksikan Nilai-Nilai Pribadi Konselor?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dari nilai.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pribadi konselor.
3. Untuk mengetahui nilai -nilai pribadi klien.
4. Untuk mengetahui kesadaran konselor terhadap nilai pribadi diri sendiri dan klien.
5. Untuk mengetahui keterampilan merefleksikan nilai-nilai pribadi Konselor.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP NILAI
A. Pengertian Konsep dan Sistem Nilai
Istilah nilai merupakan sebuah istilah yang tidak mudah untuk diberikan batasan
secara pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah realitas yang abstrak
(Ambroisje dalam Kaswadi, 1993).
Menurut Rokeach dan Bank (Thoha, 1996) nilai adalah suatu tipe kepercayaan
yang berada dalam ruang lingkup system kepercayaan di mana seseorang bertindak atau
menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas
dikerjakan. Ini berarti hubungannya denga pemaknaan atau pemberian arti suatu objek.
Nilai juga dapat diartikan sebagai sebuah pikiran (idea) atau konsep mengenai apa
yang danggap penting bagi seseorang dalam kehdiupannya (Fraenkel dalam Thoha,
1996). Dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan
yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya,
atau menilai suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya.
Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidaklah sama luhur dan sama
tingginya. Nilai-nilai itu secara nyata ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah
dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai
dikelompokkan dalam 4 tingkatan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang lebih penting
bagi kehidupan, misalnya: kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum.
3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang sama sekali tidak
tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan, seperti misalnya kehidupan,
kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari suci dan tak
suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi dan nilai kebutuhan.
B. Konsep Nilai-Nilai Pribadi
Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat
membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh,
berkembang, sejahtera dan mandiri. Sifat dari hubungan konseling adalah menghargai
terbuka, fungsional untuk menggali aspek-aspek tersembunyi (emosional, ide, sumber-
sumber informasi dan pengalaman dan potensi secara umum). Sofyan S. Willis (2004)
menjelaskan sejumlah karakteristik dari hubungan konseling, yang dapat membedakan
antara hubungan konseling dengan relasi antarmanusia biasa seperti yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Karakteristik yang dimaksud, antara lain :
1. sifat bermakna.
Maknanya adalah bahwa hubungan konseling mengandung harapan bagi konseli dan
konselor, juga bertujuan, yaitu tercapainya perkembangan konseli.
2. bersifat efek.
Efek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap dan kecenderungan-kecenderungan yang
didorong oleh emosi. Efek hadir dalam hubungan konseling karena adanya keterbukaan
diri (self-disclosure) konseli, keterpikatan, keasyikan diri (self-absorbed) dan saling
sensitif satu sama lain.
3. integrasi pribadi.
Integritas pribadi menyangkut sikap yang genuine” dari kedua belah pihak (konseli dan
konselor), yaitu sikap yang menunjukkan ketulusan, tanpa kepura-puraan, menampilkan
keaslian diri, membuang kesombongan, arogansi dan kebohongan. Adanya ketulusan,
kejujuran keutuhan dan keterbukaan.
4. persetujuan bersama.
Hubungan konseling terjadi atas persetujuan bersama,adanya komitmen bersama, bukan
sebuah paksaan.
5. kebutuhan.
Hubungan konseling yang terjadi didasarkan atas faktor kebutuhan,yaitu kebutuhan
konseli dalam hubungannya dengan persoalan yang tengah dihadapi. Maka hubungan
konseling selalu bercorak pemecahan masalah ( problem solving).

6. perubahan.
Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif yang terjadi pada diri konseli.
Misalnya kemampuan konseli dalam mengatasi masalah,mampu melakukan penyesuaian
diri, mampu mengembangkan diri secara optimal.

2.1 Konsep Nilai-Nilai Pribadi.


Nilai – nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan
terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap / prilaku seseorang.
Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah tentang nilai – nilai yang dianggap penting
dan sering diartikan sebagai perilaku personal. Nilai merupakan milik setiap pribadi yang
mengatur langkah – langkah yang seharusnya dilakukan karena merupakan cetusan dari
hati nurani yang dalam dan di peroleh seseorang sejak kecil. Nilai dipengaruhi oleh
lingkungan dan pendidikan, yang dewasa ini mendapat perhatian khusus.Klasifikasi nilai-
nilai adalah suatu proses dimana seorang dapat menggunakannya untuk mengidentifikasi
nilai- nilai mereka sendiri.
