TESIS
LA SYAM ABIDIN
1606947446
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan
LA SYAM ABIDIN
1606947446
ii
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Keperawatan Peminatan
Keperawatan Komunitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1) Remaja di kelurahan Curug yang telah bersedia sebagai responden sehingga dapat
dilakukan pengumpulan data dalam penelitian ini
2) Agus Setiawan, S.Kp.,M.N.,D.N, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah mengarahkan dan memberikan
bimbingan dalam proses penyusunan tesis ini
3) Ns. Poppy Fitriyani, S. Kep., M.Kep.,Sp.Kep.Kom, selaku Ketua Program Studi Spesialis
Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan dalam
proses penyusunan tesis ini
4) Wiwin Wiarsih, S.Kp., M.N, selaku penguji I tesis yang telah memberikan saran dan
berbagai masukan untuk perbaikan tesis ini
5) Ns. Kumboyono., M.Kep., Sp. Kep. Kom, selaku penguji II tesis yang telah memberikan
saran dan berbagai masukan untuk perbaikan tesis ini
6) Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp.,M.N, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing
dan mengarahkan selama proses kuliah sampai saat ini
7) Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
8) Pemerintah kota Depok, Dinas Kesehatan Depok, Puskesmas Cimanggis, kecamatan
Cimanggis, kecamatan Tapos, kelurahan Curug dan kelurahan Sukatani yang telah
memberikan ijin penelitian dan uji validitas dan reliabilitas instrumen kepada peneliti
9) Karang taruna dan PIK-Remaja kelurahan Curug yang telah membantu peneliti dalam
pengumpulan data
Akhir kata, saya berharap kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan
Depok, Juli 2018
Penulis
vi
Keterlibatan keluarga penting dalam melindungi remaja dari penggunaan zat (alkohol, ganja,
dan tembakau) pada remaja melalui penyangga efek buruk dari masalah internal dan eksternal.
Keluarga dapat berperan dalam bentuk promosi kesehatan dan penurunan risiko bahaya
kesehatan. Untuk mengurangi atau menghilangkan masalah kesehatan dan mencapai
kesejahteraan diantara anggota keluarga, maka keluarga sebagai unit berfungsi untuk
melakukan tugas kesehatan keluarga. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara
persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok pada remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok. Sampel adalah remaja usia 10-19 tahun
(N = 310). Menggunakan teknik Stratified Random Sampling melalui survei cross-sectional.
Model regresi logistik ganda multivariat digunakan untuk menguji hubungan antara persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja dengan
mengendalikan faktor confounding. Terdapat hubungan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan dengan perilaku merokok remaja dan
sebagai faktor yang dominan setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, uang saku dan
teman sebaya. Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga secara
keseluruhan sebagai faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku merokok
remaja. Studi selanjutnya perlu mengeksplorasi pemahaman keluarga tentang tugas keluarga
dalam bidang kesehatan secara kualitatif
viii
Family involvement is important in protecting adolescents from the use of substances (alcohol,
marijuana, and tobacco) in adolescents through the buffering effects of internal and external
problems. Families can play a role in promoting health and reducing health hazards. To reduce
or eliminate health problems and achieve welfare among family members, the family as a unit
serves to perform family health tasks. The aim of this research is to know the correlation
between adolescent perception about family health task with smoking behavior in adolescent in
Curug urban village, Cimanggis sub-district, Depok city. The sample is a teenager aged 10-19
years (N = 310). Using Stratified Random Sampling technique through cross-sectional survey.
Multiple multivariate logistic regression models were used to examine the relationship between
adolescent perceptions about the implementation of family health tasks with adolescent
smoking behavior by controlling confounding factors. There is a relationship between
adolescent perception about the implementation of family health task as a whole with the
behavior of adolescent smoking and as the dominant factor after controlled variable of age,
gender, pocket money and peers. Adolescent perception about the implementation of family
health task as a whole is the most dominant factor related to teenage smoking behavior. Further
studies need to explore family understanding of family duties in the field of health qualitatively
ix
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
ABSTRACT ................................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA ....................................................................................................... xiii
DAFTAR RUMUS .................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xv
xi
xii
xiii
xiv
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
Bagian ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian
1.1.Latar Belakang
Produksi tembakau terus meningkat secara global termasuk budidaya untuk tujuan
komersial. Pada tahun 2014 produksi tembakau terbanyak di negara China sebanyak
2.995.400 ton, disusul oleh negara Brazil (862.396 ton), India (720.725 ton), Amerika
sekitar (397,535 ton), Indonesia (196.300 ton), (Drope, et.al.,2018). Dalam daun
tembakau mengandung nikotin yang dapat menyebabkan kecanduan sehingga
mengakibatkan kesulitan untuk berhenti bagi penggunanya (Resource Centre For
Tobacco Free India, 2010).
Selain nikotin, tembakau yang dibakar menghasilkan asap yang merupakan campuran
lebih dari 7000 bahan kimia yang beracun yang jika masuk kedalam jaringan tubuh
dapat menyebabkan kerusakan. Setiap kali merokok tubuh akan berjuang untuk
memperbaiki kerusakan yang pada akhirnya menyebabkan penyakit seiring dengan
waktu. Bahan kimia beracun tersebut mencapai jaringan tubuh melalui paru-paru saat
dihirup berlanjut ke aliran darah melalui pembuluh darah hingga mencapai jaringan
mengakibatkan peradangan dan kerusakan serta mengancam status kesehatan (CDC,
2010)
Salah satu ancaman masyarakat terbesar yang pernah dihadapi dunia adalah tembakau
dengan menewaskan lebih dari 7 juta orang per tahun (WHO, 2017). Penggunaan
tembakau merupakan penyebab kematian akibat kanker, penyakit kardiovaskuler, paru-
paru, pencernaan, mulut, gangguan reproduksi (Benowitz & Brunetta, 2016). Agar
tembakau dapat dikonsumsi, maka dihasilkan produk tembakau dalam bentuk rokok,
cerutu atau kretek sehingga memunculkan kebiasaan merokok (Resource Centre For
Tobacco Free India, 2010). Sebanyak 28,6% dari semua kematian akibat kanker di
Amerika Serikat disebabkan oleh merokok dimana 22,8% pada wanita dan 33,7% pada
1 Universitas Indonesia
pria. Diperkirakan bahwa sebanyak 167.173 orang meninggal karena kanker akibat
merokok pada tahun 2014 (Bakalar, 2016). Selain itu, di Amerika Serikat perokok
bertanggung jawab atas kematian lebih dari 480.000 orang per tahun termasuk lebih dari
41.000 kematian akibat paparan asap rokok dengan 1.300 kematian setiap hari (CDC,
2018).
Beban penyakit dan kematian semakin berat terkait tembakau bersumber dari negara
dengan berpenghasilan rendah dan menengah. Hampir sekitar 80% dari satu miliar lebih
perokok di seluruh dunia adalah negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO,
2015). Indonesia dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah ke bawah di
wilayah Asia Tenggara. Untuk mengatasi beban tembakau secara global, WHO
mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang bertujuan
melindungi generasi sejak tahun 2005 dan generasi masa depan dari konsekuensi
kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi dari tembakau yang dikonsumsi dan
diekspor. FCTC melalui perjanjian mengikat secara hukum dari pihak yang terlibat
untuk mengembangkan dan menerapkan tindakan pengendalian pemasaran dan
penjualan tembakau, mengurangi permintaan tembakau dan menyediakan alternatif
pertanian bagi mereka yang terlibat dalam pertumbuhan dan produksi tembakau (WHO,
2015).
Universitas Indonesia
yang mengakibatkan stroke atau serangan jantung (Resource Centre For Tobacco Free
India, 2010). Pengeluaran rumah tangga lebih banyak untuk membeli rokok
mengakibatkan pengurangan biaya untuk pendidikan anak dan kebutuhan gizi
(Kemenkes, RI. 2016). Ekonomi keluarga akan terganggu sehingga terjadi
kecenderungan kemiskinan yang berkelanjutan antar generasi (Kemenkes, RI.,2014).
Berdasarkan data Badan Litbangkes Kemenkes jumlah perokok muda usia 10-24 tahun
berdasarkan karakteristik sosial ekonomi sebanyak 35,1% menengah kebawah, 0,6%
terbawah dan 0,9% menengah atas (Kemenkes, RI., 2015)
Beban ekonomi pemerintah akibat merokok semakin meningkat. Hasil kajian Badan
Litbangkes menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kematian prematur penyakit akibat
konsumsi tembakau dari 190.260 pada tahun 2010 menjadi 240.618 kematian pada
tahun 2013 serta peningkatan penderita penyakit akibat konsumsi tembakau dari
384.048 orang pada tahun 2010 menjadi 962.403 orang di tahun 2013. Kondisi ini
berakibat terhadap peningkatan total kumulatif kerugian negara dari segi ekonomi
secara makro akibat penggunaan tembakau (Kemenkes, RI., 2014). Kerugian ekonomi
Indonesia akibat konsumsi tembakau sebesar Rp. 378,7 triliun (Rp.138 triliun
bersumber dari belanja rokok masyarakat, Rp.235,4 triliun akibat kehilangan
produktivitas dan Rp. 5,3 triliun akibat biaya rawat jalan dan inap) tiga kali lipat dari
penerimaan cukai hasil tembakau hanya sebesar Rp. 103 triliun, sehingga rokok lebih
memberikan kerugian atau risiko dan hanya sedikit memberikan manfaat (Kemenkes,
RI. 2015)
Penggunaan rokok juga termasuk salah satu faktor risiko terbesar pada penyakit tidak
menular (PTM). Perilaku merokok meningkatkan prevalensi PTM di Indonesia dan
berkontribusi pada 69% dari seluruh kematian. PTM berdampak terhadap penurunan
produktivitas dan memperparah kondisi masyarakat. Selain itu, PTM mengakibatkan
meningkatnya beban pemerintah dan masyarakat sehingga membutuhkan biaya yang
besar, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan sejak dini (Brodjonegoro, 2017).
Universitas Indonesia
Pencegahan kecanduan zat seperti rokok sangat tepat dilakukan pada masa remaja (Nies
& McEwen, 2015). Masa remaja adalah masa penemuan jati diri, perpindahan menuju
kemandirian, peningkatan peluang dan pilihannya sangat penting terhadap kehidupan
mereka. Masa remaja dimulai pada usia antara 10 sampai 20 tahun, dikelompokkan
kedalam tiga usia yaitu masa remaja awal (usia 10-14 tahun), masa remaja pertengahan
(usia 15-17 tahun) dan remaja akhir (usia 18 sampai pertengahan 20 tahun) (Allender,
Rector, & Warner, (2014). Pada masa ini, kondisi kesehatan umumnya baik dan
biasanya tidak memerlukan pelayanan kesehatan kecuali mereka memiliki kondisi
kronis atau akut yang mendasari. Dalam perjuangannya untuk mendapatkan
kemandirian banyak remaja terlibat perilaku berisiko, termasuk penggunaan tembakau.
Jumlah perokok setiap hari usia lebih dari 10 tahun pada tahun 2015 dibeberapa negara
memiliki variasi. Jumlah tertinggi pada negara Cina sebanyak 235,9 juta laki-laki dan
14,4 juta perempuan yang merokok setiap hari, dikuti oleh negara India (90,8 juta laki-
laki dan 13,5 juta perempuan), Indonesia (49,8 juta laki-laki dan 3,9 juta perempuan),
Amerika Serikat (20,4 juta laki-laki dan 17,2 juta perempuan), Rusia (24,9 juta laki-laki
dan 8,3 juta perempuan), Banglades (24,1 juta laki-laki dan 1 juta perempuan), Jepang
(15,3 juta laki-laki dan 4,9 juta perempuan), Brazil (11,1 juta laki-laki dan 7,7 juta
perempuan), Jerman (9,2 juta laki-laki dan 7,1 juta perempuan) dan Filipina (13,2 juta
laki-laki dan 2,6 juta perempuan) (Drope et.al., 2018)
Populasi remaja merokok berbeda pada setiap negara. Diantara populasi perokok di
Amerika Serikat, sebanyak 7,3% mulai merokok sebelum usia 13 tahun, 74,2% pada
usia 13-20 tahun dan 18,5% pada usia lebih dari 21 tahun (Choi & Stommel, 2017).
Sedangkan di Uruguaiana, Brazil sebanyak 14,5% mulai merokok sebelum usia 12
tahun dan 64,1% setelah usia 13 tahun (Urrutia-Pereira, Oliano, Aranda, Mallol, & Solé,
2017). Hasil survei The Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2015 di Indonesia,
sebanyak 32,1% siswa pernah menggunakan tembakau produk asap, dimana laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan. Remaja pengguna tembakau sebanyak 20,3%,
sebagian besar 43,2% siswa mulai merokok pada usia 12-13 tahun, sedangkan 19,8%
mulai merokok usia kurang dari 10 tahun (WHO, 2015).
Universitas Indonesia
Perilaku merokok penduduk usia 15 tahun keatas di Indonesia masih belum terjadi
penurunan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013 perilaku merokok cenderung
meningkat dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3% tahun 2013. Dijumpai 64,9% laki-laki
dan 2,1% perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Ditemukan 1,4%
perokok usia 10-14 tahun. Rerata proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 29,3%.
Sedangkan berdasarkan kelompok usia proporsi perokok aktif setiap hari pada
kelompok usia 10-14 tahun sebesar 0,5% dan kelompok usia 15-19 tahun sebesar
11,2% (Kemenkes RI. 2013).
Universitas Indonesia
Untuk dapat mengatasi dampak dan beban dalam perkembangan remaja perlu dilakukan
upaya pengendalian. Pengendalian tembakau memainkan peranan penting dalam
pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang
merupakan transisi dari Millennium Development Goals (MDGs). Pengendalian
tembakau hampir mencakup seluruh target pada SDGs tetapi terutama dalam SDG
ketiga yang berkaitan kesehatan dengan memastikan hidup sehat dan meningkatkan
kesejahteraan untuk semua usia (World Health Organization, 2017).
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia adalah salah satu program dari agenda
kelima Nawa Cita Presiden Republik Indonesia. Program tersebut diwujudkan dalam
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (Kemenkes, 2016). Program ini
selanjutnya menjadi program utama dalam pembangunan kesehatan yang kemudian
direncanakan pencapaiannya melalui rencana strategis kementerian kesehatan tahun
2015-2019, memiliki 12 indikator utama dimana salah satu indikator tersebut adalah
anggota keluarga tidak ada yang merokok, dengan target pada tahun 2019 adalah
menurunya persentase merokok penduduk usia ≤18 tahun sebesar 5,4 % (Kemenkes,
2016).
Selain itu, Pemerintah telah memiliki kebijakan yang berkaitan pengendalian tembakau
diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan
yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan bertujuan
melindungi kesehatan perseorangan (termasuk penduduk usia produktif, anak, remaja),
keluarga, masyarakat dan lingkungan dari bahaya bahan yang mengandung karsinogen
dan zat adiktif dalam produk tembakau; Permenkes Nomor 28 tahun 2013 tentang
Pencantuman Peringatan Kesehatan Berbentuk Gambar dan Tulisan pada Kemasan
Produk Tembakau ; Permenkes Nomor 40 tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map)
Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan bertujuan untuk mewujudkan
penyelenggaraan upaya pengendalian dampak konsumsi rokok yang terintegrasi, efektif,
dan efisien serta sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
dalam pengambilan kebijakan dan strategi program (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Universitas Indonesia
Regulasi dari Kementerian atau Lembaga lain berkaitan dengan pengendalian dampak
tembakau terhadap kesehatan, juga dilakukan diantaranya melalui Peraturan Kepala
Badan BPOM Nomor 41 tahun 2013 tentang Produk Tembakau yang Beredar,
Pencantuman Peringatan Kesehatan dalam Iklan dalam Kemasan Produk Tembakau ;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 tahun 2014 tentang Perdagangan Barang Kena
Cukai. Terkait komitmen Pemerintah Daerah terhadap upaya pengendalian tembakau,
bersama Kementerian Dalam Negeri dan Jejaring Pengendalian Tembakau melakukan
advokasi kepada Pemerintah Daerah sesuai Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011
tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) (Kementerian Kesehatan
RI, 2015).
Pemerintah juga telah memberi dukungan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS) sesuai instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017, mulai dari pemerintah
pusat maupun daerah dengan tujuan mempercepat dan mensinergiskan tindakan dari
upaya promotif dan preventif hidup sehat guna meningkatkan produktivitas penduduk
dan menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan akibat penyakit diantaranya
melalui upaya peningkatan perilaku hidup sehat. Pelaksanaan GERMAS harus dimulai
dari keluarga karena keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat yang membentuk
kepribadian. Salah satu bentuk kegiatan GERMAS adalah tidak merokok yang
dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari individu, keluarga, masyarakat,
institusi maupun organisasi (Kemenkes, 2016).
Pendekatan melalui keluarga merupakan fokus utama yang sangat penting dalam
pembangunan kesehatan. Untuk mewujudkan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga diperlukan kegiatan sosialisasi dibeberapa provinsi dan kabupaten
atau kota sebagai prioritas, salah satunya adalah provinsi Jawa Barat (Kemenkes, RI.
2016). Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan luas
wilayah 35.377,76 km2 terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota mencakup sekitar 626
kecamatan, 3.291 desa dan 2.671 kelurahan dan dibagi menjadi 5 koordinator wilayah
yaitu Wilayah Bogor, Purwakarta, Cirebon, Priangan Timur dan Priangan Barat
(Kemenkes RI., 2015).
Universitas Indonesia
Provinsi Jawa Barat termasuk daerah dengan proporsi perokok terbanyak kedua sebesar
27,1% setelah provinsi kepulauan Riau sebanyak 27,2% berdasarkan Riset Kesehatan
Daerah Tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012
di provinsi Jawa Barat, diperoleh persentase penduduk 10 tahun keatas yang merokok
sebanyak 29,38%, terdiri dari usia 10-17 tahun sebanyak 2,93%, usia 18-24 tahun
sebanyak 26,36% dan diatas 25 tahun sebanyak 37,68%. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat masih merupakan tantangan berat yang
perlu diatasi oleh pemerintah daerah provinsi Jawa Barat (Kemenkes RI., 2015).
