Anda di halaman 1dari 200

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA TENTANG PELAKSANAAN TUGAS


KESEHATAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK REMAJA
DI KELURAHAN CURUG, KECAMATAN CIMANGGIS,
KOTA DEPOK

TESIS

LA SYAM ABIDIN
1606947446

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
2018

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA TENTANG PELAKSANAAN TUGAS


KESEHATAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK REMAJA
DI KELURAHAN CURUG, KECAMATAN CIMANGGIS,
KOTA DEPOK

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan

LA SYAM ABIDIN
1606947446

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEPOK
JULI 2018

ii

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


iii

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


iv

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Keperawatan Peminatan
Keperawatan Komunitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1) Remaja di kelurahan Curug yang telah bersedia sebagai responden sehingga dapat
dilakukan pengumpulan data dalam penelitian ini
2) Agus Setiawan, S.Kp.,M.N.,D.N, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah mengarahkan dan memberikan
bimbingan dalam proses penyusunan tesis ini
3) Ns. Poppy Fitriyani, S. Kep., M.Kep.,Sp.Kep.Kom, selaku Ketua Program Studi Spesialis
Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan dalam
proses penyusunan tesis ini
4) Wiwin Wiarsih, S.Kp., M.N, selaku penguji I tesis yang telah memberikan saran dan
berbagai masukan untuk perbaikan tesis ini
5) Ns. Kumboyono., M.Kep., Sp. Kep. Kom, selaku penguji II tesis yang telah memberikan
saran dan berbagai masukan untuk perbaikan tesis ini
6) Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp.,M.N, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing
dan mengarahkan selama proses kuliah sampai saat ini
7) Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
8) Pemerintah kota Depok, Dinas Kesehatan Depok, Puskesmas Cimanggis, kecamatan
Cimanggis, kecamatan Tapos, kelurahan Curug dan kelurahan Sukatani yang telah
memberikan ijin penelitian dan uji validitas dan reliabilitas instrumen kepada peneliti
9) Karang taruna dan PIK-Remaja kelurahan Curug yang telah membantu peneliti dalam
pengumpulan data

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


10) Direktur Poltekkes Kemenkes Maluku, Pudir I, Ketua Jurusan Keperawatan Ambon dan
Ketua Program Studi Keperawatan Masohi, yang telah memberi ijin untuk mengikuti
pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Pemintan Komunitas FIK UI.
11) Orang tua, istri dan anak serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan bantuan baik
moril maupun materiil, dan terimakasih atas setiap do’a yang dipanjatkan.
12) Teman-teman Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Komunitas FIK UI yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam melewati perjalanan panjang pendidikan ini.
13) Semua pihak yang telah membantu penulis selama proses penyusunan tesis ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu

Akhir kata, saya berharap kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan
Depok, Juli 2018

Penulis

vi

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


vii

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


ABSTRAK

Nama : La Syam Abidin


Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Judul : Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamtan
Cimanggis, kota Depok

Keterlibatan keluarga penting dalam melindungi remaja dari penggunaan zat (alkohol, ganja,
dan tembakau) pada remaja melalui penyangga efek buruk dari masalah internal dan eksternal.
Keluarga dapat berperan dalam bentuk promosi kesehatan dan penurunan risiko bahaya
kesehatan. Untuk mengurangi atau menghilangkan masalah kesehatan dan mencapai
kesejahteraan diantara anggota keluarga, maka keluarga sebagai unit berfungsi untuk
melakukan tugas kesehatan keluarga. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara
persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok pada remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok. Sampel adalah remaja usia 10-19 tahun
(N = 310). Menggunakan teknik Stratified Random Sampling melalui survei cross-sectional.
Model regresi logistik ganda multivariat digunakan untuk menguji hubungan antara persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja dengan
mengendalikan faktor confounding. Terdapat hubungan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan dengan perilaku merokok remaja dan
sebagai faktor yang dominan setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, uang saku dan
teman sebaya. Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga secara
keseluruhan sebagai faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku merokok
remaja. Studi selanjutnya perlu mengeksplorasi pemahaman keluarga tentang tugas keluarga
dalam bidang kesehatan secara kualitatif

Kata kunci : Perilaku merokok, Persepsi, Remaja, Tugas kesehatan keluarga

viii

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


ABSTRACT

Nama : La Syam Abidin


Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Judul : The relationship between adolescent perception about the task of family
health with adolescent smoking behavior in Curug village, district
Cimanggis, Depok

Family involvement is important in protecting adolescents from the use of substances (alcohol,
marijuana, and tobacco) in adolescents through the buffering effects of internal and external
problems. Families can play a role in promoting health and reducing health hazards. To reduce
or eliminate health problems and achieve welfare among family members, the family as a unit
serves to perform family health tasks. The aim of this research is to know the correlation
between adolescent perception about family health task with smoking behavior in adolescent in
Curug urban village, Cimanggis sub-district, Depok city. The sample is a teenager aged 10-19
years (N = 310). Using Stratified Random Sampling technique through cross-sectional survey.
Multiple multivariate logistic regression models were used to examine the relationship between
adolescent perceptions about the implementation of family health tasks with adolescent
smoking behavior by controlling confounding factors. There is a relationship between
adolescent perception about the implementation of family health task as a whole with the
behavior of adolescent smoking and as the dominant factor after controlled variable of age,
gender, pocket money and peers. Adolescent perception about the implementation of family
health task as a whole is the most dominant factor related to teenage smoking behavior. Further
studies need to explore family understanding of family duties in the field of health qualitatively

Keywords : Adolescent, Family health tasks, Smoking behavior, Perception

ix

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
ABSTRACT ................................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA ....................................................................................................... xiii
DAFTAR RUMUS .................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xv

BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................................


1.1.Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2.Perumusan Masalah ........................................................................................... 14
1.3.Tujuan Penelitian ............................................................................................... 15
1.4.Manfaat Penelitian ............................................................................................. 17

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................


2.1.Konsep Remaja ................................................................................................. 18
2.2.Merokok pada Remaja ...................................................................................... 22
2.3.Konsep Keluarga ............................................................................................... 29
2.4.Tugas Kesehatan Keluarga dengan Perilaku Merokok Remaja ........................ 31
2.5.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ..................................................... 41
2.6.Konsep Tentang Persepsi .................................................................................. 41
2.7.Model Promosi Kesehatan Keluarga ................................................................. 44
2.8.Kerangka Teori .................................................................................................. 47

BAB III. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL


3.1.Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................. 48
3.2.Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 49
3.3.Definisi Operasional Penelitian ......................................................................... 50

BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................................


4.1.Desain Penelitian ............................................................................................... 55
4.2.Populasi dan Sampel ......................................................................................... 55
4.3.Tempat Penelitian .............................................................................................. 58
4.4.Waktu Penelitian ............................................................................................... 59
4.5.Etika Penelitian ................................................................................................. 59
4.6.Alat Pengumpulan Data .................................................................................... 64
4.7.Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ........................................................... 66
4.8.Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 67
4.9.Analisa Data ...................................................................................................... 69

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


BAB V. HASIL PENELITIAN
5.1.Gambaran karakteristik remaja, karakteristik keluarga, perspesi remaja
tentang tugas kesehatan keluarga dan perilaku merokok remaja ....................... 75
5.2.Hubungan antara persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga
dengan perilaku merokok remaja ...................................................................... 80
5.3. Analisis multivariat dari persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
Kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja ...................................... 82

BAB VI. PEMBAHASAN


6.1.Interpertasi dan Diskusi Hasil Penelitian .......................................................... 90
6.1.1. Karakteristik remaja ............................................................................. 90
6.1.2. Karakteristik keluarga ........................................................................... 95
6.1.3. Perilaku merokok remaja ...................................................................... 97
6.1.4. Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga ................................ 100
6.1.5. Hubungan antara persepsi remaja tentang tugas kesehatan
keluarga dalam mengenal masalah kesehatan
dengan perilaku merokok remaja .......................................................... 102
6.1.6. Hubungan antara persepsi remaja tentang tugas kesehatan
keluarga dalam memutuskan tindakan mengatasi masalah
kesehatan yang tepat dengan perilaku merokok remaja ........................ 105
6.1.7. Hubungan antara persepsi remaja tentang tugas kesehatan
keluarga dalam merawat dengan perilaku merokok remaja .................. 108
6.1.8. Hubungan antara persepsi remaja tentang tugas
kesehatan keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan
dengan perilaku merokok remaja .......................................................... 109
6.1.9. Hubungan antara persepsi remaja tentang tugas kesehatan
keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
untuk mengatasi masalah dengan perilaku merokok remaja ................ 112
6.1.10. Hubungan antara persepsi remaja tentang lima tugas
kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja .......................... 115
6.1.11. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan
perilaku merokok remaja ...................................................................... 124
6.2.Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 129
6.3.Implikasi Penelitian Dalam Keperawatan ........................................................ 129

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN


7.1 Simpulan ........................................................................................................... 135
7.2 Saran ................................................................................................................. 136

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 139

xi

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Defenisi Operasional Penelitian ................................................................... 50


Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Sampel Setiap RW di Kelurahan Curug ......................... 58
Tabel 4.2. Analisis Bivariat ........................................................................................... 73
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden karakteristik remaja menurut usia ............... 75
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden menurut karakteristik remaja
Menurut kelompok umur, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya ....... 76
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden menurut karakteristik
keluarga dengan anak remaja ........................................................................ 77
Tabel 5.4 Distribusi persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga ...................... 78
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden menurut perilaku merokok ......................... 79
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden menurut usia
pertama kali merokok pada remaja .............................................................. 79
Tabel 5.7 Hubungan persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga
mengenal masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja .................. 80
Tabel 5.8 Hasil seleksi bivariat variabel-variabel kandidat multivariat
dengan perilaku merokok remaja ................................................................ 83
Tabel 5.9 Hasil pemodelan tahap akhir analisis multivariat setelah uji interaksi
variabel-variabel dengan perilaku merokok remaja .................................... 86
Tabel 5.10 Hasil pemodelan tahap akhir analisis multivariat setelah uji
confounding variabel-variabel dengan perilaku merokok remaja ............... 89

xii

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1. Model Promosi Kesehatan Keluarga ......................................................... 44


Skema 2.2. Kerangka Teori Penelitian .......................................................................... 47
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 48

xiii

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


DAFTAR RUMUS

Rumus 4.1 Rumus Estimasi Besar Sampel . .................................................................. 56


Rumus 4.2 Rumus Penghitungan Drop out Responden ................................................ 56

xiv

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Penelitian


Lampiran 2 Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Lampiran 3 Kisi-Kisi Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Surat Lolos Kaji Etik
Lampiran 6 Surat Permohonan Ijin Penelitian Dinas Kesehatan
Lampiran 7 Surat Permohonan Ijin Penelitian Badan KESBANGPOL
Lampiran 8 Surat Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Dinas
Kesehatan
Lampiran 9 Surat Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Badan
KESBANGPOL
Lampiran 10 Surat Rekomendasi Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Badan
KESBANGPOL
Lampiran 11 Surat Rekomendasi Ijin Penelitian dari Badan KESBANGPOL
Lampiran 12 Surat Rekomendasi Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan
Lampiran 13 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen Penelitian kelurahan Sukatani
Lampiran 14 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian kelurahan Curug
Lampiran 15 Daftar Riwayat Hidup

xv

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


1

BAB 1
PENDAHULUAN

Bagian ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian

1.1.Latar Belakang
Produksi tembakau terus meningkat secara global termasuk budidaya untuk tujuan
komersial. Pada tahun 2014 produksi tembakau terbanyak di negara China sebanyak
2.995.400 ton, disusul oleh negara Brazil (862.396 ton), India (720.725 ton), Amerika
sekitar (397,535 ton), Indonesia (196.300 ton), (Drope, et.al.,2018). Dalam daun
tembakau mengandung nikotin yang dapat menyebabkan kecanduan sehingga
mengakibatkan kesulitan untuk berhenti bagi penggunanya (Resource Centre For
Tobacco Free India, 2010).

Selain nikotin, tembakau yang dibakar menghasilkan asap yang merupakan campuran
lebih dari 7000 bahan kimia yang beracun yang jika masuk kedalam jaringan tubuh
dapat menyebabkan kerusakan. Setiap kali merokok tubuh akan berjuang untuk
memperbaiki kerusakan yang pada akhirnya menyebabkan penyakit seiring dengan
waktu. Bahan kimia beracun tersebut mencapai jaringan tubuh melalui paru-paru saat
dihirup berlanjut ke aliran darah melalui pembuluh darah hingga mencapai jaringan
mengakibatkan peradangan dan kerusakan serta mengancam status kesehatan (CDC,
2010)

Salah satu ancaman masyarakat terbesar yang pernah dihadapi dunia adalah tembakau
dengan menewaskan lebih dari 7 juta orang per tahun (WHO, 2017). Penggunaan
tembakau merupakan penyebab kematian akibat kanker, penyakit kardiovaskuler, paru-
paru, pencernaan, mulut, gangguan reproduksi (Benowitz & Brunetta, 2016). Agar
tembakau dapat dikonsumsi, maka dihasilkan produk tembakau dalam bentuk rokok,
cerutu atau kretek sehingga memunculkan kebiasaan merokok (Resource Centre For
Tobacco Free India, 2010). Sebanyak 28,6% dari semua kematian akibat kanker di
Amerika Serikat disebabkan oleh merokok dimana 22,8% pada wanita dan 33,7% pada

1 Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


2

pria. Diperkirakan bahwa sebanyak 167.173 orang meninggal karena kanker akibat
merokok pada tahun 2014 (Bakalar, 2016). Selain itu, di Amerika Serikat perokok
bertanggung jawab atas kematian lebih dari 480.000 orang per tahun termasuk lebih dari
41.000 kematian akibat paparan asap rokok dengan 1.300 kematian setiap hari (CDC,
2018).

Beban penyakit dan kematian semakin berat terkait tembakau bersumber dari negara
dengan berpenghasilan rendah dan menengah. Hampir sekitar 80% dari satu miliar lebih
perokok di seluruh dunia adalah negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO,
2015). Indonesia dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah ke bawah di
wilayah Asia Tenggara. Untuk mengatasi beban tembakau secara global, WHO
mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang bertujuan
melindungi generasi sejak tahun 2005 dan generasi masa depan dari konsekuensi
kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi dari tembakau yang dikonsumsi dan
diekspor. FCTC melalui perjanjian mengikat secara hukum dari pihak yang terlibat
untuk mengembangkan dan menerapkan tindakan pengendalian pemasaran dan
penjualan tembakau, mengurangi permintaan tembakau dan menyediakan alternatif
pertanian bagi mereka yang terlibat dalam pertumbuhan dan produksi tembakau (WHO,
2015).

Dalam Framework Convention on Tobacco Control, Indonesia termasuk negara yang


belum terlibat. Menurut proyeksi WHO, jika Indonesia masih mempertahankan upaya
pengendalian tembakau pada tingkat yang sama pada kelompok usia diatas 15 tahun
yang merokok, maka diproyeksikan sekitar 36% dari populasi penduduk Indonesia yang
akan menjadi perokok pada tahun 2025 sekitar 45% orang, dimana sekitar 68% laki-laki
pada tahun 2010 meningkat menjadi 87% pada tahun 2025 dan sekitar 4% perempuan
pada tahun 2010 menurun menjadi 3% pada tahun 2025 (WHO, 2015)

Meskipun terjadi perbedaan proporsi diantara perokok, kebiasaan merokok tetap


menimbulkan beban kesehatan dan keluarga. Efek rokok bagi kesehatan tidak hanya
bagi perokok tetapi bagi orang lain (Kemenkes RI, 2015). Merokok dapat menyebabkan
kanker paru-paru, bronkitis kronis dan emfisema serta meningkatkan risiko jantung

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


3

yang mengakibatkan stroke atau serangan jantung (Resource Centre For Tobacco Free
India, 2010). Pengeluaran rumah tangga lebih banyak untuk membeli rokok
mengakibatkan pengurangan biaya untuk pendidikan anak dan kebutuhan gizi
(Kemenkes, RI. 2016). Ekonomi keluarga akan terganggu sehingga terjadi
kecenderungan kemiskinan yang berkelanjutan antar generasi (Kemenkes, RI.,2014).
Berdasarkan data Badan Litbangkes Kemenkes jumlah perokok muda usia 10-24 tahun
berdasarkan karakteristik sosial ekonomi sebanyak 35,1% menengah kebawah, 0,6%
terbawah dan 0,9% menengah atas (Kemenkes, RI., 2015)

Beban ekonomi pemerintah akibat merokok semakin meningkat. Hasil kajian Badan
Litbangkes menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kematian prematur penyakit akibat
konsumsi tembakau dari 190.260 pada tahun 2010 menjadi 240.618 kematian pada
tahun 2013 serta peningkatan penderita penyakit akibat konsumsi tembakau dari
384.048 orang pada tahun 2010 menjadi 962.403 orang di tahun 2013. Kondisi ini
berakibat terhadap peningkatan total kumulatif kerugian negara dari segi ekonomi
secara makro akibat penggunaan tembakau (Kemenkes, RI., 2014). Kerugian ekonomi
Indonesia akibat konsumsi tembakau sebesar Rp. 378,7 triliun (Rp.138 triliun
bersumber dari belanja rokok masyarakat, Rp.235,4 triliun akibat kehilangan
produktivitas dan Rp. 5,3 triliun akibat biaya rawat jalan dan inap) tiga kali lipat dari
penerimaan cukai hasil tembakau hanya sebesar Rp. 103 triliun, sehingga rokok lebih
memberikan kerugian atau risiko dan hanya sedikit memberikan manfaat (Kemenkes,
RI. 2015)

Penggunaan rokok juga termasuk salah satu faktor risiko terbesar pada penyakit tidak
menular (PTM). Perilaku merokok meningkatkan prevalensi PTM di Indonesia dan
berkontribusi pada 69% dari seluruh kematian. PTM berdampak terhadap penurunan
produktivitas dan memperparah kondisi masyarakat. Selain itu, PTM mengakibatkan
meningkatnya beban pemerintah dan masyarakat sehingga membutuhkan biaya yang
besar, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan sejak dini (Brodjonegoro, 2017).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


4

Pencegahan kecanduan zat seperti rokok sangat tepat dilakukan pada masa remaja (Nies
& McEwen, 2015). Masa remaja adalah masa penemuan jati diri, perpindahan menuju
kemandirian, peningkatan peluang dan pilihannya sangat penting terhadap kehidupan
mereka. Masa remaja dimulai pada usia antara 10 sampai 20 tahun, dikelompokkan
kedalam tiga usia yaitu masa remaja awal (usia 10-14 tahun), masa remaja pertengahan
(usia 15-17 tahun) dan remaja akhir (usia 18 sampai pertengahan 20 tahun) (Allender,
Rector, & Warner, (2014). Pada masa ini, kondisi kesehatan umumnya baik dan
biasanya tidak memerlukan pelayanan kesehatan kecuali mereka memiliki kondisi
kronis atau akut yang mendasari. Dalam perjuangannya untuk mendapatkan
kemandirian banyak remaja terlibat perilaku berisiko, termasuk penggunaan tembakau.

Jumlah perokok setiap hari usia lebih dari 10 tahun pada tahun 2015 dibeberapa negara
memiliki variasi. Jumlah tertinggi pada negara Cina sebanyak 235,9 juta laki-laki dan
14,4 juta perempuan yang merokok setiap hari, dikuti oleh negara India (90,8 juta laki-
laki dan 13,5 juta perempuan), Indonesia (49,8 juta laki-laki dan 3,9 juta perempuan),
Amerika Serikat (20,4 juta laki-laki dan 17,2 juta perempuan), Rusia (24,9 juta laki-laki
dan 8,3 juta perempuan), Banglades (24,1 juta laki-laki dan 1 juta perempuan), Jepang
(15,3 juta laki-laki dan 4,9 juta perempuan), Brazil (11,1 juta laki-laki dan 7,7 juta
perempuan), Jerman (9,2 juta laki-laki dan 7,1 juta perempuan) dan Filipina (13,2 juta
laki-laki dan 2,6 juta perempuan) (Drope et.al., 2018)

Populasi remaja merokok berbeda pada setiap negara. Diantara populasi perokok di
Amerika Serikat, sebanyak 7,3% mulai merokok sebelum usia 13 tahun, 74,2% pada
usia 13-20 tahun dan 18,5% pada usia lebih dari 21 tahun (Choi & Stommel, 2017).
Sedangkan di Uruguaiana, Brazil sebanyak 14,5% mulai merokok sebelum usia 12
tahun dan 64,1% setelah usia 13 tahun (Urrutia-Pereira, Oliano, Aranda, Mallol, & Solé,
2017). Hasil survei The Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2015 di Indonesia,
sebanyak 32,1% siswa pernah menggunakan tembakau produk asap, dimana laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan. Remaja pengguna tembakau sebanyak 20,3%,
sebagian besar 43,2% siswa mulai merokok pada usia 12-13 tahun, sedangkan 19,8%
mulai merokok usia kurang dari 10 tahun (WHO, 2015).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


5

Perilaku merokok penduduk usia 15 tahun keatas di Indonesia masih belum terjadi
penurunan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013 perilaku merokok cenderung
meningkat dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3% tahun 2013. Dijumpai 64,9% laki-laki
dan 2,1% perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Ditemukan 1,4%
perokok usia 10-14 tahun. Rerata proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 29,3%.
Sedangkan berdasarkan kelompok usia proporsi perokok aktif setiap hari pada
kelompok usia 10-14 tahun sebesar 0,5% dan kelompok usia 15-19 tahun sebesar
11,2% (Kemenkes RI. 2013).

Keterlibatan dalam perilaku berisiko cenderung meningkat seperti perilaku merokok


(Ralph, John, & Richard, 2009). Faktor risiko remaja merokok diantaranya memiliki
teman yang merokok, akses yang mudah ke rokok. Sedangkan memiliki orangtua
dengan aturan tentang rokok, tidak kontak dengan rokok dirumah dan pengetahuan
tentang efek berbahaya dari rokok diidentifikasi sebagai faktor pelindung (Urrutia-
Pereira, Oliano, Aranda, Mallol, & Solé, 2017). Selain itu, menurut Vázquez-Nava,
Vázquez-Rodríguez, Vázquez-Rodríguez, Castillo Ruiz, dan Peinado Herreros, (2017)
alasan remaja pertama kali merokok adalah keingintahuan tentang rokok, meskipun
mereka mengetahui bahwa menghirup asap tembakau dapat menimbulkan kecanduan
nikotin, tetapi remaja tidak mengganggap merokok sebagai masalah yang faktanya
dapat mengakibatkan ketergantungan atau kecanduan

Ketergantuangan nikotin disebabkan oleh kebiasaan merokok. Diantara remaja yang


telah merokok kurang dari 100 batang, mengalami tingkat ketergantungan nikotin yang
lebih tinggi serta meningkatkan risiko merokok setiap hari pada usia dewasa muda
(Dierker, Hedeker, Rose, Selya, & Mermelstein, 2015). Sedangkan menurut Wang dan
Michael, (2015) pada awal remaja yang belum pernah mencoba merokok,
memungkinkan kecilnya menjadi perokok saat usia dewasa, sedangkan remaja yang
lebih awal mencoba merokok, memberikan kemungkinan besar untuk menjadi perokok
setiap hari dimasa dewasa muda, sehingga kebiasaan merokok dapat memberikan
dampak atau beban pada tahap perkembangan selanjutnya.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


6

Untuk dapat mengatasi dampak dan beban dalam perkembangan remaja perlu dilakukan
upaya pengendalian. Pengendalian tembakau memainkan peranan penting dalam
pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang
merupakan transisi dari Millennium Development Goals (MDGs). Pengendalian
tembakau hampir mencakup seluruh target pada SDGs tetapi terutama dalam SDG
ketiga yang berkaitan kesehatan dengan memastikan hidup sehat dan meningkatkan
kesejahteraan untuk semua usia (World Health Organization, 2017).

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia adalah salah satu program dari agenda
kelima Nawa Cita Presiden Republik Indonesia. Program tersebut diwujudkan dalam
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (Kemenkes, 2016). Program ini
selanjutnya menjadi program utama dalam pembangunan kesehatan yang kemudian
direncanakan pencapaiannya melalui rencana strategis kementerian kesehatan tahun
2015-2019, memiliki 12 indikator utama dimana salah satu indikator tersebut adalah
anggota keluarga tidak ada yang merokok, dengan target pada tahun 2019 adalah
menurunya persentase merokok penduduk usia ≤18 tahun sebesar 5,4 % (Kemenkes,
2016).

Selain itu, Pemerintah telah memiliki kebijakan yang berkaitan pengendalian tembakau
diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan
yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan bertujuan
melindungi kesehatan perseorangan (termasuk penduduk usia produktif, anak, remaja),
keluarga, masyarakat dan lingkungan dari bahaya bahan yang mengandung karsinogen
dan zat adiktif dalam produk tembakau; Permenkes Nomor 28 tahun 2013 tentang
Pencantuman Peringatan Kesehatan Berbentuk Gambar dan Tulisan pada Kemasan
Produk Tembakau ; Permenkes Nomor 40 tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map)
Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan bertujuan untuk mewujudkan
penyelenggaraan upaya pengendalian dampak konsumsi rokok yang terintegrasi, efektif,
dan efisien serta sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
dalam pengambilan kebijakan dan strategi program (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


7

Regulasi dari Kementerian atau Lembaga lain berkaitan dengan pengendalian dampak
tembakau terhadap kesehatan, juga dilakukan diantaranya melalui Peraturan Kepala
Badan BPOM Nomor 41 tahun 2013 tentang Produk Tembakau yang Beredar,
Pencantuman Peringatan Kesehatan dalam Iklan dalam Kemasan Produk Tembakau ;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 tahun 2014 tentang Perdagangan Barang Kena
Cukai. Terkait komitmen Pemerintah Daerah terhadap upaya pengendalian tembakau,
bersama Kementerian Dalam Negeri dan Jejaring Pengendalian Tembakau melakukan
advokasi kepada Pemerintah Daerah sesuai Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011
tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) (Kementerian Kesehatan
RI, 2015).

Pemerintah juga telah memberi dukungan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS) sesuai instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017, mulai dari pemerintah
pusat maupun daerah dengan tujuan mempercepat dan mensinergiskan tindakan dari
upaya promotif dan preventif hidup sehat guna meningkatkan produktivitas penduduk
dan menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan akibat penyakit diantaranya
melalui upaya peningkatan perilaku hidup sehat. Pelaksanaan GERMAS harus dimulai
dari keluarga karena keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat yang membentuk
kepribadian. Salah satu bentuk kegiatan GERMAS adalah tidak merokok yang
dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari individu, keluarga, masyarakat,
institusi maupun organisasi (Kemenkes, 2016).