Sedangkan Fraenkel menyebutkan nilai sebagai standar penuntutan prilaku
seseorang dalam menentukan apa yang indah, efisien, dan berhargatidaknya sesuatu.
Misalnya bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah dan susila dalam contoh merupakan
sifat atau kualitas yang melekat pada bunga serta perbuatan. Secara garis besar nilai
pribadi dibagi kedalam dua kelompok yaitu nilai-nilai nurani (values of being) dan nilai-
nilai member (values of giving). Nilai-nilai nurani adalah nila yang ada dalam diri
manusia kemudian berkembang menjadi prilaku serta cara kita memperlakukan orang
lain. Yang termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta damai,
kendala diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian. Nilai-nilai member
adalah nilai yang perlu dipraktikan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak
yang diberikan. Yang termasuk dalam kelompok nilai-nilai member adalah setia, dapat
dipercaya, hormat, 4 cinta, kasih, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil,dan murah hati.
Notonegoro membagi nilai menjadi tiga seperti berikut :
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas, termasuk didalamnya adalah nilai ekonomis.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani. Nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam, yaitu sebagai berikut :
a. Nilai kebenaran dan nilai logis, yang bersumber pada akal (rasio, budi dan cipta)
manusia.
b. Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan manusia.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak (karsa) manusia.
d. Nilai religius atau nilai keagamaan, yaitu merupakan nilai kerohanian tertinggi dan
mutlak.Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1997), fungsinya adalah: -
Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam lingkungan sosial. . -
Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain. - Melakukan evaluasi dan membuat
keputusan. - Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang
lain,memberitahu individu akan keyakinan,
2). Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan
pengambilan keputusan (Feather, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1997).
3). Fungsi motivasional Nilai Sebagai Keyakinan (Belief) (Rokeach, 1973;
Schwartz, 1997; Feather, 1994) merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau
proskriptif, yaitu beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak
diinginkan. Rokeach (1973) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach,
bukan hanya pemahaman dalam suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk
bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut.
Rokeach (1973) dikatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif, afektif dan
tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut:
 Nilai meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan,
opini dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan.
 Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap
apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok
terhadap apa yang diinginkan itu.
 Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang
berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan. Sikap (attitude) adalah
keyakinan yang menempati posisi periferal/tepi atau paling rendah. Sikap merupakan
suatu organisasi dari keyakinan-keyakinan sehari-hari tentang obyek atau situasi.
Perubahan sikap hanya memiliki pengaruh yang terbatas pada tingkah laku.
 Sumber-sumber Nilai Pribadi
Secara garis besar sumber nilai seseorang bersumber dari spiritual seseorang,
personal,dan sosial.
a.Spiritual Sumber nilai yang pertama adalah spiritual atau religious (Fry &
Johnstone, 2002). Keyakinan yang dianut seseorang memiliki nilai-nilai yang berasal dari
kepercayaan yang dianutnya. Bagi seseorang yang tidak memiliki kepercayaan,mereka
tidak mempercayai adanya Tuhan.
b.Personal Sumber nilai yang kedua adalah dari diri seseorang. Nilai yang telah
diterima seseorang diinternalisasikan dan menjadi dasar tingkah lakunya. Nilai-nilai
personal adalah hasil observasi terhadap tingkah laku dan sikap orang tua atau keluarga
dan interaksi dengan budayanya, agama, dan lingkungan social. Nilai personal ini
merefleksikan pengalaman dan intelegensi seseorang. Nilai personal ini diinternalisasikan
secara sebagian maupun keseluruhan dan dibutuhkan oleh individu itu sendiri.
c.Sosial Sumber nilai yang terakhir adalah sosial. Individu memperoleh nilai-nilai
ini dari orang tua, teman, dan lingkunagna social lainnya seperti profesinya. Biasanya
nialai social merupakan hasil kesepakatan antara kelompok tertentu. Nilai-nilai social
meliputi nilai sopan santun, nilai kesusilaan, nilai pancasila (ideology), dan nilai budaya
yang bersumber dari budaya (Fry & Johnstone, 2002).

