Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MENGENAI KONSEP DASAR MISCONSEPT

Di Ajukan Untuk Salah Satu Tugas Mata Kuliah Critical thingking


Dosen Mata Kuliah :

Ibu Dr. Hj. Yati Budiarti , SST,M.Keb

Disusun Oleh :
Beliana Annisa Hasan (P20624520008)
Dede Siti (P20624520010)
Epita Nurdianah (P20624520018)
Eva Setia Rizqi Maulidiyah (P20624520019)
Hilmi Nurhaida (P20624520023)
Jein Rahmawati (P20624520026)
Rafa Fauziyyah Sugandi (P20624520031)
Rista Septiani (P20624520032)
Sifa Nurhasanah (P20624520037)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillahirabil alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa, kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Critical Thinking.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada
1) Ibu Dr. Hj. Yati Budiarti , SST,M.Keb, Sebagai dosen dari mata kuliah
Critical Thinking
2) Kepada rekan satu kelompok yang telah membantu dalam proses
pembuatan makalah sehingga makalah dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu
3) Kepada orang tua yang telah mendukung secara material
Demikian, semoga makalah kami dapat membantu pembaca lebih
memahami materi yang disampaikan , sekian dan terima kasih.

Tasikmalaya, 31 Agustus 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ....................................................................... 3
1.3 Tujuan ......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4
2.1 Pengertian Miskonsepsi ............................................................... 4
2.2 Macam-Macam Miskonsepsi ....................................................... 5
2.3 Penyebab Miskonsepsi................................................................. 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 9
3.1 Simpulan ...................................................................................... 9
3.2 Saran ............................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam suatu kegiatan pembelajaran sering kali terdapat berbagai macam hambatan
yang membuat kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu. Salah satu hambatan yang terjadi
dalam proses pembelajaran adalah konsep-konsep yang disampaikan oleh guru tidak dapat
diterima oleh peserta didik dengan baik atau sering disebut miskonsepsi. Miskonsepsi yang
dialami setiap siswa dalam satu kelas bisa berlainan satu dengan yang lain dengan penyebab
yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengenali
miskonsepsi dan penyebabnya yang terjadi pada siswa.

Miskonsepsi merupakan pemahaman konsep siswa yang keliru dan tidak sesuai dengan
konsep ilmiah yang dikemukakan oleh para ilmuwan. Pendapat tersebut sejalan dengan
Suparno (2013) bahwa miskonsepsi merupakan suatu konsep yang dimiliki seseorang namun
konsep tersebut tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli (p. 8). Pemikiran dan
pemahaman setiap siswa dalam suatu konsep akan berbeda, perbedaan tersebut dikarenakan
stimulus siswa dalam memahami konsep juga berbeda- beda. Siswa yang telah mengalami
miskonsepsi tentunya tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami miskonsepsi, karena
siswa tersebut menganggap konsep yang telah dimilikinya adalah benar. Hal ini tentunya akan
berdampak pada pemahaman siswa selanjutnya dan akan menimbulkan kesulitan belajar bagi
siswa.

Menurut pandangan konstruktivisme, siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak


mereka sendiri (Syaiful Sagala, 2006 : 88). Proses konstruksi tersebut diperoleh melalui
interaksi dengan benda, kejadian dan lingkungan. Pada saat siswa berinteraksi dengan
lingkungan belajarnya, siswa mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Oleh
karena itu, ketika proses konstruksi pengetahuan terjadi pada siswa, sangat besar kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam proses mengkonstruksi karena secara alami siswa belum terbiasa
mengkonstruksi pengetahuan sendiri secara tepat. Apalagi jika tidak didampingi sumber
informasi yang jelas dan akurat.