Pendekatan melalui keluarga merupakan fokus utama yang sangat penting dalam
pembangunan kesehatan. Untuk mewujudkan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga diperlukan kegiatan sosialisasi dibeberapa provinsi dan kabupaten
atau kota sebagai prioritas, salah satunya adalah provinsi Jawa Barat (Kemenkes, RI.
2016). Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan luas
wilayah 35.377,76 km2 terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota mencakup sekitar 626
kecamatan, 3.291 desa dan 2.671 kelurahan dan dibagi menjadi 5 koordinator wilayah
yaitu Wilayah Bogor, Purwakarta, Cirebon, Priangan Timur dan Priangan Barat
(Kemenkes RI., 2015).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


8

Dalam bidang kesehatan khususnya pemberdayaan masyarakat dan penyehatan


lingkungan di provinsi Jawa Barat diterapkan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) mencakup tatanan rumah tangga, sekolah, tempat kerja, tempat umum dan
sarana kesehatan. PHBS di rumah tangga memiliki 10 indikator, salah satu adalah tidak
merokok di dalam rumah. Jumlah rumah tangga di Jawa Barat sebanyak 14.147.170
rumah tangga, yang dipantau sikap PHBS sebanyak 8.027.722 keluarga (56,7%).
Berdasarkan hasil pemantauan ditemukan sebanyak 4.309.125 keluarga PHBS (53,7%)
dimana cakupan tertinggi dicapai oleh kota Depok sebanyak 77,5% dan terendah kota
Sukabumi (37,6%) dari seluruh kabupaten atau kota yang ada di Jawa Barat (Kemenkes
RI., 2015).

Provinsi Jawa Barat termasuk daerah dengan proporsi perokok terbanyak kedua sebesar
27,1% setelah provinsi kepulauan Riau sebanyak 27,2% berdasarkan Riset Kesehatan
Daerah Tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012
di provinsi Jawa Barat, diperoleh persentase penduduk 10 tahun keatas yang merokok
sebanyak 29,38%, terdiri dari usia 10-17 tahun sebanyak 2,93%, usia 18-24 tahun
sebanyak 26,36% dan diatas 25 tahun sebanyak 37,68%. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat masih merupakan tantangan berat yang
perlu diatasi oleh pemerintah daerah provinsi Jawa Barat (Kemenkes RI., 2015).

Kota Depok merupakan bagian dari provinsi Jawa Barat termasuk ke dalam wilayah
Bogor dengan luas wilayah 200,29 km2 atau 0,58% dari luas Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2008 tentang pembentukan wilayah
kecamatan di kota Depok, pemerintah kota Depok terbagi menjadi 11 kecamatan, 63
Kelurahan, 850 RW dan 4.689 RT. Jumlah penduduk mengalami peningkatan dari tahun
2013-2016, pada tahun 2013 sebanyak 1.962.160 jiwa dan pada tahun 2016 menjadi
2.179.813 jiwa sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah penduduk Kota
Depok sebesar 11,09% (Dinkes Kota Depok, 2017).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


9

Kelompok usia remaja merupakan bagian dari penduduk di kota Depok. Berdasarkan
survei tembakau pada remaja dengan kelompok usia 13-15 tahun di kota Depok tahun
2016 menunjukkan bahwa siswa perokok aktif sebanyak 23.4% (42% laki-laki, 5.5%
perempuan) lebih tinggi dari persentase nasional sebanyak 19.4% (35.3% laki-laki,
3.4% perempuan). Rata-rata para siswa perokok aktif mulai mencoba merokok di usia
10-13 tahun (54.9%). Angka ini relatif serupa dengan angka nasional yaitu sebanyak
68.8% siswa. Hampir separuh siswa merupakan perokok pasif dirumah (44.2%) dan
sekitar 58,3% memiliki orangtua yang merokok (Setiawan & Fajarini, 2016). Penelitian
yang dilakukan oleh Villanti, Boulay, dan Juon, (2011) melaporkan bahwa memiliki
teman merokok dan memiliki anggota merokok dirumah berkaitan dengan kebiasaan
merokok remaja. Penelitian lain yang di lakukan oleh Yanez, Leiva, Estela, dan Cukic,
2017) menjelaskan bahwa faktor kepribadian remaja dan pendidikan orangtua
merupakan faktor penting dan independen berkaitan dengan perilaku merokok pada
remaja

Dalam menghadapi permasalahan merokok berbagai upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah kota Depok diantaranya penetapan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014
tentang Kawasan Tanpa Rokok yaitu ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk
merokok, kegiatan memproduksi, menjual, mempromosikan produk tembakau seperti di
tempat umum, tempat kerja, tempat ibadah, tempat bermain dan atau tempat berkumpul
anak, angkutan umum, lingkungan tempat proses belajar mengajar dan sarana
kesehatan. Untuk dapat mendukung penerapan KTR telah dilakukan sosialisasi ke
kecamatan dan kelurahan serta menggandeng peran media dalam menyebarluaskan
Peraturan Daerah tersebut agar benar-benar terlaksana seperti yang telah dilakukan oleh
Walikota Depok, Nur Mahmudi Isma’il, saat berkunjung ke salah satu stasiun televisi
swasta Jak Tv, untuk melakukan Talkshow KTR (Mualim, 2015).

Sosialisasi KTR oleh wakil walikota Depok Idris Abdul Shomad pernah menyampaikan
pesan bahwa meskipun kawasan tempat tinggal tidak masuk dalam KTR, tetapi 78%
anak-anak terkontaminasi bahaya rokok dari rumah akibat ayahnya merokok, sehingga
tempat tinggal juga dijadikan sebagai KTR agar anak-anak bebas dari asap rokok dan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


10

tidak akan menjadi generasi perokok aktif dimasa depan yang dimulai dari keluarga
(Virdhani, 2014).

Keluarga merupakan lembaga sosial yang memiliki pengaruh paling besar terhadap
anggotanya. Unit keluarga menempati sebuah posisi diantara individu dan masyarakat
(Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Keterlibatan keluarga dapat melindungi
penggunaan zat (alkohol, ganja, dan tembakau) pada remaja melalui penyangga efek
buruk dari masalah internal dan eksternal (Schlauch, Levitt, Connell, & Kaufman,
2013). Berdasarkan tinjauan sistematis dan meta analisis yang dilakukan oleh Thomas,
Baker, dan Thomas, (2016) terhadap intervensi berbasis keluarga dalam pencegahan
anak dan remaja dari penggunaan tembakau menjelaskan bahwa intervensi berbasis
keluarga dapat mencegah anak-anak dan remaja untuk memulai merokok. Sedangkan
dalam tinjauan sistematis dan meta analisis yang terbarunya oleh Thomas, Baker, dan
Thomas, (2018) terhadap update intervensi berbasis keluarga dalam mencegah anak-
anak dan remaja menggunakan tembakau menjelaskan bahwa intervensi berbasis
keluarga efektif untuk mencegah merokok pada anak-anak dan remaja serta membantu
mengatasi kekambuhan.

Keluarga juga adalah sumber utama konsep sehat dan sakit serta perilaku kesehatan.
Keluarga cenderung menjadi pemicu masalah kesehatan anggotanya sekaligus sebagai
pelaku dalam menentukan masalah kesehatan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
Menurut Martyn et.al., (2009) lingkungan keluarga yang positif dan komunikasi antar
orangtua dan remaja dapat bertindak sebagai efek negatif moderat dari pengaruh teman
sebaya. Selain itu, keluarga juga berpengaruh terhadap munculnya perilaku merokok
pada remaja. Perilaku merokok berhubungan dengan struktur keluarga yang tidak utuh,
aktivitas keluarga yang kurang, adanya konflik keluarga, dukungan orangtua yang
kurang dan kontrol orangtua yang kurang (Septiana, Syahrul, & Hermansyah, 2016).
Keintiman keluarga memberikan kesempatan bagi orangtua sebagai model perilaku
yang sehat, komunikasi tentang harapan yang berkaitan dengan perilaku beresiko dan
pemantau perilaku remaja (Martyn et.al., 2009).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


11

Keluarga dapat berperan dalam bentuk promosi kesehatan dan penurunan risiko serta
dapat menjadi faktor terpajannya anggota keluarga kepada hal-hal yang membahayakan
kesehatan. Bentuk promosi kesehatan, pencegahan dan penurunan risiko dapat berupa
gaya hidup seperti menghentikan kebiasaan merokok (Friedman, Bowden, & Jones,
2010). Menurut Wang, Krishnakumar, dan Narine, (2014) menjelaskan bahwa praktik
pengasuhan dan kognisi terkait merokok merupakan komponen penting yang harus
dimasukkan dalam program pencegahan dan intervensi untuk merokok remaja.
Pengetahuan orangtua tentang keberadaan dan aktivitas remaja yang tinggi baik sendiri
atau dengan kelompok berkaitan dengan frekuensi perilaku beresiko pada remaja
diantaranya perilaku merokok yang lebih rendah. Pengetahuan orangtua bersifat lebih
protektif terhadap perilaku beresiko pada remaja (Albertos, Osorio, Lopez-del Burgo,
Carlos, Beltramo, & Trullols, (2016).

Tujuan akhir dari keluarga adalah tercapainya fungsi keluarga. Keluarga memiliki
fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, fungsi reproduksi dan fungsi
perawatan kesehatan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Penelitian yang dilakukan
oleh Lima-Serrano, Guerra-Martín, dan Lima-Rodríguez, (2017) menjelaskan bahwa
fungsi keluarga merupakan faktor utama yang berhubungan dengan adopsi perilaku
beresiko pada remaja termasuk perilaku merokok. Penelitian juga dilakukan oleh
Priyatin, Marsito, dan Sarwono. (2009) menjelaskan bahwa terdapat pengaruh antara
fungsi keluarga (fungsi sosial, ekonomi dan perawatan kesehatan) terhadap perilaku
merokok remaja.

Fungsi perawatan kesehatan yang selanjutnya dikembangkan menjadi tugas keluarga


dibidang kesehatan meliputi ; (1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
setiap anggota keluarga, (2) Kemampuan keluarga dalam memutuskan tindakan
mengatasi masalah, (3) Kemampuan keluarga memberikan perawatan kepada anggota
keluarga (4) Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan baik lingkungan fisik
maupun psikologis yang mendukung untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian
anggota keluarganya, (5) Kemampuan keluarga menggunakan atau memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan dimasyarakat (Maglaya, 2009).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


12

Beberapa penelitian tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga yang telah dilakukan
diantaranya ; penelitian yang dilakukan oleh Amigo, (2012) melaporkan bahwa terdapat
hubungan pendidikan, penghasilan, kemampuan keluarga mengenal dan melaksanakan
tugas perawatan kesehatan keluarga pada aggregat lansia dengan Hipertensi. Hastuti,
(2012) menyatakan bahwa ada hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan
kejadian non pneumonia pada Balita. Maria, (2014) melaporkan bahwa terdapat
hubungan kemampuan keluarga melakukan tugas kesehatan keluarga khususnya
kemampuan keluarga merawat dengan pemenuhan nutrisi dengan status gizi anak usia
sekolah. Julaeha, (2014) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan, tugas
kesehatan keluarga, pendapatan dan dukungan keluarga dengan kualitas hidup klien TB.
Nurcahyaningtyas, (2017) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga keseluruhan dengan keikutsertaan lansia pada posyandu.
Sedangkan Penelitian yang dilakukan Ramlah, (2011) melaporkan bahwa tidak ada
hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pengabaian lansia tetapi
memiliki hubungan dengan dukungan keluarga. Maimaznah, (2016) menjelaskan bahwa
tidak terdapat hubungan antara pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan risiko
diare pada Balita. Peneliti belum menemukan penelitian tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga pada populasi remaja khususnya tentang perilaku merokok, sehingga
perlu untuk dilakukan penelitian.

Dalam Model Promosi Kesehatan Keluarga Christensen, (2004) keluarga dapat berperan
dalam mempromosikan baik pada kesehatan anak dan kemampuan mereka sebagai
pelaku mempromosikan kesehatan yang diwujudkan dalam cara keluarga dalam
kehidupan sehari-hari terlibat dalam mempromosikan kesehatan anggotanya (Kaakinen,
Coehlo, Steele, Tabacco, & Hanson, 2015). Sedangkan menurut Maglaya (2009) dalam
rangka mencapai kesejahteraan diantara anggota keluarga dan mengurangi atau
menghilangkan masalah kesehatan keluarga, maka keluarga sebagai unit berfungsi
untuk melakukan tugas kesehatan. Tugas kesehatan keluarga merupakan bagian yang
harus dikaji dari keluarga, sebagai penentu penyebab dari masalah keperawatan
keluarga dan menjadi fokus intervensi dalam asuhan keperawatan keluarga untuk
membantu keluarga mengatasi masalah kesehatannya, sehingga tugas kesehatan
keluarga dianggap penting untuk diteliti dalam penelitian ini.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


13

Penelitian ini direncanakan di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok.


Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dapat digambarkan bahwa
beberapa remaja memiliki perilaku merokok. Sebagian remaja telah merokok tetapi
tidak diketahui oleh orangtua. Orangtua yang mengetahui remaja merokok hanya
memberikan nasehat agar tidak berlebihan merokok tanpa mereka sadari bahwa pada
satu batang rokok terdapat zat nikotin yang dapat memberikan efek ketagihan bagi
remaja untuk terus merokok. Remaja yang telah diketahui merokok oleh orangtua
melaporkan bahwa mereka telah berhenti merokok, meskipun secara sembunyi masih
merokok bersama teman-teman. Selain itu, sebagian orangtua menyampaikan
kebingungan dalam menghadapi persoalan merokok anaknya. Kebingunan orangtua
diperkuat oleh ayah yang juga memiliki kebiasaan merokok. Beberapa remaja telah
memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Tetapi mengalami kesulitan disamping
karena pengaruh teman, juga kurangnya bantuan dari orangtua. Orangtua hanya
menginginkan remaja berperilaku sesuai harapan mereka tanpa mengetahui apa yang
menjadi keinginan, kebutuhan dan kendala dari anak remaja. Orangtua dengan karakter
yang keras dipandang oleh anak remaja sebagai penghambat.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui lebih mendalam kaitan antara tugas
yang harus dilakukan oleh keluarga khususnya orangtua dengan anak remaja tentang
perilaku merokok karena orangtua memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku
remaja berkaitan dengan merokok. Permasalahan yang mendasar bahwa sebagian
perilaku merokok remaja tidak diketahui oleh orangtua, sehingga peneliti berasumsi
bahwa untuk mengetahui perilaku merokok remaja dan tugas kesehatan keluarga dapat
melalui remaja. Penelitian ini juga mengharapkan dapat memperjelas pengkajian dalam
keperawatan keluarga pada tugas kesehatan keluarga dengan anak remaja sebagai dasar
dalam kerangka proses keperawatan keluarga. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka
dalam penelitian ini, ingin mengetahui hubungan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


14

1.2.Perumusan Masalah
Masa remaja adalah masa penemuan jati diri dan perpindahan menuju kemandirian.
Dalam proses mendapatkan kemandirian banyak remaja terlibat perilaku beresiko
termasuk penggunaan tembakau. Perilaku merokok penduduk Indonesia usia diatas 15
tahun cenderung meningkat dari 34,2 % pada tahun 2007 menjadi 36,3 % tahun 2013.
Proporsi perokok terbanyak kedua sebesar 27,1 % di provinsi Jawa Barat setelah
provinsi kepulauan riau sebesar 27,2%. Kota Depok bagian dari provinsi Jawa Barat
memiliki keluarga berperilaku hidup bersih dan sehat (termasuk tidak ada merokok
didalam rumah) sebanyak 77,5% dari seluruh kabupaten atau kota yang ada di provinsi
Jawa Barat. Namun, hasil survey kelompok usia 13-15 tahun di kota depok tahun 2016
menunjukkan bahwa sebanyak 23.4% siswa adalah perokok aktif (42% laki-laki, 5.5%
perempuan). Presentase ini melebihi presentase nasional sebanyak 19.4% (35.3% laki-
laki, 3.4% perempuan) dan Sekitar 58.3% siswa memiliki orangtua yang merokok.

Merokok mengakibatkan penyakit kardiovaskular, metabolik dan paru serta kanker,


mengalami tingkat ketergantungan nikotin yang lebih tinggi, menimbulkan beban
kesehatan, sosial, ekonomi dan lingkungan serta meningkatkan prevalensi penyakit
tidak menular. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah
dan melindungi merokok pada remaja diantaranya regulasi tentang produk tembakau,
batasan penjualan kepada anak di bawah usia 18 tahun, pembatasan jam tayang iklan
rokok, pencantuman gambar bahaya rokok pada bungkus rokok, edukasi masyarakat
akan bahaya merokok, dukungan kawasan tanpa rokok serta intervensi yang terfokus
pada remaja belum memberikan hasil sesuai harapan. Remaja pada akhirnya kembali ke
keluarga sebagai tempat tinggal dan unit dalam masyarakat yang hampir sebagian besar
belum menerapkan praktik kesehatan dalam keluarga khususnya merokok.

Keluarga dapat berperan dalam bentuk promosi kesehatan dan penuruan risiko anggota
keluarga dari bahaya kesehatan. Peran ini dapat dicapai melalui tugas keluarga dibidang
kesehatan meliputi ; (1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan setiap
anggota keluarga, (2) Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan atau
mengambil tindakan kesehatan yang tepat, (3) Kemampuan keluarga memberikan
perawatan kepada anggota keluarga (4) Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


15

baik lingkungan fisik maupun psikologis yang mendukung untuk kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarganya, dan (5) Kemampuan keluarga
menggunakan atau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dimasyarakat

Beberapa penelitian yang telah dilakukan memiliki hubungan antara pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga pada balita, anak usia sekolah, lansia dan kualitas hidup klien TB
Paru, tetapi peneliti belum menemukan studi tentang hubungan antara pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga pada populasi remaja tentang perilaku merokok. Penelitian ini
penting untuk dilakukan agar dapat membantu Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga guna memberikan data dasar dalam pelaksanaan kunjungan rumah
oleh Puskesmas dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif
serta asuhan keperawatan keluarga khususnya pada keluarga dengan remaja tentang
merokok. Untuk dapat mengetahui perilaku merokok remaja dan tugas kesehatan
keluarga dapat melalui persepsi remaja. Berdasarkan fenomena tersebut, maka
pertanyaan penelitian yang perlu dijawab adalah apakah terdapat hubungan antara
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok
remaja di kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug,
kecamatan Cimanggis, kota Depok
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin,
uang saku dan teman sebaya di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis kota Depok
1.3.2.2. Mengidentifikasi karakterisitik keluarga meliputi tingkat
Pendidikan dan lingkungan tempat tinggal di kelurahan Curug,
kecamatan Cimanggis kota Depok
1.3.2.3. Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis kota Depok

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


16

1.3.2.4. Mengidentifikasi persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas


kesehatan keluarga mencakup mengenal masalah kesehatan,
memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan, melakukan
perawatan kesehatan, memodifikasi lingkungan kesehatan dan
memanfaatkan layanan kesehatan di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok
1.3.2.5. Menjelaskan hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan
dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok
1.3.2.6. Menjelaskan hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga dalam memutuskan tindakan mengatasi
masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
1.3.2.7. Menjelaskan hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga dalam melakukan perawatan kesehatan
dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok
1.3.2.8. Menjelaskan hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan
dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok
1.3.2.9. Menjelaskan hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga dalam memanfaatkan layanan kesehatan
dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok
1.3.2.10. Menganalisis faktor yang paling dominan dari persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku
merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


17

1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tugas kesehatan keluarga
dengan anak remaja yang merokok sehingga dapat memberikan informasi
yang jelas kepada orangtua atau keluarga, kegiatan puskesmas kunjungan
keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan
preventif, acuan kebijakan bagi dinas kesehatan ataupun instansi pendidikan
1.4.2. Manfaat Keilmuan
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan terutama
keperawatan keluarga dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan
keluarga dengan anak remaja yang memiliki perilaku merokok
1.4.3. Manfaat Metodologis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perilaku merokok remaja berkaitan
dengan keluarga

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


17

Halaman ini sengaja dikosongkan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


18

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bagian ini menjelaskan tentang teori atau konsep yang menjadi landasan dalam
melakukan penelitian dan didukung oleh hasil penelitian mencakup konsep tentang
remaja, perilaku merokok pada remaja, keluarga dan tugas kesehatan keluarga, persepsi
serta model promosi kesehatan keluarga yang digunakan

2.1.Konsep Remaja
2.1.1. Defenisi Remaja
Menurut WHO remaja adalah orang muda dalam rentang usia 10 dan 19 tahun,
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah (Kementerian Kesehatan RI, 2015)

Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi dari masa kanak-anak


sebelumnya menjadi masa dewasa (Potter & Perry, 2009). Masa remaja merupakan
waktu tumbuh dan berpindahnya dari masa kecil yang belum matang menjadi masa
dewasa yang telah matang untuk mempersiapkan masa depan. Masa remaja
merupakan masa transisi pada aspek biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja
menjadi tertarik pada lawan jenis dan secara biologis telah mampu mempunyai
anak. Mereka menjadi bijaksana, lebih sadar diri dan kemampuan untuk mengambil
keputusan sendiri. Mereka menjadi lebih tahu, lebih bebas (tidak bergantung) dan
lebih mengkhawatirkan tentang masa depan. Mereka membolehkan untuk bekerja,
menikah dan memiliki hak dalam berpendapat (Larson, Wilson & Rickman ;
Schlegel, 2009 dalam Steinberg, 2014).

2.1.2. Klasifikasi Remaja


Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu masa remaja awal dan
akhir. Garis pemisah antara awal dan akhir terletak disekitar usia 17 tahun usia
dimana rata-rata setiap remaja memasuki sekolah menengah tingkat atas. Awal masa

18 Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


19

remaja berlangsung sekitar dari 12 tahun sampai 16-17 tahun dan akhir masa remaja
dimulai dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun yaitu usia matang secara hukum
(Jahja, 2011). Potter dan Perry, (2009). Membagi remaja berdasarkan tingkat usia
yaitu remaja awal periode usia 11-14 tahun, remaja pertengahan periode usia 14 –
17 tahun dan remaja akhir periode usia 17-20 tahun. Masing-masing tingkat usia
memiliki variasi dalam perkembangan fisik, kognitif, psikososial, hubungan dengan
orangtua dan hubungan dengan kelompok. Menurut Depkes (2009) remaja
dikategorikan menjadi masa remaja awal usia 12-16 tahun dan remaja akhir usia
17-25 tahun. Sedangkan dalam Allender, Rector, dan Warner, (2014) masa remaja
dimulai pada usia antara 10 sampai 20 tahun, dikelompokkan kedalam tiga usia
yaitu masa remaja awal (usia 10-14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15-17
tahun) dan remaja akhir (usia 18 sampai pertengahan 20 tahun).

2.1.3. Perubahan Selama Masa Remaja


2.1.3.1.Perubahan Biologi atau Fisik
Perubahan fisik pada masa remaja terjadi dengan cepat. Perubahan berfokus pada
peningkatan pertumbuhan tulang rangka, otot dan organ dalam, perubahan spesifik
berdasarkan jenis kelamin, distribusi otot dan lemak serta perkembangan system
reproduksi dan karakteristik seks sekunder. Perubahan ini juga bervariasi
berdasarkan tingkat usia. Pada remaja awal kecepatan pertumbuhan mencapai
puncak dan timbul karakteristik seks sekunder. Pada remaja pertengahan terjadi
perubahan yang melambat pada anak perempuan, tinggi badan mencapai 90% dari
tinggi badan dewasa dan karakteristik seks sekunder belanjut. Remaja akhir
mengalami kematangan secara fisik dan pertumbuhan tubuh serta system reproduksi
semakin lengkap (Potter & Perry, 2009).

2.1.3.2.Perubahan Kognitif
Pada masa ini remaja telah memiliki kemampuan dapat memperkirakan suatu
kemungkinan, mengurutkan, memecahkan masalah dan mengambil keputusan
melalui pemikiran logis. Remaja dapat berpikir secara abstrak dan mengatasi
masalah bersifat hipotesis. Ketika dihadapkan oleh persoalan atau masalah dengan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


20

kemampuan berpikir secara abstrak dapat mempertimbangkan kemungkinan


penyebab serta solusi penyelesaian (Potter & Perry, 2009).

Perubahan kognitif pada remaja memiliki variasi diantara tingkat usia. Pada masa
remaja awal untuk pertama kalinya mengalami kemajuan proses berpikir yang
sebelumnya masih bersifat fisik atau konkrit yang lebih berfokus pada hal-hal yang
sedang terjadi menjadi kemampuan berpikir secara abstrak yaitu dapat
membayangkan hal yang akan terjadi. Mesikpun pemikiran abstraknya yang masih
terbatas, remaja juga mampu memecahkan masalah yang membutuhkan manipulasi
beberapa konsep abstrak sekaligus. Kemampuan ini dapat membentuk identitas diri
remaja yaitu menentukan tingkah laku yang sesuai dan lebih berdasarkan gender
serta mempertimbangkan dampaknya terhadap kelompok, keluarga dan masyarakat
(Potter & Perry, 2009).

Pada Masa remaja pertengahan timbul kualitas introspeksi sejalan dengan


peningkatan kognisi. Remaja percaya bahwa mereka mampu menghindar dari
tingkah laku yang beresiko yang dilakukan dan keinginan untuk memperoleh
privasi. Masa remaja akhir, pemikiran abstrak semakin terbentuk, dapat menerima
dan berpikir jauh, memiliki kemampuan meninjau masalah secara komprehensif dan
identitas intelektual. Remaja memahami bahwa suatu ide atau tindakan secara
pribadi dapat mempengaruhi orang lain sehingga remaja mempertanyakan tentang
kebiasaan masyarakat dan nilai-nilainya. Meskipun remaja mampu berpikir seperti
orang dewasa, tetapi mereka tidak memiliki pengalaman sebagai dasar dalam
berpikir (Potter & Perry, 2009)

2.1.3.3.Perubahan Psikososial
Pada perkembangan psikososial, tugas utama remaja adalah pencarian jati diri.
Mereka dapat membentuk hubungan kelompok yang erat atau memilih untuk
terisolasi. Menurut erikson, (1963) dalam Potter dan Perry, (2009) kebingungan
indentitas atau peran merupakan bahaya pada masa ini. Selain itu, penolakan
kelompok terhadap perbedaan pada anggota remaja merupakan suatu mekanisme

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


21

pertahanan terhadap kebingunan identitas (Erikson, 1968 dalam Potter & Perry,
2009).

Perubahan psikososial pada remaja memiliki variasi diantara tingkat usia. Pada masa
remaja awal remaja berfokus pada perubahan tubuh yang cepat, mencoba berbagai
peran, mengukur daya tarik melalui penerimaan atau penolakan dari kelompok dan
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh kelompok teman. Selain itu, remaja juga
meningkatkan hubungan persahabatan dengan teman sesama jenis dan berusaha
menjadi pemimpin dalam kelompok. Masa remaja pertengahan, terjadi perubahan
citra diri, sangat egosentris, kecenderungan berfokus pada pengalaman dalam diri
dan penemuan jati diri, idealistik dan mampu memperkirakan akibat dari tingkah
laku dan keputusan yang diambil. Selain itu, penerimaan oleh kelompok menjadi hal
yang penting disertai adanya ketakutan akan penolakan dan mencoba untuk menarik
lawan jenis. Pada masa remaja akhir, remaja mulai menegakkan citra tubuh dan
defenisi peran sesuai jenis kelamin, identitas seksual yang matang, kestabilan
percaya diri, merasa nyaman dengan pertumbuhan fisik serta menentukan peran
sosial. Selain itu, kepentingan kelompok berkurang dan digantikan oleh hubungan
persahabatan secara individual, memungkinkan hubungan antara lawan jenis yang
permanen dan hubungan ditandai dengan saling memberi dan berbagi (Potter &
Perry, 2009).