Kota Depok merupakan bagian dari provinsi Jawa Barat termasuk ke dalam wilayah
Bogor dengan luas wilayah 200,29 km2 atau 0,58% dari luas Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2008 tentang pembentukan wilayah
kecamatan di kota Depok, pemerintah kota Depok terbagi menjadi 11 kecamatan, 63
Kelurahan, 850 RW dan 4.689 RT. Jumlah penduduk mengalami peningkatan dari tahun
2013-2016, pada tahun 2013 sebanyak 1.962.160 jiwa dan pada tahun 2016 menjadi
2.179.813 jiwa sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah penduduk Kota
Depok sebesar 11,09% (Dinkes Kota Depok, 2017).
Universitas Indonesia
Kelompok usia remaja merupakan bagian dari penduduk di kota Depok. Berdasarkan
survei tembakau pada remaja dengan kelompok usia 13-15 tahun di kota Depok tahun
2016 menunjukkan bahwa siswa perokok aktif sebanyak 23.4% (42% laki-laki, 5.5%
perempuan) lebih tinggi dari persentase nasional sebanyak 19.4% (35.3% laki-laki,
3.4% perempuan). Rata-rata para siswa perokok aktif mulai mencoba merokok di usia
10-13 tahun (54.9%). Angka ini relatif serupa dengan angka nasional yaitu sebanyak
68.8% siswa. Hampir separuh siswa merupakan perokok pasif dirumah (44.2%) dan
sekitar 58,3% memiliki orangtua yang merokok (Setiawan & Fajarini, 2016). Penelitian
yang dilakukan oleh Villanti, Boulay, dan Juon, (2011) melaporkan bahwa memiliki
teman merokok dan memiliki anggota merokok dirumah berkaitan dengan kebiasaan
merokok remaja. Penelitian lain yang di lakukan oleh Yanez, Leiva, Estela, dan Cukic,
2017) menjelaskan bahwa faktor kepribadian remaja dan pendidikan orangtua
merupakan faktor penting dan independen berkaitan dengan perilaku merokok pada
remaja
Dalam menghadapi permasalahan merokok berbagai upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah kota Depok diantaranya penetapan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014
tentang Kawasan Tanpa Rokok yaitu ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk
merokok, kegiatan memproduksi, menjual, mempromosikan produk tembakau seperti di
tempat umum, tempat kerja, tempat ibadah, tempat bermain dan atau tempat berkumpul
anak, angkutan umum, lingkungan tempat proses belajar mengajar dan sarana
kesehatan. Untuk dapat mendukung penerapan KTR telah dilakukan sosialisasi ke
kecamatan dan kelurahan serta menggandeng peran media dalam menyebarluaskan
Peraturan Daerah tersebut agar benar-benar terlaksana seperti yang telah dilakukan oleh
Walikota Depok, Nur Mahmudi Isma’il, saat berkunjung ke salah satu stasiun televisi
swasta Jak Tv, untuk melakukan Talkshow KTR (Mualim, 2015).
Sosialisasi KTR oleh wakil walikota Depok Idris Abdul Shomad pernah menyampaikan
pesan bahwa meskipun kawasan tempat tinggal tidak masuk dalam KTR, tetapi 78%
anak-anak terkontaminasi bahaya rokok dari rumah akibat ayahnya merokok, sehingga
tempat tinggal juga dijadikan sebagai KTR agar anak-anak bebas dari asap rokok dan
Universitas Indonesia
tidak akan menjadi generasi perokok aktif dimasa depan yang dimulai dari keluarga
(Virdhani, 2014).
Keluarga merupakan lembaga sosial yang memiliki pengaruh paling besar terhadap
anggotanya. Unit keluarga menempati sebuah posisi diantara individu dan masyarakat
(Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Keterlibatan keluarga dapat melindungi
penggunaan zat (alkohol, ganja, dan tembakau) pada remaja melalui penyangga efek
buruk dari masalah internal dan eksternal (Schlauch, Levitt, Connell, & Kaufman,
2013). Berdasarkan tinjauan sistematis dan meta analisis yang dilakukan oleh Thomas,
Baker, dan Thomas, (2016) terhadap intervensi berbasis keluarga dalam pencegahan
anak dan remaja dari penggunaan tembakau menjelaskan bahwa intervensi berbasis
keluarga dapat mencegah anak-anak dan remaja untuk memulai merokok. Sedangkan
dalam tinjauan sistematis dan meta analisis yang terbarunya oleh Thomas, Baker, dan
Thomas, (2018) terhadap update intervensi berbasis keluarga dalam mencegah anak-
anak dan remaja menggunakan tembakau menjelaskan bahwa intervensi berbasis
keluarga efektif untuk mencegah merokok pada anak-anak dan remaja serta membantu
mengatasi kekambuhan.
Keluarga juga adalah sumber utama konsep sehat dan sakit serta perilaku kesehatan.
Keluarga cenderung menjadi pemicu masalah kesehatan anggotanya sekaligus sebagai
pelaku dalam menentukan masalah kesehatan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
Menurut Martyn et.al., (2009) lingkungan keluarga yang positif dan komunikasi antar
orangtua dan remaja dapat bertindak sebagai efek negatif moderat dari pengaruh teman
sebaya. Selain itu, keluarga juga berpengaruh terhadap munculnya perilaku merokok
pada remaja. Perilaku merokok berhubungan dengan struktur keluarga yang tidak utuh,
aktivitas keluarga yang kurang, adanya konflik keluarga, dukungan orangtua yang
kurang dan kontrol orangtua yang kurang (Septiana, Syahrul, & Hermansyah, 2016).
Keintiman keluarga memberikan kesempatan bagi orangtua sebagai model perilaku
yang sehat, komunikasi tentang harapan yang berkaitan dengan perilaku beresiko dan
pemantau perilaku remaja (Martyn et.al., 2009).
Universitas Indonesia
Keluarga dapat berperan dalam bentuk promosi kesehatan dan penurunan risiko serta
dapat menjadi faktor terpajannya anggota keluarga kepada hal-hal yang membahayakan
kesehatan. Bentuk promosi kesehatan, pencegahan dan penurunan risiko dapat berupa
gaya hidup seperti menghentikan kebiasaan merokok (Friedman, Bowden, & Jones,
2010). Menurut Wang, Krishnakumar, dan Narine, (2014) menjelaskan bahwa praktik
pengasuhan dan kognisi terkait merokok merupakan komponen penting yang harus
dimasukkan dalam program pencegahan dan intervensi untuk merokok remaja.
Pengetahuan orangtua tentang keberadaan dan aktivitas remaja yang tinggi baik sendiri
atau dengan kelompok berkaitan dengan frekuensi perilaku beresiko pada remaja
diantaranya perilaku merokok yang lebih rendah. Pengetahuan orangtua bersifat lebih
protektif terhadap perilaku beresiko pada remaja (Albertos, Osorio, Lopez-del Burgo,
Carlos, Beltramo, & Trullols, (2016).
Tujuan akhir dari keluarga adalah tercapainya fungsi keluarga. Keluarga memiliki
fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, fungsi reproduksi dan fungsi
perawatan kesehatan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Penelitian yang dilakukan
oleh Lima-Serrano, Guerra-Martín, dan Lima-Rodríguez, (2017) menjelaskan bahwa
fungsi keluarga merupakan faktor utama yang berhubungan dengan adopsi perilaku
beresiko pada remaja termasuk perilaku merokok. Penelitian juga dilakukan oleh
Priyatin, Marsito, dan Sarwono. (2009) menjelaskan bahwa terdapat pengaruh antara
fungsi keluarga (fungsi sosial, ekonomi dan perawatan kesehatan) terhadap perilaku
merokok remaja.
Universitas Indonesia
Beberapa penelitian tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga yang telah dilakukan
diantaranya ; penelitian yang dilakukan oleh Amigo, (2012) melaporkan bahwa terdapat
hubungan pendidikan, penghasilan, kemampuan keluarga mengenal dan melaksanakan
tugas perawatan kesehatan keluarga pada aggregat lansia dengan Hipertensi. Hastuti,
(2012) menyatakan bahwa ada hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan
kejadian non pneumonia pada Balita. Maria, (2014) melaporkan bahwa terdapat
hubungan kemampuan keluarga melakukan tugas kesehatan keluarga khususnya
kemampuan keluarga merawat dengan pemenuhan nutrisi dengan status gizi anak usia
sekolah. Julaeha, (2014) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan, tugas
kesehatan keluarga, pendapatan dan dukungan keluarga dengan kualitas hidup klien TB.
Nurcahyaningtyas, (2017) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga keseluruhan dengan keikutsertaan lansia pada posyandu.
Sedangkan Penelitian yang dilakukan Ramlah, (2011) melaporkan bahwa tidak ada
hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pengabaian lansia tetapi
memiliki hubungan dengan dukungan keluarga. Maimaznah, (2016) menjelaskan bahwa
tidak terdapat hubungan antara pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan risiko
diare pada Balita. Peneliti belum menemukan penelitian tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga pada populasi remaja khususnya tentang perilaku merokok, sehingga
perlu untuk dilakukan penelitian.
Dalam Model Promosi Kesehatan Keluarga Christensen, (2004) keluarga dapat berperan
dalam mempromosikan baik pada kesehatan anak dan kemampuan mereka sebagai
pelaku mempromosikan kesehatan yang diwujudkan dalam cara keluarga dalam
kehidupan sehari-hari terlibat dalam mempromosikan kesehatan anggotanya (Kaakinen,
Coehlo, Steele, Tabacco, & Hanson, 2015). Sedangkan menurut Maglaya (2009) dalam
rangka mencapai kesejahteraan diantara anggota keluarga dan mengurangi atau
menghilangkan masalah kesehatan keluarga, maka keluarga sebagai unit berfungsi
untuk melakukan tugas kesehatan. Tugas kesehatan keluarga merupakan bagian yang
harus dikaji dari keluarga, sebagai penentu penyebab dari masalah keperawatan
keluarga dan menjadi fokus intervensi dalam asuhan keperawatan keluarga untuk
membantu keluarga mengatasi masalah kesehatannya, sehingga tugas kesehatan
keluarga dianggap penting untuk diteliti dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui lebih mendalam kaitan antara tugas
yang harus dilakukan oleh keluarga khususnya orangtua dengan anak remaja tentang
perilaku merokok karena orangtua memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku
remaja berkaitan dengan merokok. Permasalahan yang mendasar bahwa sebagian
perilaku merokok remaja tidak diketahui oleh orangtua, sehingga peneliti berasumsi
bahwa untuk mengetahui perilaku merokok remaja dan tugas kesehatan keluarga dapat
melalui remaja. Penelitian ini juga mengharapkan dapat memperjelas pengkajian dalam
keperawatan keluarga pada tugas kesehatan keluarga dengan anak remaja sebagai dasar
dalam kerangka proses keperawatan keluarga. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka
dalam penelitian ini, ingin mengetahui hubungan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Universitas Indonesia
1.2.Perumusan Masalah
Masa remaja adalah masa penemuan jati diri dan perpindahan menuju kemandirian.
Dalam proses mendapatkan kemandirian banyak remaja terlibat perilaku beresiko
termasuk penggunaan tembakau. Perilaku merokok penduduk Indonesia usia diatas 15
tahun cenderung meningkat dari 34,2 % pada tahun 2007 menjadi 36,3 % tahun 2013.
Proporsi perokok terbanyak kedua sebesar 27,1 % di provinsi Jawa Barat setelah
provinsi kepulauan riau sebesar 27,2%. Kota Depok bagian dari provinsi Jawa Barat
memiliki keluarga berperilaku hidup bersih dan sehat (termasuk tidak ada merokok
didalam rumah) sebanyak 77,5% dari seluruh kabupaten atau kota yang ada di provinsi
Jawa Barat. Namun, hasil survey kelompok usia 13-15 tahun di kota depok tahun 2016
menunjukkan bahwa sebanyak 23.4% siswa adalah perokok aktif (42% laki-laki, 5.5%
perempuan). Presentase ini melebihi presentase nasional sebanyak 19.4% (35.3% laki-
laki, 3.4% perempuan) dan Sekitar 58.3% siswa memiliki orangtua yang merokok.
Keluarga dapat berperan dalam bentuk promosi kesehatan dan penuruan risiko anggota
keluarga dari bahaya kesehatan. Peran ini dapat dicapai melalui tugas keluarga dibidang
kesehatan meliputi ; (1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan setiap
anggota keluarga, (2) Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan atau
mengambil tindakan kesehatan yang tepat, (3) Kemampuan keluarga memberikan
perawatan kepada anggota keluarga (4) Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan
Universitas Indonesia
baik lingkungan fisik maupun psikologis yang mendukung untuk kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarganya, dan (5) Kemampuan keluarga
menggunakan atau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dimasyarakat
Beberapa penelitian yang telah dilakukan memiliki hubungan antara pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga pada balita, anak usia sekolah, lansia dan kualitas hidup klien TB
Paru, tetapi peneliti belum menemukan studi tentang hubungan antara pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga pada populasi remaja tentang perilaku merokok. Penelitian ini
penting untuk dilakukan agar dapat membantu Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga guna memberikan data dasar dalam pelaksanaan kunjungan rumah
oleh Puskesmas dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif
serta asuhan keperawatan keluarga khususnya pada keluarga dengan remaja tentang
merokok. Untuk dapat mengetahui perilaku merokok remaja dan tugas kesehatan
keluarga dapat melalui persepsi remaja. Berdasarkan fenomena tersebut, maka
pertanyaan penelitian yang perlu dijawab adalah apakah terdapat hubungan antara
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok
remaja di kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug,
kecamatan Cimanggis, kota Depok
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin,
uang saku dan teman sebaya di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis kota Depok
1.3.2.2. Mengidentifikasi karakterisitik keluarga meliputi tingkat
Pendidikan dan lingkungan tempat tinggal di kelurahan Curug,
kecamatan Cimanggis kota Depok
1.3.2.3. Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis kota Depok
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tugas kesehatan keluarga
dengan anak remaja yang merokok sehingga dapat memberikan informasi
yang jelas kepada orangtua atau keluarga, kegiatan puskesmas kunjungan
keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan
preventif, acuan kebijakan bagi dinas kesehatan ataupun instansi pendidikan
1.4.2. Manfaat Keilmuan
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan terutama
keperawatan keluarga dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan
keluarga dengan anak remaja yang memiliki perilaku merokok
1.4.3. Manfaat Metodologis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perilaku merokok remaja berkaitan
dengan keluarga
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini menjelaskan tentang teori atau konsep yang menjadi landasan dalam
melakukan penelitian dan didukung oleh hasil penelitian mencakup konsep tentang
remaja, perilaku merokok pada remaja, keluarga dan tugas kesehatan keluarga, persepsi
serta model promosi kesehatan keluarga yang digunakan
2.1.Konsep Remaja
2.1.1. Defenisi Remaja
Menurut WHO remaja adalah orang muda dalam rentang usia 10 dan 19 tahun,
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah (Kementerian Kesehatan RI, 2015)
18 Universitas Indonesia
remaja berlangsung sekitar dari 12 tahun sampai 16-17 tahun dan akhir masa remaja
dimulai dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun yaitu usia matang secara hukum
(Jahja, 2011). Potter dan Perry, (2009). Membagi remaja berdasarkan tingkat usia
yaitu remaja awal periode usia 11-14 tahun, remaja pertengahan periode usia 14 –
17 tahun dan remaja akhir periode usia 17-20 tahun. Masing-masing tingkat usia
memiliki variasi dalam perkembangan fisik, kognitif, psikososial, hubungan dengan
orangtua dan hubungan dengan kelompok. Menurut Depkes (2009) remaja
dikategorikan menjadi masa remaja awal usia 12-16 tahun dan remaja akhir usia
17-25 tahun. Sedangkan dalam Allender, Rector, dan Warner, (2014) masa remaja
dimulai pada usia antara 10 sampai 20 tahun, dikelompokkan kedalam tiga usia
yaitu masa remaja awal (usia 10-14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15-17
tahun) dan remaja akhir (usia 18 sampai pertengahan 20 tahun).
2.1.3.2.Perubahan Kognitif
Pada masa ini remaja telah memiliki kemampuan dapat memperkirakan suatu
kemungkinan, mengurutkan, memecahkan masalah dan mengambil keputusan
melalui pemikiran logis. Remaja dapat berpikir secara abstrak dan mengatasi
masalah bersifat hipotesis. Ketika dihadapkan oleh persoalan atau masalah dengan
Universitas Indonesia
Perubahan kognitif pada remaja memiliki variasi diantara tingkat usia. Pada masa
remaja awal untuk pertama kalinya mengalami kemajuan proses berpikir yang
sebelumnya masih bersifat fisik atau konkrit yang lebih berfokus pada hal-hal yang
sedang terjadi menjadi kemampuan berpikir secara abstrak yaitu dapat
membayangkan hal yang akan terjadi. Mesikpun pemikiran abstraknya yang masih
terbatas, remaja juga mampu memecahkan masalah yang membutuhkan manipulasi
beberapa konsep abstrak sekaligus. Kemampuan ini dapat membentuk identitas diri
remaja yaitu menentukan tingkah laku yang sesuai dan lebih berdasarkan gender
serta mempertimbangkan dampaknya terhadap kelompok, keluarga dan masyarakat
(Potter & Perry, 2009).
2.1.3.3.Perubahan Psikososial
Pada perkembangan psikososial, tugas utama remaja adalah pencarian jati diri.
Mereka dapat membentuk hubungan kelompok yang erat atau memilih untuk
terisolasi. Menurut erikson, (1963) dalam Potter dan Perry, (2009) kebingungan
indentitas atau peran merupakan bahaya pada masa ini. Selain itu, penolakan
kelompok terhadap perbedaan pada anggota remaja merupakan suatu mekanisme
Universitas Indonesia
pertahanan terhadap kebingunan identitas (Erikson, 1968 dalam Potter & Perry,
2009).