Aspek-aspek yang dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi diantaranya adalah


siswa itu sendiri, guru, dan metode pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Namun
demikian, berdasarkan teori konstruktivisme yang disampaikan di atas, aspek paling dominan
yang menimbulkan terjadinya miskonsepsi paling banyak disebabkan oleh siswa itu sendiri
sebab secara alami seseorang mengalami proses pembentukan pemahamannya sendiri. Banyak
siswa yang memiliki konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu konsep sebelum siswa
tersebut mengikuti pembelajaran di sekolah. Konsep awal tersebut diperoleh siswa dari
pengalaman sehari-hari dan informasi dari lingkungan sekitar siswa. Konsep awal itulah yang
mempengaruhi pemahaman siswa dan menyebabkan terjadi miskonsepsi.
Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Pada umumnya siswa belajar melaui
visual (apa yang dilihat atau diamati), auditori (apa yang dapat didengar) atau kinestetik ( apa
yang dapat digerakkan).

Setiap siswa memerlukan perlakuan yang berbeda sesuai dengan gaya belajarnya. Maka
tugas utama seorang guru adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas.
Hal yang perlu dilakukan seorang guru adalah mengenali dan memahami gaya belajar seluruh
siswa yang diampunya dan menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
siswa. Metode pembelajaran sangat menentukan tingkat penyerapan dan pemahaman siswa
terhadap materi atau konsep yang disampaikan oleh guru. Di samping itu, metode pembelajaran
yang tepat dan menarik akan membuat suasana belajar mengajar menjadi nyaman sehingga
memungkinkan setiap peserta didik untuk mendapatkan sebuah situasi yang menjadikan
mereka dapat menerima materi dan konsep tersebut dengan benar.

Salah satu metode pembelajaran yang bisa diterapkan untuk mengatasi miskonsepsi
siswa adalah metode pembelajaran delikan (dengar, lihat, kerjakan). Metode pembelajaran
delikan menekankan kegiatan belajar siswa, dimulai dari kegiatan mendengar, disusul dengan
kegiatan melihat, dan diakhiri dengan kegiatan mengerjakan. Tiga hal tersebut ada dalam satu
kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Dalam metode ini, tugas guru adalah memberi
stimulasi auditif (pendengaran), stimulasi visual (penglihatan), dan stimulasi motorik
(pekerjaan) (Nana Sudjana, 1989 : 97). Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut
pembelajaran akan berlangsung efektif dan efisien sehingga meminimalkan kemungkinan
terjadinya miskonsepsi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan missconcept?
2. Apa sajakah macam-macam Miskonsepsi?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya missconcept?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan missconcept.
2. Mengetahui macam-macam miskonsepsi yang terjadi.
3. Mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan missconcept.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Miskonsepsi