Hertel dan Mermelstein, (2012) menjelaskan bahwa semakin banyak remaja yang
menganggap merokok merupakan aspek yang menentukan tentang siapa diri
mereka, maka semakin besar kemungkinan meningkatnya merokok diantara remaja.
Selain itu, peningkatan negatif mempengaruhi motif coping seperti merokok adalah
sesuatu yang dilakukan saat bosan, membantu melupakan kekhawatiran, membantu
merasa tenang saat tegang, gugup dan marah, membuat lebih rileks dan membantu
saat suasana hati sedang buruk berkaitan dengan pengembangan identitas perokok
antara laki-laki dan perempuan. Peningkatan motif sosial dikaitkan dengan
perkembangan identitas perokok di kalangan laki-laki, dan peningkatan efek negatif
terhadap motif coping dikaitkan dengan pengembangan identitas perokok sosial di
kalangan perempuan. Identitas perokok dan perokok sosial ditandai oleh pengaruh

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


22

negatif terhadap stres dan juga motif sosial untuk merokok (Hertel & Mermelstein,
2016)

2.1.4. Permasalahan Pada Masa Remaja


Masa remaja merupakan masa penemuan jati diri, perpindahan menuju kemandirian,
meningkatnya kesempatan dan pilihan yang dapat mempengaruhi sepanjang
kehidupan mereka. Remaja adalah bagain dari subkultural, adat istiadat dan nilai-
nilainya sendiri. Disisi lain, remaja menjadi otonom, menghadapi munculnya
masalah identitas, mengembangkan nilai dan kepercayaan, memperoleh ketrampilan
dan pendidikan yang perlu dipersiapkan perannya saat dewasa. Pada tahap ini,
umumnya status kesehatan remaja dalam kondisi sehat. Keluhan umum remaja
termasuk kurang tidur, kelelahan, insomnia kronis, jerawat, dan kekhawatiran
tentang berat badan dan citra tubuh (Allender, Rector, & Warner, 2014).

Masa remaja ditandai dengan meningkatnya keterlibatan dalam perilaku beresiko


kesehatan seperti penggunaan alkohol dan narkoba, merokok, perilaku seksual,
kenakalan dan perilaku yang menyebabkan cedera baik disengaja atau tidak
disengaja, yang kesemuanya dapat terjadi dan mempengaruhi kesehatan dalam
jangka waktu pendek atau panjang (Ralph, John, & Richard, 2009). Perilaku ini
dapat dipengaruhi oleh teman sebaya, keluarga dan lingkungan masyarakat tempat
mereka tinggal. Masa remaja merupakan saat yang tepat untuk mencegah kecanduan
zat, obat-obatan yang mengubah kerja otak dan penggunaan obat-obatan sejak awal
dapat meningkatkan kemungkinan remaja mengalami penyalahgunaan obat-obatan
terlarang dan kecanduan (National Institute on Drug Abuse, 2010 dalam Nies &
McEwen, 2015)

2.2.Merokok Pada Remaja


2.2.1. Merokok
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan
menghembuskannya kembali keluar. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang
dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


23

menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok maupun orang-orang di sekitarnya


(Soetjiningsih, 2004).

2.2.2. Kandungan rokok


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 109 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan menjelaskan bahwa Rokok adalah salah satu produk tembakau yang
dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap atau dihirup asapnya, seperti rokok kretek,
rokok putih cerutu atau bentuk lainnya berasal dari tanaman nicotiana tabacum,
nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya dimana asapnya mengandung
zat nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Dalam sebatang rokok terdapat sekitar 600 bahan kimia yang ketika dibakar akan
menghasilkan lebih dari 7000 bahan kimia beracun. Dari lebih dari 7000 bahan
kimia sekitar 69 bahan kimia yang diketahui menyebabkan kanker terdiri dari aseton
(ditemukan di penghapus cat kuku), acetic acid (ramuan pewarna rambut), amonia
(pembersih rumah tangga biasa), arsenik (digunakan dalam racun tikus), benzene
(ditemukan di semen karet), butana (digunakan dalam cairan ringan), komponen
aktif kadmium dalam asam baterai, karbon monoksida (dilepaskan di asap knalpot
mobil), formaldehid (cairan pembalseman), hexamine (ditemukan pada cairan
pemanggang barbekyu), memimpin (digunakan dalam baterai), naftalena (ramuan
dalam kapur barus), methanol (komponen utama bahan bakar roket), nikotin
(digunakan sebagai insektisida), tar (material untuk jalan paving), toluena
(digunakan untuk pembuatan cat) dan sebagainya (American Lung Association,
2018)

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Remaja Merokok


Remaja merokok dapat disebabkan oleh berbagai faktor meliputi :
2.2.3.1.Faktor individu
1. Usia
Usia rata-rata remaja merokok 14 tahun (Gwon, Yan, Huang, & Kulbok,
2017). Penelitian yang dilakukan oleh Urrutia-Pereira, Oliano, Aranda,

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


24

Mallol, & Solé, (2017) melaporkan bahwa frekuensi eksperimen tembakau


(seperti pernah mencoba rokok, bahkan satu atau dua embusan) sebanyak
29,3% ; sebanyak 14,5% mulai merokok sebelum usia 12 tahun dan 13,0%
merokok setidaknya satu batang / hari pada bulan sebelumnya.
2. Jenis kelamin
Penelitian yang dilakukan oleh Rakesh, Lalu, dan Leelamoni, (2017) pada
siswa sekolah menengah atas sebanyak 629 responden di distrik Ernakulam,
Kerala, India Selatan melaporkan bahwa prevalensi perokok adalah 11,9%
dan 5,2% perokok saat ini, sebanyak 56,1% adalah laki-laki. Menurut Gwon,
Yan, Huang, dan Kulbok, (2017) jumlah perokok pada wanita lebih banyak
(54,2%) dibanding pria
3. Uang saku
Penelitian yang dilakukan oleh Gwon, Yan, Huang, dan Kulbok, (2017) pada
siswa remaja di Korea Selatan menjelaskan bahwa faktor yang
mempengaruhi remaja merokok meliputi status ekonomi siswa terdiri dari
66,8% kelas menengah, 19,2% kelas atas dan 14,0% kelas bawah. Rata-rata
uang saku mingguan siswa sebanyak 14 769 Won Korea Selatan setara
dengan US $ 13,42 atau sekitar Rp. 174.460. Menurut Schepis dan Rao
(2005) stres sosial ekonomi atau stres dari ekonomi yang buruk dan kondisi
hidup berkontribusi merokok pada remaja. Merokok seumur hidup pada usia
11 tahun berkaitan dengan tinggal dirumah tangga yang berpenghasilan
rendah dan didaerah yang kekurangan ekonomi
4. Faktor psikologis
Penelitian yang dilakukan oleh Bricker, Rajan, Zalewski, Andersen, Ramey,
dan Peterson, (2009) menjelaskan bahwa faktor psikologis memiliki
pengaruh penting pada transisi merokok remaja. Hasil probabilitas kontribusi
faktor psikologis (seperti ; ketidakpatuhan terhadap orangtua, kepatuhan
teman, pemberontakan, motivasi prestasi rendah dan pencarian sensasi) lebih
besar daripada probabilitas yang dikontribusikan oleh faktor risiko sosial
(orangtua dan teman dekat merokok). Remaja yang kurang stres memiliki
hubungan yang signifikan dengan perilaku merokok (Park, Lee, Yun, & Cui,
2014). Remaja yang stress dan bimbang melalui merokok dapat memberikan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


25

ketenangan (Melda, 2017). Selain itu, Weiss, Palmer, Chou, Mouttapa, dan
Johnson, (2008) menjelaskan bahwa kecemasan, permusuhan dan gejala
depresi secara signifikan berkaitan dengan risiko merokok seumur hidup
yang lebih tinggi untuk remaja baik pria dan wanita.
5. Kognitif
Remaja merokok karena rasa ingin tahu yang besar (Melda, 2017). Selain
itu, faktor pengetahuan tentang risiko penggunaan tembakau, memiliki niat
untuk merokok, norma yang dianggap sesuai dengan kebiasaan merokok
dapat mempengaruhi remaja untuk merokok (Mbongwe, Tapera, Phaladze,
Lord, & Zetola, 2017)

2.2.3.2.Faktor lingkungan :
1. Teman sebaya
Lingkungan dapat berupa teman merokok dan kurangnya lingkungan anti
merokok merupakan faktor prediktor yang dominan dan selanjutnya
mempengaruhi niat remaja berkaitan dengan self-efficacy untuk menolak
merokok (Park, Lee, Yun, & Cui, 2014). Remaja merokok juga dipengaruhi
oleh ajakan teman sebaya atau sepermainan dapat membuat remaja
cenderung untuk melakukan aktivitas yang sama. Faktor ini merupakan
faktor terbesar yang mendorong remaja untuk merokok. Pada masa remaja
pengaruh teman sebaya sangatlah kuat (Melda, 2017). Penelitian yang
dilakukan Mbongwe, Tapera, Phaladze, Lord, dan Zetola, (2017), pada siswa
berusia 12-18 tahun di dua kota di Botswana dengan menggunakan
metodologi Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa
faktor risiko merokok remaja dipengaruhi oleh faktor citra diri dan
penerimaan oleh teman sebaya adalah faktor prediktor terkuat secara
keseluruhan. Remaja biasanya berteman dengan remaja yang merokok
sehingga saat berkumpul sambil merokok. Sulit bagi remaja untuk berhenti
merokok karena teman dekat mereka merokok. Teman adalah faktor
terpenting bagi remaja untuk mengendalikan perilaku merokok (Hong, Guo,
& Chen, 2015).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


26

2. Keluarga
Status pendidikan ayah yang lebih rendah dikaitkan dengan paparan rumah
tangga terhadap perokok pasif (Rakesh, Lalu, & Leelamoni, 2017). Remaja
yang memiliki hubungan baik dengan orangtua, kehidupan keluarga yang
baik, status sosial ekonomi orangtua yang baik secara moderat terhadap niat
penolakan self-efficacy sehingga mempengaruhi pada perilaku merokok
(Park, Lee, Yun, & Cui, 2014). Remaja dapat merokok karena melihat
anggota keluarga di dalam rumah merokok, karena orangtua dan keluarga
menjadi contoh bagi remaja untuk belajar. Ketika melihat anggota keluarga
merokok (ayah, ibu, kakak/saudara) dapat membuat remaja meniru dan
mengikuti aktivitias merokok (Melda, 2017). Anggota keluarga yang
merokok tidak hanya menciptakan norma positif remaja tentang rokok, tetapi
juga mempermudah akses untuk memperoleh rokok didalam rumah
(Mbongwe, Tapera, Phaladze, Lord, & Zetola, 2017). Selain itu, orangtua
adalah model peran yang paling signifikan terhadap kehidupan remaja.
Kebanyakan remaja laki-laki menginginkan merokok lebih sedikit atau
berhenti merokok, tetapi melihat orangtua mereka merokok sehingga
mempengaruhi keputusan mereka untuk berhenti merokok (Hong, Guo, &
Chen, 2015). Memiliki panduan orangtua tentang merokok, tidak memiliki
kontak dengan rokok di rumah pada minggu terakhir dan mengetahui tentang
bahaya elektronik rokok diidentifikasi sebagai faktor perlindungan (Urrutia-
Pereira, Oliano, Aranda, Mallol, & Solé, 2017)

2.2.4. Dampak Merokok Bagi Kesehatan


Dampak remaja merokok terhadap kesehatan meliputi efek kecanduan dan efek
kesehatan (penyakit ) seperti berikut :
2.2.4.1.Kecanduan Nikotin
Nikotin adalah zat yang sangat adiktif dan remaja sangat rentan menjadi
pecandu dibandingkan orang dewasa. Banyak remaja menjadi toleranasi
yang lebih tinggi terhadap nikotin dan mengalami gejala penarikan diri
(menandakan ketergantungan) setelah terpapat dengan rokok meskipun

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


27

dalam hari atau minggu (Harvey, Chadi, & Canadian Paediatric Society,
2016)

2.2.4.2.2. Kesehatan Kronis


Merokok membawa risiko kesehatan yang penting dan spesifik. Risiko
kesehatan penyakit spesifik mencakup ; asma, cystic fibrosis, juvenile
idiopathic arthritis, kanker, penyakit sel sabit, diabetes mellitus (Harvey,
Chadi, & Canadian Paediatric Society, 2016). Menurut Center for Disease
Control and Prevention (2010) efek kesehatan akibat merokok dapat terjadi
pada hampir semua tubuh, seperti berikut :
1. Mata ; mengakibatkan katarak, kebutaan (macular degeneration), perih,
melotot dan berkedip berlebihan
2. Otak dan Psikis ; mengakibatkan stroke (kecelakaan serebrovaskular),
ketergantungan / penarikan, mengubah kimia otak kecemasan akan efek
kesehatan dari tembakau
3. Rambut ; mengakibatkan bau dan perubahan warna
4. Hidung ; mengakibatkan kanker rongga hidung dan sinus paranasal,
rinosinusitis kronis dan gangguan indera penciuman
5. Gigi ; mengakibatkan penyakit kurma (penyakit gusi, radang gusi,
periodontitis), gigi goyang atau kendur dan gigi rontok, karies, plak,
perubahan warna dan pewarnaan
6. Mulut dan Tenggorokan ; mengakibatkan kanker bibir, mulut,
tenggorokan, laring dan faring, sakit tenggorokan, gangguan selera dan
bau mulut
7. Telinga ; mengakibatkan gangguan pendengaran, infeksi telinga
8. Paru-paru ; mengakibatkan kanker paru, bronkus dan trakea, penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) dan emfisema, bronkitis kronis, infeksi
saluran pernapasan (influenza, pneumonia, tuberkulosis), napas
tersengal, asma, batuk kronis, produksi sputum berlebihan
9. Jantung ; mengakibatkan trombosis koroner (serangan jantung),
aterosklerosis (kerusakan dan oklusi pembuluh darah koroner)

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


28

10. Rongga dada dan Abdomen ; mengakibatkan kanker esophagus, kanker


lambung, usus besar dan pancreas, aneurisma aorta perut, ulkus peptik
(kerongkongan, perut, bagian atas usus halus), kemungkinan peningkatan
risiko kanker payudara
11. Hati ; mengakibatkan kanker hati
12. Reproduksi pria ; mengakibatkan infertilitas (kelainan bentuk sperma,
kehilangan motilitas, berkurangnya jumlah), impotensi, kanker prostat
13. Reproduksi wanita ; mengakibatkan kanker serviks dan ovarium,
kegagalan ovarium prematur, menopause dini, mengurangi kesuburan,
nyeri haid
14. Sistem saluran kencing ; mengakibatkan kandung kemih, ginjal, dan
kanker ureter
15. Tangan ; mengakibatkan penyakit pembuluh darah perifer, sirkulasi
buruk (jari dingin)
16. Kulit ; mengakibatkan psoriasis, hilangnya warna kulit, kerutan, penuaan
dini
17. Sistem kerangka ; mengakibatkan osteoporosis, fraktur panggul,
kerentanan terhadap masalah punggung, kanker sumsum tulang, radang
sendi
18. Luka dan bedah ; mengakibatkan gangguan penyembuhan luka,
pemulihan pasca operasi yang buruk, terbakar dari rokok dan dari api
yang disebabkan oleh rokok
19. Tungkai dan kaki ; mengakibatkan penyakit pembuluh darah perifer, kaki
dingin, nyeri kaki dan gangren, deep vein thrombosis
20. Sistem sirkulasi ; mengakibatkan penyakit buerger (radang pada arteri,
vena dan saraf di kaki), leukemia myeloid akut
21. Sistem kekebalan ; mengakibatkan gangguan resistensi terhadap infeksi,
kemungkinan peningkatan risiko penyakit alergi
22. Lainnya ; mengakibatkan diabetes, kematian mendadak

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


29

2.3.Konsep Keluarga
2.3.1. Defenisi Keluarga
Keluarga didefenisikan bergantung pada latar belakang pendefinisi. Menurut
pandangan para ahli interaksi keluarga, keluarga sebagai arena interaksi kepribadian
sehingga di dalam keluarga berfokus pada karakterisitk transaksional dinamis.
Menurut pandangan perspektif system umum keluarga sebagai system sosial kecil
yang secara terbuka saling bergantung dan dipengaruhi oleh struktur internal
maupun lingkungan eksternalnya. Berdasarkan pandangan para ahli pasca
modernisme, keluarga sebagai individu dari tiap generasi selanjutnya akan
mendefenisikan kembali keluarga, bahkan fungsi yang paling dasar dari keluarga
yaitu reproduksi dipandang terpisah dari keluarga. Menurut U.S. Burneau of the
Census dalam Friedman, Bowden, & Jones, (2010), keluarga yang berorientasi
secara tradisional, mendefenisikan keluarga terdiri atas individu yang tergabung
secara bersama karena ikatan pernikahan, darah, adopsi dan tinggal dalam satu
rumah secara bersama

2.3.2. Karakterisitk Keluarga Sehat


Menurut Beavers dan Hampson, (1993) dalam Friedman, Bowden, & Jones, (2010),
menjelaskan bahwa keluarga sehat merupakan keluarga yang berfungsi secara
optimal dengan karakterisitik meliputi ; (1) Menunjukkan kemampuan keterampilan
dalam bernegosiasi yang tinggi dalam menghadapi masalah keluarga secara terus
menerus, (2) Terjadi pengungkapan perasaan, kepercayaan dan perbedaan dari
setiap anggota keluarga secara tebuka, spontan dan jelas, (3) Saling menghargai
sesama anggota keluarga khususnya mengenai perasaan, (4) Saling memotivasi
otonomi setiap anggota keluarga, (5) Menyiapkan setiap anggota keluarga untuk
belajar bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang telah dilakukan, dan (6)
Saling menunjukkan perilaku afilitatif yaitu kedekatan dan kehangatan setiap
anggota keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2010)

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


30

2.3.3. Tugas Kesehatan Keluarga


Perspektif tugas kesehatan keluarga awalnya diadaptasi dari konseptualisasi
Freeman dan Heinrich, (1981) yang telah digunakan sebagai kerangka kerja
operasional dalam praktik keperawatan kesehatan keluarga (Bailon & Maglaya,
1978 ; Maglaya, 1937, 2004) sebagai metodologi yang tepat untuk mengintegrasikan
penerapan perspektif teoritis yang terkonvergensi terutama pada peran penting
kinerja fungsi keluarga untuk mencapai, mempertahankan, memelihara dan
mendapatkan kembali kesehatan individu dan keluarga. Kerangka kerja operasional
ini, didasarkan pada prinsip bahwa dalam rangka mencapai kesejahteraan diantara
anggota keluarga dan mengurangi atau menghilangkan masalah kesehatan keluarga,
maka keluarga sebagai unit berfungsi melakukan tugas kesehatan meliputi :
2.3.3.1.Mengetahui atau mengenal adanya masalah kesehatan atau kondisi kesehatan
anggotanya, meliputi ; (a) pengetahuan keluarga tentang sifat, besarnya dan
penyebab masalah, (b) implikasi situasi atau konsekuensi dari kondisi, (c)
Berkaitan dengan kebutuhan akan tujuan keluarga (tujuan kesehatan dan non
kesehatan), (d) Mendorong sikap emosional positif atau sehat terhadap
masalah dengan menegaskan kemampuan atau kualitas atau sumber keluarga
dan memberikan informasi mengenai pilihan yang ada (Maglaya, 2009).
2.3.3.2.Membuat keputusan tentang tindakan kesehatan yang tepat untuk
mendapatkan kesehatan atau mengelola masalah kesehatan, melalui ; (a)
mengidentifikasi atau mengeksplorasi tindakan yang tersedia dan sumber
daya yang dibutuhkan, (b) mendiskusikan konsekuensi dari tindakan yang
ada, (c) menganalisis konsekuensi jika tidak dilakukan (Maglaya, 2009).
2.3.3.3.Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita sakit,
cacat, ketergantungan atau berisiko, melalui demonstrasi dan latihan tentang
prosedur perawatan atau teknik yang menggunakan alat dan bahan dengan
biaya yang rendah yang tersedia serta sumber daya lainnya seperti
memberikan perawatan kepada anggota keluarga berfokus pada pengetahuan
tentang perkembangan anak, membantu melakukan tindakan efektif atas
nama mereka sendiri (Maglaya, 2009).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


31

2.3.3.4.Menjaga lingkungan rumah yang kondusif bagi pemeliharaan kesehatan dan


perkembangan pribadi, melalui modifikasi lingkungan atau pengelolaan diri
untuk meminimalkan atau menghilangkan ancaman atau risiko kesehatan
untuk memfasilitasi perawatan. Keluarga dapat membangun atau
memodifikasi fasilitas yang dibutuhkan di rumah seperti kondisi lingkungan
yang kondusif untuk perkembangan anggota keluarga, mencegah,
mengurangi faktor risiko. Selain itu, keluarga perlu meminimal atau
menghilangkan ancaman atau risiko psiko-sosial melalui pola komunikasi,
asumsi, hubungan dan pola interaksi (Maglaya, 2009).
2.3.3.5.Memanfaatkan sumber daya kesehatan untuk perawatan kesehatan, meliputi
; pengetahuan tentang sumber pelayanan kesehatan di komunitas, manfaat
dari pelayanan kesehatan, rasa percaya terhadap penyedia layanan kesehatan,
pengalaman tidak menyenangkan dengan pemberi layanan kesehatan,
ketakutan tentang konsekuensi dari tindakan yang akan dilakukan
(pencegahan, diagnostik, terapi, dan rehabilitasi), misalnya : fisik dan
psikologis, finansial, sosial (seperti harga diri). Selain itu, ketidaksediaan
layanan kesehatan yang dibutuhkan, akses ke sumber kesehatan,
keterbatasan dana, keterbatasan fisik dan sumber dari dalam keluarga,
misalnya ; sumber tenaga (Maglaya, 2009).

2.4.Tugas Kesehatan Keluarga dengan Perilaku Merokok Remaja


2.4.1. Keluarga mengetahui atau mengenal adanya masalah kesehatan atau kondisi
kesehatan anggotanya
Remaja lebih rentan terhadap kecanduan nikotin dibandingkan kelompok lain,
sehingga sangat penting untuk mencegah remaja untuk merokok agar terhindar dari
efek samping serius termasuk selain efek kecanduan yaitu penyakit kanker penyakit
paru obstruksi kronik (PPOK) dan penyakit jantung lainnya. Untuk dapat mencegah,
orangtua perlu mengetahui tentang tanda-tanda remaja telah merokok diantaranya
batuk, gigi menguning, noda kuning pada jari, suara napas yang tiba-tiba mengi
seperti bunyi napas penderita asma, sesak napas, lebih sering terkena gangguan
pernapasan seperti pilek, radang tenggorokan, tanda lain berupa pakaian atau rambut
berbau seperti asap, mulai membiarkan jendela terbuka dikamar tidur disaat cuaca

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


32

sedang baik atau menyenangkan (seperti tidak terlalu panas, terlalu dingin, hujan
dan sebagainya), terdapat area atau lubang yang terbakar pada karpet, tempat tidur
atau pakaian mereka, terdapat korek apai dikamar, ransel atau benda-bedan mereka,
penggunaan obat kusia atau permen karet yang lebih sering (Mediawiki, 2018)

Remaja merokok pertama kali melalui penggunaan sesekali yang pada akhirnya
setiap hari dan dilakukan secara terus menerus sehingga semakin berat, yang
akhirnya berakibat pada ketergantungan. Gejala awal ketergantungan nikotin dapat
muncul dalam hitungan hari sampai berminggu-minggu setelah merokok meskipun
jarang sebelum onset merokok setiap hari. Ketergantungan nikotin ditandai dengan
toleransi, keinginan merokok (ngidam), merasa perlu untuk menggunakan rokok,
gejala penarikan diri selama tidak merokok dan kehilangan kontrol atas jumlah atau
lamanya merokok. Gejala penarikan nikotin meliputi ; ngidam, mood tertekan, sifat
mudah marah, frustasi, gelisah, kesulitan berkonsentrasi (DiFranza et al., 2000)

Terdapat asumsi yang menjelaskan bahwa untuk menimbulkan ketergantungan


nikotin diperlukan penggunaan rokok setiap yang berat misalnya satu sentengah
bungkus per hari. Asumsi lain menjelaskan bahwa tingkat konsumsi satu setengah
bungkus rokok per hari memungkinkan terlalu rendah untuk menyebabkan
ketergantungan. Selain itu, asumsi bawah konsumsi rokok setiap hari yang
berkepanjangan adalah prasyarat untuk menjadi ketergantungan yang umum terjadi
pada perokok remaja (DiFranza et al., 2000). Perbedaan pandangan pada remaja
tentang efek kecanduan pada rokok juga sering terjadi, remaja telah mengetahui
tentang informasi bahwa merokok dapat mengakibatkan kecanduan, akan tetapi
remaja tidak memahami defenisi tentang kecanduan yang merupakan kesulitan
berhenti merokok sehingga terus merokok lebih lama dari yang diharapkan (Roditis,
Lee, & Halpern-Felsher, 2015).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


33

2.4.2. Keluarga membuat keputusan tentang tindakan kesehatan yang tepat untuk
mendapatkan kesehatan atau mengelola masalah kesehatan
Orangtua dapat mempengaruhi perilaku merokok remaja. Orangtua dapat
mempengaruhi melalui ketidaksetujuan terhadap merokok pada remaja dan
frekuensi komunikasi tentang merokok. Komunikasi tentang rokok secara langsung
mempengaruhi kebiasaan merokok remaja sedangkan ketidaksetujuan terhadap
merokok pada remaja dapat mempengaruhi kebiasaan merokok remaja melalui
pembentukan sikap dan norma subjektif remaja untuk tidak merokok (Wang,
Krishnakumar, & Narine, 2014)

Selain itu, pengaruh orangtua juga penting dalam melindungi terhadap inisiasi
merokok selama masa remaja. Hubungan remaja dengan teman sebaya yang
merokok merupakan faktor risiko yang sangat kuat. Oleh karena itu, agar mencegah
remaja memulai merokok, orangtua harus secara aktif terlibat dalam kehidupan
remaja mereka dan menjaganya agar tidak berhubungan dengan teman sebaya yang
merokok (Mahabee-Gittens, Xiao, Gordon, & Khoury, 2013)

Perbedaan nilai, pandangan dan gaya hidup antara orangtua dengan remaja
mengakibatkan keregangan hubungan dan bahkan tidak lagi tercipta hubungan yang
harmonis antara orangtua dan anak remaja mengakibatkan pengurangan saluran
komunikasi secara terbuka (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Diskusi
interpersonal tentang pencegahan, terutama dengan orang yang sangat penting
seperti orangtua dapat dilakukan, karena dapat membantu menanamkan pola kognisi
sehat yang mengarah pada pencegahan kebiasaan merokok (Duncan, Pearson, &
Maddison, 2017).