Perubahan psikososial pada remaja memiliki variasi diantara tingkat usia. Pada masa
remaja awal remaja berfokus pada perubahan tubuh yang cepat, mencoba berbagai
peran, mengukur daya tarik melalui penerimaan atau penolakan dari kelompok dan
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh kelompok teman. Selain itu, remaja juga
meningkatkan hubungan persahabatan dengan teman sesama jenis dan berusaha
menjadi pemimpin dalam kelompok. Masa remaja pertengahan, terjadi perubahan
citra diri, sangat egosentris, kecenderungan berfokus pada pengalaman dalam diri
dan penemuan jati diri, idealistik dan mampu memperkirakan akibat dari tingkah
laku dan keputusan yang diambil. Selain itu, penerimaan oleh kelompok menjadi hal
yang penting disertai adanya ketakutan akan penolakan dan mencoba untuk menarik
lawan jenis. Pada masa remaja akhir, remaja mulai menegakkan citra tubuh dan
defenisi peran sesuai jenis kelamin, identitas seksual yang matang, kestabilan
percaya diri, merasa nyaman dengan pertumbuhan fisik serta menentukan peran
sosial. Selain itu, kepentingan kelompok berkurang dan digantikan oleh hubungan
persahabatan secara individual, memungkinkan hubungan antara lawan jenis yang
permanen dan hubungan ditandai dengan saling memberi dan berbagi (Potter &
Perry, 2009).
Hertel dan Mermelstein, (2012) menjelaskan bahwa semakin banyak remaja yang
menganggap merokok merupakan aspek yang menentukan tentang siapa diri
mereka, maka semakin besar kemungkinan meningkatnya merokok diantara remaja.
Selain itu, peningkatan negatif mempengaruhi motif coping seperti merokok adalah
sesuatu yang dilakukan saat bosan, membantu melupakan kekhawatiran, membantu
merasa tenang saat tegang, gugup dan marah, membuat lebih rileks dan membantu
saat suasana hati sedang buruk berkaitan dengan pengembangan identitas perokok
antara laki-laki dan perempuan. Peningkatan motif sosial dikaitkan dengan
perkembangan identitas perokok di kalangan laki-laki, dan peningkatan efek negatif
terhadap motif coping dikaitkan dengan pengembangan identitas perokok sosial di
kalangan perempuan. Identitas perokok dan perokok sosial ditandai oleh pengaruh
Universitas Indonesia
negatif terhadap stres dan juga motif sosial untuk merokok (Hertel & Mermelstein,
2016)
Universitas Indonesia
Dalam sebatang rokok terdapat sekitar 600 bahan kimia yang ketika dibakar akan
menghasilkan lebih dari 7000 bahan kimia beracun. Dari lebih dari 7000 bahan
kimia sekitar 69 bahan kimia yang diketahui menyebabkan kanker terdiri dari aseton
(ditemukan di penghapus cat kuku), acetic acid (ramuan pewarna rambut), amonia
(pembersih rumah tangga biasa), arsenik (digunakan dalam racun tikus), benzene
(ditemukan di semen karet), butana (digunakan dalam cairan ringan), komponen
aktif kadmium dalam asam baterai, karbon monoksida (dilepaskan di asap knalpot
mobil), formaldehid (cairan pembalseman), hexamine (ditemukan pada cairan
pemanggang barbekyu), memimpin (digunakan dalam baterai), naftalena (ramuan
dalam kapur barus), methanol (komponen utama bahan bakar roket), nikotin
(digunakan sebagai insektisida), tar (material untuk jalan paving), toluena
(digunakan untuk pembuatan cat) dan sebagainya (American Lung Association,
2018)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ketenangan (Melda, 2017). Selain itu, Weiss, Palmer, Chou, Mouttapa, dan
Johnson, (2008) menjelaskan bahwa kecemasan, permusuhan dan gejala
depresi secara signifikan berkaitan dengan risiko merokok seumur hidup
yang lebih tinggi untuk remaja baik pria dan wanita.
5. Kognitif
Remaja merokok karena rasa ingin tahu yang besar (Melda, 2017). Selain
itu, faktor pengetahuan tentang risiko penggunaan tembakau, memiliki niat
untuk merokok, norma yang dianggap sesuai dengan kebiasaan merokok
dapat mempengaruhi remaja untuk merokok (Mbongwe, Tapera, Phaladze,
Lord, & Zetola, 2017)
2.2.3.2.Faktor lingkungan :
1. Teman sebaya
Lingkungan dapat berupa teman merokok dan kurangnya lingkungan anti
merokok merupakan faktor prediktor yang dominan dan selanjutnya
mempengaruhi niat remaja berkaitan dengan self-efficacy untuk menolak
merokok (Park, Lee, Yun, & Cui, 2014). Remaja merokok juga dipengaruhi
oleh ajakan teman sebaya atau sepermainan dapat membuat remaja
cenderung untuk melakukan aktivitas yang sama. Faktor ini merupakan
faktor terbesar yang mendorong remaja untuk merokok. Pada masa remaja
pengaruh teman sebaya sangatlah kuat (Melda, 2017). Penelitian yang
dilakukan Mbongwe, Tapera, Phaladze, Lord, dan Zetola, (2017), pada siswa
berusia 12-18 tahun di dua kota di Botswana dengan menggunakan
metodologi Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa
faktor risiko merokok remaja dipengaruhi oleh faktor citra diri dan
penerimaan oleh teman sebaya adalah faktor prediktor terkuat secara
keseluruhan. Remaja biasanya berteman dengan remaja yang merokok
sehingga saat berkumpul sambil merokok. Sulit bagi remaja untuk berhenti
merokok karena teman dekat mereka merokok. Teman adalah faktor
terpenting bagi remaja untuk mengendalikan perilaku merokok (Hong, Guo,
& Chen, 2015).
Universitas Indonesia
2. Keluarga
Status pendidikan ayah yang lebih rendah dikaitkan dengan paparan rumah
tangga terhadap perokok pasif (Rakesh, Lalu, & Leelamoni, 2017). Remaja
yang memiliki hubungan baik dengan orangtua, kehidupan keluarga yang
baik, status sosial ekonomi orangtua yang baik secara moderat terhadap niat
penolakan self-efficacy sehingga mempengaruhi pada perilaku merokok
(Park, Lee, Yun, & Cui, 2014). Remaja dapat merokok karena melihat
anggota keluarga di dalam rumah merokok, karena orangtua dan keluarga
menjadi contoh bagi remaja untuk belajar. Ketika melihat anggota keluarga
merokok (ayah, ibu, kakak/saudara) dapat membuat remaja meniru dan
mengikuti aktivitias merokok (Melda, 2017). Anggota keluarga yang
merokok tidak hanya menciptakan norma positif remaja tentang rokok, tetapi
juga mempermudah akses untuk memperoleh rokok didalam rumah
(Mbongwe, Tapera, Phaladze, Lord, & Zetola, 2017). Selain itu, orangtua
adalah model peran yang paling signifikan terhadap kehidupan remaja.
Kebanyakan remaja laki-laki menginginkan merokok lebih sedikit atau
berhenti merokok, tetapi melihat orangtua mereka merokok sehingga
mempengaruhi keputusan mereka untuk berhenti merokok (Hong, Guo, &
Chen, 2015). Memiliki panduan orangtua tentang merokok, tidak memiliki
kontak dengan rokok di rumah pada minggu terakhir dan mengetahui tentang
bahaya elektronik rokok diidentifikasi sebagai faktor perlindungan (Urrutia-
Pereira, Oliano, Aranda, Mallol, & Solé, 2017)
Universitas Indonesia
dalam hari atau minggu (Harvey, Chadi, & Canadian Paediatric Society,
2016)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3.Konsep Keluarga
2.3.1. Defenisi Keluarga
Keluarga didefenisikan bergantung pada latar belakang pendefinisi. Menurut
pandangan para ahli interaksi keluarga, keluarga sebagai arena interaksi kepribadian
sehingga di dalam keluarga berfokus pada karakterisitk transaksional dinamis.
Menurut pandangan perspektif system umum keluarga sebagai system sosial kecil
yang secara terbuka saling bergantung dan dipengaruhi oleh struktur internal
maupun lingkungan eksternalnya. Berdasarkan pandangan para ahli pasca
modernisme, keluarga sebagai individu dari tiap generasi selanjutnya akan
mendefenisikan kembali keluarga, bahkan fungsi yang paling dasar dari keluarga
yaitu reproduksi dipandang terpisah dari keluarga. Menurut U.S. Burneau of the
Census dalam Friedman, Bowden, & Jones, (2010), keluarga yang berorientasi
secara tradisional, mendefenisikan keluarga terdiri atas individu yang tergabung
secara bersama karena ikatan pernikahan, darah, adopsi dan tinggal dalam satu
rumah secara bersama
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sedang baik atau menyenangkan (seperti tidak terlalu panas, terlalu dingin, hujan
dan sebagainya), terdapat area atau lubang yang terbakar pada karpet, tempat tidur
atau pakaian mereka, terdapat korek apai dikamar, ransel atau benda-bedan mereka,
penggunaan obat kusia atau permen karet yang lebih sering (Mediawiki, 2018)
Remaja merokok pertama kali melalui penggunaan sesekali yang pada akhirnya
setiap hari dan dilakukan secara terus menerus sehingga semakin berat, yang
akhirnya berakibat pada ketergantungan. Gejala awal ketergantungan nikotin dapat
muncul dalam hitungan hari sampai berminggu-minggu setelah merokok meskipun
jarang sebelum onset merokok setiap hari. Ketergantungan nikotin ditandai dengan
toleransi, keinginan merokok (ngidam), merasa perlu untuk menggunakan rokok,
gejala penarikan diri selama tidak merokok dan kehilangan kontrol atas jumlah atau
lamanya merokok. Gejala penarikan nikotin meliputi ; ngidam, mood tertekan, sifat
mudah marah, frustasi, gelisah, kesulitan berkonsentrasi (DiFranza et al., 2000)
Universitas Indonesia
2.4.2. Keluarga membuat keputusan tentang tindakan kesehatan yang tepat untuk
mendapatkan kesehatan atau mengelola masalah kesehatan
Orangtua dapat mempengaruhi perilaku merokok remaja. Orangtua dapat
mempengaruhi melalui ketidaksetujuan terhadap merokok pada remaja dan
frekuensi komunikasi tentang merokok. Komunikasi tentang rokok secara langsung
mempengaruhi kebiasaan merokok remaja sedangkan ketidaksetujuan terhadap
merokok pada remaja dapat mempengaruhi kebiasaan merokok remaja melalui
pembentukan sikap dan norma subjektif remaja untuk tidak merokok (Wang,
Krishnakumar, & Narine, 2014)
Selain itu, pengaruh orangtua juga penting dalam melindungi terhadap inisiasi
merokok selama masa remaja. Hubungan remaja dengan teman sebaya yang
merokok merupakan faktor risiko yang sangat kuat. Oleh karena itu, agar mencegah
remaja memulai merokok, orangtua harus secara aktif terlibat dalam kehidupan
remaja mereka dan menjaganya agar tidak berhubungan dengan teman sebaya yang
merokok (Mahabee-Gittens, Xiao, Gordon, & Khoury, 2013)
Perbedaan nilai, pandangan dan gaya hidup antara orangtua dengan remaja
mengakibatkan keregangan hubungan dan bahkan tidak lagi tercipta hubungan yang
harmonis antara orangtua dan anak remaja mengakibatkan pengurangan saluran
komunikasi secara terbuka (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Diskusi
interpersonal tentang pencegahan, terutama dengan orang yang sangat penting
seperti orangtua dapat dilakukan, karena dapat membantu menanamkan pola kognisi
sehat yang mengarah pada pencegahan kebiasaan merokok (Duncan, Pearson, &
Maddison, 2017).
Universitas Indonesia
memberikan perhatian, rasa aman atau nyaman dan mendengarkan cerita. Tidak
adanya penghargaan seperti tidak pernah memberikan persetujuan dan tidak
memberikan penilaian terhadap ide-ide, performa dan perasaan secara positif.
Selanjutnya, kurangnya dukungan instrumental dapat berupa tidak melibatkan
bantuan secara langsung untuk mengerjakan suatu tugas serta tidak memberikan
dukungan informatif berupa saran, pengarahan, umpan balik dan cara memecahkan
masalah. Sebagai orangtua hendaknya memberikan perhatian dan kasih sayang serta
lebih meningkatkan dukungan informasi kepada anak sehingga remaja merasa lebih
diperhatikan dan mengetahui dampak kerugian akibat merokok
Universitas Indonesia
norma subjektif remaja untuk tidak merokok (Wang, Krishnakumar, & Narine,
2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Hanson, (2014) terhadap remaja berkaitan dengan
penilaian keyakinan perilaku (keuntungan dan kerugian merokok), keyakinan
normatif (siapa yang diidentifikasi sebagai individu yang menyetujui atau menolak
merokok) dan keyakinan kontrol (keyakinan tentang faktor yang dapat memfasilitasi
atau menghambat merokok) dapat dijelaskan bahwa keyakinan perilaku paling
banyak sekitar 58% disampaikan responden yaitu merokok menyebabkan kanker.
Sekitar seperempat dari responden mengidentifikasi bahwa merokok menyebabkan
masalah pernapasan, mengurangi stress atau menenangkan, menyebabkan gigi
kuning dan berbau. Sekitar 20% responden menyebutkan bahwa merokok
menyebabkan masalah jantung. Keyakinan normatif yang paling sering disebutkan
Universitas Indonesia
adalah teman, diikuti orangtua serta pacar atau pasangan kencan. Keyakinan kontrol
responden yang paling sering adalah memiliki teman yang merokok, responden
tidak pernah menyebutkan bahwa mengetahui risiko kesehatan dari rokok, melihat
orang yang sakit atau meninggal akibat merokok dan orangtua yang mengomel tidak
menghambat untuk merokok.
Studi kualitatif yang dilakukan oleh Kulbok, Rhee, Botchwey, Hinton, Bovbjerg, &
Anderson, (2008) menjelaskan bahwa kekhawatiran remaja akan kesehatan dan
kecanduan, citra diri yang positif dan kepercayaan diri yang dirasakan sebagai faktor
yang mempengaruhi keputusan remaja untuk tidak merokok. Selain itu, persetujuan
orangtua, teman dan keyakinan pribadi selanjutnya memperkuat keputusan remaja
yang tidak merokok
Proses komunikasi antara orangtua dan remaja tentang rokok akan memberikan hasil
yang berbeda bila orangtua tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang rokok.
Hal ini dapat mengakibatkan pesan yang disampaikan tidak akan diterima oleh
remaja sehingga tidak dapat mempengaruhi perubahan perilaku pada remaja. Selain
itu, orangtua yang bekerja dengan jadwal tidak tetap juga dapat mempengaruhi
remaja merokok melalui komunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak dapat
memberikan pengaruh berkaitan dengan perilaku merokok remaja dibandingkan
hanya sebatas frekuensi komunikasi (Kim, Ali, & Kim, 2016)
Universitas Indonesia
Selain itu, remaja saat ini tumbuh dalam dunia digital dimana semakin banyak yang
menggunakan internet untuk hiburan dan mendapatkan informasi. Studi literatur
yang telah dilakukan menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara
keterpaparan pada citra merokok seperti yang ditemukan di film dan iklan. Anak
remaja sangat rentan terhadap pesan iklan dan gambaran positif lainnya tentang
merokok sehingga memungkinkan untuk merokok (Forsyth, Kennedy, & Malone,
2013). Penelitian yang dilakukan oleh Mejia et.al., (2017) di Argentina menjelaskan
bahwa paparan merokok di film memprediksikan transisi merokok di masa depan di
kalangan remaja awal. Remaja awal yang tidak pernah merokok menjadi rentan,
24,1% melaporkan telah mencoba merokok, dan 9,4% adalah perokok saat ini.
Sebagian besar paparan terhadap rokok berasal dari film. Paparan yang lebih besar
Universitas Indonesia
2.4.4. Menjaga lingkungan rumah yang kondusif bagi pemeliharaan kesehatan dan
perkembangan pribadi
Hubungan antara orangtua dan remaja dapat mencerminkan gejolak dan juga
mempengaruhi perkembangan dan kesehatan remaja. Orangtua sebagai individu
yang pertama berinteraksi dengan remaja perlu mempertahankan hubungan antara
orangtua dan remaja. Hubungan yang dimaksud dapat berupa kepuasan, kedekatan
atau keterhubungan (Riesch, Anderson, Pridham, Lutz, & Becker, 2010). Penelitian
yang dilakukan Luk et al., (2017) menjelaskan bahwa hubungan interparental yang
dirasakan secara negatif, harmoni keluarga dan kebahagiaan keluarga dikaitkan
dengan kemungkinan merokok yang lebih tinggi dengan hubungan dosis respons
pada anak-anak dan remaja yang tidak merokok. Orangtua harus menyadari bahwa
konflik diantara keduanya memberikan efek ketidakharmonisan dan
ketidakbahagiaan keluarga sehingga memberikan ideologi awal pada anak dan
remaja untuk merokok.