Miskonsepsi adalah kesalahpahaman dalam menghubungkan suatu konsep dengan
konsep lain, antara konsep baru dengan konsep lama yang sudah ada di benak siswa, sehingga
terbentuk konsep yang salah.
.Novak & Gowin (Eka, 2014: ix) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan suatu
interpretasi mengenai konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.
Miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah yang diterima para ahli.
Miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep,
penguasaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan
konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep yang berbeda dan hubungan
hirarki konsep-konsep yang tidak benar. Pengertian miskonsepsi juga dikemukakan oleh
beberapa ahli dalam buku Suparno (2013: 4-5) sebagai berikut:
1) Novak (1984)
Novak mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam
suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.
2) Brown (1989: 1992)
Brown menjelaskan miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang nait dan
mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang
sekarang diterima.
3) Feldsine (1987)
Feldsine menemukan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak
benar antara konsep-konsep.
4) Fowler (1987)
Fowler memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep,
penggunaan konsep yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hirarkis
konsep-konsep yang tidak benar.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah kesalahan
konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah. Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu
interpertasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima atau gagasan
yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah. Miskonsepsi adalah pengertian yang tidak akurat
akan konsep, penggunaan konsep yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan
hubungan hirarki konsep-konsep yang tidak benar.
2.2. Macam-Macam Miskonsepsi
Ada lima macam miskonsepsi, yaitu: (a) prasangka; (b) kepercayaan non-ilmiah; (c)
kesalahpahaman konseptual; (d) miskonsepsi bahasa daerah (vernacular miskonsepsi); dan (e)
miskonsepsi factual.
Jenis kesalahpahaman pertama disebut "praduga" (Brown & Clement, 1991; CUSE-
NRC, 1997; Marshall 2003). Miskonsepsi jenis ini merupakan konsepsi yang sering didasarkan
pada pengalaman sehari-hari, baik yang terjadi di sekitar sekolah maupun di luar lingkungan
sekolah. Ketika seseorang memasuki sekolah, ia akan menerima penjelasan ilmiah yang tidak
intuitif tentang apa yang dilihatnya di masa lalu (CUSE, 1997). Ternyata pemahaman konsep
awal menyebabkan siswa kesulitan memahami konsep kalor, energi, dan gravitasi (Brown &
Clement, 1991; CUSE, 1997). Banyak ahli melihat miskonsepsi jenis ini lebih berlebihan
daripada yang diperlukan, tetapi siswa lebih menyukainya karena tampaknya lebih rasional
(CUSE, 1997). Keyakinan dalam pemahaman konseptual awal tetap tidak berubah bahkan
setelah proses belajar mengajar telah dilakukan; oleh karena itu merupakan penyebab proses
pembelajaran (CUSE, 1997; McDermott, 1991).
Jenis kesalahpahaman kedua disebut "keyakinan non-ilmiah" (CUSE, 1997).
Keyakinan tidak ilmiah adalah semua pandangan yang dipelajari oleh siswa daripada sumber
yang berbeda dari pendapat para ahli. Salah satu metode yang muncul adalah ajaran mistis atau
agama yang tidak ada pembuktian kebenarannya secara ilmiah.
Kesalahpahaman ketiga disebut 'kesalahpahaman konseptual'. Biasanya jenis
miskonsepsi ini muncul ketika siswa berhubungan dengan pendapat ahli dengan cara yang
tidak menyebabkan siswa menyelesaikan paradoks atau konflik karena anggapan konsep awal
dan keyakinan tidak ilmiah (CUSE, 1997). Siswa mengakhiri pembelajaran dengan perasaan
tidak puas dan tidak mampu menjelaskan apa yang telah dipelajarinya. Akibatnya, siswa
tersebut membangun model yang salah yang membatasi proses pendidikan di masa depan
(Podolner, 2000).
Kesalahpahaman keempat disebut miskonsepsi bahasa lokal atau miskonsepsi
vernakular (CUSE, 1997; Marshall 2003), yang muncul dari penggunaan kata-kata yang berarti
sesuatu bagi banyak orang yang bukan ahlinya, hal yang sama akan sangat berbeda jika dibahas
secara ilmiah. sudut pandang.
Jenis kelima miskonsepsi yang disebut 'miskonsepsi faktual' adalah kesalahan yang
terjadi pada masa kanak-kanak dan tetap tidak berubah sampai dewasa (CUSE, 1997; Marshall,
2003). Orang tua, guru, dan bahkan buku pelajaran mungkin menjadi penyebab utama
kesalahan ini. Buku pelajaran mereka sendiri bisa menjadi kesalahan dalam penyebaran
miskonsepsi. Banyak ilmuwan terkenal mencatat bahwa mereka tidak dapat membantu
menyelesaikan ini.