1. NILAI-NILAI PRIBADI KONSELOR


Cavanagh (1982) merekomendasikan 12 kualitas pribadi seorang konselor, yaitu ;
a. Pemahaman tentang diri sendiri; karakteristik yang ditunjukkan adalah menyadari
kebutuhannya, menyadari perasaannya, menyadari faktor yang membuat kecemasan
dalam konseling dan cara yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan, dan
menyadari akan kelebihan dan kekurangan diri.
b. Kompetensi, upaya mendapatkan kualitas secara fisik, intelektual, emosional, sosial
dan kualitas moral yang harus dimiliki oleh konselor.
c. Keadaan psikologis konselor yang baik, konselor yang memiliki kesehatan psikologis
yang baik memiliki karakteristik, mencapai kepuasan akan kebutuhannya, proses
konseling tidak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan pengalaman pribadi di
luar proses konseling yang tidak memilliki implikasi penting dalam konseling.
d. Dapat dipercaya, konselor dituntut untuk konsisten dalam ucapan dan perbuatan,
memakai ungkapan verbal dan nonverbal untuk menyatakan jaminan kerahasiaan,
tidak pernah membuat seseorang menyesal telah membuka rahasianya.
e. Kejujuran, konseor bersifat terbuka, otentik dan penuh keihklasan.
f. Memiliki kekuatan untuk mengayomi klien, kemampuan untuk membuat klien
merasa aman yang ditunjukkan dalam hal memiliki batasan yang beralasan dalam
berpikir, dapat mengatakan sesuatu yang sulit dan membuat keputusan yang tidak
populer, fleksibel dan menjaga jarak dengan klien (tidak terbawa emosi klien).
g. Kehangatan, merupakan komunikasi yang sering dilakukan secara nonverbal, dengan
tujuan untuk mencairkan kebekuan suasana, berbagi pengalaman emosional dan
memungkinkan klien menjadi peduli pada dirinya sendiri.
h. Pendengar yang aktif, ditunjukkan dengan sikap dapat berkomunikasi dengan orang
di luar kalangannya sendiri, memberikan perlakukan kepada klien dengan cara yang
dapat memunculkan respons yang berarti, dan berbagi tanggung jawab secara
seimbang dengan klien.
i. Kesabaran, sikap sabar ditunjukkan dengan kemampuan konselor untuk bertoleransi
pada keadaan yang ambigu, mampu berdampingan secara psikologis dengan klien,
tidak merasa boros waktu, dan dapat menunda pertanyaan yang akan disampaikan
pada sesi berikutnya.
j. Kepekaan, memiliki sensitivitas terhadap reaksi dirinya sendiri dalam proses
konseling, dapat mengajukan pertanyaan yang “mengancam” klien secara arif dan
peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam dirinya.
k. Kebebasan, sikap konselor yang mampu membedakan antara manipulasi dan edukasi
serta pemahaman perbedaan nilai kebebasan dan menghargai perbedaan.
l. Kesadaran menyeluruh, memiliki pandangan secara menyeluruh dalam hal
menyadari dimensi kepribadian dan kompleksitas keterkaitannya, terbuka terhadap
teori-teori perilaku.

Kualitas pribadi terkait erat dengan perilaku profesional. Perilaku profesional paling tidak
merefleksikan tiga hal, yaitu ;
a. Pertama, perilaku tidak hanya dibatasi pada setting konseling, tetapi situasi apa saja
ketika konselor menampilkan perilakunya.
b. Kedua, yang dibicarakan adalah konteks yang seharusnya bukan sesuatu yang secara
nyata ditampilkan oleh konselor,
c. Ketiga, siapapun yang mengklain sebagai konselor harus tunduk pada kode etik
konselor. Konselor profesional senantiasa terbentuk secara ekologis dengan
berpegang teguh pada norma-norma dan nilai-nilai (spiritual, sosial). Perilaku
profesional dilandasai oleh keyakinan dan values yang berpengaruh pada integritas
kepribadian konselor
Beberapa penelitian pakar konseling menemukan bahwa keefektifan konselor banyak ditentukan
oleh kualitas pribadinya. Secara umum, berangkat dari hasil penelitian tersebut, khususnya untuk
konteks Indonesia, beberapa karakteristik kepribadian yang perlu dimiliki seorang konselor
adalah sebagai berikut:
1. beriman dan bertakwa
2. menyenangi manusia
3. komunikator yang terampil
4. pendengar yang baik
5. memiliki ilmu yang luas, terutama tentang wawasan tentang manusia dan sosial-
budaya
6. menjadi narasumber yang kompeten
7. fleksibel, tenang, dan sabar
8. menguasai keterampilan atau teknik
9. memiliki intuisi
10. memahami etika profesi
11. respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai
12. empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat
13. fasilitator dan motivator
14. emosi stabil; pikiran jernih, cepat, dan mampu
15. Objektif, rasioanl, logis, dan konkrit
16. konsisten dan tanggung jawab.