Menurut Herawati, (2017) dukungan keluarga memiliki pengaruh terhadap intensi


berhenti merokok pada perokok aktif. Dukungan keluarga terdiri dari dukungan
instrumental, informatif, penilaian dan emosional memiliki pengaruh terhadap
intensi berhenti merokok pada perokok aktif remaja. Semakin tinggi dukungan
keluarga maka semakin tinggi intensi berhenti merokok. Intensi berhenti merokok
rendah disebabkan kurangnya dukungan emosional seperti orangtua kurang

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


34

memberikan perhatian, rasa aman atau nyaman dan mendengarkan cerita. Tidak
adanya penghargaan seperti tidak pernah memberikan persetujuan dan tidak
memberikan penilaian terhadap ide-ide, performa dan perasaan secara positif.
Selanjutnya, kurangnya dukungan instrumental dapat berupa tidak melibatkan
bantuan secara langsung untuk mengerjakan suatu tugas serta tidak memberikan
dukungan informatif berupa saran, pengarahan, umpan balik dan cara memecahkan
masalah. Sebagai orangtua hendaknya memberikan perhatian dan kasih sayang serta
lebih meningkatkan dukungan informasi kepada anak sehingga remaja merasa lebih
diperhatikan dan mengetahui dampak kerugian akibat merokok

Orangtua yang merokok berkaitan dengan perkembangan merokok pada remaja.


Kebiasaan merokok pada remaja semakin kuat ketika jenis kelamin remaja sesuai
dengan jenis kelamin orangtua yang merokok. Disamping itu, keterlibatan orangtua
dapat juga memberikan perlindungan. Efek perlindungan dapat ditingkatkan pada
orangtua yang merokok melalui komunikasi anti rokok, terutama saat remaja
mencapai usia merokok (Gottfredson, Hussong, Ennett, & Rothenberg, 2017). Efek
perlindungan perilaku dilakukan karena pada masa remaja, kondisi kesehatan remaja
umumnya baik. Remaja biasanya tidak memerlukan pelayanan kesehatan kecuali
mereka memiliki kondisi kronis atau akut yang mendasari meskipun remaja terlibat
dalam perilaku beresiko, termasuk penggunaan tembakau (Nies & McEwen, 2015)

2.4.3. Keluarga memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita


sakit, cacat, ketergantungan atau berisiko
Orangtua dapat mempengaruhi perilaku merokok remaja. Orangtua dapat
menjalankan peran praktik pengasuhan melalui kontrol psikologis dan frekuensi
komunikasi tentang merokok, Pengetahuan orangtua tentang aktivitas remaja,
ketidaksetujuan terhadap merokok pada remaja. Kontrol psikologis dan komunikasi
tentang rokok (seperti dorongan untuk tidak merokok dan hal buruk dari merokok)
secara langsung mempengaruhi kebiasaan merokok remaja sedangkan pengetahuan
orangtua tentang aktivitas remaja, ketidaksetujuan terhadap merokok pada remaja
dapat mempengaruhi kebiasaan merokok remaja melalui pembentukan sikap dan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


35

norma subjektif remaja untuk tidak merokok (Wang, Krishnakumar, & Narine,
2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Albertos, Osorio, Lopez-del Burgo, Carlos,


Beltramo, dan Trullols, (2016) menjelaskan bahwa semakin besar tingkat
pengetahuan orang terhadap aktivitas anak remaja mereka, maka semakin rendah
frekuensi perilaku berisiko di kalangan remaja (seperti merokok). Anak remaja
khususnya laki-laki lebih sering melakukan perilaku berisiko. Hal ini disebabkan,
orangtua lebih memantau aktivitasi remaja perempuan lebih banyak daripada laki-
laki. Oleh karena itu, remaja laki-laki menjadi lebih tidak terlindungi dibandingkan
remaja perempuan dari perilaku berisiko seperti merokok. Orangtua diharapkan
dapat mengetahui lebih banyak tentang apa yang dilakukan oleh anak remaja
mereka baik laki-laki maupun perempuan

Gaya pengasuhan otoritatif (terutama responsif) dan identifikasi positif orangtua


dapat menjadi pelindung remaja untuk merokok sedangkan interaksi keluarga yang
negatif (memarahi remaja) dapat bertindak sebagai faktor risiko remaja merokok.
Kontrol orangtua terhadap anak laki-laki dan sikap yang teguh kepada anak
perempuan relevan dengan perlindungan remaja terhadap merokok, meskipun
kontrol orangtua cenderung menurun pada remaja usia sekolah menengah (Piko &
Balázs, 2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Hanson, (2014) terhadap remaja berkaitan dengan
penilaian keyakinan perilaku (keuntungan dan kerugian merokok), keyakinan
normatif (siapa yang diidentifikasi sebagai individu yang menyetujui atau menolak
merokok) dan keyakinan kontrol (keyakinan tentang faktor yang dapat memfasilitasi
atau menghambat merokok) dapat dijelaskan bahwa keyakinan perilaku paling
banyak sekitar 58% disampaikan responden yaitu merokok menyebabkan kanker.
Sekitar seperempat dari responden mengidentifikasi bahwa merokok menyebabkan
masalah pernapasan, mengurangi stress atau menenangkan, menyebabkan gigi
kuning dan berbau. Sekitar 20% responden menyebutkan bahwa merokok
menyebabkan masalah jantung. Keyakinan normatif yang paling sering disebutkan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


36

adalah teman, diikuti orangtua serta pacar atau pasangan kencan. Keyakinan kontrol
responden yang paling sering adalah memiliki teman yang merokok, responden
tidak pernah menyebutkan bahwa mengetahui risiko kesehatan dari rokok, melihat
orang yang sakit atau meninggal akibat merokok dan orangtua yang mengomel tidak
menghambat untuk merokok.

Dalam pengajaran terhadap remaja perlu ditekankan terhadap risiko kesehatan


karena faktanya bahwa merokok menyebabkan kanker, masalah pernapasan, gigi
kuning, bau badan dan mulut serta bahkan kematian. Sangat diperlukan dukungan
dari orangtua dalam penyampaian pesan anti rokok, teknik manajemen stres dari
petugas kesehatan seperti relaksasi atau yang dianjurkan oleh orangtua seperti
mendengarkan musik dapat membantu remaja mengatasi stress (Hanson, 2014)

Studi kualitatif yang dilakukan oleh Kulbok, Rhee, Botchwey, Hinton, Bovbjerg, &
Anderson, (2008) menjelaskan bahwa kekhawatiran remaja akan kesehatan dan
kecanduan, citra diri yang positif dan kepercayaan diri yang dirasakan sebagai faktor
yang mempengaruhi keputusan remaja untuk tidak merokok. Selain itu, persetujuan
orangtua, teman dan keyakinan pribadi selanjutnya memperkuat keputusan remaja
yang tidak merokok

Proses komunikasi antara orangtua dan remaja tentang rokok akan memberikan hasil
yang berbeda bila orangtua tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang rokok.
Hal ini dapat mengakibatkan pesan yang disampaikan tidak akan diterima oleh
remaja sehingga tidak dapat mempengaruhi perubahan perilaku pada remaja. Selain
itu, orangtua yang bekerja dengan jadwal tidak tetap juga dapat mempengaruhi
remaja merokok melalui komunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak dapat
memberikan pengaruh berkaitan dengan perilaku merokok remaja dibandingkan
hanya sebatas frekuensi komunikasi (Kim, Ali, & Kim, 2016)

Komunikasi adalah indikator utama kualitas hubungan orangtua dan remaja


sehingga dapat mempengaruhi perkembangan dan kesehatan remaja. Melalui
komunikasi yang baik remaja dapat mengekspresikan permasalahan, merasa

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


37

dihargai, mempersiapkan kemandirian tetapi tetap bergantung pada orangtua,


budaya dan masyarakat serta dapat melibatkan remaja dalam pengambilan
keputusan, kemampuan untuk dapat menggunakan komunikasi secara efektif yang
bergantung pada permasalahan yang sedang dihadapi remaja. Komunikasi antara
orangtua dan remaja bukan hanya mengandung pertukaran informasi melainkan
sebagai bagian dari hubungan yang sangat berarti (Riesch, Anderson, Pridham, Lutz,
& Becker, 2010). Menurut Martyn et.al., (2009) komunikasi orangtua dan remaja
dimediasi efek keintiman keluarga, lingkungan keluarga yang positif dan
komunikasi antar orangtua dan remaja dapat bertindak sebagai efek negatif moderat
dari pengaruh teman sebaya

Beberapa penelitian yang telah mengidentifikasi kebutuhan yang secara positif


mempengaruhi ketrampilan sosial remaja untuk secara positif mempengaruhi
intervensi pencegahan dan penghentian merokok. Intervensi tersebut meliputi
strategi berorientasi pada kesehatan, berorientasi kebugaran, ketrampilan sosial
(mengatasi tekanan sebaya) dan manajamen stres (Ferguson, 2009). Nuradita dan
Mariyam (2013) menjelaskan bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap pengetahuan tentang bahaya merokok pada remaja. Sedangkan Menurut
Ikhsan, Arwani, dan Purnomo, (2013) terdapat pengaruh antara pendidikan
kesehatan tentang bahaya merokok terhadap perilaku mengurangi konsumsi rokok

Selain itu, remaja saat ini tumbuh dalam dunia digital dimana semakin banyak yang
menggunakan internet untuk hiburan dan mendapatkan informasi. Studi literatur
yang telah dilakukan menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara
keterpaparan pada citra merokok seperti yang ditemukan di film dan iklan. Anak
remaja sangat rentan terhadap pesan iklan dan gambaran positif lainnya tentang
merokok sehingga memungkinkan untuk merokok (Forsyth, Kennedy, & Malone,
2013). Penelitian yang dilakukan oleh Mejia et.al., (2017) di Argentina menjelaskan
bahwa paparan merokok di film memprediksikan transisi merokok di masa depan di
kalangan remaja awal. Remaja awal yang tidak pernah merokok menjadi rentan,
24,1% melaporkan telah mencoba merokok, dan 9,4% adalah perokok saat ini.
Sebagian besar paparan terhadap rokok berasal dari film. Paparan yang lebih besar

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


38

terhadap merokok di film semakin besar kemungkinan peningkatan menjadi rentan,


mencoba merokok. Teknologi yang sering melibatkan remaja seperti media sosial
dapat digunakan dalam praktik pencegahan merokok, tindakan ini dapat dilakukan
oleh orangtua untuk mencegah remaja terlibat dalam perilaku merokok (Duncan,
Pearson, & Maddison, 2017)

2.4.4. Menjaga lingkungan rumah yang kondusif bagi pemeliharaan kesehatan dan
perkembangan pribadi
Hubungan antara orangtua dan remaja dapat mencerminkan gejolak dan juga
mempengaruhi perkembangan dan kesehatan remaja. Orangtua sebagai individu
yang pertama berinteraksi dengan remaja perlu mempertahankan hubungan antara
orangtua dan remaja. Hubungan yang dimaksud dapat berupa kepuasan, kedekatan
atau keterhubungan (Riesch, Anderson, Pridham, Lutz, & Becker, 2010). Penelitian
yang dilakukan Luk et al., (2017) menjelaskan bahwa hubungan interparental yang
dirasakan secara negatif, harmoni keluarga dan kebahagiaan keluarga dikaitkan
dengan kemungkinan merokok yang lebih tinggi dengan hubungan dosis respons
pada anak-anak dan remaja yang tidak merokok. Orangtua harus menyadari bahwa
konflik diantara keduanya memberikan efek ketidakharmonisan dan
ketidakbahagiaan keluarga sehingga memberikan ideologi awal pada anak dan
remaja untuk merokok.

Faktor risiko untuk inisiasi merokok pada remaja berkaitan dengan kohesi dan
konflik keluarga dimana kohesi keluarga yang rendah dan meningkatknya konflik
dalam keluarga. Kohesi keluarga dapat melindungi remaja untuk merokok dan
konflik keluarga dapat meningkatkan risiko merokok remaja. Perubahan yang
dirasakan dalam kohesi dan konflik keluarga mempengaruhi keputusan remaja
untuk merokok (Rajesh, Diamond, Spitz, & Wilkinson, 2015)

Tindakan pencegahan merokok pada remaja harus mencakup komponen yang


berfokus pada orangtua dan remaja. Orangtua yang merokok berkontribusi terhadap
timbulnya kebiasaan merokok di masa remaja meskipun orangtua mempraktikkan
manajemen keluarga yang baik, memegang norma terhadap penggunaan tembakau

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


39

remaja, dan tidak melibatkan anak-anak mereka dalam penggunaan tembakau.


Untuk mengurangi risiko merokok di kalangan remaja, penting untuk mendorong
orangtua agar menghentikan kebiasaan merokok. Selain itu, dengan mengurangi
konflik keluarga, mempertahankan ikatan yang kuat dengan anak-anak remaja,
dengan menetapkan peraturan yang jelas, dan memantau secara ketat perilaku anak-
anak mereka dapat mencegah atau memelihara remaja dari kebiasaan merokok (Hill,
Hawkins, Catalano, Abbott, & Guo, 2005)

Orangtua untuk dapat mencegah kebiasaan merokok remaja meliputi larangan


merokok didalam rumah berlaku untuk semua orang dan disemua ruangan,
menghindari tersedianya rokok bagi remaja, mendorong untuk tidak berbicara
tentang merokok terlalu sering kecuali dengan cara yang konstruktif dan
menghormati (menghindari konflik) dan menetapkan norma merokok yang jelas
(Hiemstra, de Leeuw, Engels, & Otten, 2017). Selain itu, penelitian yang dilakukan
oleh Hamdan, (2015) melaporkan bahwa peringatan dengan gambar penyakit akibat
rokok disertai tulisan peringatan yang singkat lebih efektif berpengaruh terhadap
intensi berhenti merokok pada perokok pemula.

2.4.5. Keluarga memanfaatkan sumber daya kesehatan untuk perawatan kesehatan


Salah satu program Kementerian Kesehatan RI dengan sasaran remaja adalah
program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja yang disingkat PKPR. PKPR
merupakan pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan
remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. PKPR bertujuan
untuk mengoptimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas melalui
penyediaan pelayanan kesehatan remaja, pemanfaatan puskesmas oleh remaja,
pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan, serta
keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
kesehatan remaja (Depkes RI, 2005).

Kegiatan PKPR dapat dilaksanakan didalam atau diluar gedung oleh petugas
kesehatan atau petugas lain dimasyakarat atau institusi. Jenis kegiatan meliputi
pemberian informasi dan edukasi ; Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


40

penunjang dan rujukannya ; Konseling yang bertujuan untuk membantu remaja


dapat mengenali masalahnya dan membantu dalam pengambilan keputusan serta
memberikan pengetahun, ketrampilan yang sesuai dan benar ; Pendidikan
Ketrampilan Hidup Sehat (PKHS) yaitu kemampuan psikososial remaja untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari secara
efektif ; Pelatihan pendidik sebaya atau kader kesehaan remaja dan konselor sebaya
(Depkes RI, 2005),

Dampak buruk dari asap rokok dan nikotin dapat berlangsung lama. Petugas
kesehatan memiliki tanggung jawab utama dalam mencegah penggunaan tembakau
dikalangan remaja dan keluarga. Petugas kesehatan perlu mengintegrasikan layanan
konseling tembakau dalam penilaian kesehatan remaja dan menyadari peran yang
dapat mainkan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam mempromosikan
lingkungan bebas asap rokok (Harvey, Chadi, & Canadian Paediatric Society, 2016).

Intervensi pencegahan atau mengatasi kebiasaan merokok dapat dilakukan dilayanan


perawatan primer (seperti puskesmas) mencakup pendidikan dan konseling singkat.
Intervensi konseling dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti ; (1) Pertemuan
tatap muka, (2) Komunikasi melalui telepon dengan penyedia layanan kesehatan, (3)
Memberikan materi cetak secara langsung atau melalui emali atau pesan singkat, (4)
Bimbingan terhadap aplikasi komputer atau sumber internet yang diketahui efektif.
Konseling dapat membantau mengatasi atau memperbaiki pengetahuan, keyakinan
dan sikap remaja tentang merokok dan konsekuensinya, terutama jika remaja
memiliki pengetahuan yang salah dari lingkungan atau sosial seperti teman atau
iklan rokok. Konseling juga dapat memperkuat pengembangan kompetensi sosial
dan ketrampilan sosial sehingga dapat membantu remaja menolak keinginan atau
tawaran merokok (Harvey, Chadi, & Canadian Paediatric Society, 2016).
Keterlibatan pelayanan kesehatan primer untuk mendidik anak remaja tentang risiko
penggunaan rokok dan strategi menghindari penggunaan rokok tentang bagaimana
cara menolak penawaran rokok adalah sumber informasi yang dapat dipercaya dan
dapat memungkinkan anak remaja saat menerima saran (Duncan, Pearson, &
Maddison, 2017)

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


41

2.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


2.5.1. Defenisi perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap rangsangan baik rangsangan internal
maupun kondisi eksternal (Nies & McEwen, 2015). Perilaku tersebut dibagi lagi
dalam tiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif diukur dari
pengetahuan, afektif diukur melalui sikap dan psikomotor melalui tindakan atau
keterampilan (Kolid, 2012)

2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku


Menurut Green dan Kreuter (1999, 2005) dalam Allender, Rector, & Warner,
(2014), mengemukakan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi untuk
perubahan perilaku seseorang yaitu :
2.5.2.1.Faktor predisposing adalah kondisi atau keadaan sebelumnya sebagai
alasan atau motivasi untuk berperilaku, meliputi pengetahuan, nilai,
sikap dan kepercayaan yang mempengaruhi pilihan untuk berperilaku
2.5.2.2.Faktor reinforcing adalah faktor mengikuti perilaku yang
memperkuat perilaku terus berlanjut, meliputi pengetahuan, nilai,
kepercayaan dan sikap dari keluarga dan teman, figur, keputusan
lembaga dan pembuat keputusan di masyarakat
2.5.2.3.Faktor enabling adalah kondisi atau keadaan sebelumnya yang
memotivasi atau memungkinkan untuk perilaku direalisasikan,
meliputi ketersediaan sumber daya, aksesibilitas sumber daya,
hukum, dukungan pemerintah untuk berperilaku sehat dan
keterampilan

2.6. Konsep Tentang Persepsi


2.6.1. Pengertian Persepsi
Persepsi secara sederhana adalah bagaimana seseorang melihat sesuatu. Setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda terhadap seuatu yang dilihat (Haroen, 2014). Kotler
(2002) dalam Haroen (2014) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana
individu menyeleksi, mengatur dan mengintepretasikan masukan-masukan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


42

informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Sedangkan,


menurut Leavitt (1978) dalam Haroen (2014) persepsi dalam arti sempit adalah
penglihatan yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti
luas berarti pandangan atau pemaknaan, yaitu bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu, sehingga persepsi merupakan pandangan yang dimiliki
seseorang mengenai lingkungan sekitarnya dan bagaimana ia menyikapinya.
Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan.
Jalaludin Rahhmat (2002) dalam Haroen (2014) menuliskan bahwa persepsi
merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan

2.6.2. Macam-Macam Persespi


Terdapat dua macam persepsi, yaitu : (1) External perception, yaitu persepsi yang
terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar individu dan (2) Self-
perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari
dalam diri individu

2.6.3. Proses Terjadinya Persepsi


Menurut Walgito (Maulan & Gumelar, 2013) dalam Haroen (2014), proses
terjadinya persepsi terjadi dalam beberapa tahapan, yaitu ;
2.6.3.1.Tahap pertama yang dikenal dengan proses kealaman atau proses fisik yang
terjadi ketika suatu stimulus ditangkap oleh indera manusia,
2.6.3.2.Tahap kedua yang dikenal dengan proses fisiologi yaitu proses
diteruskannya stimuli yang diterima reseptor (alat indra) melalui saraf-saraf
sensoris,
2.6.3.3.Tahap ketiga yang dikenal dengan proses psikolgis, yaitu ptoses timbulnya
kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor
2.6.3.4.Tahap keempat merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu
berupa tanggapan atau perilaku

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


43

2.6.4. Fakor Yang Membentuk Persepsi


Menurut Robbins (1996) dalam Haroen (2014), hal yang membentuk persepsi
seseorang sebagai berikut :
2.6.4.1.Pelaku persepsi (perceiver), adalah individu yang memandang pada suatu
objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya. Penafsiran ini
bergantung pada karakteristik dari pelaku, diantaranya sikap, motif,
kepentingan, motif, pengalaman masa lalu, suasan hati, emosi dan
pengharapan.
2.6.4.2.Target, adalah objek yang diamati dapat mempengaruhi apa yang
dipersepsikan, dapat berupa hal yang baru, atraksi atau gerakan,
latarbelakang, kedekatan, ukuran dan sebagainya
2.6.4.3.Situasi (konteks), yaitu waktu, lokasi atau konteks sosial lain yang dapat
mempengaruhi persepsi seseorang seperti budaya setempat

2.6.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi


Menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih, (2011) persepsi seseorang dipengaruhi oleh
faktor-faktor, diantaranya :
2.6.5.1.Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap suatu objek atau
peristiwa, maka semakin tinggi minatnya dalam mempersepsikan objek atau
peristiwa
2.6.5.2.Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek atau
peristiwa bagi diri seseorang, maka semakin peka terhadap objek-objek
persepsinya
2.6.5.3.Kebiasaan, artinya semakin sering dirasakan orang tentang objek atau
peristiwa, maka semakin terbiasa dalam membentuk persepsi
2.6.5.4.Konstansi, artinya adanya kecenderungan seseorang untuk melihat objek
atau kejadian secara konstan sekalipun bervariasi dalam bentuk, ukuran,
warna dan kecemerlangan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


44

2.7.Model of The Health-Promoting Family (Model Promosi Kesehatan Keluarga)


Perhatian utama Model Promosi Kesehatan Keluarga menurut Christensen (2004)
adalah “Health Practices of The Family. Modelnya ditujukan bagaimana keluarga dapat
berperan dalam mempromosikan baik pada kesehatan anak dan kemampuan mereka
sebagai pelaku mempromosikan kesehatan, yang menjelaskan cara keluarga dalam
kehidupan sehari-hari, terlibat dalam mempromosikan kesehatan anggotanya. Model ini
mengacu pada pendekatan sains sosial kontemporer terhadap kesehatan, keluarga dan
anak-anak, menunjukkan penekanan baru pada jalur ekokultural keluarga, praktik
keluarga dan anak sebagai faktor pemacu kesehatan, seperti pada gambar 2.1. berikut :

Latarbelakang genetik dan


riwayat kesehatan keluarga
Pengaruh sosial Pengaruh
▪ Status komunitas :
sosioekonomi Jalur ▪ Sekolah
Status ▪ Penitipan
(Pendapatan, ekokultural kesehatan anak
Pendidikan, keluarga : anak ▪ Kelompok
sumber daya) ▪ Nilai Praktik
▪ Struktur ▪ Tujuan kesehatan sebaya
keluarga dan ▪ Kebutuhan keluarga Anak ▪ Lingkungan
Kebijakan ▪ Praktik sebagai tempat
▪ Etnisitas keluarga aktor tinggal
promosi ▪ Layanan
kesehatan kesehatan
▪ Masyarakat
konsumsi
Riwayat praktek ▪ Media
kesehatan keluarga

Skema 2.1. Model Kesehatan-Promosi Keluarga


Christensen, (2004) dalam Kaakinen, Coehlo, Steele, Tabacco, & Hanson, (2015)

Model ini dibagi menjadi dua bagian untuk membedakan faktor-faktor eksternal dan
internal keluarga. Faktor eksternal dibagi menjadi faktor tingkat komunitas atau
masyarakat dan sosial. Faktor sosial menyediakan dasar materi bagi keluarga sehingga
keluarga memiliki sumber daya yang luas bagi keluarga seperti pendapatan, pendidikan
dan pengetahuan, struktur keluarga dan kebijakan, etnisitas, jejaring sosial dan waktu.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


45

Tingkat komunitas adalah pengaturan lingkungan sosial yang berkontribusi pada


kesehatan anak meliputi masyarakat konsumen, masyarakat setempat, sekolah,
pelayanan kesehatan, kelompok sebaya dan lembaga penitipan anak (Christensen, 2004)

Komponen model yang menjadi pusat konsepsi dan proses keluarga terdapat dibagian
internal serta dibatasi oleh batas semi permeabel (garis lingkaran putus-putus). Hal ini
menggambarkan bahwa faktor internal keluarga dipengaruhi oleh proses dari luar
keluarga. Faktor internal memiliki dua elemen yaitu jalur ekokultural keluarga dan
praktik kesehatan keluarga sebagai elemen utama dalam membentuk proses dari mana
dan melalui mana pola perilaku kesehatan dihasilkan dan individual (Christensen, 2004)

Praktik kesehatan keluarga merupakan aktivitas kehidupan sehari-hari keluarga yang


membentuk dan mempengaruhi kesehatan anggota keluarga dapat berupa makanan dan
minuman sehat, aktivitas fisik, alkohol dan merokok, perawatan dan koneksi dan faktor
lainnya yang dapat ditunjukkan untuk mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan
remaja. WHO (2001) dalam Christensen (2004) menyarankan lima faktor penting bagi
kesehatan remaja yaitu hubungan yang bermakna dengan orang dewasa dan teman
sebaya, struktur dan batasan orangtua untuk perilaku, dorongan ekspresi diri,
kesempatan untuk berpartisipasi dengan kontribusi mereka dihargai, kesempatan
pendidian, ekonomi, sosial dan risiko minimal cedera, eksploitasi atau penyakit.
Menurut Christensen, (1988) ; Christensen, (2004) anak-anak menginginkan keluarga
dimana mereka memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari,
mereka merasa bahwa dapat berkontribusi dan mengelola kesehatan dan kesejahteraan
sendiri serta anggota keluarga lainnya. Akan tetapi, nilai yang mereka tunjukkan
menjadi masalah bagi mereka dalam pengalaman dengan orang lain, sehingga
pentingnya keluarga berada pada posisi antara anak-anak dan remaja dalam hubungan
dengan teman. Menurut Green (1997) dalam Christensen (2004) penekanan pada
manajemen risiko serta perilaku berisiko, dimana anak-anak dan remaja termasuk
keluarga secara aktif menyeimbangkan dan menangani risiko yang berbeda dalam
kehidupan sehari-hari.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