Faktor risiko untuk inisiasi merokok pada remaja berkaitan dengan kohesi dan
konflik keluarga dimana kohesi keluarga yang rendah dan meningkatknya konflik
dalam keluarga. Kohesi keluarga dapat melindungi remaja untuk merokok dan
konflik keluarga dapat meningkatkan risiko merokok remaja. Perubahan yang
dirasakan dalam kohesi dan konflik keluarga mempengaruhi keputusan remaja
untuk merokok (Rajesh, Diamond, Spitz, & Wilkinson, 2015)
Universitas Indonesia
Kegiatan PKPR dapat dilaksanakan didalam atau diluar gedung oleh petugas
kesehatan atau petugas lain dimasyakarat atau institusi. Jenis kegiatan meliputi
pemberian informasi dan edukasi ; Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan
Universitas Indonesia
Dampak buruk dari asap rokok dan nikotin dapat berlangsung lama. Petugas
kesehatan memiliki tanggung jawab utama dalam mencegah penggunaan tembakau
dikalangan remaja dan keluarga. Petugas kesehatan perlu mengintegrasikan layanan
konseling tembakau dalam penilaian kesehatan remaja dan menyadari peran yang
dapat mainkan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam mempromosikan
lingkungan bebas asap rokok (Harvey, Chadi, & Canadian Paediatric Society, 2016).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Model ini dibagi menjadi dua bagian untuk membedakan faktor-faktor eksternal dan
internal keluarga. Faktor eksternal dibagi menjadi faktor tingkat komunitas atau
masyarakat dan sosial. Faktor sosial menyediakan dasar materi bagi keluarga sehingga
keluarga memiliki sumber daya yang luas bagi keluarga seperti pendapatan, pendidikan
dan pengetahuan, struktur keluarga dan kebijakan, etnisitas, jejaring sosial dan waktu.
Universitas Indonesia
Komponen model yang menjadi pusat konsepsi dan proses keluarga terdapat dibagian
internal serta dibatasi oleh batas semi permeabel (garis lingkaran putus-putus). Hal ini
menggambarkan bahwa faktor internal keluarga dipengaruhi oleh proses dari luar
keluarga. Faktor internal memiliki dua elemen yaitu jalur ekokultural keluarga dan
praktik kesehatan keluarga sebagai elemen utama dalam membentuk proses dari mana
dan melalui mana pola perilaku kesehatan dihasilkan dan individual (Christensen, 2004)
Universitas Indonesia
Hasil akhir dalam model ini adalah kesehatan anak. Status kesehatan anak menunjukkan
dua hasil utama praktik kesehatan keluarga yaitu status kesehatan anak yang dapat
diukur (seperti tingkat kesakitan) dan anak sebagai aktor yang mempromosikan
kesehatan. Model ini menunjukkan bahwa sejauh mana anak bertindak dengan cara
yang mempromosikan atau menurunkan kesehatan mereka sendiri merupakan aspek
penting kehidupan keluarga. Agar anak dapat mengembangkan kemandirian dalam
kaitannya dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka, maka aspek kunci yang
disarankan adalah perawatan diri (secara fisik, emosional dan sosial), perawatan pribadi
dan kebersihan, tetap bugar dan aktif (secara fisik dan mental), mengembangkan dan
memelihara koneksi (seperti hubungan asuhan, tanggung jawab dan kewajiban) dengan
orangtua dan teman sebaya, menyeimbangkan dan mengelola risiko sehari-hari,
mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan terkait kesehatan dan kompetensi,
mengembangkan nilai postif dan tujuan yang berarti untuk kesehatan, kesejahteraan dan
perilaku kesehatan, serta kemampuan untuk berkonsultasi dan menggunakan layanan
perawatan kesehatan (Christensen, 2004)
Faktor lain yang membentuk praktik kesehatan keluarga adalah sejarah atau riwayat
keluarga dari generasi ke generasi. Status kesehatan anak juga ditentukan oleh riwayat
kesehatan dan penyakit anak dan keluarga serta disposisi genetik orangtua. Riwayat
Universitas Indonesia
praktik mencakup pola makan keluarga, keterlibatan dalam aktivitas fisik, sikap
terhadap layanan kesehatan dan sebagainya. Akhirnya terdapat sejumlah lingkungan
komunitas yang mempengaruhi dan membentuk kesehatan anak, termasuk masyarakat
konsumen, masyarakat setempat, sekolah, layanan kesehatan, media massa, kelompok
sebaya dan lembaga penitipan anak (Christensen, 2004)
2.8.Kerangka Teori
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFENISI OPERASIONAL
Bagian ini menjelaskan kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional penelitian.
Kerangka konsep penelitian sebagai kerangka berfikir peneliti dalam melakukan
penelitian dalam mengarahkan peneliti menentukan hipotesis dan definisi operasional
dari variabel yang diteliti
Variabel Confounding :
1. Karakteristik remaja (usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya)
2. Karakteristik keluarga (tingkat pendidikan dan lingkungan tempat tinggal)
48 Universitas Indonesia
Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (Independen) dan variabel terikat
(Dependen). Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga sedangkan variabel terikat (dependent)
yaitu perilaku merokok remaja. Adapun sebagai variabel confounding terdiri dari
karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, teman sebaya dan
karakterisitk keluarga meliputi tingkat pendidikan dan lingkungan tempat tinggal
3.2.Hipotesis Penelitian
3.2.1. Hipotesis Mayor
Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga keseluruhan dengan perilaku merokok
remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2. Hipotesis Minor
Adapun hipotesis minor sebagai berikut :
3.2.2.1.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga mengenal masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2.2.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan dengan perilaku
merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2.3.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan kesehatan dengan perilaku merokok remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2.4.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2.5.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tidak pernah = 5
Universitas Indonesia
Variabel Dependen
Perilaku Merupakan respon Menggunakan kuesioner, 0 = Merokok Ordinal
merokok remaja terhadap terdiri dari 1 pertanyaan Jika responden
stimulus dari internal pada bagian B pernah merokok
maupun eksternal meskipun hanya 1
berupa status Pilihan jawaban sesuai atau 2 kali
merokok dengan skala guttman embusan dan
Ya = 1 sampai saat ini
Tidak = 2 masih merokok
1 = Tidak
merokok
Jika responden
tidak pernah
merokok (0
batang)
sepanjang hidup
Universitas Indonesia
Variabel Confounding
Karakterisik Keluarga
1 = Pendidikan
tinggi (Akademi-
Perguruan Tinggi)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN
Bagian ini menjelaskan tentang desain penelitian yang digunakan, populasi dan sampel,
tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, uji validitas dan
reliabilitas instrumen, metode pengumpulan data dan analisa data
4.1.Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional melalui
korelatif yaitu penelitian yang menghubungkan variabel yang satu dengan lainnya dan
menguji secara statisitk selanjutnya dari hipotesis penelitian (Swarjana, 2015).
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok. Selain itu, untuk mengidentifikasi variabel
kontrol yang dapat mempengaruhi tugas kesehatan keluarga dan perilaku merokok pada
remaja. Variabel tersebut terdiri dari karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin,
uang saku, teman sebaya dan karakterisitk keluarga meliputi tingkat pendidikan dan
lingkungan tempat tinggal
55 Universitas Indonesia
4.2.2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2013). Sampel penelitian ini adalah remaja di kelurahan Curug. Besarnya
sampel ditentukan untuk mengetahui proporsi suatu kejadian dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Dharma, 2015) :
2
𝑍1−𝛼/2 . 𝑃 (1 − 𝑃)
𝑛=
𝑑2
Keterangan :
n = Jumlah sampel
2
𝑍1−𝛼/2 = Standar normal deviasi untuk α = 0,05 adalah 1,96
P = Proporsi siswa perokok aktif berdasarkan data survei GYTS 2016 di kota Depok
adalah 23.4% (0,234)
d = Deviasi dari prediksi proporsi atau presisi absolute adalah sebesar 5% (0,05)
Berdasarkan rumus tersebut maka didapatkan jumlah minimal sampel yang diperlukan
sebanyak 276 responden. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi drop out
responden, perlu penambahan 10% dengan menggunakan rumus (Sastroasmoro &
Ismail, 2014) :
n
𝑛∗ =
1−f
Dimana :
𝑛∗ = Besar sampel setelah dikoreksi
f = Perkiraan proporsi drop out (10% = 0,1)
Maka, besar sampel setelah dikoreksi sebanyak 306,66 responden dibulatkan menjadi
307 responden, selanjutnya peneliti menggenapkan menjadi 310 responden
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.3.Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok dengan
pertimbangan diantaranya berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan beberapa
remaja, orangtua dan masyarakat bahwa perilaku merokok remaja semakin meningkat,
remaja sebagian secara sembunyi merokok, sebagian telah diketahui orangtua,
kebingungan orangtua terhadap perilaku merokok anak remaja dan menyalahkan akibat
pergaulan. Selain itu, kelurahan Curug merupakan lokasi kerjasama dengan kampus
Universitas Indonesia sehingga lebih memudahkan dukungan kerjasama dalam
pengumpulan data penelitian
4.4.Waktu Penelitian
Universitas Indonesia
4.4.Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2018 terdiri dari konsultasi proposal,
seminar proposal, perbaikan proposal, uji etik penelitian, uji instrument/kuesioner,
pelaksanaan penelitian, konsultasi hasil penelitian, seminar hasil penelitian, perbaikan
hasil penelitian, sidang tesis dan penulisan tesis
4.5.Etika Penelitian
Penelitian keperawatan yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian
semestinya mendapatkan persetujuan etik (ethical clearance) karena tidak bisa
dipungkiri bahwa selama penelitian mempunyai risiko ketidaknyamanan atau cedera
pada subjek (Dharma, 2015). Secara umum etika penelitian dalam keperawatan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, prosedur, risiko dan manfaat,
sehingga dapat terjalin hubungan rasa percaya antara peneliti dan responden. Penjelasan
penelitian diberikan kepada responden saat ditemui baik secara perorangan atau
perkelompok saat pengumpulan data yang dilakukan diluar rumah responden. Peneliti
menjelaskan tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan antara tugas kesehatan
keluarga dengan perilaku merokok remaja, menjelaskan prosedur penelitian berupa
menjawab pertanyaan dengan memilih pilihan yang sesuai dengan kondisi responden.
Peneliti juga menjelaskan bahwa tidak ada paksaan dalam keterlibatannya selama
penelitian dari pihak manapun sehingga memiliki hak untuk menolak baik sebelum atau
selama proses penelitian tanpa ada konsekuensi atau risiko yang diperoleh. Responden
Universitas Indonesia
diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dari penjelasan
dan peneliti menanggapi dengan memberikan penjelasan secara lengkap sehingga
responden memahami.
Selain penjelasan secara langsung kepada responden informasi juga diberikan dalam
bentuk tulisan. Seluruh informasi yang disampaikan kepada responden, dituliskan
dengan jelas dilembar penjelasan penelitian, menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh responden. Responden yang belum memahami penjelasan secara
langsung dari peneliti diberikan kesempatan untuk membaca pada lembar penjelasan
penelitian yang diberikan. Peneliti memberikan waktu sekitar 10-15 menit kepada
responden untuk memutuskan kesediaan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian.
Untuk memperkuat antisipasi penolakan, responden diberi penjelasan bahwa
keikutsertaan dalam penelitian sangat membantu penyampaian informasi untuk
mengatasi permasalahan perilaku merokok. Responden yang memutuskan untuk
bersedia mengikuti penelitian, diberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk
ditandatangani. Responden yang berusia dibawah 17 tahun dimana belum mampu dalam
pengambilan keputusan sendiri didampingi oleh PIK-R dan karangtaruna agar diketahui.
Informed consent yang ditandatangani oleh responden berisi penjelasan tentang judul,
tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan prosedur penelitian, penjelasan tentang risiko
atau ketidaknyamanan dan manfaat dari partisipasi sebagai responden, penjelasan
tentang jaminan kerahasiaan dan anonimitas, hak responden untuk menolak dari
penelitian atau menarik diri dari penelitian tanpa ada risiko atau konsekuensi yang
diperoleh responden, waktu yang diperlukan sekitar 45-60 menit
Selain prinsip autonomy, peneliti juga menjaga kerahasiaan responden. Prinsip ini
dikenal dengan confidentiality yang berarti bahwa peneliti bertanggung jawab untuk
menjamin kerahasiaan peserta dan datanya. Informasi pribadi yang diperoleh tidak
boleh mengarah pada identifikasi peserta dan tidak diberikan kepada orang lain tanpa
persetujuan responden (NMBI, 2015 dalam Doody & Noonan, 2016).
Dalam penelitian ini, peneliti memastikan kerahasiaan responden dengan tidak mengisi
nama selama pengisian kuesioner melainkan membuat nomor atau inisial sehingga
Universitas Indonesia
informasi yang dimasukkan kedalam program pengolahan data bukan dalam bentuk
nama responden melainkan kode. Kuesioner yang diisi responden tidak dipindah
tangankan kepada orang lain selain peneliti sendiri. Data hasil pengumpulan kuesioner
diamankan oleh peneliti untuk dimasukkan kedalam program aplikasi di laptop. Setelah
seluruh kuesioner telah dimasukkan kedalam program aplikasi komputer dan telah
melewati tahap pengolahan data, meliputi editing, coding, processing, cleaning
kuesioner tetap diamankan selama lima tahun untuk mengantisipasi permintaan bukti
hasil penelitian dan dimusnahkan jika tidak diperlukan lagi dengan cara dibakar agar
memastikan tidak akan dimiliki orang lain.
Untuk tetap menjaga keamanan data didalam laptop, peneliti membuat kata sandi di
laptop sehingga hanya peneliti yang dapat membuka laptop agar mencegah dari
kemungkinan data dilihat oleh orang lain serta melakukan replikasi penyimpanan data
kedalam dropbox dengan menggunakan kata sandi yang hanya diketahui oleh peneliti.
Peneliti mengolah data sesuai dengan data yang diperoleh dan menyampaikan laporan
hasil dengan tidak mencantumkan identitas responden. Setelah hasil penelitian
diseminarkan dan tidak lagi mengalami perubahan untuk perbaikan maka data
responden yang tersimpan di laptop dan dropbox dihapus secara permanen agar tetap
menjamin kerahasiaan responden.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
remaja yang tidak ingin dianggap merokok oleh orangtua meskipun tidak merokok,.
Dalam penelitian ini, peneliti atau pendamping peneliti mendatangi responden sehingga
responden tidak mengeluarkan biaya transportasi dan menginformasikan bahwa
penelitian ini tidak ada pungutan biaya apapun. Di akhir pengisian kuesioner responden
diberikan souvenir atau bingkisan sebagai ungkapan terima kasih dari peneliti kepada
responden yang telah terlibat dalam penelitian.
Hasil penelitian ini, hanya diberikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan seperti
puskesmas, dinas kesehatan, institusi pendidikan dan pihak lainnya yang berkaitan
dalam upaya mengatasi permasalahan merokok pada remaja dan dalam pelaksanaan
upaya promotif, preventif dan kuratif pada keluarga dengan anak remaja, agar hasil
penelitian tidak dijadikan sebagai bagian eksploitasi dari pihak-pihak yang ingin
mengambil keuntungan dalam pemasaran produk berkaitan dengan rokok berdasarkan
informasi yang diperoleh dari hasil penelitian berkaitan dengan jumlah remaja yang
merokok dikelurahan Curug
4.5.3. Justice
Menurut prinsip Justice atau keadilan, peneliti berkewajiban untuk memperlakukan
responden secara adil dan merata selama penelitian. Keadilan juga diterapkan saat
memberikan kesempatan untuk mengambil bagian dalam penelitian dan perlakukan
yang adil (Dempsey & Dempsey, 2000 dalam Doody & Noonan, 2016)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3), Jarang (nilai 4), Tidak pernah (nilai 5). Total nilai yang diperoleh pada
kemampuan keluarga mengenal perilaku merokok anak remaja antara 10-50
4.6.4. Bagian D : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan, merupakan
persepsi remaja tentang tugas orangtua dalam memutuskan jenis bantuan yang
dapat diberikan kepada remaja dengan perilaku merokok meliputi sikap keluarga
terhadap remaja merokok, identifikasi tindakan yang tepat, konsekuensi tindakan
jika tidak dilakukan dan keputusan keluarga tentang tindakan yang diberikan.
Penilaian dalam kuesioner menggunakan skala likert, terdiri dari penyataan
bersifat positif dan negatif. Pernyataan positif (+) diberi nilai : Selalu (nilai 5),
Sering (nilai 4), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 2), Tidak pernah (nilai
1). Sedangkan pernyataan negatif (-) diberi nilai : Selalu (nilai 1), Sering (nilai
2), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 4), Tidak pernah (nilai 5). Total nilai
yang diperoleh pada kemampuan keluarga mengenal perilaku merokok anak
remaja antara 10-50
4.6.5. Bagian E : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan kesehatan, merupakan persepsi remaja tentang
tugas orangtua memberi tindakan kepada remaja meliputi kontrol orangtua
terhadap remaja, melindungi remaja dari merokok, komunikasi tentang anti
rokok, informasi tentang bahaya rokok, ketrampilan sosial anak remaja.
Penilaian dalam kuesioner menggunakan skala likert, terdiri dari penyataan
bersifat positif dan negatif. Pernyataan positif (+) diberi nilai : Selalu (nilai 5),
Sering (nilai 4), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 2), Tidak pernah (nilai
1). Sedangkan pernyataan negatif (-) diberi nilai : Selalu (nilai 1), Sering (nilai
2), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 4), Tidak pernah (nilai 5). Total nilai
yang diperoleh pada kemampuan keluarga memberi perawatan kepada remaja
tentang perilaku merokok antara 10-50
4.6.6. Bagian F : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan, merupakan persepsi remaja
tentang tugas orangtua memodifikasi lingkungan fisik dan psikologis untuk
remaja meliputi menjaga kualitas hubungan, aturan tentang rokok, dan
penerapan perilaku sehat. Penilaian dalam kuesioner menggunakan skala likert,
Universitas Indonesia
terdiri dari penyataan bersifat positif dan negatif. Pernyataan positif (+) diberi
nilai : Selalu (nilai 5), Sering (nilai 4), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai
2), Tidak pernah (nilai 1). Sedangkan pernyataan negatif (-) diberi nilai : Selalu
(nilai 1), Sering (nilai 2), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 4), Tidak
pernah (nilai 5).. Total nilai yang diperoleh pada kemampuan keluarga memberi
perawatan kepada remaja tentang perilaku merokok antara 10-50
4.6.7. Bagian G : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan kesehatan, merupakan persepsi remaja tentang
tugas orangtua memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan yang ada meliputi
mengetahui lokasi, manfaat yang diperoleh, kepercayaan dan pengalaman
terhadap petugas, jenis layanan yang diberikan, konsekuensi jika ke tempat
pelayanan kesehatan. Penilaian dalam kuesioner menggunakan skala likert,
terdiri dari penyataan bersifat positif dan negatif. Pernyataan positif (+) diberi
nilai : Selalu (nilai 5), Sering (nilai 4), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai
2), Tidak pernah (nilai 1). Sedangkan pernyataan negatif (-) diberi nilai : Selalu
(nilai 1), Sering (nilai 2), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 4), Tidak
pernah (nilai 5). Total nilai yang diperoleh pada kemampuan keluarga mengenal
perilaku merokok anak remaja antara 10-50
Universitas Indonesia
Product Moment. Metode ini mengkorelasikan setiap item pertanyaan dengan skor
totalnya (Dharma, 2015).