17. Ketulusan seorang konselor
18. Mampu menjaga rahasia

2. NILAI-NILAI PRIBADI KONSELI


Nilai pribadi konseli antara lain :
1. Memiliki Komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan YME
2. Saling menghormati dan menghargai sesama manusia
3. Faham tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif, baik itu hal yang
menyenangkan ataupun hal yang menyedihkan. Kemudian mampu meresponnya dengan
positif
4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik
yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan baik fisik maupun psikis
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang
6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara baik
7. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen
terhadap tugas kewajiban
8. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan
dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan atau silaturahim dengan sesama
manusia
9. Memiliki kemampuan dlm menyelesaikan konflik(masalah) baik bersifat internal
maupun eksternal
10. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif

Dalam konseling individual dan kelompok, Blocher (1966) menuliskan lima hubungan
konselor dengan klien, yang menekankan bahwa ;
a. Klien bukan orang yang sakit mental tetapi merupakan individu yang memiliki
kapabilitas dalam merencanakan tujuan, membuat keputusan dan responsif dalam
perilaku,
b. Konseling adalah memperhatikan masa sekarang dan masa yang akan datang,
c. Partner konselor adalah guru yang bekerja sama dengan klien dalam mencapai
tujuannya,
d. Konselor tidak memberi nilai, dan
e. Tujuan konseling adalah tujuan perilaku. Konseling diilustrasikan dalam empat
pendekatan, yaitu ;
1) Menciptakan hubungan, konselor terbebas dari prasangka-prasangka terhadap
klien (unconditional positive regard) dengan memperhatikan aspek equality, equity,
dan shared responsibility, namun yang lebih penting adalah pemahaman secara
menyeluruh terhadap individu yang unik,
2) Eksplorasi konselor yang memakai kemampuan bahasa, teknik dan strategi
melakukan eksplorasi pada kliennya,
3) Talking action,
4) Ending relationship.
Konselor jangan langsung percaya dengan omongan orang lain mengania klien, harus
diobservasi dulu
4. KESADARAN KONSELOR TERHADAP NILAI PRIBADI DIRI SENDIRI DAN
KLIEN
Geldard & Geldard (2001:12) menyatakan bahwa konseling yang efektif adalah
bergantung pada kualitas hubungan antara klien dengan konselor. Pentingnya kualitas
hubungan konselor dengan klien ditunjukkan melalui kemampuan konselor dalam kongruensi
(congruence), empati (empathy), perhatian secara positif tanpa syarat (unconditional positive
regard), dan menghargai (respect) kepada klien. Hal ini mengakui bahwa akan ada perbedaan
model dalam praktek konseling dan secara alami dipengaruhi pada pemilihan model yang
dilakukan oleh sebagian konselor.
Lebih lanjut David Geldard menambahkan bahwa pada dasarnya yang terbaik untuk
saat ini adalah konsep yang diajukan oleh Rogers dalam bukunya Client-Centered Therapy.
Artinya, pendekatan person centered therapy masih menjadi pendekatan yang efektif dipakai
dalam proses konseling. Salah satu pendekatan humanistik yang peka terhadap pengembangan
diri klien adalah konsep dari Pandangan Rogers bertujuan untuk memfungsikan
berkembangnya individu secara penuh. Pendekatan Rogerian dibangun berdasarkan orientasi
teoritis dan pengalaman-pengalaman klinisnya. Tiga karakteristik pokok tentang hipotetis
kepribadian terkait dengan implementasi konsep Rogerian adalah (Blocher, 1974:94):
a. Setiap individu akan terbuka dengan pengalaman-pengalamannya.
b. Individu hidup dalam kondisi sekarang, pengalaman hidupnya menjadikan sebuah proses
mengembangkan diri.
c. Individu memiliki kepercayaan terhadap dirinya sendiri.