46

Hasil akhir dalam model ini adalah kesehatan anak. Status kesehatan anak menunjukkan
dua hasil utama praktik kesehatan keluarga yaitu status kesehatan anak yang dapat
diukur (seperti tingkat kesakitan) dan anak sebagai aktor yang mempromosikan
kesehatan. Model ini menunjukkan bahwa sejauh mana anak bertindak dengan cara
yang mempromosikan atau menurunkan kesehatan mereka sendiri merupakan aspek
penting kehidupan keluarga. Agar anak dapat mengembangkan kemandirian dalam
kaitannya dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka, maka aspek kunci yang
disarankan adalah perawatan diri (secara fisik, emosional dan sosial), perawatan pribadi
dan kebersihan, tetap bugar dan aktif (secara fisik dan mental), mengembangkan dan
memelihara koneksi (seperti hubungan asuhan, tanggung jawab dan kewajiban) dengan
orangtua dan teman sebaya, menyeimbangkan dan mengelola risiko sehari-hari,
mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan terkait kesehatan dan kompetensi,
mengembangkan nilai postif dan tujuan yang berarti untuk kesehatan, kesejahteraan dan
perilaku kesehatan, serta kemampuan untuk berkonsultasi dan menggunakan layanan
perawatan kesehatan (Christensen, 2004)

Jalur ekokultural keluarga merupakan metode untuk mengkonseptualisasikan cara-cara


dimana keluarga terlibat dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Pendekatan
ekokultural menunjukkan bahwa keluarga memiliki tujuan dan nilai sendiri yang ingin
dicapai melalui rutinitas sehari-hari. Tujuan ini dapat meliputi kesehatan atau dapat
menyeimbangkan kesehatan dengan tujuan lain. Akan tetapi, rutinitas sehari-hari yang
diikuti oleh keluarga memiliki implikasi bagi kesehatan setiap anggota keluarga. Jalur
ekokultural mencakup semua tujuan, nilai, kebutuhan dan praktik keluarga serta
membentuk lingkungan luas dimana praktik kesehatan berlangsung. Keluarga harus
menyeimbangkan tujuan dan kebutuhan individu dan anggota keluarga lainnya dengan
kesehatan dan kesejahteraan serta mengintegrasikannya kedalam keseluruhan tujuan
keluarga, misalnya usaha mencari nafkah dapat mempengaruhi diet atau olahraga
(Christensen, 2004)

Faktor lain yang membentuk praktik kesehatan keluarga adalah sejarah atau riwayat
keluarga dari generasi ke generasi. Status kesehatan anak juga ditentukan oleh riwayat
kesehatan dan penyakit anak dan keluarga serta disposisi genetik orangtua. Riwayat

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


47

praktik mencakup pola makan keluarga, keterlibatan dalam aktivitas fisik, sikap
terhadap layanan kesehatan dan sebagainya. Akhirnya terdapat sejumlah lingkungan
komunitas yang mempengaruhi dan membentuk kesehatan anak, termasuk masyarakat
konsumen, masyarakat setempat, sekolah, layanan kesehatan, media massa, kelompok
sebaya dan lembaga penitipan anak (Christensen, 2004)

2.8.Kerangka Teori

Faktor Sosial Keluarga : Faktor Individu


▪ Pendidikan orang tua ▪ Usia
▪ Jenis kelamin
▪ Uang saku

Persepsi Remaja tentang Tugas


Kesehatan Keluarga
▪ Mengenal masalah kesehatan
▪ Memutuskan tindakan
mengatasi masalah kesehatan Perilaku merokok remaja :
▪ Memberikan perawatan ▪ Merokok
kesehatan ▪ Tidak merokok
▪ Memodifikasi lingkungan
kesehatan
▪ Memanfaatkan layanan
kesehatan

Lingkungan tempat tinggal : Pengaruh komunitas :


▪ Orang tua merokok ▪ Teman sebaya
▪ Kakak atau saudara merokok

Skema 2.2. Kerangka Teori Penelitian


Diadopis dari Christensen, (2004) dalam Kaakinen, et.al., (2015) ; Maglaya, (2009) ; Nies
dan McEwen, 2015

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


48

BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFENISI OPERASIONAL

Bagian ini menjelaskan kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional penelitian.
Kerangka konsep penelitian sebagai kerangka berfikir peneliti dalam melakukan
penelitian dalam mengarahkan peneliti menentukan hipotesis dan definisi operasional
dari variabel yang diteliti

3.1.Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan kerangka teoritis, kerangka konsep penelitian menghubungkan antara
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga terdiri dari mengenal
masalah kesehatan, memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan, memberikan
perawatan kesehatan, memodifikasi lingkungan kesehatan, memanfaatkan layanan
kesehatan yang dihubungkan dengan perilaku merokok pada remaja di kelurahan Curug,
kecamatan Cimanggis, kota Depok yang dapat dilihat pada skema 3.1.

Variabel Independent (X) Variabel Dependent (Y)

Persepsi remaja tentang tugas


kesehatan keluarga :
1. Mengenal masalah kesehatan
2. Memutuskan tindakan
mengatasi masalah kesehatan Perilaku merokok remaja
3. Memberikan perawatan 1. Merokok
kesehatan 2. Tidak merokok
4. Memodifikasi lingkungan
kesehatan
5. Memanfaatkan layanan
kesehatan

Variabel Confounding :

1. Karakteristik remaja (usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya)
2. Karakteristik keluarga (tingkat pendidikan dan lingkungan tempat tinggal)

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

48 Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


49

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (Independen) dan variabel terikat
(Dependen). Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga sedangkan variabel terikat (dependent)
yaitu perilaku merokok remaja. Adapun sebagai variabel confounding terdiri dari
karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, teman sebaya dan
karakterisitk keluarga meliputi tingkat pendidikan dan lingkungan tempat tinggal

3.2.Hipotesis Penelitian
3.2.1. Hipotesis Mayor
Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga keseluruhan dengan perilaku merokok
remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2. Hipotesis Minor
Adapun hipotesis minor sebagai berikut :
3.2.2.1.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga mengenal masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2.2.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan dengan perilaku
merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2.3.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan kesehatan dengan perilaku merokok remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2.4.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
3.2.2.5.Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


50

3.3.Defenisi Operasional Penelitian


Tabel 3.1. Defenisi Operasional Penelitian
Variabel Defenisi operasional Cara dan Alat Ukur Hasil ukur Skala
Variabe Independen
Persepsi Merupakan Menggunakan kuesionar, Menggunakan Ordinal
remaja tanggapan remaja terdiri dari 50 pernyataan nilai cut of point
tentang tentang tugas yang mulai dari bagian C - G dengan kriteria :
pelaksana dilakukan keluarga 1 = Mampu
an tugas untuk mencapai, Pilihan jawaban melaksanakan
kesehata mempertahankan, menggunakan skala likert tugas kesehatan
n memelihara dan diberi nilai : keluarga,
keluarga mendapatkan Selalu = 5 jika nilai
kembali status Sering = 4 responden ≥
kesehatan remaja Kadang-kadang = 3 mean = 159,00
Jarang = 2
Tidak pernah = 1 0 = Tidak mampu
melaksanakan
Nilai minimal = 50 dan nilai tugas kesehatan
maksimal 250 keluarga
Jika nilai
responden <
mean = 159,00

Persepsi Tanggapan remaja Menggunakan kuesionar, Menggunakan Ordinal


remaja tentang tugas terdiri dari 10 pernyataan nilai cut of point
tentang orangtua mengenal pada bagian C dengan kriteria :
tugas defenisi merokok, 1 = Mampu
keluarga kandungan rokok, Pilihan jawaban mengenal
mengenal penyebab/faktor menggunakan skala likert, masalah
adanya risiko remaja Jika pernyataan positif (+) kesehatan anak
masalah merokok, dan tanda- diberi nilai : remaja,
kesehata tanda remaja telah Selalu = 5 jika nilai
n merokok Sering = 4 responden ≥
Kadang-kadang = 3 mean = 35,00
Jarang = 2
Tidak pernah = 1 0 = Tidak mampu
mengenal
Jika pernyataan negatif (-) masalah
diberi nilai : kesehatan anak
Selalu = 1 remaja, jika nilai
Sering = 2 responden <
Kadang-kadang = 3 mean = 35,00
Jarang = 4
Tidak pernah = 5

Nilai minimal = 10 dan nilai


maksimal 50

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


51

Persepsi Tanggapan remaja Menggunakan kuesionar, Menggunakan Ordinal


remaja tentang tugas terdiri dari 10 pernyataan nilai cut of point
tentang orangtua dalam pada bagian D dengan kriteria :
tugas memutuskan jenis 1 = Mampu
keluarga bantuan yang dapat Pilihan jawaban memutuskan
memutus diberikan kepada menggunakan skala likert, tindakan
kan remaja dengan Jika pernyataan positif (+) mengatasi
tindakan perilaku merokok diberi nilai : masalah pada
mengatas meliputi ; sikap Selalu = 5 anak remaja,
i masalah keluarga terhadap Sering = 4 jika nilai
remaja merokok, Kadang-kadang = 3 responden ≥
idenifikasi tindakan Jarang = 2 median = 32,00
yang tepat, Tidak pernah = 1
konsekuensi 0 = Tidak mampu
tindakan jika tidak Jika pernyataan negatif (-) memutuskan
dilakukan dan diberi nilai : tindakan
keputusan keluarga Selalu = 1 mengatasi
tentang tindakan Sering = 2 masalah pada
yang diberikan Kadang-kadang = 3 anak remaja, jika
Jarang = 4 nilai responden <
Tidak pernah = 5 median = 32,00

Nilai minimal = 10 dan nilai


maksimal 50

Persepsi Tanggapan remaja Menggunakan kuesionar, Menggunakan Ordinal


remaja tentang tugas terdiri dari 10 pernyataan nilai cut of point
tentang orangtua memberi pada bagian E dengan kriteria :
tugas tindakan kepada 1 = Mampu
keluarga remaja meliputi ; Pilihan jawaban memberikan
memberik kontrol orangtua menggunakan skala likert, perawatan
an terhadap remaja, Jika pernyataan positif (+) kesehatan pada
perawata melindungi remaja diberi nilai : anak remaja,
n dari merokok, Selalu = 5 jika nilai
kesehata komunikasi tentang Sering = 4 responden ≥
n anti rokok, informasi Kadang-kadang = 3 median = 35,00
tentang bahaya Jarang = 2
rokok, ketrampilan Tidak pernah = 1 0 = Tidak mampu
sosial anak remaja memberikan
Jika pernyataan negatif (-) perawatan
diberi nilai : kesehatan pada
Selalu = 1 anak remaja, jika
Sering = 2 nilai responden <
Kadang-kadang = 3 median = 35,00
Jarang = 4

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


52

Tidak pernah = 5

Nilai minimal = 10 dan nilai


maksimal 50

Persepsi Tanggapan remaja Menggunakan kuesionar, Menggunakan Ordinal


remaja tentang tugas terdiri dari 10 pernyataan nilai cut of point
tentang orangtua pada bagian F dengan kriteria :
tugas memodifikasi 1 = Mampu
keluarga lingkungan Pilihan jawaban memodifikasi
memodifi kesehatan fisik dan menggunakan skala likert, lingkungan
kasi psikologis untuk Jika pernyataan positif (+) kesehatan
lingkunga remaja meliputi ; diberi nilai : dengan anak
n menjaga kualitas Selalu = 5 remaja,
kesehata hubungan, aturan Sering = 4 jika nilai
n tentang rokok, dan Kadang-kadang = 3 responden ≥
penerapan perilaku Jarang = 2 median = 29,00
sehat Tidak pernah = 1
0 = Tidak mampu
Jika pernyataan negatif (-) memodifikasi
diberi nilai : lingkungan
Selalu = 1 kesehatan
Sering = 2 dengan anak
Kadang-kadang = 3 remaja, jika nilai
Jarang = 4 responden <
Tidak pernah = 5 median = 29,00

Nilai minimal = 10 dan nilai


maksimal 50

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


53

Persepsi Tanggapan remaja Menggunakan kuesionar, Menggunakan Ordinal


remaja tentang tugas terdiri dari 10 pernyataan nilai cut of point
tentang orangtua pada bagian G dengan kriteria :
tugas memanfaatkan 1 = Mampu
keluarga layanan kesehatan Pilihan jawaban memanfaatkan
memanfa untuk remaja menggunakan skala likert, layanan
atkan meliputi ; Jika pernyataan positif (+) kesehatan
layanan mengetahui lokasi, diberi nilai : dengan anak
kesehata manfaat yang Selalu = 5 remaja,
n diperoleh, Sering = 4 jika nilai
kepercayaan dan Kadang-kadang = 3 responden ≥
pengalaman Jarang = 2 mean = 28,00
terhadap petugas, Tidak pernah = 1
jenis layanan yang 0 = Tidak mampu
diberikan, Jika pernyataan negatif (-) memanfaatkan
konsekuensi jika ke diberi nilai : layanan
tempat pelayanan Selalu = 1 kesehatan
kesehatan Sering = 2 dengan anak
Kadang-kadang = 3 remaja, jika nilai
Jarang = 4 responden <
Tidak pernah = 5 mean = 28,00

Nilai minimal = 10 dan nilai


maksimal 50

Variabel Dependen
Perilaku Merupakan respon Menggunakan kuesioner, 0 = Merokok Ordinal
merokok remaja terhadap terdiri dari 1 pertanyaan Jika responden
stimulus dari internal pada bagian B pernah merokok
maupun eksternal meskipun hanya 1
berupa status Pilihan jawaban sesuai atau 2 kali
merokok dengan skala guttman embusan dan
Ya = 1 sampai saat ini
Tidak = 2 masih merokok

1 = Tidak
merokok
Jika responden
tidak pernah
merokok (0
batang)
sepanjang hidup

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


54

Variabel Confounding

Karakterisik Keluarga

Tingkat Pendidikan formal Menggunakan kuesioner, 0 = Pendidikan Ordinal


pendidika terakhir yang terdiri dari 1 pertanyaan dasar dan
n diselesaikan oleh pada bagian A karaktersitik menengah (SD-
ayah dan ibu responden keluarga SMA atau
sederajat)

1 = Pendidikan
tinggi (Akademi-
Perguruan Tinggi)

Lingkunga Anggota keluarga Menggunakan kuesioner, 0 = Ada Nominal


n tempat yang merokok terdiri dari 1 pertanyaan 1 = Tidak Ada
tinggal dirumah pada bagian A karakteristik
responden keluarga
Karakterisik Remaja

Usia Usia remaja saat Menggunakan kuesioner, 0 = Remaja awal Ordinal


dilakukan penelitian terdiri dari 1 pertanyaan (usia 10-16
pada bagian B karakteristik tahun)
responden remaja 1 = Remaja akhir
(usia 17-19)

Jenis Pengakuan Menggunakan kuesioner, 0 = Laki-laki Nominal


kelamin responden terdiri dari 1 pertanyaan 1 = Perempuan
berdasarkan jenis pada bagian B karaktersitik
kelamin (pria dan responden remaja
wanita)

Uang Jumlah uang yg Menggunakan kuesioner, 0 = ≥ Rp.10.000 Ordinal


saku dimiliki remaja rata- terdiri dari 1 pertanyaan 1 = < Rp. 10.000
rata dalam seminggu pada bagian B Karaktersitik
responden remaja

Teman Jumlah empat teman Menggunakan kuesioner, 0 = Ada Nominal


sebaya terdekat remaja terdiri dari 1 pertanyaan 1 = Tidak ada
yang memiliki pada bagian B Karaktersitik
kebiasaan merokok responden remaja

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


54

Halaman ini sengaja dikosongkan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


55

BAB 4
METODE PENELITIAN

Bagian ini menjelaskan tentang desain penelitian yang digunakan, populasi dan sampel,
tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, uji validitas dan
reliabilitas instrumen, metode pengumpulan data dan analisa data

4.1.Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional melalui
korelatif yaitu penelitian yang menghubungkan variabel yang satu dengan lainnya dan
menguji secara statisitk selanjutnya dari hipotesis penelitian (Swarjana, 2015).
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok. Selain itu, untuk mengidentifikasi variabel
kontrol yang dapat mempengaruhi tugas kesehatan keluarga dan perilaku merokok pada
remaja. Variabel tersebut terdiri dari karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin,
uang saku, teman sebaya dan karakterisitk keluarga meliputi tingkat pendidikan dan
lingkungan tempat tinggal

4.2.Populasi dan Sampel


4.2.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah
remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok. Berdasarkan laporan
data kelurahan Curug tahun 2017 jumlah remaja sebanyak 1.687 orang. Remaja
dijadikan populasi karena menurut asumsi peneliti untuk dapat mengetahui perilaku
merokok remaja dan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga melalui persepsi remaja
yang selanjutnya ditetapkan dalam kriteria inklusi

55 Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


56

4.2.2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2013). Sampel penelitian ini adalah remaja di kelurahan Curug. Besarnya
sampel ditentukan untuk mengetahui proporsi suatu kejadian dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Dharma, 2015) :

2
𝑍1−𝛼/2 . 𝑃 (1 − 𝑃)
𝑛=
𝑑2
Keterangan :
n = Jumlah sampel
2
𝑍1−𝛼/2 = Standar normal deviasi untuk α = 0,05 adalah 1,96
P = Proporsi siswa perokok aktif berdasarkan data survei GYTS 2016 di kota Depok
adalah 23.4% (0,234)
d = Deviasi dari prediksi proporsi atau presisi absolute adalah sebesar 5% (0,05)

Sehingga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :


2
𝑍1−𝛼/2 . 𝑃 (1 − 𝑃)
𝑛=
𝑑2
1,962 𝑥 0,234 (1 − 0,234)
𝑛=
0,05 𝑥 0,05
𝑛 = 275, 43, dibulatkan menjadi 276

Berdasarkan rumus tersebut maka didapatkan jumlah minimal sampel yang diperlukan
sebanyak 276 responden. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi drop out
responden, perlu penambahan 10% dengan menggunakan rumus (Sastroasmoro &
Ismail, 2014) :
n
𝑛∗ =
1−f
Dimana :
𝑛∗ = Besar sampel setelah dikoreksi
f = Perkiraan proporsi drop out (10% = 0,1)
Maka, besar sampel setelah dikoreksi sebanyak 306,66 responden dibulatkan menjadi
307 responden, selanjutnya peneliti menggenapkan menjadi 310 responden

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


57

Kriteria inklusi responden yang ditetapkan adalah :


a. Remaja berusia antara 10 – 19 tahun
b. Tinggal bersama orangtua
c. Tempat tinggal menetap di wilayah kelurahan curug
d. Dapat membaca dan menulis
e. Bersedia menjadi responden
f. Bagi responden yang merokok jenis rokok yang digunakan adalah rokok batangan
atau kemasan

Teknik sampling menggunakan stratified random sampling merupakan cara


pengambilan sampel dengan mempertimbangkan stratifikasi atau strata yang terdapat
dalam populasi sehingga setiap strata terwakili dalam penentuan sampel (Dharma,
2015). Teknik sampling ini digunakan karena peneliti memiliki jumlah populasi remaja
dikelurahan curug dan jumlah populasi remaja disetiap RW yang dimulai dari RW 1
sampai dengan RW 11.

Penelitian ini dilakukan pada semua RW di kelurahan Curug yaitu sebanyak 11 RW


dengan jumlah sampel sebanyak 310 responden. Setiap RW memiliki jumlah populasi
remaja yang berbeda. Menurut Dattalo, (2008) dalam Swarjana, (2015), jika kondisi
setiap unit berbeda jumlahnya, maka dapat dibantu dengan menggunakan Probability
Proportionate to Size (PPS). PPS sangat mempertimbangkan besar dan kecilnya
kelompok atau populasi. Jika populasi dalam setiap kelompok sama, maka pembagian
besar sampel akan sama, tetapi jika besar populasi berbeda maka populasi yang lebih
besar akan memiliki peluang yang lebih besar (Swarjana, 2015). Agar pengambilan
sampel setiap RW dilakukan secara proposional maka dapat menggunakan rumus
(Dharma, 2015) :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
Jumlah sampel setiap strata = 𝑥 Jumlah sampel
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


58

Sehingga dapat digambarkan pada tabel berikut :


Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Sampel Setiap RW di Kelurahan Curug
No. Unit (RW) Jumlah Remaja Jumlah Sampel
1 1 40 7
2 2 295 54
3 3 80 15
4 4 134 25
5 5 201 37
6 6 60 11
7 7 184 34
8 8 389 71
9 9 49 9
10 10 102 19
11 11 153 28
TOTAL 1687 310

Selanjutnya pemilihan sampel dilakukan secara random dengan mendatangi responden


yang memenuhi kriteria inklusi ditempat kumpul, tempat olahraga, warung internet,
warung kopi, tempat pengajian, rumah pintar PIK-R, serta sesuai hasil kesepakatan
tempat dan waktu antara responden dengan karang taruna atau PIK-Remaja disetiap RW
dimana peneliti bekerjasama dengan PIK-R dan karang taruna setiap RW dalam
pengumpulan data dengan jumlah sampel sebanyak 310 responden

4.3.Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok dengan
pertimbangan diantaranya berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan beberapa
remaja, orangtua dan masyarakat bahwa perilaku merokok remaja semakin meningkat,
remaja sebagian secara sembunyi merokok, sebagian telah diketahui orangtua,
kebingungan orangtua terhadap perilaku merokok anak remaja dan menyalahkan akibat
pergaulan. Selain itu, kelurahan Curug merupakan lokasi kerjasama dengan kampus
Universitas Indonesia sehingga lebih memudahkan dukungan kerjasama dalam
pengumpulan data penelitian

4.4.Waktu Penelitian

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


59

4.4.Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2018 terdiri dari konsultasi proposal,
seminar proposal, perbaikan proposal, uji etik penelitian, uji instrument/kuesioner,
pelaksanaan penelitian, konsultasi hasil penelitian, seminar hasil penelitian, perbaikan
hasil penelitian, sidang tesis dan penulisan tesis

4.5.Etika Penelitian
Penelitian keperawatan yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian
semestinya mendapatkan persetujuan etik (ethical clearance) karena tidak bisa
dipungkiri bahwa selama penelitian mempunyai risiko ketidaknyamanan atau cedera
pada subjek (Dharma, 2015). Secara umum etika penelitian dalam keperawatan dapat
dijelaskan sebagai berikut :

4.5.1. Menghormati harkat dan martabat manusia


Penelitian dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Responden memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan kesediaan
mengikuti atau menolak penelitian yang dikenal dengan autonomy (Dharma, 2015).
Peneliti memastikan responden memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri yaitu
memilih apakah akan berpartisipasi atau menolak dengan memberikan informasi secara
lengkap yang menguraikan sifat studi, hak mereka untuk menarik diri kapan saja tanpa
konsekuensi dan identifikasi risiko atau manfaat untuk memungkinkan pilihan yang
tepat (Polit & Beck, 2013 dalam Doody & Noonan, 2016).

Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, prosedur, risiko dan manfaat,
sehingga dapat terjalin hubungan rasa percaya antara peneliti dan responden. Penjelasan
penelitian diberikan kepada responden saat ditemui baik secara perorangan atau
perkelompok saat pengumpulan data yang dilakukan diluar rumah responden. Peneliti
menjelaskan tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan antara tugas kesehatan
keluarga dengan perilaku merokok remaja, menjelaskan prosedur penelitian berupa
menjawab pertanyaan dengan memilih pilihan yang sesuai dengan kondisi responden.
Peneliti juga menjelaskan bahwa tidak ada paksaan dalam keterlibatannya selama
penelitian dari pihak manapun sehingga memiliki hak untuk menolak baik sebelum atau
selama proses penelitian tanpa ada konsekuensi atau risiko yang diperoleh. Responden

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


60

diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dari penjelasan
dan peneliti menanggapi dengan memberikan penjelasan secara lengkap sehingga
responden memahami.

Selain penjelasan secara langsung kepada responden informasi juga diberikan dalam
bentuk tulisan. Seluruh informasi yang disampaikan kepada responden, dituliskan
dengan jelas dilembar penjelasan penelitian, menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh responden. Responden yang belum memahami penjelasan secara
langsung dari peneliti diberikan kesempatan untuk membaca pada lembar penjelasan
penelitian yang diberikan. Peneliti memberikan waktu sekitar 10-15 menit kepada
responden untuk memutuskan kesediaan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian.
Untuk memperkuat antisipasi penolakan, responden diberi penjelasan bahwa
keikutsertaan dalam penelitian sangat membantu penyampaian informasi untuk
mengatasi permasalahan perilaku merokok. Responden yang memutuskan untuk
bersedia mengikuti penelitian, diberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk
ditandatangani. Responden yang berusia dibawah 17 tahun dimana belum mampu dalam
pengambilan keputusan sendiri didampingi oleh PIK-R dan karangtaruna agar diketahui.
Informed consent yang ditandatangani oleh responden berisi penjelasan tentang judul,
tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan prosedur penelitian, penjelasan tentang risiko
atau ketidaknyamanan dan manfaat dari partisipasi sebagai responden, penjelasan
tentang jaminan kerahasiaan dan anonimitas, hak responden untuk menolak dari
penelitian atau menarik diri dari penelitian tanpa ada risiko atau konsekuensi yang
diperoleh responden, waktu yang diperlukan sekitar 45-60 menit

Selain prinsip autonomy, peneliti juga menjaga kerahasiaan responden. Prinsip ini
dikenal dengan confidentiality yang berarti bahwa peneliti bertanggung jawab untuk
menjamin kerahasiaan peserta dan datanya. Informasi pribadi yang diperoleh tidak
boleh mengarah pada identifikasi peserta dan tidak diberikan kepada orang lain tanpa
persetujuan responden (NMBI, 2015 dalam Doody & Noonan, 2016).

Dalam penelitian ini, peneliti memastikan kerahasiaan responden dengan tidak mengisi
nama selama pengisian kuesioner melainkan membuat nomor atau inisial sehingga

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


61

informasi yang dimasukkan kedalam program pengolahan data bukan dalam bentuk
nama responden melainkan kode. Kuesioner yang diisi responden tidak dipindah
tangankan kepada orang lain selain peneliti sendiri. Data hasil pengumpulan kuesioner
diamankan oleh peneliti untuk dimasukkan kedalam program aplikasi di laptop. Setelah
seluruh kuesioner telah dimasukkan kedalam program aplikasi komputer dan telah
melewati tahap pengolahan data, meliputi editing, coding, processing, cleaning
kuesioner tetap diamankan selama lima tahun untuk mengantisipasi permintaan bukti
hasil penelitian dan dimusnahkan jika tidak diperlukan lagi dengan cara dibakar agar
memastikan tidak akan dimiliki orang lain.

Untuk tetap menjaga keamanan data didalam laptop, peneliti membuat kata sandi di
laptop sehingga hanya peneliti yang dapat membuka laptop agar mencegah dari
kemungkinan data dilihat oleh orang lain serta melakukan replikasi penyimpanan data
kedalam dropbox dengan menggunakan kata sandi yang hanya diketahui oleh peneliti.
Peneliti mengolah data sesuai dengan data yang diperoleh dan menyampaikan laporan
hasil dengan tidak mencantumkan identitas responden. Setelah hasil penelitian
diseminarkan dan tidak lagi mengalami perubahan untuk perbaikan maka data
responden yang tersimpan di laptop dan dropbox dihapus secara permanen agar tetap
menjamin kerahasiaan responden.