Uji kuesioner dilakukan setelah mendapat izin dari Kesbangpol kota Depok. Hasil uji
validitas kuesioner diperoleh sebanyak 35 pernyataan kuesioner tugas kesehatan
keluarga telah valid (memiliki nilai Cronbach Alpha ≥ 0,6) dan 15 pernyataan yang
belum valid. Pernyataan yang belum valid diperbaiki dan dilakukan uji keterbacaan
kembali pada responden. Pernyataan yang belum valid yaitu pernyataan pada tugas
kesehatan keluarga mengenal masalah kesehatan nomor 2 dan 5, memutuskan tindakan
mengatasi masalah nomor 4, 5, 7, 8, melakukan perawatan kesehatan nomor 1, 2, 3, 4,
memodifikasi lingkungan kesehatan nomor 1, 2, 4, 10 dan memanfaatkan layanan
kesehatan nomor 5. Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner didapatkan nila r Alpha
(0,862) lebih besar dibandingkan nilai 0,6, maka semua pernyataan kuesioner
dinyatakan reliabel.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.9.Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi komputer, melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
4.9.1. Pengolahan data :
Menurut Hastono, (2016) agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang
benar minimal terdapat empat tahapan dalam proses data yang perlu dilakukan
yaitu :
4.9.1.1.Editing
Editing adalah kegiatan pengecakan isian kuesioner yang telah
dikumpulkan untuk memastikan jawaban telah lengkap yang berarti
semua pertanyaan telah diisi, jelas terbaca, relevan dengan pertanyaan
dan konsisten pada setiap pertanyaan atau pernyataan
4.9.1.2.Coding
Coding merupakan kegiatan mengubah huruf dari kuesioner menjadi
bentuk data yang bisa diproses seperti angka atau bilangan, sehingga
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
range, minimal dan maksimal agar dapat memperjelas variabel usia yang telah
dikategorikan
4.9.2.2.Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel
independen dan dependen (Hastono, 2016). Jenis hipotesis dalam penelitian ini
adalah hipotesis asosiatif dengan menggunakan skala nominal dan ordinal (skala
Universitas Indonesia
kategorik). Uji bivariat digunakan untuk menganalisis dua variabel yaitu satu
variabel independen dan satu variabel dependen. Analisis bivariat menggunakan
uji Chi square untuk menguji hubungan antara variabel independen dan
dependen berskala kategorik (Dharma, 2015).
Menurut Hastono, (2016) aturan yang berlaku pada uji Chi Square bahwa bila
pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka
menggunakan nilai Fisher’s Exact Test. Bila tidak ditemukan nilai Expected
(harapan) kurang dari 5 pada tabel 2 x 2 maka menggunakan nilai Continuity
Correction (a). Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dan
sebagainya, maka digunakan uji Pearson Chi Square. Dalam penelitian ini
variabel independen dan dependen diklasifikasikan kedalam dua kategori,
sehingga tabel yang digunakan adalah 2 x 2 dan menggunakan uji Continuity
Correction (a) karena tidak ditemukan nilai Expected (harapan) kurang dari 5
(nilai 0 cell (0%) pada footnote b dibawah kotak Chi-Square Test)
Universitas Indonesia
Dalam penelitian ini, variabel yang dilakukan uji bivariat dijelaskan pada tabel
berikut :
Tabel 4.2. Analisis Bivariat
Variabel Independen Variabel Uji Bivariat
Dependen
Persepsi remaja tentang Perilaku merokok Chi square
pelaksanaan tugas kesehatan remaja (Continuity Correction (a))
keluarga mengenal masalah
kesehatan
4.9.2.3.Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel
independen secara simultan dengan satu variabel dependen (Hastono, 2016). Penelitian
ini menggunakan hipotesis asosiatif, termasuk non parametrik dan variabel dependen
bersifat kategorik sehingga analisis multivariat yang digunakan adalah analisis regresi
logistik ganda. Analisis ini digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen
(hanya satu variabel) berskala kategorik berdasarkan variasi beberapa nilai variabel
independen (lebih dari satu variabel) yang berskala kategorik juga. Dalam analisis ini,
Universitas Indonesia
selain menghasilkan persamaan regresi logistik ganda juga menghasilkan Odd Ratio
atau OR (Dharma, 2015). Selain itu, menurut Dahlan, (2011) cara lain untuk penentuan
menggunakan analisis regeresi logistik ditentukan oleh skala pengukuran variabel
dependen yaitu berupa variabel kategorik
Menurut Hastono, (2016) tahapan dalam analisis multivariat untuk pemodelan dengan
tujuan mengestimasi secara valid hubungan antara variabel utama (variabel independen)
dengan variabel dependen dengan mengontrol beberapa variabel confounding dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Melakukan pemodelan lengkap meliputi variabel independen sebagai variabel
utama, semua kandidat confounding dan kandidat interaksi. Kandidat interaksi
dibuat antara variabel independen dengan semua variabel confounding
2. Melakukan penilaian interaksi melalui mengeluarkan variabel interaksi yang nilai p
Wald-nya tidak signifikan dikeluarkan dari model dimulai dari nilai p Wald terbesar
yang dilakukan satu per satu secara berurutan
3. Melakukan penilaian confounding dengan mengeluarkan variabel confounding yang
memiliki nilai p Wald terbesar dengan melihat selisih nilai OR factor dari variabel
independen antara sebelum dan sesudah variabel confounding dikeluarkan dengan
indikator jika nilai selisih nilai OR > 10%, maka variabel tersebut dinyatakan
sebagai confounding dan harus tetap berada didalam model
Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Bagian ini menjelaskan hasil penelitian tentang hubungan antara persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok. Pemaparan hasil penelitian terdiri dari tiga
bagian yaitu ; analisa univariat, bivariat dan multivariat. Analisa dilakukan setelah
diolah dengan menggunakan aplikasi pengolahan data berbasis komputer untuk menguji
secara statistik
5.1.Gambaran Karakterisitk Remaja, Karakteristik Keluarga, Persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dan Perilaku Merokok Remaja
5.1.1. Karakteristik Remaja
Data karakteristik remaja meliputi usia, kelompok usia, jenis kelamin, uang
saku, dan teman sebaya. Karakterisitk remaja, dapat terlihat pada tabel 5.1
dan tabel 5.2
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia remaja adalah 15,58 tahun,
dengan variasi 2,23 tahun. Usia termuda remaja adalah 12 tahun dan usia
tertua adalah 19 tahun. Ditemukan responden masih dibawah usia 17 tahun
dimana belum mampu dalam mengambil keputusan sendiri sehingga perlu
didampingi oleh perwakilan karangtaruna dan PIK-R setiap RW dalam
pengumpulan data. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa 95% remaja
berada diantara 15,33 tahun sampai dengan 15,83 tahun
Universitas Indonesia
75
Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018
76
Usia
Awal (usia 10 - 16 tahun) 192 61,9
Akhir (usia 17 - 19 tahun) 118 38,1
Jenis kelamin
Laki-laki 288 92,9
Perempuan 22 7,1
Uang saku (rata-rata seminggu)
≥ Rp. 10.000 214 69,0
< Rp. 10.000 96 31,0
Teman sebaya merokok
Ada 276 89,0
Tidak ada 34 11,0
Total 310 100,0
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa remaja memiliki perilaku merokok lebih dari
separuh adalah merokok yaitu 184 (59,4%)
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata usia remaja pertama kali merokok
adalah 7,71 tahun, dengan variasi 6,58 tahun. Usia termuda remaja pertama
kali merokok adalah 6 tahun dan usia tertua adalah 17 tahun. Hasil analisis
dapat disimpulkan bahwa 95% usia remaja berada diantara 6,98 tahun
sampai dengan 8,45 tahun
Universitas Indonesia
Mengenal masalah
kesehatan
Tidak mampu 78 (59,1) 54 (40,9) 132 (100,0) 0,981
1,000
Mampu 106 (59,6) 72 (40,4) 178 (100,0) (0,620-1,551)
Memutuskan tindakan
mengatasi masalah
kesehatan
Tidak mampu 81 (63,8) 46 (36,2) 127 (100,0) 1,368
0,229
Mampu 103 (56,3) 80 (43,7) 183 (100,0) (0,859-2,177)
Melakukan perawatan
kesehatan
Tidak mampu 98 (73,1) 36 (96,9) 134 (100,0) 2,849
0,001
Mampu 86 (48,9) 90 (51,1) 176 (100,0) (1,758-4,618)
Memodifikasi
lingkungan kesehatan
Tidak mampu 86 (56,2) 67 (43,8) 153 (100,0) 0,319 0,773
Mampu 98 (62,4) 59 (37,6) 157 (100,0) (0,491-1,217)
Memanfaatkan layanan
kesehatan
Tidak mampu 89 (69,0) 40 (31,0) 129 (100,0) 0,005 2,014
Mampu 95 (52,5) 86 (47,5) 181 (100,0) (1,254-3,234)
Tugas kesehatan
keluarga keseluruhan
Tidak mampu 106 (65,0) 57 (35,0) 163 (100,0) 0,043 1,645
Mampu 78 (53,1) 69 (46,9) 147 (100,0) (1,042-2,597)
Universitas Indonesia
Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang tidak mampu dalam
memutuskan tindakan mengatasi masalah mempunyai remaja yang merokok
sebanyak 63,8% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu
memutuskan tindakan mengatasi masalah sebanyak 56,3%. Hasil uji analisis
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tugas kesehatan keluarga
memutuskan tindakan mengatasi masalah dengan perilaku merokok remaja
(p = 0,229).
Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang tidak mampu dalam
melakukan perawatan kesehatan mempunyai remaja yang merokok sebanyak
73,1% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu melakukan
perawatan kesehatan remaja sebanyak 48,9%. Hasil uji analisis bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tugas kesehatan keluarga melakukan
perawatan kesehatan dengan perilaku merokok remaja (p = 0,001). Keluarga
yang tidak mampu melakukan perawatan kesehatan mempunyai peluang
2,849 meningkatkan perilaku merokok pada remaja dibandingkan dengan
keluarga yang mampu melakukan perawatan kesehatan
Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang tidak mampu dalam
melakukan modifikasi lingkungan kesehatan mempunyai remaja yang
merokok sebanyak 56,2% lebih rendah dibandingkan dengan keluarga yang
tidak mampu melakukan modifikasi lingkungan kesehatan remaja sebanyak
62,4%. Hasil uji analisis bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
Universitas Indonesia
Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang tidak mampu dalam
memanfaatkan layanan kesehatan mempunyai remaja yang merokok saat ini
sebanyak 69,0% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu
memanfaatkan layanan kesehatan remaja sebanyak 52,5%. Hasil uji analisis
bahwa ada hubungan yang signifikan antara tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok remaja (p =
0,005). Keluarga yang tidak mampu memanfaatkan layanan kesehatan
mempunyai peluang 2,014 meningkatkan perilaku merokok pada remaja
dibandingkan dengan keluarga yang mampu memanfaatkan layanan
kesehatan
Universitas Indonesia
Hasil seleksi analisis bivariat pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa terdapat
tiga variabel yang tidak memenuhi syarat karena memiliki nilai p value >
0,25 yaitu tingkat pendidikan ibu, persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 5.9 Hasil pemodelan tahap akhir analisis multivariat setelah uji
interaksi variabel-variabel dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok tahun 2018 (n = 310)
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari hasil uji interaksi diperoleh variabel
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga melakukan
perawatan kesehatan, memanfaatkan layanan kesehatan dan tugas kesehatan
secara keseluruhan berinteraksi dengan usia responden
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
Bagian ini meliputi tiga bagian yaitu pembahasan, keterbatasan penelitian dan implikasi
penelitian. Bagian pembahasan menjelaskan tentang hasil penelitian yang dikaitkan
dengan teori yang telah dijelaskan sebelumnya dan membandingkan dengan hasil
penelitan sebelumnya yang berkaitan. Keterbatasan penelitian menjelaskan proses
selama penelitian yang seharusnya dilakukan sesuai dengan konsep dan teori. Bagian
implikasi penelitian membahas tentang implikasi penelitian terhadap pengembang
kebijakan pelayanan kesehatan, pengembangan ilmu keperawatan keluarga dan
komunitas
6.1 Interpertasi dan Diskusi Hasil Penelitian
6.1.1 Karakteristik remaja
Karakteristik remaja dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, uang saku
dan teman sebaya.
a. Karakteristik usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia responden sebagian
besar adalah remaja awal (usia 10-16 tahun) yaitu 61,9% dengan jumlah
yang merokok sebanyak 184 orang (59,4%) dari data yang ada dapat dilihat
bahwa sebagian besar responden usia remaja awal memiliki perilaku
merokok dengan usia awal merokok meliputi usia 6-9 tahun (3,8%), usia 10-
11 tahun (22,3%), usia 12-13 (28,3%), usia 14-15 (38,6%), dan usia 16-17
(7%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Choi dan Stommel, (2017)
diantara penduduk AS yang perokok 7,3% mulai merokok sebelum usia 13
tahun 11,0% pada usia 13-14 tahun, 24,2% pada usia 15–16 tahun, 24,5%
pada usia 17–18 tahun, 14,5% pada usia 19–20 tahun dan 18,5% pada usia
≥21 tahun.
90 Universitas Indonesia
tertua adalah usia 19 tahun (10,3%) dengan usia awal merokok 11-17 tahun
dan jumlah rokok yang dihisap mulai 1 batang sampai kurang dari 1
bungkus/hari. Studi prospektif dilakukan Urrutia-Pereira, Oliano, Aranda,
Mallol, dan Solé, (2017) pada remaja (12-19 tahun) di Uruguaiana, RS,
Brasil menunjukkan bahwa frekuensi percobaan tembakau (pernah mencoba
sebatang rokok, bahkan satu atau dua puff) sebanyak 29,3% terdiri dari
14,5% mulai merokok sebelum 12 tahun dan 13,0% melaporkan merokok
setidaknya satu batang rokok / hari.
Dari data hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa usia awal remaja
mulai mencoba merokok yang terbanyak pada usia 14-15 tahun (38,6%) atau
termasuk pada akhir masa remaja awal dan awal masa remaja pertengahan.
Menurut Potter dan Perry, (2009) remaja dengan usia 11-14 tahun
dikategorikan remaja awal dan remaja dengan usia 14-17 tahun adalah
remaja usia pertengahan. Masing-masing tingkat usia memiliki variasi dalam
perkembangan fisik, koognitif, psikososial, hubungan dengan orang tua dan
hubungan dengan kelompok. Pada masa remaja awal 11-14 tahun untuk
pertama kalinya remaja mengalami kemajuan proses berpikir yang
sebelumnya masih bersifat fisik atau konkrit yang lebih berfokus pada hal-
hal yang sedang terjadi menjadi kemampuan berpikir secara abstrak yaitu
dapat membayangkan hal yang akan terjadi. Mesikpun pemikiran abstraknya
yang masih terbatas, remaja juga mampu memecahkan masalah yang
membutuhkan manipulasi beberapa konsep abstrak sekaligus. Kemampuan
ini dapat membentuk identitas diri remaja yaitu menentukan tingkah laku
yang sesuai dan lebih berdasarkan jenis kelamin serta mempertimbangkan
dampaknya terhadap kelompok, keluarga dan masyarakat (Potter & Perry,
2009).
Menurut Potter dan Perry, (2009) pada masa remaja pertengahan 14-17
tahun timbul kualitas introspeksi sejalan dengan peningkatan kognisi.
Remaja memiliki kepercayaan diri bahwa mereka mampu menghindar dari
tingkah laku yang beresiko yang dilakukan dan keinginan untuk memperoleh
Universitas Indonesia
Dari 288 responden laki-laki (92,6%) lebih dari setengah responden laki-laki
atau sebanyak 184 orang responden laki-laki merokok (63,8%) dengan
peningkatan seiring bertambahnya usia yakni usia 12 tahun sebanyak 6%,
usia 13 tahun 8,7%, usia 14 tahun 16%, usia 15 tahun 23,5%, usia 16 tahun
13,7%, 17 tahun 15,3%, 18 tahun 8,2% dan 19 tahun 8,2%. Sejalan dengan
penelitian Precioso, Samorinha, Macedo, dan Antunes, (2012) prevalensi
merokok di remaja usia sekolah di Portugis menunjukkan bahwa sebanyak
10,2% laki-laki dan 9,1% perempuan adalah perokok regular merokok
meningkat seiring bertambahnya usia. Pada usia 15 tahun, sebanyak 12,3%
Universitas Indonesia
laki-laki dan 8,6% perempuan adalah perokok regular, sebanyak 6,1% laki-
laki dan 4,0% perempuan adalah perokok sesekali.
Penelitian yang dilakukan Thijs, van Dijk, Stoof, dan Notten, (2015)
menemukan bahwa anak remaja laki-laki lebih terlibat dalam perilaku
bermasalah daripada anak perempuan. Perbedaan jenis kelamin sebagian
besar dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian remaja seperti pengendalian diri
yaitu perilaku mencari sensasi. Berdasarkan data observasi bahwa remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok mayoritas laki-laki
memiliki kecenderungan untuk merokok berkaitan dengan pencarian sensasi
dengan teman sebaya laki-laki yang juga merokok.