Carl Rogers (Sukartini, 2010: 21) menjelaskan tiga kualitas utama konselor agar
konseling efektif yaitu:
a. Kongruensi Kongruen adalah suatu tingkah laku yang sesuai dengan citra diri sendiri,
konselor yang memiliki kualitas kongruen, adalah konselor dalam sikap dan perilakunya
menunjukkan keaslian, baik secara pribadi maupun professional. Konselor tidak berpura-
pura menutupi kekurangan dirinya.
b. Perhatian positif tanpa syarat pada konseli Kualitas kedua ini adalah dimana konselor
memberikan perhatian yang positif tanpa syarat. Konselor dapat menerima konseli
dengan segala kekurangan dankelebihannya, tanpa memberikan penilaian
(nonjudgmental). Artinya konselor tidak menilai, menghakimi, menyalahkan dan
menjelekkan tingkah laku konseli, walaupun tingkah laku itu tidak sesuai dengan aturan
masyarakat.
c. Empati Empati secara umum, sikap atau perasann seseorang terhadap penderitaan orang
lain, dalam bentuk realisasi, dan pengertian terhadap perasaan, kebutuhan dan
penderitaan pribadi lain.
d. Keaslian kepribadian konselor tersebut akan terfleksikan terhadap sikapnya dalam
bekerja seperti: ramah, hangat, terbuka, sensitive, mudah bergaul, memiliki emosi yang
stabil, sabar, dan berakhlak yang baik. Konseling sebagai profesi karakteristik lain yang
harus dikuasainya adalah terkait bidang pendidikan yang ditempuhnya, dankeahlian yang
dimiliki. Selanjutnya menguasai teori-teori dibidang konseling, yang dipelajari secara
formal, artinya melalui pendidikan dan pelatihan yang dilalu secara khusus.

Konselor yang baik, adalah konselor yang efektif, yang memahami dirinya serta konseli,
memahami proses konseling maksud dan tujuannya. Ada beberapa aspek yang perlu di miliki
oleh konselor, terutama yang berkaitan dengan aspek pribadi yang membuat dia cocok bekerja
sebagai konselor. Adapun di antara aspek-aspek tersebut adalah:
a. Keingin tahuan dan kepedulian terhadap manusia
b. Mampu mendengarkan suka duka orang lain
c. Dapat menikmati percakapan yang berlangsung
d. Kemampuan berempati pada orang lain
e. Mampu menata emosi diri
f. Mampu mengintrospeksi diri
g. Mampu mendahulukan kepentingan orang lain
h. Mampu mempertahankan keakraban dengan orang lain
i. Mampu menjaga jarak tertentu
j. Mampu melihat kualitas pahit manis dari peristiwa kehidupan dan sisi humor di dalamnya
(Samuel T. Gladding, 2012: 40)
Konselor yang efektif mampu mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan ilmiah
ke dalam kehidupan mereka, agar mereka mampu mencapai keseimbangan interpersonaldan
kompetensi teknis. Kualitas kepribadian yang lain perlu juga dikembangka oleh konselor, agar
dia lebih mapan dalam profesinya. Aspek-aspek tersebut adalah sebagaimana dikemukakan
Commier & Cornier (Gladding, 2012) sebagai berikut:
a. Kompetensi intelektual, kemampuan untuk belajar dan berfikir cepat dan kreatif
b. Memiliki energy, ketahanan fisik dan psikis
c. Keluasan, kemampuan beradaptasi dengan klien
d. Dukungan, kemampuan mendorong konsili mengambil keputusna yang efektif
e. Niat baik, niat untuk membantu konseli untuk mendirikan mereka
f. Kesadaran diri, memahami diri sendiri sikap, perasaan, perilaku, dan nilai dan faktor lain
yang saling mempengaruhi.

5. KETERAMPILAN MEREFLEKSIKAN NILAI-NILAI PRIBADI KONSELOR


Konselor harus memiliki keterampilan merefleksikan nilai-nilai pribadi sebagai
konselor meliputi :
1. Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar,
ramah dan konsisten).