4.5.2. Beneficence dan Non-maleficence


Beneficience adalah berusaha untuk berbuat baik atau memberi manfaat kepada
responden. Penelitian harus membantu atau menguntungkan secara individu dan
masyarakat secara keseluruhan (Beauchamp & Childress, 2012 ; Parahoo, 2014 dalam
Doody & Noonan, 2016). Beneficience dibutuhkan peneliti dalam mengambil tindakan
untuk mendapatkan keuntungan dan mempromosikan kesejahteraan respoden (Butts &
Rich, 2013 dalam Doody & Noonan, 2016).

Dalam penelitian ini, responden mendapatkan pengetahuan setelah pengisian kuesioner


meliputi kandungan rokok, bahaya dan dampak merokok (fisik dan penyakit) serta efek
ketergantungan, penyebab merokok, ketrampilan sosial dalam pergaulan, bantuan dari
puskesmas yang dapat diberikan sehingga dapat memberikan pemahaman yang jelas

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


62

dan benar tentang permasalahan merokok pada responden. Agar memperkuat


pengetahuan setelah pengisian kuesioner, responden juga diberikan ringkasan materi
dalam bentuk cetak sebagai panduan bagi responden dalam mencegah dan mengatasi
perilaku merokok.

Selama penelitian, responden yang memiliki masalah perilaku merokok, dapat


meningkatkan kesadaran dan motivasi untuk mencari bantuan. Untuk responden yang
belum memiliki masalah perilaku merokok, maka dapat menjadi bagian dari upaya
pencegahan. Disamping itu, pernyataan yang sesuai dengan kondisi responden dalam
pengisian kuesioner menggambarkan tugas kesehatan yang dilakukan oleh orangtua,
sehingga meningkatkan hubungan dan kedekataan antara orangtua dengan anak remaja
karena remaja mengetahui orangtua telah memberikan perhatian dan kasih sayang untuk
kebaikan responden

Non-maleficence berarti berusaha untuk tidak membahayakan. Peneliti mempunyai


tanggung jawab untuk menyeimbangkan potensi manfaat dari potensi risiko untuk
mengurangi kemungkinan risiko dan melindungi responden (Parahoo, 2014 dalam
Doody & Noonan, 2016). Dalam penelitian, tidak ada tuntutan fisik, emosional atau
psikologis yang berlebihan harus ditempatkan pada responden (Polit & Beck, 2013
dalam Doody & Noonan, 2016)

Dalam proses penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data menyesuaikan dengan


kondisi dan waktu responden. Penelitian dilakukan saat responden tidak memiliki
kesibukan dan ditunda jika responden belum siap. Peneliti juga meyakinkan responden
bahwa tidak ada intervensi dalam bentuk fisik selama penelitian karena alat yang
digunakan berupa kuesioner (lembar pertanyaan). Responden mengalami kelelahan
selama pengisian kuesioner, responden dapat beristirahat dan dilanjutkan ketika telah
siap. Penelitian dilakukan ditempat kumpul remaja seperti tempat pengajian remaja,
warung dekat sekolah saat istirahat kelas, tempat olahraga dan tempat kumpul diluar
waktu sekolah serta sesuai hasil kesepakatan tempat dan waktu antara responden dengan
karang taruna atau PIK-Remaja disetiap RW agar mencegah ketidaknyamanan bagi
remaja yang memiliki perilaku merokok tetapi belum diketahui oleh orangtua dan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


63

remaja yang tidak ingin dianggap merokok oleh orangtua meskipun tidak merokok,.
Dalam penelitian ini, peneliti atau pendamping peneliti mendatangi responden sehingga
responden tidak mengeluarkan biaya transportasi dan menginformasikan bahwa
penelitian ini tidak ada pungutan biaya apapun. Di akhir pengisian kuesioner responden
diberikan souvenir atau bingkisan sebagai ungkapan terima kasih dari peneliti kepada
responden yang telah terlibat dalam penelitian.

Hasil penelitian ini, hanya diberikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan seperti
puskesmas, dinas kesehatan, institusi pendidikan dan pihak lainnya yang berkaitan
dalam upaya mengatasi permasalahan merokok pada remaja dan dalam pelaksanaan
upaya promotif, preventif dan kuratif pada keluarga dengan anak remaja, agar hasil
penelitian tidak dijadikan sebagai bagian eksploitasi dari pihak-pihak yang ingin
mengambil keuntungan dalam pemasaran produk berkaitan dengan rokok berdasarkan
informasi yang diperoleh dari hasil penelitian berkaitan dengan jumlah remaja yang
merokok dikelurahan Curug

4.5.3. Justice
Menurut prinsip Justice atau keadilan, peneliti berkewajiban untuk memperlakukan
responden secara adil dan merata selama penelitian. Keadilan juga diterapkan saat
memberikan kesempatan untuk mengambil bagian dalam penelitian dan perlakukan
yang adil (Dempsey & Dempsey, 2000 dalam Doody & Noonan, 2016)

Dalam penelitian ini, peneliti memperlakukan semua responden sama. Peneliti


memberikan penjelasan tentang penelitian kepada semua responden meliputi tujuan,
manfaat, prosedur dan hak responden, responden yang terlibat sesuai dengan jumlah
sampel yang telah ditetapkan pada setiap RW di kelurahan Curug terdiri dari 11 RW
sehingga tidak ada lokasi yang terabaikan, responden yang bersedia menandatangi
persetujuan penelitian. Selain itu, responden yang dipilih bukan karena memiliki
hubungan dengan peneliti atau pendamping peneliti tetapi karena telah memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan sehingga setiap responden memiliki kesempatan yang
sama terlibat dalam penelitian

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


64

4.6.Alat Pengumpulan Data


Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur,
mengobservasi dan menilai suatu fenomena (Dharma, 2015). Instrumen yang digunakan
dalam penelitian menggunakan kuesioner. Menurut Dharma, (2015) kuesioner adalah
suatu bentuk atau dokumen yang berisi tentang beberapa item pertanyaan atau
pernyataan yang disusun berdasarkan indikator-indikator variabel. Kuesioner penelitian
ini merupakan hasil pengembangan dari tinjauan literatur dan kerangka konsep yang
dikembangkan dan disesuaikan dengan variabel, dimensi dan indikator yang akan
diteliti. Instrumen dibuat untuk mengukur variabel dependen perilaku merokok dan
variabel independen tugas kesehatan keluarga terdiri dari keluarga mampu mengenal
adanya masalah kesehatan, memutuskan tindakan mengatasi masalah, memberikan
perawatan kesehatan, memodifikasi lingkungan kesehatan, memanfaatkan layanan
kesehatan. Untuk mengukur pernyataan pada kuesioner menggunakan skala likert. Skala
likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden tentang
fenomena (Sugiyono, 2013), yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.6.1. Bagian A : Kuesioner karakteristik responden
Terdiri dari karakterisitk keluarga meliputi tingkat pendidikan, lingkungan
tempat tinggal dan karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin, uang saku,
teman sebaya
4.6.2. Bagian B : Kuesioner status merokok remaja
Terdiri dari pertanyaan yang memperjelas status merokok. Untuk memperjelas
status merokok berisi pertanyaaan tentang usia pertama kali merokok, alasan
merokok pertama kali, jumlah rokok yang dikonsumsi per hari.
4.6.3. Bagian C : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga mengenal masalah kesehatan, merupakan persepsi remaja tentang tugas
orangtua mengenal defenisi merokok, kandungan rokok, penyebab/faktor risiko
remaja merokok, tanda-tanda remaja telah merokok. Penilaian dalam kuesioner
menggunakan skala likert, terdiri dari penyataan bersifat positif dan negatif.
Pernyataan positif (+) diberi nilai : Selalu (nilai 5), Sering (nilai 4), Kadang-
kadang (nilai 3), Jarang (nilai 2), Tidak pernah (nilai 1). Sedangkan pernyataan
negatif (-) diberi nilai : Selalu (nilai 1), Sering (nilai 2), Kadang-kadang (nilai

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


65

3), Jarang (nilai 4), Tidak pernah (nilai 5). Total nilai yang diperoleh pada
kemampuan keluarga mengenal perilaku merokok anak remaja antara 10-50
4.6.4. Bagian D : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan, merupakan
persepsi remaja tentang tugas orangtua dalam memutuskan jenis bantuan yang
dapat diberikan kepada remaja dengan perilaku merokok meliputi sikap keluarga
terhadap remaja merokok, identifikasi tindakan yang tepat, konsekuensi tindakan
jika tidak dilakukan dan keputusan keluarga tentang tindakan yang diberikan.
Penilaian dalam kuesioner menggunakan skala likert, terdiri dari penyataan
bersifat positif dan negatif. Pernyataan positif (+) diberi nilai : Selalu (nilai 5),
Sering (nilai 4), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 2), Tidak pernah (nilai
1). Sedangkan pernyataan negatif (-) diberi nilai : Selalu (nilai 1), Sering (nilai
2), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 4), Tidak pernah (nilai 5). Total nilai
yang diperoleh pada kemampuan keluarga mengenal perilaku merokok anak
remaja antara 10-50
4.6.5. Bagian E : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan kesehatan, merupakan persepsi remaja tentang
tugas orangtua memberi tindakan kepada remaja meliputi kontrol orangtua
terhadap remaja, melindungi remaja dari merokok, komunikasi tentang anti
rokok, informasi tentang bahaya rokok, ketrampilan sosial anak remaja.
Penilaian dalam kuesioner menggunakan skala likert, terdiri dari penyataan
bersifat positif dan negatif. Pernyataan positif (+) diberi nilai : Selalu (nilai 5),
Sering (nilai 4), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 2), Tidak pernah (nilai
1). Sedangkan pernyataan negatif (-) diberi nilai : Selalu (nilai 1), Sering (nilai
2), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 4), Tidak pernah (nilai 5). Total nilai
yang diperoleh pada kemampuan keluarga memberi perawatan kepada remaja
tentang perilaku merokok antara 10-50
4.6.6. Bagian F : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan, merupakan persepsi remaja
tentang tugas orangtua memodifikasi lingkungan fisik dan psikologis untuk
remaja meliputi menjaga kualitas hubungan, aturan tentang rokok, dan
penerapan perilaku sehat. Penilaian dalam kuesioner menggunakan skala likert,

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


66

terdiri dari penyataan bersifat positif dan negatif. Pernyataan positif (+) diberi
nilai : Selalu (nilai 5), Sering (nilai 4), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai
2), Tidak pernah (nilai 1). Sedangkan pernyataan negatif (-) diberi nilai : Selalu
(nilai 1), Sering (nilai 2), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 4), Tidak
pernah (nilai 5).. Total nilai yang diperoleh pada kemampuan keluarga memberi
perawatan kepada remaja tentang perilaku merokok antara 10-50
4.6.7. Bagian G : Kuesioner persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan kesehatan, merupakan persepsi remaja tentang
tugas orangtua memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan yang ada meliputi
mengetahui lokasi, manfaat yang diperoleh, kepercayaan dan pengalaman
terhadap petugas, jenis layanan yang diberikan, konsekuensi jika ke tempat
pelayanan kesehatan. Penilaian dalam kuesioner menggunakan skala likert,
terdiri dari penyataan bersifat positif dan negatif. Pernyataan positif (+) diberi
nilai : Selalu (nilai 5), Sering (nilai 4), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai
2), Tidak pernah (nilai 1). Sedangkan pernyataan negatif (-) diberi nilai : Selalu
(nilai 1), Sering (nilai 2), Kadang-kadang (nilai 3), Jarang (nilai 4), Tidak
pernah (nilai 5). Total nilai yang diperoleh pada kemampuan keluarga mengenal
perilaku merokok anak remaja antara 10-50

4.7.Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner


Kuesioner yang telah disusun dilakukan uji coba guna mendapatkan validitas dan
reabilitas kuesioner. Jumlah responden pada uji coba kuesioner sebanyak 30 responden
yang mempunyai ciri sama dengan responden penelitian (Sugiyono, 2013). Uji validitas
dan reliabilitas kuesioner dilakukan di wilayah kelurahan Sukatani, kecamatan Tapos,
kota Depok dengan pertimbangan memiliki karakteristik yang sama dengan populasi
pada lokasi penelitian yaitu berdekatan dengan kecamatan Cimanggis serta berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Iqbal, (2008) pada remaja di kelurahan Sukatani
menunjukkan bahwa sebanyak 59,8% responden pernah merokok (terdiri dari 7,8%
pertama kali merokok usia kurang dari 10 tahun, 34,4% usia 10-15 tahun, 53,1% usia
16-20 tahun dan 4,7% usial lebih dari 20 tahun). Pengujian validitas pada kuesioner
tugas kesehatan keluarga menggunakan uji validitas konstruk dengan teknik
homogenitas item (internal consistency) dan menggunakan formula korelasi Pearson

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


67

Product Moment. Metode ini mengkorelasikan setiap item pertanyaan dengan skor
totalnya (Dharma, 2015).

Validitas kuesioner dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor masing-masing


variabel dengan skor totalnya. Suatu pernyataan dalam kuesioner dikatakan valid jika
skor pernyataan pada varabel tersebut secara signifikan berkorelasi dengan skor
totalnya. Instrumen dikatakan valid, jika nilai r hitung > dari r tabel. Dengan
menggunakan df = n-2 (df = 30-3, df = 28) pada tingkat kemaknaan 5%, didapatkan
nilai r tabel adalah 0,361. Pengujian reliabilitas dilakukan setelah menguji validitas
terlebih dahulu dengan memperbaiki pernyataan yang belum valid. Pengukuran
reliabilitas menggunakan cara One Shot yaitu pengukuran hanya sekali dan kemudian
hasilnya dibandingkan dengan pernyataan lainnya. Instrumen penelitian dikatakan
reliabel, jika nilai Cronbach Alpha ≥ 0,6 (Hastono, 2016)

Uji kuesioner dilakukan setelah mendapat izin dari Kesbangpol kota Depok. Hasil uji
validitas kuesioner diperoleh sebanyak 35 pernyataan kuesioner tugas kesehatan
keluarga telah valid (memiliki nilai Cronbach Alpha ≥ 0,6) dan 15 pernyataan yang
belum valid. Pernyataan yang belum valid diperbaiki dan dilakukan uji keterbacaan
kembali pada responden. Pernyataan yang belum valid yaitu pernyataan pada tugas
kesehatan keluarga mengenal masalah kesehatan nomor 2 dan 5, memutuskan tindakan
mengatasi masalah nomor 4, 5, 7, 8, melakukan perawatan kesehatan nomor 1, 2, 3, 4,
memodifikasi lingkungan kesehatan nomor 1, 2, 4, 10 dan memanfaatkan layanan
kesehatan nomor 5. Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner didapatkan nila r Alpha
(0,862) lebih besar dibandingkan nilai 0,6, maka semua pernyataan kuesioner
dinyatakan reliabel.

4.8.Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data terdiri dari tiga tahap yaitu izin untuk proses pengumpulan
data, proses pengumpulan data dan penanganan data (Lapau, 2012), yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


68

4.8.1. Izin untuk proses pengumpulan data


Peneliti sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu meminta izin penelitian.
Peneliti meminta surat rekomendasi izin penelitian dari Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Surat tersebut ditujukan kepada Badan
Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah kota Depok
dan Dinas Kesehatan kota Depok. Setelah mendapatkan rekomendasi izin
penelitian, peneliti melanjutkan ke pemerintahan kecamatan Cimanggis,
puskesmas Cimanggis sebagai bagian dari wilayah kerja puskesmas, kelurahan
Curug dan diteruskan ke ketua RW, Karang taruna dan PIK-Remaja di kelurahan
Curug
4.8.2. Pengumpulan data
Dengan mempertimbangkan waktu yang diperlukan selama pengumpulan data,
peneliti meminta kesediaan karang taruna setiap RW dan PIK-Remaja untuk
membantu dan bekerjasama. Sebelum pengumpulan data peneliti perlu
mempersamakan persepsi tentang prosedur yang dilakukan dan teknik pengisian
kuesioner agar tidak terjadi kesalahan. Pelaksanaan penyamaan persepsi dengan
karang taruna dan PIK-R dilakukan secara perorangan dengan pertimbangan
waktu yang tidak memungkinkan untuk dilakukan secara bersama atau
berkumpul. Peneliti, karang taruna dan PIK-Remaja setiap RW yang telah
dipilih mengidentifikasi responden sesuai dengan wilayah yang telah dibagi dan
sesuai kriteria inklusi penelitian sebanyak sampel yang telah ditentukan.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi responden secara langsung


oleh peneliti, karang taruna setiap RW dan PIK-Remaja. Pengumpulan data
dilakukan ditempat kumpul remaja, tempat olahraga, warung kopi, warung
internet, rumah pintar PIK-R, tempat pengajian serta sesuai hasil kesepakatan
tempat dan waktu antara responden dengan karang taruna disetiap RW atau PIK-
Remaja. Pengumpulan data penelitian hanya efektif dilakukan diwaktu sore dan
malam hari dimana waktu-waktu tersebut adalah waktunya remaja bersama
teman-temannya. Peneliti, karang taruna setiap RW dan PIK-Remaja
menjelaskan tujuan, etika penelitian dan prosedur pengisian kuesioner serta
meminta kesediaan responden. Responden yang bersedia diminta

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


69

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden (informed consent).


Selama responden mengisi kuesioner didampingi oleh peneliti, karang taruna
setiap RW dan PIK-Remaja agar dapat menjelaskan secara langsung ketika
mengalami kebingungan saat pengisian tetapi tidak memberikan pilihan jawaban
berdasarkan keingingan peneliti atau perwakilan karang taruna dan PIK-Remaja
serta memastikan agar tidak terdapat kekosongan dalam pengisian kuesioner

Untuk menjamin kualitas data yang dikumpulkan perlu mengecek apakah


kuesioner telah diisi dengan lengkap sebelum menyelesaikan kuesioner. Setelah
data telah terkumpul dan diperiksa kelengkapan serta kebenarannya, maka
dilanjutkan dengan penanganan data

4.8.3. Penanganan data


Kuesioner yang telah terkumpul diurutkan berdasarkan nomor. Selanjutnya
persiapan untuk dilakukan pengolahan data

4.9.Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi komputer, melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
4.9.1. Pengolahan data :
Menurut Hastono, (2016) agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang
benar minimal terdapat empat tahapan dalam proses data yang perlu dilakukan
yaitu :
4.9.1.1.Editing
Editing adalah kegiatan pengecakan isian kuesioner yang telah
dikumpulkan untuk memastikan jawaban telah lengkap yang berarti
semua pertanyaan telah diisi, jelas terbaca, relevan dengan pertanyaan
dan konsisten pada setiap pertanyaan atau pernyataan

4.9.1.2.Coding
Coding merupakan kegiatan mengubah huruf dari kuesioner menjadi
bentuk data yang bisa diproses seperti angka atau bilangan, sehingga

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


70

dapat mempermudah pada saat analisis dan mempercepat proses entry


data
4.9.1.3.Processing
Processing merupakan proses entry data dari kuesioner yang telah
melalui proses coding untuk dimasukkan kedalam program aplikasi
computer, sehingga data dapat dilakukan analisis
4.9.1.4.Cleaning
Cleaning merupakan proses pembersihan data yaitu kegiatan pengecekan
kembali dari data yang telah di entry pada progam aplikasi computer dari
kemungkinan kesalahan atau kekeliruan selama proses entry data,
melalui pengecekan missing data, variasi data, konsistensi data dan
membuat tabel silang

4.9.2. Analisa Data


Analisa data dilakukan menggunakan program aplikasi komputer sebagai berikut :
4.9.2.1.Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel
yang diteliti (Hastono, 2016). Dalam penelitian ini analisis univariat terdiri dari
karakterisitk keluarga meliputi tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal,
karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, teman sebaya,
perilaku merokok remaja terdiri dari merokok dan tidak merokok dan persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga terdiri dari keluarga
mampu mengenal masalah kesehatan, memutuskan tindakan mengatasi masalah,
kesehatan, melakukan perawatan kesehatan, memodifikasi lingkungan kesehatan
dan memanfaatkan layanan kesehatan. Variabel yang berskala kategorik (skala
nominal dan ordinal) dalam penelitian ini di analisis menggunakan distribusi
frekuensi dengan ukuran presentase atau proporsi dan jumlah data pada masing-
masing variabel. Untuk variabel usia dan usia pertama kali merokok selain di
analisis menggunakna skala ordinal juga dianalisis dengan skala numerik
menggunakan nilai mean (rata-rata), median, standar deviasi dan inter quartil
range, minimal dan maksimal agar dapat memperjelas variabel usia yang telah
dikategorikan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


71

range, minimal dan maksimal agar dapat memperjelas variabel usia yang telah
dikategorikan

Menurut Hastono (2016) untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal,


terdapat tiga cara untuk mengetahui, yaitu ;
1. Melihat dari grafik histogram dan kurva normal, jika bentuknya menyerupai
bel shape, berarti data berdistribusi normal
2. Menggunakan nilai Skewness dan standar errornya, bila nilai Skewness
dibagi standar errorrnya menghasilkan angka ≤ 2, maka data distribusinya
normal
3. Uji Kolmogorov smirnov, bila hasil uji tidak signifikan (p value > 0,05),
maka distribusi normal. Akan tetapi, uji Kolmogorov smirnov sangat sensitif
dengan jumlah sampel, yang berarti bahwa cenderung menghasilkan uji yang
signifikan (bentuk data distribusi tidak normal) sehingga lebih dianjurkan
menggunakan pendekatan angka Skewness

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal


menggunakan perbandingan antara nilai Skewness dan standar errornya setiap
variabel numerik dimana nilai yang diperoleh diantara -2 sampai dengan 2
(Dahlan, 2011). Jika menghasilkan nilai diantara -2 sampai dengan 2, maka data
distribusinya normal sehingga menggunakan nilai mean. Jika menghasilkan
diluar -2 sampai dengan 2, maka data tidak berdistribusinya normal sehingga
menggunakan nilan median. Untuk data yang kategorik analisis hanya
menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentase atau proporsi dan
jumlah data pada masing-masing variabel serta disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi

4.9.2.2.Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel
independen dan dependen (Hastono, 2016). Jenis hipotesis dalam penelitian ini
adalah hipotesis asosiatif dengan menggunakan skala nominal dan ordinal (skala

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


72

kategorik). Uji bivariat digunakan untuk menganalisis dua variabel yaitu satu
variabel independen dan satu variabel dependen. Analisis bivariat menggunakan
uji Chi square untuk menguji hubungan antara variabel independen dan
dependen berskala kategorik (Dharma, 2015).

Menurut Hastono, (2016) aturan yang berlaku pada uji Chi Square bahwa bila
pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka
menggunakan nilai Fisher’s Exact Test. Bila tidak ditemukan nilai Expected
(harapan) kurang dari 5 pada tabel 2 x 2 maka menggunakan nilai Continuity
Correction (a). Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dan
sebagainya, maka digunakan uji Pearson Chi Square. Dalam penelitian ini
variabel independen dan dependen diklasifikasikan kedalam dua kategori,
sehingga tabel yang digunakan adalah 2 x 2 dan menggunakan uji Continuity
Correction (a) karena tidak ditemukan nilai Expected (harapan) kurang dari 5
(nilai 0 cell (0%) pada footnote b dibawah kotak Chi-Square Test)

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


73

Dalam penelitian ini, variabel yang dilakukan uji bivariat dijelaskan pada tabel
berikut :
Tabel 4.2. Analisis Bivariat
Variabel Independen Variabel Uji Bivariat
Dependen
Persepsi remaja tentang Perilaku merokok Chi square
pelaksanaan tugas kesehatan remaja (Continuity Correction (a))
keluarga mengenal masalah
kesehatan

Persepsi remaja tentang Chi square


pelaksanaan tugas kesehatan (Continuity Correction (a))
keluarga memutuskan tindakan
mengatasi masalah

Persepsi remaja tentang Chi square


pelaksanaan tugas kesehatan (Continuity Correction (a))
keluarga melakukan perawatan
kesehatan

Persepsi remaja tentang Chi square


pelaksanaan tugas kesehatan (Continuity Correction (a))
keluarga memodifikasi lingkungan
kesehatan

Persepsi remaja tentang Chi square


pelaksanaan tugas kesehatan (Continuity Correction (a))
keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan

Persepsi remaja tentang


pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga secara keseluruhan

4.9.2.3.Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel
independen secara simultan dengan satu variabel dependen (Hastono, 2016). Penelitian
ini menggunakan hipotesis asosiatif, termasuk non parametrik dan variabel dependen
bersifat kategorik sehingga analisis multivariat yang digunakan adalah analisis regresi
logistik ganda. Analisis ini digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen
(hanya satu variabel) berskala kategorik berdasarkan variasi beberapa nilai variabel
independen (lebih dari satu variabel) yang berskala kategorik juga. Dalam analisis ini,

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


74

selain menghasilkan persamaan regresi logistik ganda juga menghasilkan Odd Ratio
atau OR (Dharma, 2015). Selain itu, menurut Dahlan, (2011) cara lain untuk penentuan
menggunakan analisis regeresi logistik ditentukan oleh skala pengukuran variabel
dependen yaitu berupa variabel kategorik

Menurut Hastono, (2016) tahapan dalam analisis multivariat untuk pemodelan dengan
tujuan mengestimasi secara valid hubungan antara variabel utama (variabel independen)
dengan variabel dependen dengan mengontrol beberapa variabel confounding dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Melakukan pemodelan lengkap meliputi variabel independen sebagai variabel
utama, semua kandidat confounding dan kandidat interaksi. Kandidat interaksi
dibuat antara variabel independen dengan semua variabel confounding
2. Melakukan penilaian interaksi melalui mengeluarkan variabel interaksi yang nilai p
Wald-nya tidak signifikan dikeluarkan dari model dimulai dari nilai p Wald terbesar
yang dilakukan satu per satu secara berurutan
3. Melakukan penilaian confounding dengan mengeluarkan variabel confounding yang
memiliki nilai p Wald terbesar dengan melihat selisih nilai OR factor dari variabel
independen antara sebelum dan sesudah variabel confounding dikeluarkan dengan
indikator jika nilai selisih nilai OR > 10%, maka variabel tersebut dinyatakan
sebagai confounding dan harus tetap berada didalam model

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


75

BAB 5
HASIL PENELITIAN

Bagian ini menjelaskan hasil penelitian tentang hubungan antara persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok. Pemaparan hasil penelitian terdiri dari tiga
bagian yaitu ; analisa univariat, bivariat dan multivariat. Analisa dilakukan setelah
diolah dengan menggunakan aplikasi pengolahan data berbasis komputer untuk menguji
secara statistik
5.1.Gambaran Karakterisitk Remaja, Karakteristik Keluarga, Persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dan Perilaku Merokok Remaja
5.1.1. Karakteristik Remaja
Data karakteristik remaja meliputi usia, kelompok usia, jenis kelamin, uang
saku, dan teman sebaya. Karakterisitk remaja, dapat terlihat pada tabel 5.1
dan tabel 5.2