Responden memiliki uang saku dalam seminggu sebagian besar lebih dari
atau sama dengan Rp.10.000. Jika dikonversi dalam harian rata-rata minimal
Rp. 1428,5 responden memiliki uang saku dalam sehari. Harga rata-rata
rokok Rp.19.000 perbungkus, jika dijual secara eceran perbatang berkisar
Universitas Indonesia
Rp. 1.500. Berdasarkan data observasi bahwa dengan uang saku yang
dimiliki remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
masih memungkinkan remaja untuk membeli rokok secara eceran perbatang
meskipun tidak dilakukan setiap hari.
Selama masa remaja, remaja menarik diri dari orangtua dan figur otoritasnya
serta melihat teman-temannya sebagai panduan dalam bersikap dan
berperilaku. Teman sebaya adalah salah satu alasan paling umum pada
remaja untuk memulai merokok. Kelompok remaja secara bersama mencoba
merokok pertama kali sehingga merokok menjadi pengalaman yang
mengikat. Remaja yang tidak merokok kemungkinan merasa ditinggalkan
dan pada akhirnya akan mulai merokok untuk menyesuaikan diri (Bjornlund,
2010).
Menurut Potter dan Perry, (2009) remaja mencari identitas kelompok karena
mereka membutuhkan kepercayaan diri dan penerimaan. Kelompok akan
memberikan remaja rasa kebersamaan, persetujuan dan kesempatan untuk
Universitas Indonesia
mempelajari tingkah laku yang dapat diterima. Selain itu, remaja yang
memulai merokok untuk menggambarkan diri mereka sebagai kuat atau
keren, dianggap sebagai alasan yang sangat menarik bagi remaja yang diejek
oleh teman sebaya (Bjornlund, 2010). Berdasarkan data observasi bahwa
jumlah teman sebaya remaja yang mayoritas adalah merokok dapat menjadi
salah satu bagian dari alasan remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok memiliki perilaku yang sama yaitu merokok
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Menurut Potter dan Perry, (2009) remaja dengan usia 11-14 tahun dikategorikan
remaja awal, remaja dengan usia 14-17 tahun adalah remaja usia pertengahan
sedangkan usia 6 tahun merupakan periode anak usia sekolah karena telah
memasuki awal Sekolah Dasar (SD). Pada masa remaja awal 11-14 tahun
terbentuk identitas diri remaja yaitu menentukan tingkah laku yang sesuai dan
lebih berdasarkan jenis kelamin, mencoba berbagai peran, mengukur daya tarik
melalui penerimaan atau penolakan dari kelompok dan memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh kelompok teman sedangkan remaja usia 14-17 tahun memiliki
kepercayaan diri bahwa mereka mampu menghindar dari perilaku yang berisiko
yang dilakukan dan penerimaan atau penolakan dari teman sebaya lebih kuat.
Sejalan dengan temukan dalam penelitian ini bahwa alasan pertama kali remaja
merokok lebih banyak adalah coba-coba yaitu 92 (29,7%), disusul karena
mengikuti teman 21,0%, dan mengikuti orangtua 6,5%. Jumlah rokok yang
dikonsumsi per hari lebih banyak adalah 2-5 batang yaitu 61 (19,7%). WHO
(2013), mengkategorikan perokok menjadi tiga yaitu (1) Perokok ringan adalah
merokok 1-10 batang per hari, (2) Perokok sedang adalah merokok 11-20 batang
per hari dan (3) Perokok berat yaitu merokok lebih dari 20 batang per hari.
Universitas Indonesia
Selain itu, menurut Bandura, (1989; 1994; 1998) dalam Bektas, Ozturk, dan
Armstrong, (2010) ekspektasi, keyakinan, hasrat emosional, dan kompetensi
kognitif individu dibentuk dan dikembangkan melalui interaksi sosial. Untuk
alasan itu, status sosial dan karakteristik pribadi yang teramati dari individu
memiliki pengaruh pada lingkungan social. Studi menunjukkan bahwa anak-
anak lebih cenderung merokok jika perilaku merokok dianggap sebagai perilaku
positif dalam lingkungan anak. Selain itu, perilaku yang ditampilkan oleh
panutan dapat diterima dan ditiru oleh individu bahkan jika perilaku tersebut
tidak sehat (Bektas, Ozturk, dan Armstrong, 2010).
Dalam penelitian ini responden yang pertama kali merokok usia dibawah 10
tahun sebanyak 7 responden (2,3%) terdiri dari usia 6 tahun sebanyak 1 orang, 8
tahun sebanyak 1 orang dan 9 tahun sebanyak 5 orang dengan alasan pertama
kali merokok karena coba-coba atau ingin tahu, dimana terpadat yang merokok
dirumah dan terdapat teman sebaya yang merokok. Usia 6 tahun merupakan
periode anak usia Sekolah Dasar (SD), menurut Click dan Parker, (2009)
karakteristik perkembangan pada anak usia 5-7 tahun diantaranya dalam
hubungan dengan keluarga lebih independen dari orangtua, tetapi masih
membutuhkan aturan, anak mulai melihat sudut pandang orang lain,
mengandalkan kelompok sebaya mereka untuk harga diri, dapat belajar untuk
berbagi dan begiliran melalui teman sebaya dan memiliki keingintahun alami
dalam kemampuan berfikir. Sedangkan pada anak usia 8-10 tahun dalam
hubungan dengan keluarga bergantung pada orangtua untuk bantuan dalam
mengasumsikan pribadi dan tanggungjawab sosial, mengembangkan minat
khusus sesuai jenis kelamin mereka dengan teman sebaya, dapat mulai berpikir
logis tentang masalah praktis dalam kemampuan berfikir.
Menurut Piaget (1952) dalam Click dan Parker, (2009) selama masa
praoperasional (usia 2-7 tahun) anak-anak mulai dapat berfikir secara simbolis.
Mereka dapat mengingat pengalaman dan objek secara independen dari
pertemuan langsung. Akan tetapi, dalam masa ini anak-anak sering sampai pada
kesimpulan yang salah karena mereka tidak dapat melakukan "operasi"
Universitas Indonesia
Masa usia sekolah sangat penting untuk perolehan tingkah laku dan praktik
kesehatan pada masa dewasa. Pada masa ini masih terjadi perkembangan
kognitif sehingga Pendidikan kesehatan yang efektif harus disesuaikan.
Pendidikan kesehatan yang efektif akan mengajari anak tentang tubuhnya dan
dampak pilihan yang mereka ambil terhadap kesehatan mereka (Potter & Perry,
2009).
Universitas Indonesia
Penelitian lain yang dilakukan Arfiningtyas dan Salawati, (2015) pada siswa
kelas 4 dan 5 yang diambil dari kedua sekolah di kota Demak menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan persepsi antara anak sekolah dasar di perkotaan dan
pedesaan tentang bahaya rokok. Anak sekolah dasar di perkotaan mempunyai
persepsi positif tentang bahaya rokok lebih banyak 56,7% dari anak sekolah
dasar di pedesaan 53,8%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak sekolah dasar di
perkotaan memiliki persepsi positif mengenai bahaya rokok terhadap kesehatan,
kawasan tanpa rokok dan mitos tentang rokok sedangkan bagi anak sekolah
dasar di pedesaan memiliki persepsi negatif tentang kawasan tanpa rokok,
tembakau kunyah, bahaya rokok bagi gigi, iklan rokok dan mitos tentang rokok.
Perbedaan persepsi ini dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya kurangnya
pengetahuan responden di pedesaan tentang rokok dan bahayanya, lokasi yang
jauh dari sumber informasi yang mudah didapat dan diakses seperti dipedesaan
serta keadaan sosial
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6.1.5 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
dalam mengenal masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis bivariat tugas kesehatan keluarga mengenal masalah kesehatan
remaja dengan perilaku merokok remaja menunjukkan p value = 1,000. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga mengenal
masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja. Keluarga yang tidak
mampu dalam mengenal masalah kesehatan mempunyai remaja yang merokok
sebanyak 59,1% tidak berbeda jauh dibandingkan dengan keluarga yang mampu
mengenal masalah kesehatan remaja sebanyak 59,6%
Universitas Indonesia
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa tidak adanya hubungan antara persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga mengenal masalah
kesehatan dengan perilaku merokok pada remaja dikarenakan keluarga belum
terlalu memahami tentang sifat masalah, besarnya dan penyebab masalah yang
ditimbulkan dari perilaku merokok sehingga perilaku merokok remaja kadang
dibiarkan. Berdasarkan hasil kuesioner, orangtua kurang mempertegas kepada
remaja bahwa usia seperti mereka beresiko merokok karena coba-coba atau
ingin tahu tentang rokok dan merokok bukan karena mengikuti ayah/ibu/kakak
yang merokok dirumah. Dalam situasi dimana orangtua dan teman sebaya
bertentangan dalam hal nasehat, remaja cenderung lebih sering mengikuti
kelompok teman sebaya dibandingkan orangtua. Remaja sangat rentan terhadap
Universitas Indonesia
pengaruh tekanan sebaya dibandingkan masa anak-anak atau dewasa dan sangat
menentang keras pengaruh orangtua mereka (Steinberg, L. 2014)
Perbedaan nilai, pandangan dan gaya hidup antara orang tua dengan remaja
mengakibatkan keregangan hubungan dan bahkan tidak lagi tercipta hubungan
yang harmonis antara orang dan anak remaja mengakibatkan pengurangan
saluran komunikasi secara terbuka (Friedman, Bowden & Jones 2010).
Berdasarkan data observasi diperoleh tidak ada hubungan antara persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga mengenal masalah kesehatan
remaja dengan perilaku merokok remaja dikarenakan remaja melihat perilaku
orangtua yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikan atau nasehat yang
diberikan. Orangtua juga tidak memahami tentang perubahan yang terjadi
selama tahap perkembangan remaja.
Universitas Indonesia
6.1.6 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
dalam memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan yang tepat dengan
perilaku merokok remaja
Hasil analisis bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan dengan perilaku
merokok remaja menunjukkan p value = 0,229. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah
kesehatan dengan perilaku merokok remaja. Keluarga yang tidak mampu dalam
memutuskan tindakan mengatasi masalah mempunyai remaja yang merokok
sebanyak 63,8% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu
memutuskan tindakan mengatasi masalah sebanyak 56,3%.
Universitas Indonesia
dimiliki oleh keluarga saat generasi sekarang atau sebelumnya dan melalui pesan
yang diperoleh atau disampaikan tentang masalah merokok.
Dalam penelitian ini, tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan tindakan mengatasi
masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mak, (2018) menunjukkan bahwa remaja cenderung
menggunakan rokok jika orangtua mereka percaya bahwa remaja telah merokok
meskipun yang sebenarnya tidak merokok jadi dalam hal ini orang tua tidak
mengambil tindakan karena orangtua yang percaya remaja mereka terlibat dalam
perilaku berisiko dapat mengekspresikan keyakinan mereka yang mungkin
ditafsirkan sebagai harapan oleh remaja sehingga remaja merasa terdorong untuk
bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Herbert & Schiaffino, (2007)
menunjukkan bahwa perilaku merokok remaja berkaitan dengan sikap merokok
remaja. Sikap merokok remaja berkaitan dengan sikap merokok ibu. Remaja
yang tidak merokok lebih cenderung sadar dan khawatir tentang konsekuensi
merokok, yang tergambar dalam sikap remaja dibandingkan remaja yang
merokok. Persepsi remaja tentang pesan anti-merokok konsisten dengan pesan
yang disampaikan oleh ibu dan sikap merokok ibu secara positif terkait dengan
sikap merokok remaja. Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang sadar dan
khawatir tentang konsekuensi merokok lebih cenderung memiliki ibu yang juga
sadar dan prihatin tentang bahaya yang terkait dengan merokok.
Universitas Indonesia
Berdasarkan data observasi bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan
tindakan mengatasi masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja
disebabkan kurangnya identifikasi keluarga terhadap perilaku remaja, kurangnya
diskusi antara keluarga dengan remaja mengenai dampak merokok jika
dilakukan dan tidak dilakukan serta kurangnya dukungan keluarga khususnya
Universitas Indonesia
dukungan emosional untuk tidak merokok dan remaja masih mengikuti atau
terpengaruh teman dekat yang merokok
6.1.7 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
melakukan perawatan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
menunjukkan p value = 0,001. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tugas kesehatan keluarga melakukan perawatan
kesehatan dengan perilaku merokok remaja. Keluarga yang tidak mampu dalam
melakukan perawatan kesehatan mempunyai remaja yang perokok saat ini
sebanyak 73,1% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu
merawat kesehatan anggota keluarga yang merokok hanya 48,9%.
Di saat anak remaja mencari keyakinan dan nilai mereka sendiri baik didalam
maupun diluar keluarga, orangtua perlu menanamkan standar dan prinsip yang
telah di tetapkan. Hal yang menjadi catatan bagi orangtua bahwa anak remaja
sangat sensitif dalam melihat keganjilan tentang apa yang telah diajarkan dan
dipraktekkan dalam keluarga (Duval & Miller, 1985 dalam Friedman, Bowden,
dan Jones, 2010).
Universitas Indonesia
6.1.8 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memodifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
menunjukkan p value = 0,319. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada
Universitas Indonesia
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajesh, Diamond, Spitz, dan
Wilkinson, (2015) menunjukkan bahwa tingkat kohesi keluarga yang rendah
secara konsisten, penurunan kohesi keluarga dan kosistensi tingkat konflik
keluarga yang tinggi serta peningkatan konflik merupakan faktor risiko
independen untuk inisiasi merokok di kalangan remaja yang berarti kohesi
keluarga melindungi terhadap merokok remaja, sedangkan konflik keluarga
meningkatkan risiko merokok
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Park, Lee, Yun, dan Cui, (2014)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung dan tidak langsung yang
signifikan antara faktor lingkungan dan perilaku merokok. Jalur langsung
menunjukkan bahwa faktor lingkungan dipengaruhi oleh lingkungan teman yang
merokok dan kurangnya lingkungan anti merokok merupakan faktor prediktor
yang dominan yang selanjutnya mempengaruhi niat remaja berkaitan dengan
self-eficacy untuk menolak tidak merokok yang berarti bahwa ayah yang
merokok, teman-teman merokok dan lingkungan kurang anti merokok
meningkatkan risiko merokok. Orangtua yang merokok dapat berfungsi sebagai
model peran perilaku merokok dan remaja dengan orangtua merokok
memungkinkan memiliki akses lebih mudah ke rokok di rumah dan lebih banyak
sikap positif mengenai merokok.
Akan tetapi, menurut Park, Lee, Yun, dan Cui, (2014) jalur tidak langsung yang
berarti memiliki beberapa tingkat pengaruh menunjukkan bahwa faktor individu
dan keluarga berpengaruh secara moderat terhadap niat penolakan self-eficacy
sehingga mempengaruhi pada perilaku merokok. Remaja yang memiliki
Universitas Indonesia
hubungan baik dengan orangtua, kehidupan keluarga yang baik, status sosial
ekonomi orangtua yang baik dan remaja yang kurang stres memiliki hubungan
yang signifikan dengan perilaku merokok
Universitas Indonesia
ibu yang merokok dan frekuensi merokok remaja disebabkan oleh hubungan
timbal balik dengan frekuensi antara merokok dan ketergantungan nikotin
Berdasarkan data observasi bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
tugas kesehatan keluarga melakukan modifikasi lingkungan kesehatan dengan
perilaku merokok remaja disebabkan ketidakpercayaan remaja terhadap
orangtua yang dianggap sebagai role model dan remaja tidak mendapatkan
manfaat yang dirasakan dari modifikasi lingkungan rumah
6.1.9 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan untuk mengatasi masalah dengan perilaku
merokok remaja
Hasil analisis bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
menunjukkan p value = 0,005. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok
remaja. Keluarga yang tidak mampu dalam memanfaatkan layanan kesehatan
mempunyai remaja yang perokok saat ini sebanyak 69,0% tidak terlalu berbeda
jauh dibandingkan dengan keluarga yang mampu memanfaatkan layanan
kesehatan remaja sebanyak 52,5%.
Universitas Indonesia
Penelitian yang dilakukan Ford et al., (2016) menunjukkan bahwa tingkat minat
orangtua dan remaja dalam menerima informasi kesehatan diantaranya tentang
penggunaan zat yaitu merokok atau menggunakan tembakau dari petugas praktik
perawatan primer anak adalah sebagian besar melaporkan tingkat minat yang
sedang atau tinggi. Dimana tanggapan orangtua memiliki p value = 0.015 dan
tanggapan remaja p value = 0,006. Minat tersebut berkaitan dengan menerima
informasi tentang masalah kesehatan dan informasi untuk meningkatkan
komunikasi orangtua-remaja. Minat orangtua dalam menerima informasi
bervariasi menurut usia remaja sedangkan remaja melaporkan minat yang sama
tanpa memandang usia.