2. Kesabaran.
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk
mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih
memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan
kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
3. Kejujuran.
Yang dimaksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka),
autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena alasan-alasan
berikut.
4. Adil dan Bijaksana.
Adil akan melahirkan kedermawanan, tawadhu (rendah hati), berani, kelemah lembutan.
5. Ramah, hangat dan mudah senyum.
Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih
sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang
mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap
ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapatkan
rasa hangat tersebut dan melakukan “sharing” dengan konselor. Apabila hal itu diperoleh,
maka klien dapat mengalami perasaan yang nyaman.
Senyuman akan mencairkan suasana dan meringankan beban pikiran.
6. Menampilkan emosi yang stabil dan bisa jadi teladan.
7. Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan.
Peka berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang
tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun dirinya sendiri.
Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah
yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya
bermasalah. Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejalanya (pseudo masalah), sementara
yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. Konselor yang sensitif akan
mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah sebenarnya yang dihadapi klien.
Empati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana merasakan perasaan orang lain.
Secara sederhana.
8. Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress dan frustasi.
Aspek-aspek kualitas pribadi konselor dikemukakan oleh banyak tokoh dan beraneka ragam.
Surya (2003, hlm. 58-73) menjelaskan bahwa karakteristik kualitas kepribadian konselor
yang terkait dengan keefektifan konseling terdiri dari:
1. Pengetahuan mengenai diri sendiri (self-knowledge) yang bermakna konselor mengetahui
secara baik tentang dirinya, apa yang dilakukan, mengapa melakukan itu, masalah yang
dihadapidan masalah konseli yang terkait dengan konseling.
2. Kualitas konselor yang tinggi tingkat pengetahuannya terhadap diri sendiri,menunjukkan
karakteristik sebagai berikut:
a. Menyadari kebutuhannya sebagai konselor yakni merasa penting, merasa dibutuhkan,
memiliki kelebihan, terkendali, memiliki kekuasaan, dan tegas
b. Menyadari perasaannya, yakni perasaan terluka, takut, marah, bersalah, mencintai.
Konselor harus menyadari dan mampu mengendalikan perasaannya selama knseling
berlangsung.
c. Menyadari kelebihan dan kekurangan diri.
3. Kompetensi (competence) yang mempunyai makna sebagai kualitas fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu konseli.
Kompetensi ini penting bagi seorang konselor, karena konseli yang datang pada konseling
untuk belajar dan dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai hidup
yang lebih efektif dan bahagia.
4. Kesehatan psikologis yang baik bagi konselinya atau konselor harus lebih sehat psikisnya
daripada konseli.
5. Karakteristik konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik antara lain:
a. Mencapai pemuasan kebutuhannya seperti kebutuhan rasa aman, cinta, memelihara,
kekuatan, seksual, dan perhatian di luar hubungan konseling.
b. Tidak membawa`pengalaman masa lalu dan masalah pribadi di luar konseling ke dalam
konseling.
c. Menyadari titik penyimpangan dn kelemahan yang dapat membantu mengenal situasi yang
terkat dengan masalah.
d. Tidak hanya mencapai kelestarian hidup, tetapi mencapai kehidupan dlam kondisi yang
baik. 6. Dapat dipercaya (trustworthtness), mempunyai makna bahwa konselor bukan sebagai
suatu ancaman bagi konseli dalam konseling, akan tetapi sebagai pihak yang memberikan rasa
aman. Konselor yang dapat dipercaya memiliki kualitas sebagai berikut:
a. Dapat dipercaya dan konsisten seperti dalam menepati janji dalam setiap perjanjian
konseling, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.
b. Baik secara verbal maupun nonverbal, menyatakan jaminan kerahasiaan konseli.
c. Membuat konseli tidak merasa menyesal membuka rahasia dirinya.
d. Bertanggung jawab terhadap semua ucapannya dalam konseling sehingga konseli
mendapatkan lingkungan yang bersifat mendukung.