2.3. Penyebab Miskonsepsi


Ada banyak cara agar miskonsepsi bisa terjadi. Data ilmiah terus berubah dari waktu
ke waktu. Tidak ada yang bisa mengikuti semua temuan informasi terbaru, artinya setiap orang
akan terkesan dengan perubahan informasi dari waktu ke waktu. Sebagai seorang guru harus
mengajarkan informasi yang baik dan terkini; namun, selama buku teks ditulis dan diterbitkan,
beberapa informasi sudah ketinggalan zaman. Ketidakmampuan untuk tetap up to date atau
ketidakmampuan untuk mengikuti perubahan informasi dari waktu ke waktu menyebabkan
kesalahpahaman informasi (Lambi, 2009). Tidak hanya sebatas misinformasi tetapi juga terjadi
kontradiksi informasi, karena pandangan yang saling bertentangan. Informasi yang saling
bertentangan membingungkan dan dapat menyebabkan penggabungan informasi dalam bentuk
konsep atau kesalahpahaman baru yang lebih rumit. Guru terkadang melanjutkan miskonsepsi
mereka melalui pengajaran, memberikan konsep yang bertentangan dengan konsep ilmiah
(Lambi, 2009; Marshall, 2003).
Sedangkan penyebab miskonsepsi dapat dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu
siswa, guru, bahan ajar atau literatur, konteks dan metode pengajaran (Suparno, 2009).
A. Siswa
Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikumpulkan dengan beberapa cara, yaitu
pengetahuan awal atau preconceptions atau pengetahuan sebelumnya, pemikiran asosiatif
siswa, pemikiran humanistik, penalaran yang tidak lengkap atau salah, intuisi yang salah,
tahapan perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, dan minat siswa. , 2005).
(i) Pengetahuan awal
Banyak siswa yang sudah memiliki konsep awal atau prakonsepsi atau pengetahuan
awal tentang suatu konsep sebelum siswa mengambil pelajaran formal di bawah bimbingan
guru. Konsep awal ini seringkali mengandung miskonsepsi. Miskonsepsi awal ini akan
menimbulkan miskonsepsi pada saat mengikuti pelajaran selanjutnya sampai kesalahan
tersebut diperbaiki (Berg, 1991; Chi, 2008; Suparno, 2005).
(ii) 'Pemikiran asosiatif' siswa
Asosiasi siswa tentang istilah sehari-hari terkadang juga menimbulkan miskonsepsi
(Suparno, 2005). Misalnya, siswa mengasosiasikan 'gaya' dengan gaya atau perpindahan. Gaya
dianggap oleh banyak siswa selalu menyebabkan perpindahan. Jika siswa tidak melihat benda
bergerak, mereka memastikan tidak ada gaya. Meskipun fisika tidak selalu benar, misalnya,
beberapa siswa tetap yakin bahwa tidak ada gaya pada kereta api yang dikemudikan orang
karena kereta api masih berhenti. Yang benar adalah, kereta masih berjalan dengan kekuatan,
hanya gayanya tidak cukup kuat untuk menggerakkan kereta. Pemahaman yang berbeda dari
kata-kata antara siswa dan guru juga dapat menyebabkan miskonsepsi (Marshall & Gilmour,
1990).
(iii) Pemikiran humanistik
Siswa sering melihat sesuatu dari sudut pandang manusia. Objek dan situasi dipikirkan
dalam pengalaman orang dan secara manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah
laku manusia yang hidup sehingga tidak sesuai.
(iv) Penalaran yang tidak lengkap atau salah
Kesalahpahaman juga dapat disebabkan oleh penalaran atau penalaran siswa yang tidak
lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap dapat disebabkan oleh informasi yang diperoleh
atau data diperoleh tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan yang salah dan ini
mengarah pada miskonsepsi siswa.
(v) Intuisi palsu
Intuisi palsu dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Intuisi adalah
perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya
tentang sesuatu sebelum diteliti secara objektif dan rasional. Pemikiran atau pemahaman
intuitif biasanya berasal dari pengamatan terhadap objek atau peristiwa yang terus terjadi,
akhirnya secara spontan ketika dihadapkan pada masalah fisika tertentu yang muncul di benak
siswa adalah pemahaman spontan itu.
(vi) Tahapan Perkembangan Kognitif Siswa
Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan materi yang dikuasainya dapat
menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi siswa. Pada umumnya siswa yang masih dalam
tahap operasional konkret ketika mempelajari suatu materi abstrak sulit ditangkap dan sering
salah memahami konsep materi.
(vii) Kemampuan siswa
Siswa yang kurang berbakat dalam fisika atau kurang mampu memahami fisika
seringkali mengalami kesulitan dalam menangkap konsep yang benar dalam proses
pembelajaran.
(viii) Minat Belajar
Siswa yang tidak tertarik dengan fisika, biasanya kurang tertarik dengan pembelajaran
fisika dan kurang memperhatikan penjelasan guru tentang pemahaman fisika yang baru.
B. Guru
Guru yang tidak menguasai materi atau salah memahami materi fisika akan
menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Beberapa guru fisika sendiri tidak memahami
konsep fisika dengan baik, sehingga kesalahpahaman ini diteruskan kepada siswa (Chiu, Guo,
& Treagust, 2007; Simanek, 2007). Menurut Suparno (2005) miskonsepsi guru disebabkan
oleh guru yang tidak menguasai materi pelajaran, bukan lulusan dari bidang yang berhubungan,
tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya, dan
hubungan guru dengan siswa yang kurang baik.
C. Buku teks dan sastra
Buku teks merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran dan kurikulum
khusus fisika serta memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk pembelajaran
fisika seperti sekarang ini. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa tidak pernah lepas dari
buku teks dan literatur. Buku teks yang dijadikan satu-satunya sumber bimbingan bagi guru
akan mendorong terjadinya miskonsepsi di kalangan guru (Lambi, 2009; Simanek, 2007).
Buku teks yang mengungkapkan konsep yang salah akan membingungkan siswa dan juga
mengembangkan miskonsepsi siswa. Jadi, penting bahwa buku teks diteliti dengan benar.
D. Konteks
Konteks juga dapat menjadi penyebab miskonsepsi. Menurut Suparno (2013: 47-49),
konteks tersebut antara lain pengalaman siswa, bahasa sehari-hari, teman lain, keyakinan dan
ajaran agama.
E. Metode pengajaran
Beberapa metode pengajaran yang digunakan oleh guru terutama yang menekankan
hanya pada satu aspek konsep materi yang sedang dikerjakan, walaupun membantu siswa
memahami materi yang diajarkan, namun seringkali berdampak negatif yaitu memunculkan
miskonsepsi siswa. Jadi guru perlu kritis dengan metode yang digunakan dan tidak membatasi
hanya dengan satu metode (Suparno, 2005).
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Miskonsepsi adalah kesalahpahaman dalam menghubungkan suatu konsep dengan
konsep lain. Ada 4 pengertian menurut ahli dalam buku suparno yaitu novac, brown, feldshine,
dan fowler. Miskomsepsi memiliki beberapa macam, yaitu : prasangka; kepercayaan non-
ilmiah; kesalahpahaman konseptual; miskonsepsi bahasa daerah (vernacular miskonsepsi); dan
miskonsepsi factual. Adapun penyebab miskonsepsi yaitu siswa, guru, buku teks dan sastra,
dan metode pengajaran.