Penelitian lain yang dilakukan Aalsma, Gilbert, Xiao, dan Rickert, (2016)
terhadap remaja usia 13-18 tahun dan orangtua di Rochester, New York
melaporkan bahwa kunjungan ke tempat perawatan kesehatan primer dalam 12
bulan sebanyak 78,7% orangtua dan 66,9% remaja. Terdapat hambatan yang
dimiliki diantara keduanya (orangtua dan remaja) diantaranya memiliki
keyakinan bahwa kunjungan ke tempat perawatan kesehatan hanya diperlukan
ketika anak remaja sakit dan keluarga tidak mampu membayar biaya perawatan
dan pengobatan. Hambatan berdasarkan laporan dari orangtua yaitu ketika anak
mereka melihat seorang petugas atau spesialis mereka tidak menginginkan lagi
perlunya pemeriksaan sedangkan hambatan laporan dari remaja adalah orangtua
Universitas Indonesia
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani, (2016) pada 100 remaja dari tiga
SMA yang ada diwilayah kerja puskesmas Miroto Semarang menunjukkan
bahwa 12% remaja yang pernah mengakses layanan PKPR (Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja) di puskesmas Miroto, memiliki tingkat pengetahuan
tentang PKPR masih dalam kategori rendah, hanya 56% yang memiliki
pengetahuan baik. Terdapat 60% remaja yang mendukung PKPR di puskesmas
Miroto, dimana 58% remaja masih bisa mempengaruhi teman sebayanya dalam
memanfaatkan PKPR. Peran petugas puskesmas sangat rendah yaitu 60%
peserta tidak aktif mensosialisaikan PKPR sedangkan sekolah sebesar 72%
remaja menyatakan sekolah tidak aktif dalam sosialiasi PKPR
Berdasarkan data observasi bahwa ada hubungan yang signifikan antara tugas
kesehatan keluarga memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok
remaja. Keluarga yang tidak mampu memanfaatkan layanan kesehatan
Universitas Indonesia
6.1.10 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan dengan perilaku merokok remaja dapat dijelaskan bahwa persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga keseluruhan untuk kategori
tidak mampu lebih dominan yakni sebanyak 163 (52,6%) terdiri dari perilaku
remaja merokok sebanyak 106 orang (65%) dan tidak merokok sebanyak 57
orang (35%) dibandingkan persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga keseluruhan kategori mampu hanya 147 (47,4%) dengan remaja
merokok 78 orang (53,1%) dan tidak merokok 69 orang (46,9%). Hasil analisis
bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan dengan perilaku merokok remaja menunjukkan terdapat hubungan
(p value = 0,043). Maka dapat dilihat bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pelaksanaan tugas kesehatan keluarga keseluruhan dengan perilaku
merokok remaja.
Universitas Indonesia
Masa remaja merupakan masa menemukan jati diri, masa menuju kemandirian,
meningkatnya kesempatan dan pilihan yang dapat mempengaruhi sepanjang
kehidupan remaja. Remaja adalah bagain dari subkultural, adat istiadat dan nilai-
nilainya sendiri. Disisi lain, remaja menjadi otonom dalam menghadapi
munculnya masalah identitas, mengembangkan nilai dan kepercayaan,. Pada
tahap ini, umumnya status kesehatan remaja dalam kondisi sehat. Keluhan
umum remaja termasuk kurang tidur, kelelahan, insomnia kronis, jerawat, dan
kekhawatiran tentang berat badan dan citra tubuh (Allender, Rector, & Warner,
2014). Akan tetapi, masa remaja juga ditandai dengan meningkatnya
keterlibatan dalam perilaku beresiko kesehatan seperti penggunaan alkohol dan
narkoba, merokok, perilaku seksual, kenakalan dan perilaku yang menyebabkan
cedera baik disengaja atau tidak disengaja, yang kesemuanya dapat terjadi dan
mempengaruhi kesehatan dalam jangka waktu pendek atau panjang (Ralph,
John, & Richard, 2009). Untuk itulah diperlukan peran keluarga dalam
melaksankan tugas kesehatan keluarga dengan baik sehingga dapat mencapai,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Priyatin, B., Marsito, dan Sarwono,
(2009) pada remaja di desa waluyorejo, kecamatan puring, kabupaten kebumen,
jawa tengah tentang fungsi keluarga dimana tugas kesehatan keluarga bersumber
dari salah satu fungsi keluarga yakni fungsi perawatan kesehatan bertujuan
untuk mengevaluasi dampak fungsi keluarga yaitu fungsi afektif, sosial,
ekonomi, reproduksi dan perawatan kesehatan terhadap perilaku merokok
menunjukkan bahwa fungsi keluarga mempengaruhi kebiasaan perilaku
merokok remaja. Lebih lanjut disampaikan keluarga perlu menerapkan fungsi
mereka untuk mengendalikan anak remaja dan mempertimbangkan karakteristik
perkembangan anak remaja.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hasil analisis lanjutan data riskesdas 2007 yang dilakukan Sulistiyowati dan
Senewe, (2007) melaporkan bahwa status kesehatan remaja di Indonesia dari
Aspek responsif kesehatan dengan penilaian tertinggi adalah aksesibilitas
(87,1%), keramahan (86,9%) dan kerahasiaan (85,7%). Perilaku risiko pemuda
yang terlibat adalah merokok (16,1%), konsumsi alkohol (59,6%), kurangnya
aktivitas fisik (58,4%), tidak cukup konsumsi sayuran dan buah (93,7%).
Universitas Indonesia
bagi mereka dalam pengalaman dengan orang lain termasuk teman sebaya,
sehingga pentingnya keluarga berada pada posisi antara anak-anak dan remaja
dalam hubungan dengan teman. Penekanan pada manajemen risiko serta
perilaku berisiko, dimana remaja dan keluarga secara aktif menyeimbangkan dan
menangani risiko yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari (Christensen, 2004)
Universitas Indonesia
6.1.11 Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis multivariat diperoleh variabel yang berhubungan secara bermakna
dengan perilaku merokok pada remaja adalah variabel tugas kesehatan keluarga
secara keseluruhan dibandingkan dengan variabel tugas kesehatan lainnya
dengan nilai OR = 2.627, yang berarti bahwa keluarga yang tidak mampu
melaksanakan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan mempunyai peluang
memiliki anak remaja yang merokok sebesar 2.627 kali dibandingkan dengan
keluarga yang mampu setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, uang saku
dan teman sebaya
Menurut Bomar, (2004) ; Friedman, Bowden dan Jones, (2003) dalam Kaakinen,
Duff-Gedaly, Coehlo, & Hanson, (2010) fokus kesehatan keluarga adalah pada
totalitas atau keseluruhan, keberadaan keluarga, dan termasuk lingkungan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Keluarga dalam hal ini sebagai orangtua dapat mempengaruhi perilaku merokok
remaja. Orangtua dapat menjalankan peran praktik pengasuhan melalui kontrol
psikologis dan frekuensi komunikasi tentang merokok, pengetahuan orangtua
tentang aktivitas remaja, dan ketidaksetujuan terhadap merokok pada remaja.
Kontrol psikologis dan komunikasi tentang rokok misalnya seperti dukungan
untuk tidak merokok dan menjelaskan hal buruk dari merokok secara langsung
mempengaruhi kebiasaan merokok remaja sedangkan pengetahuan orangtua
tentang aktivitas remaja dan ketidaksetujuan terhadap merokok pada remaja
dapat mempengaruhi kebiasaan merokok remaja melalui pembentukan sikap dan
norma subjektif remaja untuk tidak merokok (Wang, Krishnakumar, & Narine,
2014)
Universitas Indonesia
Penelitian lainnya yang dilakukan Maggi et al., (2014) pada remaja usia 14-18
tahun tentang persepsi remaja mengenai pengaruh orangtua terhadap perilaku
merokok mereka dalam wawancara semi terstruktur memberikan hasil bahwa
sebagian besar remaja mengakui orangtua mereka memainkan peran penting
dalam membentuk pengalaman mereka tentang rokok. Kualitas hubungan
remaja dengan orangtua sebagai pusat untuk bagaimana remaja menghadapi
lingkungan dimana remaja tinggal serta cara-cara menafsirkan pesan tentang
merokok. Remaja mendeskripsikan gaya pengasuhan dan strategi komunikasi
orangtua mempengaruhi respons emosi dan perilaku mereka terhadap
penggunaan tembakau. Pengaruh orangtua tidak hanya sebagai faktor
predisposisi awal merokok tetapi terus memainkan peran penting di seluruh
fungsi remaja sebagai pengaruh proksimal.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa keluarga yang tidak mampu
melaksanakan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan mempunyai peluang
memiliki anak remaja yang merokok sebesar 2.627 kali dibandingkan dengan
keluarga yang mampu setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, uang saku
dan teman sebaya. Variabel usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya
merupakan faktor confounding yang berarti bahwa ikut terlibat dalam
mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Rina, (2013) pada remaja putra di SMA Negeri 6 Pekanbaru
menunjukkan bahwa sebanyak 48,1% memiliki kebiasaan merokok, 44,2%
memiliki pengetahuan tinggi tentang rokok (p value = 1,6), sebanyak 59%
berhubungan dengan uang saku (p value 0,03), sebanyak 56,3% berhubungan
ayah perokok (p value = 0,04), sebanyak 57,7% berhubungan teman sebaya
perokok dengan p value 0,01. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat
Universitas Indonesia
hubungan antara uang saku, ayah perokok, dan teman sebaya perokok dengan
kebiasaan merokok pada remaja.
Penelitian lain yang dilakukan pada remaja usia 10-19 tahun di kampung Bojong
Rawalele, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat menunjukkan diantara 20% dari 94
remaja perokok, rata-rata merokok sebanyak 5-6 batang per hari dan telah
merokok rata-rata selama 2-3 tahun. Analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis
kelamin, usia, pengalaman, pengetahuan dan sikap secara signifikan
berhubungan dengan perilaku merokok (p < 0,05)
Menurut Christensen, (2004) keluarga sangat penting berada pada posisi antara
remaja dalam hubungan dengan teman sebaya. Menurut Green (1997) dalam
Christensen (2004) penekanan pada manajemen risiko serta perilaku berisiko,
dimana remaja termasuk keluarga secara aktif menyeimbangkan dan menangani
risiko yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa variabel persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
secara keseluruhan adalah yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
merokok remaja disebabkan fokus kesehatan keluarga adalah totalitas interaksi
antara lingkungan interna dan eksternal keluarga dimana keluarga dalam
Universitas Indonesia
menjalankan tugasnya berada pada posisi antara anak remaja dalam hubungan
dengan teman sebaya atau lingkungan eksternal keluarga
Dalam penelitian ini, mayoritas responden adalah laki-laki dimana lebih dari
setengah responden laki-laki merokok dan tidak ditemukan responden
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa uang saku (rata-rata perminggu) remaja
sebagaian besar adalah lebih dari atau sama dengan Rp.10.000 sehingga masih
memungkinkan remaja untuk membeli rokok secara eceran perbatang. Orangtua
harus mengontrol penggunaan uang saku yang digunakan responden. Selain itu,
pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012
tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk
tembakau bagi kesehatan bertujuan melindungi kesehatan perseorangan
(termasuk penduduk usia produktif, anak, remaja) keluarga, masyarakat dan
lingkungan dan penjualan rokok tidak boleh terhadap anak dan remaja, sehingga
penjual harus membatasi penjualan rokok terhadap anak dan remaja
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sebagai pegantar awal yang akan dihadapi dan dilaksanakan oleh keluarga pada
setiap tahap perkembangan keluarga yang berbeda.
Universitas Indonesia
coba disusul ikut teman dan orangtua. Selain itu tipe perokok terbanyak adalah
perokok ringan, selanjutnya perokok sedang dan berat. Penelitian lebih lanjut
dapat berfokus pada bimbingan, modifikasi perilaku anggota keluarga, konseling
sebaya dan bantuan penghentian. Dalam penelitian, variabel pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dinilai berdasarkan persepsi pada remaja, sehingga masih
memungkin terjadinya bias. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan
metode kualitatif untuk mengetahui pelaksanaan tugas kesehatan keluarga yang
lebih mendalam. Dalam penelitian ini juga ditemukan variabel confounding
yaitu usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya, sehingga perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk memeperjelas varibel tersebut berkaitan dengan
perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1.6 Tidak ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dalam memutuskan tindakan mengatasi masalah dengan
perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok
7.1.7 Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga dalam merawat dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
7.1.8 Tidak ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku
merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
7.1.9 Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengatasi
masalah dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok
7.1.10 Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga secara keseluruhan dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
7.1.11 Faktor yang paling dominan adalah variabel tugas kesehatan keluarga secara
keseluruhan dibandingkan dengan variabel tugas kesehatan lainnya dengan
nilai OR = 2.627, yang berarti bahwa keluarga yang tidak mampu
melaksanakan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan mempunyai
peluang memiliki anak remaja yang merokok sebesar 2.627 kali
dibandingkan dengan keluarga yang mampu setelah dikontrol variabel usia,
jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya
7.2 Saran
7.2.1 Bagi bidang pelayanan
7.2.1.1 Kementerian Agama
Penjelasan kepada calon keluarga tentang tugas kesehatan yang akan
dihadapi keluarga melalui program Pendidikan Pra-Nikah di Kantor
Urusan Agama (KUA)
Universitas Indonesia
7.2.1.2 BKKBN
Perawat bekerjasama dengan PIK-R untuk membantu mengatasi
perilaku merokok pada remaja dan pembentukan BKR melalui
sosialisasi dan bimbingan tentang tugas keluarga dalam bidang
kesehatan dengan anak remaja
7.2.1.3 Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan kota Depok membuat kebijakan yang tertuang
dalam kurikulum tentang Pendidikan kesehatan bahaya merokok
pada anak usia sekolah dasar
7.2.1.4 Sekolah
Melaksanakan pendidikan kesehatan tentang bahaya merokok
sebagai upaya pencegahan
7.2.1.5 Dinas kesehatan
Penetapan rumah sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
7.2.1.6 Puskesmas
Melakukan sosialisasi dan pelaksanaan PKPR, Pelatihan konselor
sebaya dan layanan konseling di komunitas dengan sasaran remaja
dan keluarga yang memiliki anak remaja
7.2.1.7 Kelurahan Curug
Melakukan sosialiasi kembali tentang KTR dan melakukan
pengawasan agar tertib serta pembatasan penjualan rokok terhadap
anak dan remaja
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Aalsma, M. C., Gilbert, A. L., Xiao, S., & Rickert, V. I. (2016). Parent and Adolescent
Views on Barriers to Adolescent Preventive Health Care Utilization. Journal of
Pediatrics, 169, 140–145. https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2015.10.090
Albertos, A., Osorio, A., Lopez-del Burgo, C., Carlos, S., Beltramo, C., & Trullols, F.
(2016). Parental knowledge and adolescents’ risk behaviors. Journal of
Adolescence, 53, 231–236. https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2016.10.010
Allender, J.A., Rector, C & Warner, K.D. (2014). Community & Public Health Nursing;
Promoting the Public's Health 8th Edition. Philadelphia : Lippincot Williams &
Wilkins
Alomari, M. A., & Al-sheyab, N. A. (2018). Dual tobacco smoking is the new trend
among adolescents: Update from the Irbid-TRY. Journal of Substance Use, 23(1),
92–98. https://doi.org/10.1080/14659891.2017.1348559
Al-Zalabani, A. H., Abdallah, A. R., & Alqabshawi, R. I. (2015). Intention to quit
smoking among intermediate and secondary school students in Saudi Arabia. Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention, 16(15), 6741–6747.
https://doi.org/10.7314/APJCP.2015.16.15.6741
American Lung Association. (2018). Smoking Facts : What's In a Cigarette. Diperoleh
dari http://www.lung.org/stop-smoking/smoking-facts/whats-in-a-cigarette.html
Amigo, T.A.E. (2012). Hubungan Karakteristik dan Pelaksanaan Tugas Perawatan
Kesehatan Keluarga dengan Status Kesehatan Keluarga dengan Status Kesehatan
pada Aggregate Lansia dengan Hipertensi di Kecamatan Jetis Yogyakarta.
Universitas Indonesia : Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan.
Tesis
Amrock, S. M., & Weitzman, M. (2015). Adolescents’ Perceptions of Light and
Intermittent Smoking in the United States. Pediatrics, 135(2), 246–254.
https://doi.org/10.1542/peds.2014-2502
Andriyani, L., & Mustikasari. (2014). Identitas diri remaja dengan perilaku merokok
remaja laki-laki di SMK Jakarta Timur. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia
Arfiningtyas, R.D dan Salawati, T. (2015). Persepsi Anak Sekolah Dasar Mengenai
Bahaya Rokok (Studi Pada Anak Sekolah Dasar Diperkotaan dan Pedesaan di kota
Demak). Fakultas Kesehatan Masyarakat : Universitass Muhammadiyah Semara.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia
Arsani, N.L.K.A., Agustina, N.N.M. & Purnomo, I.I. (2013). Peranan Program PKPR
(Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja di
Kecamtan Buleleng. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora : Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Baheiraei, A., Hamzehgardeshi, Z., Mohammadi, M. R., Nedjat, S., & Mohammadi, E.
(2013). Personal and family factors affecting life time cigarette smoking among
adolescents in tehran (Iran): A community based study. Oman Medical Journal,
28(3), 184–190. https://doi.org/10.5001/omj.2013.51
Bakalar, N. (2016). A New Death Toll for Smoking. The New York Times. Diperoleh
dari https://www.nytimes.com/2016/11/01/health/smoking-deaths-cancer.html
pada tanggal pada tanggal 3 januari 2018
Bektas, M., Ozturk, C., & Armstrong, M. (2010). An Approach to Children ’ s Smoking
Behaviors Using Social Cognitive Learning Theory An Approach to Children ’ s
Smoking Behaviors Using Social Cognitive Learning Theory, (June 2016).
Benowitz, N. L., & Brunetta, P. G. (2016). Smoking Hazards and Cessation. Murray
and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine (Sixth Edit). Elsevier Inc.
https://doi.org/10.1016/B978-1-4557-3383-5.00046-4
Binita, A.M., Istiarti, T. VG., & Widagdo, L. (2016). Hubungan Persepsi Merokok
dengan Tipe Perilaku Merokok pada Siswa SMK “X” di Kota Semarang. JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal). http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Bjornlund, L.D. (2010). Teen Smoking : Current Issues. San Diego : Reference Point
Press
Bricker, J. B., Rajan, K. B., Zalewski, M., Andersen, M. R., Ramey, M., & Peterson, A.