7. Kejujuran (honest) mempunyai makna bahwa konselor harus terbuka, otentik, dan sejati
dalam penempilannya . Alasan pentingnya kejujuran harus melekat pada diri konselor yaitu:
transparansi atau keterbukaan memudahkan konselor dan konselinya berinteraksi dalam
suasana keakraban psikologis; kejujuran yang memungkinkan konselor untuk memberikan
umpan balik yang belum diperhalus; kejujuran konselor merupakan ajakan sejati kepada
konseli untuk menjadi jujur. Konselor yang jujur memiliki kualitas sebagai berikut;
a. Memiliki kongruensi, dalam arti adanya kesesuaian antara kualitas diri aktual atau nyata
(real self) dengan penilaian pihak terhadap dirinya (public self).
b. Kejujuran dapat menimbulkan kecemasan konseli dan mempersiapkan untuk
menghadapinya.
c. Memiliki pemahaman yang jelas dan beralasan terhadap makna kejujuran.
d. Mengenal pentingnya menghubungkan antara kejujuran positif dan kejujuran negatif.
8. Kekuatan atau daya (strength) yaitu suatu keberanian konselor untuk melakukan apa yang
dikatakan oleh dirinya yang paling dalam, sehingga dengan kekuatnya tersebut akan dapat
membantu konselor dalam keseluruhan proses konseling. Kekuatan ini diperlukan konselor
untuk mengatasi serangan dan manipulasi tingkah laku konseli dalam konseling. Konselor
dengan kekuatan yang baik memiliki kualitas sebagai berikut;
a. Mampu menetapkan batasan dan mematuhinya untuk menetapkan hubungan yang baik dan
menggunakan waktu serta tenaga secara efektif dan efisien
b. Dapat mengatakan sesuatu walaupun dirasa sulit dengan membuat keputusan yang tidak
populer.
c. Fleksibel dalam melakukan pendekatan dalam konseling
d. Dapat tetap menjaga jarak dengan konseli, untuk tidak terbawa`emosi yang timbul pada
waktu konseling. Sejalan dengan hasil penelitina dari Hidayat, R (2013 hal. 57) yang
menatakan bahwa konselor sebagai pribadi yang berwibawa yaitu perilaku yang berpengaruh
positif terhadap konseli dan memiliki perilaku yang disegani. Konselor yang berwibawa akan
mampu membantu konseli yang mengalami gangguan mental atau gangguan emosional untuk
mengarahkan secara langsung pada konseli yang memiliki pola berfikir yang tidak rasional.
9. Kehangatan (warmth) yang bermakna sebagai suatu kondisi yang mampu menjadi pihak
yang ramah, peduli, dan dapat menghbur orang lain. Kehangatan pada umumnya
dikomunikasikan dengan cara-cara nonverbal seperti tekanan suara, ekspresi mata, mimik
wajah, dan isyarat badan. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena dapat mencairkan
kebekuan suasana, mengundang untuk berbagai pengalaman emosional, dan memungkinkan
konseli menjadi hangat dengan dirinya sendiri. Konselor yang memiliki kehangatan ,
menunjukkan kualitas sebagai berikut:
a. Mendapatkan kehangatan yang cukup dalam kehidupan pribadinya, sehingga mampu untuk
berbagi dengan orang lain
b. Mampu membedakan antara kehangatan dengan kelembaban
c. Tidak menakutkan dan membiarkan orang merasa nyaman dengan kehadirannya
d. Memiliki sentuhan manusiawi yang mendalam terhadap kemanusiaan dirinya.
10. Pendengar yang aktif (active responsiveness), menjadi pendengar yang aktif bagi konselor
sangat penting karena menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsng dan
memberanikan konseli untuk bereaksi secara`spontanterhadap konselor, dan menimbulkan
situasi yang yang mengajarkan serta konseli membutuhkan gagasan-gagasan baru. Konselor
sebagai pendengar yang baik memiliki kualiatas sebagai berikut;
a. Mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari kalangannya sendiri saja, dan
mampu berbagi ide-ide, perasaan, dan maslah yang sebenarnya bukan masalahnya
b. Menantang konseli dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu
c. Memperlakukan konseli dengan cara-cara yang yang dapat menimbulkan respon yang
bermakna
d. Berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan konseli dalam
konseling. Putri Amelia (2016) menyatakan bahwa kualitas hubungan konselor dengan
konseli yang baik dapat ditunjukkan melalui kemampuan konselor dalam kongruensi
(congruence), empati (empathy), perhatian secara positif tanpa syarat (unconditional positive
regard), dan menghargai (respect) kepada konseli.