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden karakteristik remaja menurut usia


di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
Tahun 2018 (n = 310)

Variabel Mean SD Minimal-Maksimal 95% CI

Usia 15,58 2,23 12-19 15,33 - 15,83

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia remaja adalah 15,58 tahun,
dengan variasi 2,23 tahun. Usia termuda remaja adalah 12 tahun dan usia
tertua adalah 19 tahun. Ditemukan responden masih dibawah usia 17 tahun
dimana belum mampu dalam mengambil keputusan sendiri sehingga perlu
didampingi oleh perwakilan karangtaruna dan PIK-R setiap RW dalam
pengumpulan data. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa 95% remaja
berada diantara 15,33 tahun sampai dengan 15,83 tahun

Universitas Indonesia
75
Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018
76

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden menurut karakteristik remaja


Menurut kelompok usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
Tahun 2018 (n = 310)

Karakteristik Remaja Frekuensi (n) Presentase (%)

Usia
Awal (usia 10 - 16 tahun) 192 61,9
Akhir (usia 17 - 19 tahun) 118 38,1
Jenis kelamin
Laki-laki 288 92,9
Perempuan 22 7,1
Uang saku (rata-rata seminggu)
≥ Rp. 10.000 214 69,0
< Rp. 10.000 96 31,0
Teman sebaya merokok
Ada 276 89,0
Tidak ada 34 11,0
Total 310 100,0

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa karakteristik yang diamati meliputi kelompok


usia sebagian besar adalah remaja awal (usia 10-16 tahun) yaitu 192
(61,9%), jenis kelamin mayoritas adalah laki-laki yaitu 288 (92,9%). Jumlah
responden laki-laki lebih banyak dikarenakan lokasi pengumpulan data
dilakukan ditempat kumpul atau bermain diluar rumah sehingga
memungkinkan sedikit ditemukan responden perempuan serta dari 22 jumlah
responden perempuan ditemuan tidak ada yang merokok. Uang saku (rata-
rata perminggu) sebagaian besar adalah lebih dari atau sama dengan
Rp.10.000 yaitu 214 (69,0%), dan jumlah teman sebaya mayoritas adalah
merokok yaitu 276 (89,0%)

5.1.2. Karakteristik Keluarga


Data karakteristik keluarga dengan anak remaja meliputi tingkat pendidikan
dan lingkungan tempat tinggal. Karakteristik keluarga dengan anak remaja,
dapat terlihat pada tabel 5.3

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


77

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi responden menurut karakteristik keluarga


dengan anak remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
Tahun 2018 (n = 310)

Karakteristik Keluarga Frekuensi (n) Presentase (%)

Tingkat Pendidikan Ayah


Dasar dan Menengah (SD-SLTA) 272 87,7
Tinggi (Akademi-Perguruan Tinggi) 38 12,3
Tingkat Pendidikan Ibu
Dasar dan Menengah (SD-SLTA) 286 92,3
Tinggi (Akademi-Perguruan Tinggi) 24 7,7
Lingkungan tempat tinggal (Anggota
keluarga yang merokok)
Ada 261 84,2
Tidak ada 49 15,8
Total 310 100,0

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa karakteristik keluarga yang diamati meliputi


tingkat pendidikan ayah mayoritas adalah Pendidikan Dasar dan Menengah
(SD-SLTA) yaitu 272 (87,7%) sedangkan tingkat pendidikan ibu mayoritas
adalah Pendidikan Dasar dan Menengah (SD-SLTA) yaitu 286 (92,3%).
Anggota keluarga yang merokok mayoritas adalah perokok yaitu 261
(84,2%)

5.1.3. Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga


Data persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga meliputi
mengenal masalah kesehatan, memutuskan tindakan mengatasi masalah,
melakukan perawatan kesehatan, memodifikasi lingkungan kesehatan dan
memanfaatkan layanan kesehatan. Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga, dapat terlihat pada tabel 5.4

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


78

Tabel 5.4 Distribusi persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan


keluarga pada responden di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok
Tahun 2018 (n = 310)

Persepsi remaja tentang pelaksanaan


Frekuensi (n) Presentase (%)
tugas kesehatan keluarga

Mengenal masalah kesehatan


Tidak mampu 132 42,6
Mampu 178 57,4
Memutuskan tindakan mengatasi
masalah 127 41,0
Tidak mampu 183 59,0
Mampu
Melakukan perawatan kesehatan
Tidak mampu 134 43,2
Mampu 176 56,8
Memodifikasi lingkungan kesehatan
Tidak mampu 153 49,4
Mampu 157 50,6
Memanfaatkan layanan kesehatan
Tidak mampu 129 41,6
Mampu 181 58,4
Tugas kesehatan keluarga
Tidak mampu 163 52,6
Mampu 147 47,4
Total 310 100,0

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persepsi remaja tentang kemampuan keluarga


mengenal masalah kesehatan lebih dari separuh dalam kategori mampu yaitu
sebanyak 178 (57,4%), kemampuan keluarga memutuskan tindakan untuk
mengatasi masalah lebih dari separuh dalam kategori mampu yaitu sebanyak
183 (59,0%), kemampuan keluarga melakukan perawatan lebih dari separuh
dalam kategori mampu yaitu sebanyak 176 (56,8%), kemampuan keluarga
memodifikasi lingkungan kesehatan lebih dari separuh dalam kategori
mampu yaitu sebanyak 157 (50,6%), kemampuan keluarga memanfaatkan
layanan kesehatan lebih dari separuh dalam kategori mampu yaitu sebanyak
181 (58,4%) dan kemampuan keluarga melaksanakan tugas kesehatan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


79

keluarga keseluruhan secara keseluruhan lebih dari separuh dalam kategori


tidak mampu yaitu sebanyak 163 (52,6%)

5.1.4. Perilaku Merokok Remaja


Data perilaku merokok remaja meliputi status merokok. Perilaku merokok
remaja, dapat terlihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden menurut perilaku merokok


di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
Tahun 2018 (n = 310)

Perilaku Merokok Remaja Frekuensi (n) Presentase (%)


Merokok 184 59,4
Tidak merokok 126 40,6
Total 310 100,0

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa remaja memiliki perilaku merokok lebih dari
separuh adalah merokok yaitu 184 (59,4%)

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden menurut usia pertama kali


merokok pada remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis,
kota Depok Tahun 2018 (n = 310)

Variabel Mean SD Minimal-Maksimal 95% CI

Usia pertama 7,71 6,58 6-17 6,98-8,45


kali merokok

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata usia remaja pertama kali merokok
adalah 7,71 tahun, dengan variasi 6,58 tahun. Usia termuda remaja pertama
kali merokok adalah 6 tahun dan usia tertua adalah 17 tahun. Hasil analisis
dapat disimpulkan bahwa 95% usia remaja berada diantara 6,98 tahun
sampai dengan 8,45 tahun

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


80

5.2.Hubungan antara persespi remaja tentang tugas kesehatan keluarga dengan


perilaku merokok remaja
5.2.1. Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga dengan perilaku merokok remaja
Hubungan persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
dengan perilaku merokok remaja dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Hubungan persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan


keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok tahun 2018 (n = 310)
Perilaku Merokok
Persepsi remaja tentang Merokok Tidak
Total OR
pelaksanaan tugas n (%) merokok p value
n (%) (CI 95%)
kesehatan keluarga n (%)

Mengenal masalah
kesehatan
Tidak mampu 78 (59,1) 54 (40,9) 132 (100,0) 0,981
1,000
Mampu 106 (59,6) 72 (40,4) 178 (100,0) (0,620-1,551)
Memutuskan tindakan
mengatasi masalah
kesehatan
Tidak mampu 81 (63,8) 46 (36,2) 127 (100,0) 1,368
0,229
Mampu 103 (56,3) 80 (43,7) 183 (100,0) (0,859-2,177)
Melakukan perawatan
kesehatan
Tidak mampu 98 (73,1) 36 (96,9) 134 (100,0) 2,849
0,001
Mampu 86 (48,9) 90 (51,1) 176 (100,0) (1,758-4,618)
Memodifikasi
lingkungan kesehatan
Tidak mampu 86 (56,2) 67 (43,8) 153 (100,0) 0,319 0,773
Mampu 98 (62,4) 59 (37,6) 157 (100,0) (0,491-1,217)
Memanfaatkan layanan
kesehatan
Tidak mampu 89 (69,0) 40 (31,0) 129 (100,0) 0,005 2,014
Mampu 95 (52,5) 86 (47,5) 181 (100,0) (1,254-3,234)
Tugas kesehatan
keluarga keseluruhan
Tidak mampu 106 (65,0) 57 (35,0) 163 (100,0) 0,043 1,645
Mampu 78 (53,1) 69 (46,9) 147 (100,0) (1,042-2,597)

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


81

Tabel 5.7 Menunjukkan bahwa persepsi remaja tentang tugas kesehatan


keluarga yang tidak mampu dalam mengenal masalah kesehatan mempunyai
remaja yang merokok sebanyak 59,1% tidak berbeda jauh dibandingkan
dengan keluarga yang mampu mengenal masalah kesehatan remaja sebanyak
59,6%. Hasil uji analisis bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
tugas kesehatan keluarga mengenal masalah kesehatan dengan perilaku
merokok remaja (p = 1,000).

Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang tidak mampu dalam
memutuskan tindakan mengatasi masalah mempunyai remaja yang merokok
sebanyak 63,8% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu
memutuskan tindakan mengatasi masalah sebanyak 56,3%. Hasil uji analisis
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tugas kesehatan keluarga
memutuskan tindakan mengatasi masalah dengan perilaku merokok remaja
(p = 0,229).

Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang tidak mampu dalam
melakukan perawatan kesehatan mempunyai remaja yang merokok sebanyak
73,1% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu melakukan
perawatan kesehatan remaja sebanyak 48,9%. Hasil uji analisis bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tugas kesehatan keluarga melakukan
perawatan kesehatan dengan perilaku merokok remaja (p = 0,001). Keluarga
yang tidak mampu melakukan perawatan kesehatan mempunyai peluang
2,849 meningkatkan perilaku merokok pada remaja dibandingkan dengan
keluarga yang mampu melakukan perawatan kesehatan

Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang tidak mampu dalam
melakukan modifikasi lingkungan kesehatan mempunyai remaja yang
merokok sebanyak 56,2% lebih rendah dibandingkan dengan keluarga yang
tidak mampu melakukan modifikasi lingkungan kesehatan remaja sebanyak
62,4%. Hasil uji analisis bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


82

tugas kesehatan keluarga melakukan modifikasi lingkungan kesehatan


dengan perilaku merokok remaja (p = 0,319).

Persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang tidak mampu dalam
memanfaatkan layanan kesehatan mempunyai remaja yang merokok saat ini
sebanyak 69,0% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu
memanfaatkan layanan kesehatan remaja sebanyak 52,5%. Hasil uji analisis
bahwa ada hubungan yang signifikan antara tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok remaja (p =
0,005). Keluarga yang tidak mampu memanfaatkan layanan kesehatan
mempunyai peluang 2,014 meningkatkan perilaku merokok pada remaja
dibandingkan dengan keluarga yang mampu memanfaatkan layanan
kesehatan

Secara keseluruhan persepsi remaja tentang tugas kesehatan keluarga yang


tidak mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga mempunyai remaja
yang merokok sebanyak 65,0% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga
yang mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga sebanyak 53,1%. Hasil
uji analisis bahwa ada hubungan yang signifikan antara melaksanakan tugas
kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja (p = 0,043). Keluarga
yang tidak mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga mempunyai
peluang 1,645 meningkatkan perilaku merokok pada remaja dibandingkan
dengan keluarga yang mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan

5.3.Analisis multivariat dari persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan


keluarga dengan perilaku merokok remaja
5.3.1 Seleksi bivariat untuk kandidat model multivariat
Tujuh variabel yang diprediksi memiliki hubungan dengan perilaku merokok
remaja terdiri dari variabel independen persepsi remaja tentang pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah kesehatan, memutuskan
tindakan mengatasi masalah kesehatan, melakukan perawatan kesehatan,

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


83

memodifikasi lingkungan kesehatan dan memanfaatkan layanan kesehatan


yang tersedia, ditambah dua variabel confounding karakteristik keluarga
yaitu tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal dan karakteristik remaja
yaitu usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya. Sebelum ketujuh
variabel tersebut sebagai variabel independen dimasukkan kedalam model
multivariat bersama variabel dependen perilaku merokok perlu dilakukan
seleksi bivariat untuk dijadikan sebagai kandidat dalam model multivariat.
Hasil seleksi bivariat dapat terlihat pada tabel 5.8

Tabel 5.8 Hasil seleksi bivariat variabel-variabel kandidat multivariat dengan


perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok tahun 2018 (n = 310)

Variabel Kandidat Multivariat p value


Usia 0,004*
Jenis kelamin 0,001*
Uang saku 0,001*
Teman sebaya 0,001*
Tingkat Pendidikan ayah 0,049*
Tingkat Pendidikan ibu 0,916
Lingkungan tempat tinggal 0,056*
Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas 0,935
kesehatan keluarga mengenal masalah
kesehatan
Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas 0,185*
kesehatan keluarga memutuskan tindakan
mengatasi masalah
Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas 0,001*
kesehatan keluarga melakukan perawatan
kesehatan
Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas 0,266
kesehatan keluarga memodifikasi lingkungan
kesehatan
Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas 0,003*
kesehatan keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan
Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas 0,032*
kesehatan keluarga keseluruhan
* Variabel yang memenuhi syarat untuk dilakukan uji multivariat

Hasil seleksi analisis bivariat pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa terdapat
tiga variabel yang tidak memenuhi syarat karena memiliki nilai p value >
0,25 yaitu tingkat pendidikan ibu, persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


84

kesehatan keluarga mengenal masalah kesehatan dan memodifikasi


lingkungan kesehatan sehingga tidak diikutsertakan dalam pemodelan
multivariat.

5.3.2 Uji Interaksi


Semua variabel yang telah dilakukan seleksi bivariat dianalisis secara
bersama dalam pemodelan bivariat. Hasil pemodelan lengkap tahap awal uji
interaksi hanya terdapat dua variabel interaksi yang mempunyai nilai p value
< 0,05 yaitu variabel interaksi Lingkungan tempat tinggal by Persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan (p value = 0.036) dan variabel interaksi Usia by Persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan (p value = 0.002). Selain itu, merupakan variabel yang memiliki
nilai p value > 0,05.

Langkah selanjutnya adalah uji interaksi antara variabel independen yaitu


variabel persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan, melakukan perawatan
kesehatan, memanfaatkan layanan kesehatan dan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan dengan variabel interaksinya. Semua variabel confounding
dijadikan interaksi dengan pertimbangan diduga memiliki interaksi dengan
variabel independen berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil pemodelan
multivariat sebelumnya. Variabel dikatakan berinteraksi jika p valuenya <
0,05. Proses seleksi dilakukan dengan mengeluarkan secara bertahap
variabel interaksi yang tidak signifikan (p > 0,05) dimulai dari yang terbesar.

Variabel interaksi Teman sebaya by Persepsi remaja tentang pelaksanaan


tugas kesehatan keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah yang
pertama kali dikeluarkan dari model karena memiliki p value > 0,05.
Selanjutnya variabel interaksi Jenis kelamin by Persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga melakukan perawatan kesehatan
memiliki, memanfaatkan layanan kesehatan, tugas kesehatan keluarga

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


85

keseluruhan dan memutuskan tindakan mengatasi masalah memiliki p value


> 0,05, sehingga dikeluarkan dari model. Variabel interaksi Teman sebaya
by Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan, tugas kesehatan keluarga keseluruhan,
dan melakukan perawatan kesehatan memiliki p value > 0,05, sehingga
dikeluarkan dari model. Variabel interaksi Tingkat pendidikan ayah by
Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan
tindakan mengatasi masalah, melakukan perawatan kesehatan, tugas
kesehatan keluarga keseluruhan, dan memanfaatkan layanan kesehatan
memiliki p value > 0,05, sehingga dikeluarkan dari model. Variabel interaksi
Lingkungan tempat tinggal by Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah, melakukan
perawatan kesehatan, memanfaatkan layanan kesehatan, dan tugas kesehatan
keluarga keseluruhan memiliki p value > 0,05 sehingga dikeluarkan dari
model. Variabel interaksi Uang saku by Persepsi remaja tentang pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga melakukan perawatan kesehatan, memutuskan
tindakan mengatasi masalah, memanfaatkan layanan kesehatan, dan tugas
kesehatan keluarga keseluruhan memiliki p value > 0,05, sehingga
dikeluarkan dari model. Variabel interaksi terakhir yaitu Usia by Persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan tindakan
mengatasi masalah memiliki p value > 0,05, sehingga dikeluarkan dari
model. Hasil uji interaksi yang dihasilkan terlihat pada tabel 5.9

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


86

Tabel 5.9 Hasil pemodelan tahap akhir analisis multivariat setelah uji
interaksi variabel-variabel dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok tahun 2018 (n = 310)

Variabel B p value OR CI 95%


Usia -0.970 0.166 0.379 0.096 - 1.497
Jenis kelamin 2.982 0.009 19.728 2.082 - 186.946
Uang saku 1.036 0.003 2.817 1.435 - 5.530
Teman sebaya 3.499 0.000 33.074 6.522 - 167.733
Tingkat pendidikan ayah -0.884 0.111 0.413 0.139 - 1.227
Lingkungan tempat tinggal 0.768 0.067 2.156 0.946 - 4.912
Persepsi remaja tentang -0.245 0.483 0.783 0.395 - 1.551
pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memutuskan tindakan
mengatasi masalah
Persepsi remaja tentang 0.183 0.699 1.201 0.475 - 3.038
pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan
kesehatan
Persepsi remaja tentang -0.570 0.316 0.566 0.186 - 1.722
pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan
Persepsi remaja tentang 1.044 0.107 2.842 0.797 - 10.128
pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga keseluruhan
Usia by Persepsi remaja tentang 1.828 0.012 6.219 1.492 - 25.922
pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan
kesehatan
Usia by Persepsi remaja tentang 2.643 0.001 14.053 3.046 - 64.838
pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan
Usia by Persepsi remaja tentang -1.653 0.043 0.191 0.039 - 0.947
pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga keseluruhan
Constant -1.890 0.000 0.151

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari hasil uji interaksi diperoleh variabel
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga melakukan
perawatan kesehatan, memanfaatkan layanan kesehatan dan tugas kesehatan
secara keseluruhan berinteraksi dengan usia responden

5.3.3 Uji Confounding


Setelah dilakuan uji interaksi langkah selanjutnya dilakukan uji confounding.
Uji confounding dilakukan dengan cara melihat perbedaan atau perubahan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


87

nilai OR variabel independen setelah dikeluarkannya variabel kandidat


confounding dengan indikator bila ditemukan perubahan OR > 10%, maka
variabel tersebut dianggap sebagai confounding dan dimasukkan kembali ke
dalam model serta digantikan dengan variabel kandidat confounding
selanjutnya. Pengeluaran kandidat confounding dilakukan secara bertahap
dimulai dari variabel yang memiliki nilai p value terbesar.

Berdasarkan tabel 5.9 variabel kandidat confounding yang pertama kali


dikeluarkan dari model adalah variabel usia memiliki p value = 0.166,
diperoleh terdapat perubahan OR pada variabel persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga melakukan perawatan kesehatan
sebesar 16.36 % dan persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan kesehatan sebesar 12.75%, sehingga
variabel usia adalah variabel confounding dan tetap diikutkan kedalam
model. Selanjutnya variabel tingkat Pendidikan ayah dikeluarkan dari model
karena memiliki p value = 0.111, diperoleh tidak terdapat perubahan OR
pada variabel independen sehingga bukan sebagai variabel confounding dan
dikeluarkan dari model. Variabel lingkungan tempat tinggal memiliki p
value = 0,099 dikeluarkan dari model, diperoleh tidak terdapat perubahan
OR pada variabel independen sehingga bukan sebagai variabel confounding
dan dikeluarkan dari model. Variabel jenis kelamin memiliki p value = 0,008
dikeluarkan dari model, diperoleh terdapat perubahan OR pada variabel
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan sebesar 14.71%, sehingga variabel jenis
kelamin adalah variabel confounding dan tetap diikutkan kedalam model.
Variabel uang saku memiliki p value = 0,001 dikeluarkan dari model,
diperoleh terdapat perubahan OR pada variabel persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan tindakan mengatasi
masalah sebesar 16.61%, variabel persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga melakukan perawatan kesehatan sebesar 43.34%,
variabel persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan sebesar 13.72% dan variabel persepsi

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


88

remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga keseluruhan sebesar


25.57% sehingga variabel uang saku adalah variabel confounding dan tetap
diikutkan kedalam model. Variabel terakhir adalah variabel teman sebaya
memiliki p value = 0,001 dikeluarkan dari model, diperoleh terdapat
perubahan OR pada variabel persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah sebesar
13.18%, variabel persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan kesehatan sebesar 30.96%, variabel persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan sebesar 27.66% dan variabel tugas kesehatan keluarga
keseluruhan sebesar 26.06% sehingga variabel teman sebaya adalah variabel
confounding dan tetap diikutkan kedalam model. Hasil akhir model
multivariat setelah dilakukan uji confounding terlihat pada tabel 5.10
Tabel 5.10 Hasil pemodelan tahap akhir analisis multivariat setelah uji
confoundign variabel-variabel dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok tahun 2018 (n = 310)

Variabel B p value OR CI 95%


Usia -1.093 0.117 0.335 0.086 - 1.312
Jenis kelamin 3.028 0.008 20.648 2.229 - 191.248
Uang saku 1.113 0.001 3.044 1.579 - 5.866
Teman sebaya 3.328 0.000 27.877 5.790 - 134.215
Persepsi remaja tentang pelaksanaan -0.201 0.560 .818 0.416 - 1.607
tugas kesehatan keluarga memutuskan
tindakan mengatasi masalah
Persepsi remaja tentang pelaksanaan 0.121 0.796 1.129 0.450 - 2.836
tugas kesehatan keluarga melakukan
perawatan kesehatan
Persepsi remaja tentang pelaksanaan -0.444 0.424 0.641 0.216 - 1.906
tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan
Persepsi remaja tentang pelaksanaan 0.966 0.134 2.627 0.743 - 9.291
tugas kesehatan keluarga keseluruhan
Usia by Persepsi remaja tentang 1.877 0.010 6.535 1.571 - 27.181
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
melakukan perawatan kesehatan
Usia by Persepsi remaja tentang 2.640 0.001 14.013 3.092 - 63.510
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan
Usia by Persepsi remaja tentang -1.643 .042 .193 0.040 - 0.939
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan
Constant -1.870 .000 .154

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


89

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa setelah dilakukan analisis confounding


diperoleh variabel usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya
merupakan variabel confounding dari variabel persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan perilaku merokok remaja. Dari
tabel diperoleh bahwa variabel persepsi remaja tentang tugas kesehatan yang
paling dominan berhubungan dengan perilaku merokok remaja adalah
variabel tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan dibandingkan dengan
variabel tugas kesehatan lainnya dengan nilai OR = 2.627, yang berarti
bahwa keluarga yang tidak mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga
secara keseluruhan mempunyai risiko anak remaja yang merokok sebesar
2.627 kali dibandingkan dengan keluarga yang mampu setelah dikontrol
variabel usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


89

Halaman ini sengaja dikosongkan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


90

BAB 6
PEMBAHASAN

Bagian ini meliputi tiga bagian yaitu pembahasan, keterbatasan penelitian dan implikasi
penelitian. Bagian pembahasan menjelaskan tentang hasil penelitian yang dikaitkan
dengan teori yang telah dijelaskan sebelumnya dan membandingkan dengan hasil
penelitan sebelumnya yang berkaitan. Keterbatasan penelitian menjelaskan proses
selama penelitian yang seharusnya dilakukan sesuai dengan konsep dan teori. Bagian
implikasi penelitian membahas tentang implikasi penelitian terhadap pengembang
kebijakan pelayanan kesehatan, pengembangan ilmu keperawatan keluarga dan
komunitas
6.1 Interpertasi dan Diskusi Hasil Penelitian
6.1.1 Karakteristik remaja
Karakteristik remaja dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, uang saku
dan teman sebaya.
a. Karakteristik usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia responden sebagian
besar adalah remaja awal (usia 10-16 tahun) yaitu 61,9% dengan jumlah
yang merokok sebanyak 184 orang (59,4%) dari data yang ada dapat dilihat
bahwa sebagian besar responden usia remaja awal memiliki perilaku
merokok dengan usia awal merokok meliputi usia 6-9 tahun (3,8%), usia 10-
11 tahun (22,3%), usia 12-13 (28,3%), usia 14-15 (38,6%), dan usia 16-17
(7%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Choi dan Stommel, (2017)
diantara penduduk AS yang perokok 7,3% mulai merokok sebelum usia 13
tahun 11,0% pada usia 13-14 tahun, 24,2% pada usia 15–16 tahun, 24,5%
pada usia 17–18 tahun, 14,5% pada usia 19–20 tahun dan 18,5% pada usia
≥21 tahun.

Dalam penelitian ini juga diperoleh gambaran usia responden dengan


perilaku merokok termuda adalah 12 tahun (5,97%) dengan usia awal
merokok 8-12 tahun dan jumlah rokok yang dihisap kurang dari 1 batang
sampai 10 batang/hari sedangkan responden dengan perilaku merokok yang

90 Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


91

tertua adalah usia 19 tahun (10,3%) dengan usia awal merokok 11-17 tahun
dan jumlah rokok yang dihisap mulai 1 batang sampai kurang dari 1
bungkus/hari. Studi prospektif dilakukan Urrutia-Pereira, Oliano, Aranda,
Mallol, dan Solé, (2017) pada remaja (12-19 tahun) di Uruguaiana, RS,
Brasil menunjukkan bahwa frekuensi percobaan tembakau (pernah mencoba
sebatang rokok, bahkan satu atau dua puff) sebanyak 29,3% terdiri dari
14,5% mulai merokok sebelum 12 tahun dan 13,0% melaporkan merokok
setidaknya satu batang rokok / hari.

Dari data hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa usia awal remaja
mulai mencoba merokok yang terbanyak pada usia 14-15 tahun (38,6%) atau
termasuk pada akhir masa remaja awal dan awal masa remaja pertengahan.
Menurut Potter dan Perry, (2009) remaja dengan usia 11-14 tahun
dikategorikan remaja awal dan remaja dengan usia 14-17 tahun adalah
remaja usia pertengahan. Masing-masing tingkat usia memiliki variasi dalam
perkembangan fisik, koognitif, psikososial, hubungan dengan orang tua dan
hubungan dengan kelompok. Pada masa remaja awal 11-14 tahun untuk
pertama kalinya remaja mengalami kemajuan proses berpikir yang
sebelumnya masih bersifat fisik atau konkrit yang lebih berfokus pada hal-
hal yang sedang terjadi menjadi kemampuan berpikir secara abstrak yaitu
dapat membayangkan hal yang akan terjadi. Mesikpun pemikiran abstraknya
yang masih terbatas, remaja juga mampu memecahkan masalah yang
membutuhkan manipulasi beberapa konsep abstrak sekaligus. Kemampuan
ini dapat membentuk identitas diri remaja yaitu menentukan tingkah laku
yang sesuai dan lebih berdasarkan jenis kelamin serta mempertimbangkan
dampaknya terhadap kelompok, keluarga dan masyarakat (Potter & Perry,
2009).