V. (2009). Psychological and Social Risk Factors in Adolescent Smoking
Transitions: A Population-Based Longitudinal Study. Health Psychology, 28(4),
439–447. https://doi.org/10.1037/a0014568
Brodjonegoro, B.P.S. (2017). Pengendalian Produk Tembakau dan Pembangunan
Berkelanjutan. Jakarta : The 4th Indonesian Conference on Tobacco or Health
(ICTOH)
Byczkowski, T. L., Kollar, L. M., & Britto, M. T. (2010). Family Experiences With
Outpatient Care: Do Adolescents and Parents Have the Same Perceptions? Journal
of Adolescent Health, 47(1), 92–98.
https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2009.12.005
Center for Disease COntrol and Prevention. (2010). How Tobacco Smoke Causes
Disease. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis
for Smoking-Attributable Disease: A Report of the Surgeon General, 1–16.
https://doi.org/Dec 1 2014
Indraswari, H.S. (2014). Pengaruh peran orangtua terhadap perilaku merokok remaja di
Indonesia. Program Pascasarjana Multidisiplin Kajian Kependudukan dan
Ketenagakerjaan. Universitas Indonesia. Tesis.
Leiva, A., Estela, A., & Ya, A. M. (2017). The associations of personality traits and
parental education with smoking behaviour among adolescents, 1–10.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0174211
Lima-Serrano, M., Guerra-Martín, M. D., & Lima-Rodríguez, J. S. (2017). Relationship
between family functioning and lifestyle in school-age adolescents. Enfermería
Clínica (English Edition), 27(1), 3–10.
https://doi.org/10.1016/j.enfcle.2016.09.003
Ma, J., Zhu, J., Li, N., He, Y., Cai, Y., Qiao, Y., … Wang, Z. (2013). Cigarette smoking
in Chinese adolescents: Importance of controlling the amount of pocket money.
Public Health, 127(7), 687–693. https://doi.org/10.1016/j.puhe.2013.04.016
Maggi, S., Lovato, C. Y., Hill, E. M., Johnson, J. L., Ratner, P. A., & Shoveller, J. A.
(2014). Adolescents’ Perceptions of Parental Influences on Their Smoking
Behavior. Youth & Society, 46(1), 132–149.
https://doi.org/10.1177/0044118X11434414
Maglaya, A. (2009). Nursing Practice in The Community. Marikina City : Argonauta
Corporation
Mahabee-Gittens, E. M., Xiao, Y., Gordon, J. S., & Khoury, J. C. (2013). The dynamic
role of parental influences in preventing adolescent smoking initiation. Addictive
Behaviors, 38(4), 1905–1911. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2013.01.002
Maimaznah, (2016). Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga dengan Risiko
Diare pada Balita di Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Beji Kota Depok.
Universitas Indonesia : Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan.
Tesis
Mak, H. W. (2018). PT. Addictive Behaviors Reports, #pagerange#.
https://doi.org/10.1016/j.abrep.2018.04.003
Maria.D.(2014). Hubungan Tugas Kesehatan Keluarga dan Karakteristik Keluarga
dalam Pemenuhan Nutrisi dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah di SD Wilayah
Kelurahan Pondkranggon Jakarta Timur. Universitas Indonesia : Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan. Tesis
Martyn, K.K., Loveland-Cherry, C.J, Villarruel, A.N., Cabriales, E.G., Zhou, Y., Ronis,
D.L., & Eakin, B. (2009). Mexican Adolescents’ Alcohol Use, Family Intimacy,
and Parent-Adolescent Communication, 152–170
Mbongwe, B., Tapera, R., Phaladze, N., Lord, A., & Zetola, N. M. (2017). Predictors of
smoking among primary and secondary school students in Botswana. PLoS ONE,
12(4), 1–12. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0175640
Mediawiki. (2018). How to Know if a Teen is Smoking. Diperoleh dari
https://www.wikihow.com/Know-if-a-Teen-Is-Smoking
Meijer, E., Van den Putte, B., Gebhardt, W. A., Van Laar, C., Bakk, Z., Dijkstra, A., …
Willemsen, M. C. (2018). A longitudinal study into the reciprocal effects of
identities and smoking behaviour: Findings from the ITC Netherlands Survey.
Social Science and Medicine, 200(December 2017), 249–257.
https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2017.12.006
Memetovic, J., Ratner, P. A., Gotay, C., & Richardson, C. G. (2016). Examining the
relationship between personality and affect-related attributes and adolescents’
intentions to try smoking using the Substance Use Risk Profile Scale. Addictive
Behaviors, 56, 36–40. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2016.01.002
Mualim F. (2015). Gandeng Media, Pemkot Depok Terus Sosialisasikan Perda Kawasan
Tanpa Rokok. Diperoleh dari https://www.depok.go.id/20/11/2015/03-kesehatan-
kota-depok/gandeng-media-pemkot-depok-terus-sosialisasikan-perda-kawasan-
tanpa-rokok
Mulyani, T. (2015). Dinamika Perilaku Merokok pada Remaja. Pascasarjana Psikologi
Universitas Hasanuddin Makassar.
National Research Council U.S. (2011). Health Care Comes Home : The Human
Factors. Washington, D.C : The National Academies Press
Newman, K., Harrison, L., Dashiff, C., & Davies, S. (2008). Relationships between
parenting styles and risk behaviors in adolescent health: an integrative literature
review. Revista Latino-Americana de Enfermagem, 16(1), 142–150.
https://doi.org/10.1590/S0104-11692008000100022
Nies, M.A & McEwen,M. (2015). Community/Public Health Nursing : Promoting The
Health of Populations Sixth Edition.Canada : Elseiver
Notoadmojo, S. (2013). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta : Jakarta
Nuradita, E., & Mariyam. (2013). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
tentang bahaya rokok pada remaja di SMP Negeri 3 Kendal. Jurnal Keperawatan
Anak, 1(1), 44–48.
Nurcahyaningtyas, W. (2017). Hubungan Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga
dengan Keikutsertaan Lansia pada Posyandu Lansia di RW 02 Kelurahan Menur
Pumpungan Surabaya. Jurnal Nurse and Health. http://ejournal-
kertacendekia.id/index.php/jnh/
Nurhidayat. (2012). Persepsi Siswa SMP Putra Bangsa Terhadap Perilaku Merokok Di
Kelurahan Kemiri Muka, Depok : Program Studi Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Skripsi
Pieter, H.Z., Janiwarti, B., & Saragih, M. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk
Keperawatan. Jakarta : Kencana
Piko, B. F., & Balázs, M. Á. (2012). Authoritative parenting style and adolescent
smoking and drinking. Addictive Behaviors, 37(3), 353–356.
https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2011.11.022
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta :
Salemba Medika
Precioso, J., Samorinha, C., Macedo, M., & Antunes, H. (2012). Smoking prevalence in
Portuguese school-aged adolescents by gender: Can we be optimistic? Revista
Portuguesa de Pneumologia (English Edition), 18(4), 182–187.
https://doi.org/10.1016/j.rppneu.2012.03.001
Priyatin, B., Marsito, & Sarwono. (2009). Pengaruh Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku
Merokok Remaja di Desa Waluyorejo Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen.
Jurusan Keperawatan STKes Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, Volume 5, No. 1.
Priyatin, B.,Marsito & Sarwono. (2009). Pengaruh Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku
Merokok Remaja di Desa Waluyorejo Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen.
STkes Muhammadiyah Gombong : Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan
PENJELASAN PENELITIAN
Sebagai bahan pertimbangan, perlu peneliti sampaikan beberapa hal diantaranya : penelitian
ini bersifat sukarela yang berarti bahwa tidak ada pungutan biaya apapun, tidak ada paksaan
kepada anda untuk mengikuti penelitian dari siapapun, dengan mengikuti penelitian ini anda
telah membantu penyampaian informasi untuk mengatasi permasalahan perilaku merokok pada
remaja, waktu yang diperlukan untuk mengisi daftar pertanyaan sekitar 30-45 menit, tidak ada
tindakan dalam bentuk fisik selama penelitian karena hanya menjawab pertanyaan, peneliti
memastikan kerahasiaan anda dengan tidak mencantumkan nama selama pengisian daftar
pertanyaan (hanya inisial) sehingga tidak akan diketahui oleh orang lain termasuk orangtua,
guru atau orang lain yang mengenal anda.
Hasil pertanyaan yang telah anda isi anda akan disimpan oleh peneliti sendiri, laporan hasil
penelitian tidak akan terdapat nama anda sehingga tetap menjamin kerahasiaan, hasil penelitian
akan diberikan kepada kampus Universitas Indonesia dan hanya kepada pihak yang
membutuhkan dalam mengatasi permasalahan merokok pada remaja, anda juga dapat
memperoleh hasil penelitian secara langsung dari peneliti, jika dinginkan, anda dapat
Hormat saya,
La Syam Abidin
Setelah mendengarkan dan membaca penjelasan penelitian yang disampaikan oleh peneliti.
Saya memahami tujuan dan manfaat dari penelitian, serta memahami bahwa data dan
informasi yang saya berikan akan dijaga kerahasiaannya. Saya berhak untuk memutuskan
ikut atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini, jika saya merasa tidak nyaman
( )
No Variabel Sub Variabel Indikator Sub Indikator Pernyataan Ket Alat Ukur
(+/-)
1 Tugas 1. Mengenal 1. Defenisi merokok Kebiasaan 1. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa (+) Kuesioner
Kesehata masalah menghisap rokok merokok merupakan kebiasaan buruk yang dengan
n kesehatan dapat mengganggu kesehatan menggunak
Keluarga remaja an skala
2. Kandungan rokok Kandungan rokok 2. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa (+) likert :
dalam sebatang rokok terdapat sekitar 600 ▪ Selalu
bahan kimia ▪ Sering
3. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa (+) ▪ Kadang-
dalam sebatang rokok yang ketika dibakar kadang
akan menghasilkan lebih dari 7000 bahan ▪ Jarang
kimia beracun ▪ Tidak
pernah
3. Penyebab/faktor 1. Faktor individu 4. Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia (+)
risiko remaja 2. Faktor teman seperti saya berisiko untuk merokok karena
merokok 3. Faktor keluarga ingin tahu atau coba-coba
4. Faktor media 5. Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia (+)
5. Lingkungan anti seperti saya berisiko untuk merokok karena
rokok mengikuti teman-teman merokok
6. Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia (-)
seperti saya berisiko untuk merokok bukan
karena ayah/ibu/kakak yang merokok
dirumah
4. Tanda remaja 1. Tanda fisik 9. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa (+)
telah merokok 2. Tanda tambahan jika merokok mengakibatkan sering batuk,
gigi menguning, terdapat noda kuning pada
jari, lebih sering terkena pilek atau sakit
tenggorokan
10. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa
jika merokok mengakibatkan bau mulut, (+)
pakaian berbau asap dan merusak pakaian
karena api rokok
2. Mengambil 1. Sikap keluarga 1. Setuju merokok 1. Ayah/ibu menyampaikan ketidaksetujuan (+) Kuesioner
keputusan terhadap remaja 2. Ketidaksetujuan mereka jika saya merokok apapun dengan
tindakan yang remaja merokok alasannya menggunak
tepat an skala
2. identifikasi 1. Dukungan 2. Ayah/ibu saya memberi dukungan agar (+) likert :
tindakan 2. Komunikasi tidak merokok ▪ Selalu
Hubungan 3. Ayah/ibu dan saya memiliki komunikasi (+) ▪ Sering
yang baik sehingga mencegah saya dari ▪ Kadang-
perilaku merokok kadang
▪ Jarang
3. Konsekuensi jika 1. Tidak 4. Ayah/ibu saya menyampaikan bahwa (-) ▪ Tidak
tidak dilakukan bermasalah remaja yang mencoba merokok dapat pernah
2. Masih tetap berhenti dengan sendirinya ketika sadar
sehat 5. Ayah/ibu saya menyampaikan bahwa (-)
3. Kecanduan merokok di usia remaja tidak masalah
nikotin karena belum berdampak gangguan
4. Penyakit kesehatan (+)
3. Merawat 1. Kontrol orang tua 1. Aktivitas remaja 1. Ayah/ibu mengetahui aktivitas saya saat (+) Kuesioner
remaja 2. Tanda remaja diluar rumah dengan
beresiko telah merokok 2. Ayah/ibu memeriksa pakaian atau (+) menggunak
merokok perlengkapan saya dari kemungkinan bau an skala
asap rokok, memiliki lubang kecil, adanya likert :
korek api atau rokok ▪ Selalu
▪ Sering
2. Melindungi 1. Seleksi teman 3. Ayah/ibu mencari informasi tentang (+) ▪ Kadang-
remaja bermain kebiasaan merokok teman dekat/bergaul kadang
2. Pembatasan uang saya (-) ▪ Jarang
saku 4. Ayah/ibu memberikan uang saku lebih dari ▪ Tidak
kebutuhan sehingga saya dapat membeli pernah
rokok
4. Edukasi tentang 1. Media : iklan tv, 7. Ayah/ibu meminta saya agar mencari video (+)
rokok promosi rokok tentang bahaya merokok di smartphone
2. Penggunaan (HP) agar ditonton bersama
media sosial, 8. Ayah/ibu menasehati saya tentang kesulitan (+)
smartphone berhenti jika telah memulai merokok
3. Berbagi
pengalaman
5. Ketrampilan sosial 1. Menghindar 9. Ayah/ibu menasehati saya agar (+)
2. Menolak dengan menghindari teman-teman yang sedang
baik merokok
10. Ayah/ibu mengajarkan saya agar tidak malu
mengatakan “maaf saya tidak merokok” (+)
saat diajak teman merokok
4. Modifikasi 1. Kualitas hubungan 1. Kepuasan, 1. Ayah/ibu membatasi kedekatan dengan (-) Kuesioner
lingkungan orang tua dan kedekatan atau saya (-) dengan
remaja keterhubungan 2. Ayah/ibu dan saya terjadi konflik dirumah menggunak
2. Minimal terjadi an skala
konflik likert :
2. Aturan tentang 1. Aturan larangan 3. Ayah/ibu saya membuat aturan larangan (+) ▪ Selalu
merokok merokok merokok di rumah ▪ Sering
didalam rumah 4. Ayah/ibu menerapkan larangan merokok (-) ▪ Kadang-
2. Penerapan aturan didalam rumah hanya untuk saya kadang
5. Ayah/ibu saya tidak mengijinkan siapapun (+) ▪ Jarang
merokok didalam rumah ▪ Tidak
pernah
3. Penerapan 1. Orang tua 6. Ayah/ibu saya menghentikan kebiasaan (+)
perilaku yang berhenti merokok mereka
sehat merokok 7. Ayah/ibu saya memberi contoh perilaku (+)
2. Model peran sehat dengan tidak merokok
5. Memanfaat 1. Mengetahui lokasi 1. PKPR 1. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas (+) Kuesioner
fasilitas Puskesmas karena terdapat Pelayanan Kesehatan dengan
layanan Peduli Remaja yang disingkat PKPR menggunak
kesehatan an skala
2. Manfaat yang 1. Memperbaiki 2. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas (+) likert :
diperoleh pengetahuan, karena dapat membantu memberikan ▪ Selalu
keyakinan dan informasi yang benar tentang dampak ▪ Sering
sikap remaja merokok bagi kesehatan (+) ▪ Kadang-
tentang merokok 3. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas kadang
dan karena dapat membantu mengetahui status ▪ Jarang
konsekuensinya kesehatan saya (+) ▪ Tidak
2. Mengetahui 4. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas pernah
status kesehatan karena dapat membantu mencegah dan
remaja menghentikan kebiasaan merokok
3. Membantu
menghentikan
kebiasan
merokok remaja
akibat kecanduan
3. Kepercayaan & 1. Tidak dapat 5. Ayah/ibu tidak membawa saya ke (-)
pengalaman membantu Puskesmas karena tidak percaya mengatasi
terhadap petugas 2. Tidak puas masalah merokok
dengan layanan 6. Ayah/ibu tidak membawa saya ke (-)
yang diberikan Puskesmas karena kurang puas dengan
layanan yang diberikan
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Antara Persepsi Remaja Tentang Tugas Kesehatan Keluarga dengan Perilaku
Merokok Remaja di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis
Kota Depok
×2. Depok
Makan
4. Medan
2. Apakah hobi anda ? ………………
A. Karakterisitk Responden
1. Karakteristik Keluarga
Bagian ini berisi tentang beberapa pertanyaan untuk mengidentifikasi karakteristik
orangtua anda. Berikanlah jawaban sesuai dengan kondisi anda yang sejujurnya
1. Apa pendidikan terakhir ayah anda?
1. SD 4. Akademi/Diploma
2. SLTP/SMP/MTs 5. Perguruan Tinggi
3. SLTA/SMA/SMK/MAN
2. Apa pendidikan terakhir ibu anda?
1. SD 4. Akademi/Diploma
2. SLTP/SMP/MTs 5. Perguruan Tinggi
3. SLTA/SMA/SMK/MAN
3. Siapakah yang merokok didalam rumah anda ? (Jawaban boleh lebih dari satu ) :
1. Tidak ada 4. Kakak/adik (coret yang bukan)
2. Ayah 5. Paman/bibi (coret yang bukan)
3. Ibu 6. Kakek/nenek (coret yang bukan)
A. BIODATA
Nama : La Syam Abidin
Tempat tanggal lahir : Passo, 29 Agustus 1984
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Manusela, RT.11, kelurahan Namaelo, kecamatan Kota Masohi,
kabupaten Maluku Tengah, provinsi Maluku
Alamat Email : syamafiyah1006@gmail.com
Nomor Telepon : 085354066107
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN 2 Passo, Ambon Lulus Tahun 1996
2. SLTP Negeri 2 Pasarwajo, Buton Sulawesi Tenggara Lulus Tahun 1996
3. SMU Negeri 1 Pasarwajo, Buton Sulawesi Tenggara Lulus Tahun 2002
4. Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Famika
Makassar Lulus Tahun 2006
5. Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Famika Makassar
Lulus Tahun 2007
6. Program Studi Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia (2016 – sekarang)
C. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Staf Pengajar Prodi Keperawatan Masohi Poltekkes Kemenkes Maluku (2009 – sekarang)