11. Kesabaran yang bermakan bahwa konselor dapat membiarkan situasi-situasi berkembang
secara alami, tanpa memasukkan gagasan-gagasan pribadi, perasaan, atau nili-nilai secara
prematur. Konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat perumbuhan psikologis melebihi
kondisi keterbatasan konseli. Konselor yang sabar memiliki kualitas sebagai berikut:
a. Memiliki toeransi terhadap ambiguitas yang terjadi dalam konseling sebagai konsekuensi
dari kompleksnya manusia
b. Mampu berdamoingan dengan konseli, dan membiarkannya untuk mengikuti arahnya
sendiri meskipun mungkin konselor mengetahui adanya jalan yang lebih singkat
c. Tidak takut akan pemborosan waktu dalam minatnya terhadap pertumbuhan konseli
d. Dapt mempertahankan tilikan dan pertanyaan yang akan disampaikan dalam sesi dan
digunakan kemudian. Sejalan dengan Hidayat R. (2013) dimana di nyatakan bahwa sikap
sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri konseli daripada hasilnya. Konselor
yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
12. Kepekaan (sensitivity) mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika
yang timbul dalam diri konseli dan konselor sendiri. Konselor yang memiliki kepekaan
menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
a. Peka terhadap reaksi dirinya sendiri dalam konseling, membacanya secara refleks, terampil
dan penuh perhatian sebagaimana dilakukan terhadap konseli
b. Mengetahui kapan, di mana, dan berapa lama melakukan penelusuran konseli
c. Mengajukan pertanyaan dan mengaitkan informasi yang dipandangmengancam oleh
konseli dengan cara-cara yang arif
d. Peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam dirinya.
13. Kebebasan yang sangat penting peranannya dalm konseling dikarenakan konselor akan
memahami konseli lebih nyata, membawa konseli pada hubungan yang lebih akrab,
mengurangi keinginan untuk melawan, dan makin banyak kebebasan diciptakan dalam
konseling, maka makin banyak kebebasan konseli dalam dirinya sendiri. Kebebasan konselor
ditunjukkan dalm kualitas sebagai berikut:
a. Menempatkan nilai tinggi terhadap kebebasan dalam hidupnya
b. Dapat membedakan antara manipulasi dan edukasi dalam konseling
c. Memahami perbedaan antara kebebasan yang dangkal dengan yang sesungguhnya dan
membantu konseli dalam konseling dengan menghargai perbedaan itu
d. Mencoba`dan menghargai kebebaan yang benar dalam hubungan konseling.
14. Kesadaran holistik atau utuh bermakna bahwa konselor menyadari keseluruhan orang
(konseli) dan tidak mendekatinya hanya dengan meneropong dai satu aspek tertentu saja.
Konselor yang memiliki kesadaran holistikditandai dengan kualitas sebagai berikut:
a. Sangat menyadari akan dimensi kepribadian dan kompleksitas keterkaitannya
b. Mencari konsultasi secara tepat dan membuat rujukan secara cerdas
c. Sangat akrab dan terbuka terhadap berbagai teori tentang perilaku dan bahkan mungkin
memiliki teori sendiri.
15. Kearifan yang didefinisikan sebagai suatu perangkat ciri-ciri kognitif dan afektif tertentu,
yang secara langsung terkait pada pemilikan dan perkembangan keterampilan dan pemahaman
hidup yang diperlukan untuk kehidupan yang baik, pemenuhan, penyesuaian yang efektif, dan
tilikan kepada hakikat diri, orang lain, lingkungan, dan interaksi antar pribadi.

DAFTAR PUSTAKA
Haolah, S., Atus, A., & Irmayanti, R. (2018). Pentingnya kualitas pribadi konselor dalam
pelaksanaan konseling individual. FOKUS (Kajian Bimbingan & Konseling dalam
Pendidikan), 1(6), 215-226.
Putri, A. (2016). Pentingnya kualitas pribadi konselor dalam konseling untuk membangun
hubungan antar konselor dan konseli. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 1(1),
10-
13.
Sauri, H. S. (2019). Pengertian Nilai. Diakses Melalui file. upi. edu, Pada.

Anda mungkin juga menyukai