3.2. Saran

Berdasarkan penjelasan diatas, kita dapat meminimalisir terjadinya misconcept yang


sering terjadi. Dengan mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan, kita pahami
dulu apa yang sudah kita temukan. Setelah itu, ajak orang lain untuk mengemukakan hasil yang
dicarinya. Ketika semuanya telah mengemukakan, maka lihat apa penyebab miskonsepsi
tersebut, dan untuk memastikan mana yang benar atau salah, coba kaji atau cari rumusan yang
benar, dan bisa dilanjutkan dengan menanyakan kepada orang yang lebih paham mengenai
bidang itu. Maka dari itu, kita bisa meminimalisir terjadinya suatu miskonsepsi.
Daftar Pustaka

Mukhlisa, Nurul. Miskonsepsi Pada Peserta Didik, SPEED Journal: Journal of Special
Education 4 (2), 66-76, 2021

Suprapto, N. Do We Experience Misconceptions?: An Ontological Review of Misconceptions


in Science. 2020. Internet [https://media.neliti.com/media/publications/316629-do-we-
experience-misconceptions-an-ontol-3a118614.pdf]

https://www.wawasan-edukasi.web.id/2017/03/definisi-miskonsepsi-dalam-
memahami.html?m=1

https://www.kompasiana.com/laraskurnia/5e0a11d4d541df3926637a72/miskonsepsi-pada-
proses-belajar

http://repositori.unsil.ac.id/759/2/bab%201.pdf

http://eprints.ums.ac.id/19288/3/BAB_I.pdf

http://repository.ump.ac.id

Anda mungkin juga menyukai