Menurut Potter dan Perry, (2009) pada masa remaja pertengahan 14-17
tahun timbul kualitas introspeksi sejalan dengan peningkatan kognisi.
Remaja memiliki kepercayaan diri bahwa mereka mampu menghindar dari
tingkah laku yang beresiko yang dilakukan dan keinginan untuk memperoleh

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


92

privasi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Guo, Unger, Palmer,


Chou, dan Johnson, (2013) keingintahuan, otonomi, citra sosial, penerimaan
sosial, dan coping pada remaja mempengaruhi tahap awal merokok,
sedangkan peningkatan mental dan keterlibatan sosial mempengaruhi tahap
merokok remaja selanjutnya. Berdasarkan data observasi bahwa usia
merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
termasuk dalam kategori akhir masa remaja awal dan mulai memasuki masa
remaja pertengahan dimana remaja telah memiliki kemampuan untuk
mengatasi masalah dengan cara manipulasi yakni perilaku merokok.
Disamping itu, remaja juga telah memiliki kepercayaan diri bahwa mereka
mampu menghindar dari tingkah laku yang beresiko yakni perilaku merokok
dengan alasan hanya coba-coba dan keinginan untuk memperoleh privasi
yang berkaitan dengan jati diri atau identitas diri dan otonomi remaja

b. Karakteristik jenis kelamin


Hasil penelitian jenis kelamin remaja menunjukkan bahwa mayoritas adalah
laki-laki yaitu 92,6%. Berdasarkan laporan Global Youth Tobacco Survey
(GYTS) di Indonesia tahun 2014 penggunaan tembakau dalam bentuk asap
atau tanpa asap sebanyak 36,2% anak laki-laki dan 4,3% anak perempuan
(terdiri dari 20,3% dari semua siswa). Diantara pengguna tembakau saat ini,
18,3% mengkonsumsi rokok (WHO, 2015).

Dari 288 responden laki-laki (92,6%) lebih dari setengah responden laki-laki
atau sebanyak 184 orang responden laki-laki merokok (63,8%) dengan
peningkatan seiring bertambahnya usia yakni usia 12 tahun sebanyak 6%,
usia 13 tahun 8,7%, usia 14 tahun 16%, usia 15 tahun 23,5%, usia 16 tahun
13,7%, 17 tahun 15,3%, 18 tahun 8,2% dan 19 tahun 8,2%. Sejalan dengan
penelitian Precioso, Samorinha, Macedo, dan Antunes, (2012) prevalensi
merokok di remaja usia sekolah di Portugis menunjukkan bahwa sebanyak
10,2% laki-laki dan 9,1% perempuan adalah perokok regular merokok
meningkat seiring bertambahnya usia. Pada usia 15 tahun, sebanyak 12,3%

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


93

laki-laki dan 8,6% perempuan adalah perokok regular, sebanyak 6,1% laki-
laki dan 4,0% perempuan adalah perokok sesekali.

Penelitian yang dilakukan Thijs, van Dijk, Stoof, dan Notten, (2015)
menemukan bahwa anak remaja laki-laki lebih terlibat dalam perilaku
bermasalah daripada anak perempuan. Perbedaan jenis kelamin sebagian
besar dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian remaja seperti pengendalian diri
yaitu perilaku mencari sensasi. Berdasarkan data observasi bahwa remaja di
kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok mayoritas laki-laki
memiliki kecenderungan untuk merokok berkaitan dengan pencarian sensasi
dengan teman sebaya laki-laki yang juga merokok.

c. Karakteristik responden berdasarkan uang saku


Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa uang saku (rata-rata perminggu)
remaja sebagaian besar adalah lebih dari atau sama dengan Rp.10.000 yaitu
69,0% sehingga memungkinkan kesempatan bagi remaja untuk memperoleh
rokok dengan cara membeli di warung atau toko. Berdasarkan laporan
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2014 yaitu 58,2%
siswa yang saat ini merokok biasanya membeli rokok di warung atau toko.
Hal ini dapat terjadinya karena siswa atau anak remaja diberi kebebasan
dalam penggunaan uang saku atau pemberian uang saku yang tidak
terkontrol oleh orang tua. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ma et
al., (2013) di Cina menunjukkan bahwa prevalensi merokok saat ini atau
pernah merokok remaja cenderung lebih tinggi pada mereka yang menerima
jumlah uang saku yang lebih tinggi. Sekitar 50% kasus merokok saat ini
pada remaja Cina disebabkan uang saku ≥200 RMB / bulan (1 RMB =
1949,47 IDR) setara dengan 389.894 IDR /bulan atau Rp.12.996 perhari.

Responden memiliki uang saku dalam seminggu sebagian besar lebih dari
atau sama dengan Rp.10.000. Jika dikonversi dalam harian rata-rata minimal
Rp. 1428,5 responden memiliki uang saku dalam sehari. Harga rata-rata
rokok Rp.19.000 perbungkus, jika dijual secara eceran perbatang berkisar

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


94

Rp. 1.500. Berdasarkan data observasi bahwa dengan uang saku yang
dimiliki remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
masih memungkinkan remaja untuk membeli rokok secara eceran perbatang
meskipun tidak dilakukan setiap hari.

d. Karakteristik teman sebaya


Hasil penelitian tentang teman sebaya menunjukkan bahwa mayoritas remaja
yang merokok memiliki teman sebaya merokok yakni 89,0%. Menurut
Bjornlund, (2010) banyak remaja merokok karena berbagai alasan seperti
membuat mereka merasa lebih dewasa atau lebih percaya diri atau lebih
terlihat keren, serta menjadi bagian dari kelompok. Remaja mencoba
merokok pertama kali didepan teman yang baik. Pengalaman bersama dapat
membuat remaja perokok merasa lebih dekat. Sejalan dengan penelitian
Urrutia-Pereira, Oliano, Aranda, Mallol, dan Sole, (2017) pada remaja (12-
19 tahun) di Uruguaiana, RS, Brasil menunjukkan bahwa memiliki teman
merokok (OR: 5.67, 95% CI: 2.06-7.09), memiliki rokok yang ditawarkan
oleh teman (OR: 4.21, 95% CI: 2.46–5.76) dan memiliki akses mudah ke
rokok (OR: 3.82, 95% CI : 1.22-5.41) diidentifikasi sebagai faktor yang
terkait dengan merokok

Selama masa remaja, remaja menarik diri dari orangtua dan figur otoritasnya
serta melihat teman-temannya sebagai panduan dalam bersikap dan
berperilaku. Teman sebaya adalah salah satu alasan paling umum pada
remaja untuk memulai merokok. Kelompok remaja secara bersama mencoba
merokok pertama kali sehingga merokok menjadi pengalaman yang
mengikat. Remaja yang tidak merokok kemungkinan merasa ditinggalkan
dan pada akhirnya akan mulai merokok untuk menyesuaikan diri (Bjornlund,
2010).

Menurut Potter dan Perry, (2009) remaja mencari identitas kelompok karena
mereka membutuhkan kepercayaan diri dan penerimaan. Kelompok akan
memberikan remaja rasa kebersamaan, persetujuan dan kesempatan untuk

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


95

mempelajari tingkah laku yang dapat diterima. Selain itu, remaja yang
memulai merokok untuk menggambarkan diri mereka sebagai kuat atau
keren, dianggap sebagai alasan yang sangat menarik bagi remaja yang diejek
oleh teman sebaya (Bjornlund, 2010). Berdasarkan data observasi bahwa
jumlah teman sebaya remaja yang mayoritas adalah merokok dapat menjadi
salah satu bagian dari alasan remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok memiliki perilaku yang sama yaitu merokok

6.1.2 Karakterisitik keluarga


Karakteristik keluarga dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan dan
lingkungan tempat tinggal.
a. Tingkat pendidikan keluarga
Hasil penelitian tingkat pendidikan orangtua menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan yang
terbanyak adalah pendidikan dasar-menengah yakni antara SD-SLTA
sebanyak 87,7% dan pendidikan tinggi yakni Akademi-Perguruan Tinggi
hanya 12,3%. Dari keseluruhan responden remaja yang merokok mayoritas
tingkat pendidikan orang tua adalah pendidikan dasar-menengah yaitu 84,8%
dan remaja merokok dengan orang tua yang berpendidikan tinggi hanya
15,2%. Menurut Notoadmojo, (2013) tingkat pendidikan berkaitan dengan
pengetahuan. Selain itu, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang
dimiliki mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku. Pendidikan
adalah salah satu faktor penentu dari gaya hidup dan status kehidupan
seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan seseorang akan
memiliki perilaku yang baik pula (Syahdrajat, 2015).

Menurut penelitian Al-Zalabani, Abdallah, dan Alqabshawi, (2015) risiko


perokok pasif lebih rendah di kalangan remaja yang memiliki pengetahuan
tentang merokok dan orangtua yang berpendidikan tinggi. Berdasarkan data
observasi bahwa dengan tingkat pendidikan orangtua yang mayoritas rendah-
menengah pada remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok lebih memungkinkan remaja untuk memiliki perilaku merokok.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


96

b. Karakteristik lingkungan tempat tinggal


Dari hasil penelitian tentang lingkungan tempat tinggal yakni ada atau
tidaknya anggota keluarga responden yang merokok didapatkan mayoritas
anggota keluarga adalah merokok yakni 84,2% sementara dari jumlah remaja
yang merokok mayoritas memiliki anggota keluarga ada yang merokok
yakni 87,5%. Menurut teori yang disampaikan oleh Albert Bandura dalam
Steinberg, (2014) para remaja mempelajari bagaimana berperilaku tidak
hanya dengan memperkuat hukuman tetapi juga dengan mengamati dan
meniru orang-orang disekitar mereka. Berdasarkan pandangan ini remaja
yang berusaha atau mengambil banyak risiko memungkinkan meniru teman-
teman atau anggota keluarga. Sejalan dengan penelitian de Andrade et al.,
(2017) remaja yang ibunya perokok 2,0 kali lebih mungkin untuk menjadi
perokok sedangkan ayah yang perokok 2,5 kali lebih mungkin untuk menjadi
perokok.

Penelitian lain yang dilakukan Duarte, Escario, dan Molina, (2016)


menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dari remaja yang
merokok dengan ibu merokok (OR = 1,41; 95% CI = 1,31-1,51), ayah
merokok (OR = 1,25; 95% CI = 1,16-1,35) dan kakek atau nenek merokok
(OR = 1,30; 95% CI = 1,07–1,57). Menurut Gregoire, Azagba, dan
Asbridge, (2016) remaja yang tinggal di rumah bebas asap rokok (dilarang
merokok) telah mengurangi kemungkinan rentan terhadap merokok (OR =
0,582, 95% CI ; 0,428-0,791) dibandingkan dengan rekan-rekan mereka
yang tinggal di rumah yang diiizinkan merokok. Berdasarkan data observasi
bahwa salah satu alasan remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis,
kota Depok memiliki perilaku merokok adalah lingkungan tempat tinggal
yaitu anggota keluarga sebagian besar perokok

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


97

6.1.3 Perilaku merokok remaja


Perilaku merokok remaja yang diuraikan dalam penelitian ini meliputi status
merokok remaja, usia pertama kali merokok, alasan pertama kali merokok dan
jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
lebih dari separuh responden memiliki status merokok yaitu 59,4%. Dari jumlah
responden yang merokok, usia pertama kali merokok sebanyak 23 responden
(12,5%) usia 6-10 tahun, sebanyak 108 responden (58,7%) usia 11-14 tahun,
sebanyak 53 responden (28,8%) usia 15-17 tahun. Usia termuda remaja pertama
kali merokok adalah 6 tahun dan usia tertua adalah 17 tahun. Hasil penelitian ini
berbeda dengan laporan Global Youth Tobacco Survey (GYTS Indonesia tahun
2014 bahwa usia saat inisiasi merokok pada usia 12-13 tahun sebanyak 43,2%
(WHO, 2015).

Menurut Potter dan Perry, (2009) remaja dengan usia 11-14 tahun dikategorikan
remaja awal, remaja dengan usia 14-17 tahun adalah remaja usia pertengahan
sedangkan usia 6 tahun merupakan periode anak usia sekolah karena telah
memasuki awal Sekolah Dasar (SD). Pada masa remaja awal 11-14 tahun
terbentuk identitas diri remaja yaitu menentukan tingkah laku yang sesuai dan
lebih berdasarkan jenis kelamin, mencoba berbagai peran, mengukur daya tarik
melalui penerimaan atau penolakan dari kelompok dan memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh kelompok teman sedangkan remaja usia 14-17 tahun memiliki
kepercayaan diri bahwa mereka mampu menghindar dari perilaku yang berisiko
yang dilakukan dan penerimaan atau penolakan dari teman sebaya lebih kuat.
Sejalan dengan temukan dalam penelitian ini bahwa alasan pertama kali remaja
merokok lebih banyak adalah coba-coba yaitu 92 (29,7%), disusul karena
mengikuti teman 21,0%, dan mengikuti orangtua 6,5%. Jumlah rokok yang
dikonsumsi per hari lebih banyak adalah 2-5 batang yaitu 61 (19,7%). WHO
(2013), mengkategorikan perokok menjadi tiga yaitu (1) Perokok ringan adalah
merokok 1-10 batang per hari, (2) Perokok sedang adalah merokok 11-20 batang
per hari dan (3) Perokok berat yaitu merokok lebih dari 20 batang per hari.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


98

Selain itu, menurut Bandura, (1989; 1994; 1998) dalam Bektas, Ozturk, dan
Armstrong, (2010) ekspektasi, keyakinan, hasrat emosional, dan kompetensi
kognitif individu dibentuk dan dikembangkan melalui interaksi sosial. Untuk
alasan itu, status sosial dan karakteristik pribadi yang teramati dari individu
memiliki pengaruh pada lingkungan social. Studi menunjukkan bahwa anak-
anak lebih cenderung merokok jika perilaku merokok dianggap sebagai perilaku
positif dalam lingkungan anak. Selain itu, perilaku yang ditampilkan oleh
panutan dapat diterima dan ditiru oleh individu bahkan jika perilaku tersebut
tidak sehat (Bektas, Ozturk, dan Armstrong, 2010).

Dalam penelitian ini responden yang pertama kali merokok usia dibawah 10
tahun sebanyak 7 responden (2,3%) terdiri dari usia 6 tahun sebanyak 1 orang, 8
tahun sebanyak 1 orang dan 9 tahun sebanyak 5 orang dengan alasan pertama
kali merokok karena coba-coba atau ingin tahu, dimana terpadat yang merokok
dirumah dan terdapat teman sebaya yang merokok. Usia 6 tahun merupakan
periode anak usia Sekolah Dasar (SD), menurut Click dan Parker, (2009)
karakteristik perkembangan pada anak usia 5-7 tahun diantaranya dalam
hubungan dengan keluarga lebih independen dari orangtua, tetapi masih
membutuhkan aturan, anak mulai melihat sudut pandang orang lain,
mengandalkan kelompok sebaya mereka untuk harga diri, dapat belajar untuk
berbagi dan begiliran melalui teman sebaya dan memiliki keingintahun alami
dalam kemampuan berfikir. Sedangkan pada anak usia 8-10 tahun dalam
hubungan dengan keluarga bergantung pada orangtua untuk bantuan dalam
mengasumsikan pribadi dan tanggungjawab sosial, mengembangkan minat
khusus sesuai jenis kelamin mereka dengan teman sebaya, dapat mulai berpikir
logis tentang masalah praktis dalam kemampuan berfikir.

Menurut Piaget (1952) dalam Click dan Parker, (2009) selama masa
praoperasional (usia 2-7 tahun) anak-anak mulai dapat berfikir secara simbolis.
Mereka dapat mengingat pengalaman dan objek secara independen dari
pertemuan langsung. Akan tetapi, dalam masa ini anak-anak sering sampai pada
kesimpulan yang salah karena mereka tidak dapat melakukan "operasi"

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


99

merupakan kemampuan untuk menginternalisasi suatu tindakan yaitu


melaksanakan yang ada dalam pikirannya dapat sejalan atau berlawan arah.
Sedangkan Bandura (1977) dalam Click dan Parker, (2009) menjelaskan tentang
modeling yaitu teknik yang orangtua gunakan untuk meningkatkan kemungkinan
perilaku yang dapat diterima pada anak-anak yang berarti bahwa orangtua
memodelkan perilaku yang mereka harapkan dari anak-anak. Anak-anak penuh
perhatian untuk perilaku oranglain termasuk orangtua, selanjutnya menyimpan
informasi untuk kedepan, memungkinkan melatih mental perilaku dan kemudian
menggunakan informasi yang telah disimpan saat dibutuhkan.

Anak usia sekolah mulai mendeskripsikan diri mereka berdasarkan karakteristik


internal. Mereka mulai mendefenisikan konsep diri dan membangun program
kepercayaan diri yang merupakan suatu evaluasi diri. Pada masa usia sekolah,
identitas dan konsep diri menjadi semakin kuat dan lebih terindividualisasi
(Potter & Perry, 2009). Penelitian yang dilakukan Puspitasari, dan Ardani,
(2012) di Gugus Ki Hajar Dewantoro Rembang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan persepsi merokok antara siswa SD kelas VI sampai dengan kelas VI
dengan orangtua merokok dan tidak merokok. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
anak dengan orangtua yang merokok memiliki persepsi positif tentang rokok
yaitu persepsi yang mendukung atau menyetujui merokok. Sedangkan persepsi
anak dengan orangtua yang tidak merokok memilik persepsi negatif tentang
rokok yaitu persepsi tidak setuju dengan merokok. Persepsi positif merokok
dapat disebabkan faktor diantaranya perilaku merokok orangtua di rumah yang
memperlihatkan bahwa merokok menyenangkan dan menghilangkan stres.

Masa usia sekolah sangat penting untuk perolehan tingkah laku dan praktik
kesehatan pada masa dewasa. Pada masa ini masih terjadi perkembangan
kognitif sehingga Pendidikan kesehatan yang efektif harus disesuaikan.
Pendidikan kesehatan yang efektif akan mengajari anak tentang tubuhnya dan
dampak pilihan yang mereka ambil terhadap kesehatan mereka (Potter & Perry,
2009).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


100

Penelitian lain yang dilakukan Arfiningtyas dan Salawati, (2015) pada siswa
kelas 4 dan 5 yang diambil dari kedua sekolah di kota Demak menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan persepsi antara anak sekolah dasar di perkotaan dan
pedesaan tentang bahaya rokok. Anak sekolah dasar di perkotaan mempunyai
persepsi positif tentang bahaya rokok lebih banyak 56,7% dari anak sekolah
dasar di pedesaan 53,8%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak sekolah dasar di
perkotaan memiliki persepsi positif mengenai bahaya rokok terhadap kesehatan,
kawasan tanpa rokok dan mitos tentang rokok sedangkan bagi anak sekolah
dasar di pedesaan memiliki persepsi negatif tentang kawasan tanpa rokok,
tembakau kunyah, bahaya rokok bagi gigi, iklan rokok dan mitos tentang rokok.
Perbedaan persepsi ini dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya kurangnya
pengetahuan responden di pedesaan tentang rokok dan bahayanya, lokasi yang
jauh dari sumber informasi yang mudah didapat dan diakses seperti dipedesaan
serta keadaan sosial

Berdasarkan data observasi bahwa perilaku merokok remaja dikelurahan Curug,


kecamatan Cimanggis, kota Depok sebagian besar terjadi pada masa remaja
awal dan memasuki usia remaja pertengahan dengan status perokok ringan
dimana pada tahap perkembangannya remaja mencoba berbagai peran, telah
dapat mengambil keputusan dan mempertimbangkan bahwa mereka dapat
menghindari perilaku beresiko (hanya sekedar coba-coba dalam merokok) dan
keinginan untuk memperoleh privasi. Selain itu, kondisi lain yang berkaitan
seperti lingkungan tempat tinggal, teman sebaya memungkinkan terjadinya
perilaku merokok. Lingkungan tempat tinggal dimana orangtua memberi contoh
perilaku merokok sehingga membentuk persepsi yang positif tentang merokok
didukung oleh teman sebaya yang juga merokok

6.1.4 Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga


Persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dalam penelitian
ini mencakup mengenal masalah kesehatan, memutuskan tindakan mengatasi
masalah kesehatan, melakukan perawatan kesehatan, memodifikasi lingkungan
dan memanfaatkan layanan kesehatan.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


101

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi remaja tentang kemampuan


keluarga mengenal masalah kesehatan lebih dari separuh dalam kategori mampu
yaitu sebanyak 57,4%, kemampuan keluarga memutuskan tindakan untuk
mengatasi masalah kesehatan lebih dari separuh dalam kategori mampu yaitu
sebanyak 59,0%, kemampuan keluarga melakukan perawatan kesehatan lebih
dari separuh dalam kategori mampu yaitu sebanyak 56,8%, kemampuan
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan lebih dari separuh dalam kategori
mampu yaitu sebanyak 50,6%, kemampuan keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan lebih dari separuh dalam kategori mampu yaitu sebanyak 58,4%. Hal
ini dapat disebabkan karena kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok, merupakan lokasi kerjasama dengan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia sehingga keluarga sering mendapatkan informasi
berkaitan dengan tugas kesehatan keluarga. Selain itu, informasi tentang
merokok telah banyak disampaikan melalui media informasi seperti televisi,
brosur, bungkus rokok, iklan, reklame atau spanduk dan sebagainya. Menurut
terapi keluarga yang dikemukakan oleh Goldenberg dan Goldenberg, (2007) ;
McGoldrick, Gerson, dan Petry (2008) dalam Kaakinen, Duff-Gedaly, Coehlo,
& Hanson, (2010) mendefinisikan kesehatan keluarga, lebih menekankan fungsi
keluarga yang optimal dan kebebasan dari psikopatologi sedangkan Carter dan
McGoldrick, (2005) ; Duval dan Miller, ( 1985) dalam Kaakinen, Duff-Gedaly,
Coehlo, & Hanson, (2010) keluarga yang sehat menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan yang sesuai dalam kerangka perkembangannya.

Akan tetapi, bila dilihat kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas


kesehatan keluarga keseluruhan sebagian besar dalam kategori tidak mampu
yaitu sebanyak 52,6%. Bomar, (2004) ; Friedman, Bowden dan Jones, (2003)
dalam Kaakinen, Duff-Gedaly, Coehlo, & Hanson, (2010) bahwa fokus
kesehatan keluarga pada totalitas, keberadaan keluarga, dan termasuk
lingkungan internal dan eksternal keluarga. Definisi holistik tentang kesehatan
keluarga meliputi semua aspek kehidupan keluarga, termasuk interaksi dan
fungsi perawatan kesehatan. Keluarga yang sehat memiliki rasa sejahtera.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


102

Fungsi Perawatan kesehatan keluarga termasuk nutrisi keluarga, rekreasi,


komunikasi, pola tidur dan istirahat, masalah pemecahan, seksualitas,
penggunaan waktu dan ruang, mengatasi dengan stres, kebersihan dan
keamanan, spiritualitas, penyakit perawatan, promosi dan perlindungan
kesehatan, dan emosional kesehatan anggota keluarga

Berdasarkan data observasi bahwa persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas


kesehatan keluarga mampu dilakukan secara terpisah sesuai permasalahan yang
dihadapi keluarga. Ketidakmampuan keluarga dalam melaksanaan tugas
kesehatan keluarga terjadi bila dilakukan secara bersamaan atau keseluruhan
karena focus kesehatan keluarga pada totalitas meliputi lingkungan internal dan
eksternal keluarga. Tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan merupakan
kerangka kerja yang tidak dapat dipisahkan atau dilaksanakan secara terpisah
pada setiap tugas kesehatan keluarga melainkan dilaksanakan secara
keseluruhan.

6.1.5 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
dalam mengenal masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis bivariat tugas kesehatan keluarga mengenal masalah kesehatan
remaja dengan perilaku merokok remaja menunjukkan p value = 1,000. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga mengenal
masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja. Keluarga yang tidak
mampu dalam mengenal masalah kesehatan mempunyai remaja yang merokok
sebanyak 59,1% tidak berbeda jauh dibandingkan dengan keluarga yang mampu
mengenal masalah kesehatan remaja sebanyak 59,6%

Menurut Maglaya (2009) tugas kesehatan keluarga yakni mengetahui atau


mengenal adanya masalah kesehatan atau kondisi kesehatan anggota, meliputi ;
(a) pengetahuan keluarga tentang sifat, besarnya dan penyebab masalah, (b)
implikasi situasi atau konsekuensi dari kondisi, (c) Berkaitan dengan kebutuhan
akan tujuan keluarga (tujuan kesehatan dan non kesehatan), (d) Mendorong

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


103

sikap emosional positif atau sehat terhadap masalah dengan menegaskan


kemampuan atau kualitas atau sumber keluarga dan memberikan informasi
mengenai pilihan yang ada

Model promosi kesehatan keluarga oleh Loveland-Cherry dan Bomar (2004)


yang mengadaptasi dari Pender's (1996) dalam Kaakinen, et.al., (2015)
menjelaskan bahwa kemungkinan keluarga yang terlibat mempromosikan
perilaku sehat dipengaruhi oleh definisi keluarga tentang kesehatan. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Roditis, Lee, dan Halpern-felsher, (2015)
dengan pendekatan mixed-methods melaporkan bahwa meskipun remaja telah
menerima pesan bahwa rokok itu adiktif, mereka tidak yakin mengenai definisi
kecanduan tersebut dan belum mengakui bahwa kecanduan berarti mengalami
kesulitan berhenti dan terus merokok lebih lama dari yang diperkirakan.
Didukung penelitian yang dilakukan Mak, (2018) menunjukkan bahwa remaja
cenderung menggunakan rokok jika orangtua mereka percaya bahwa remaja
telah merokok meskipun yang sebenarnya tidak merokok. Terdapat
kemungkinan bahwa pengetahuan ibu tentang perilaku merokok remaja, mereka
anggap sebagai persetujuan ketika ibu menyadari perilaku tersebut tetapi tidak
mengambil tindakan.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa tidak adanya hubungan antara persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga mengenal masalah
kesehatan dengan perilaku merokok pada remaja dikarenakan keluarga belum
terlalu memahami tentang sifat masalah, besarnya dan penyebab masalah yang
ditimbulkan dari perilaku merokok sehingga perilaku merokok remaja kadang
dibiarkan. Berdasarkan hasil kuesioner, orangtua kurang mempertegas kepada
remaja bahwa usia seperti mereka beresiko merokok karena coba-coba atau
ingin tahu tentang rokok dan merokok bukan karena mengikuti ayah/ibu/kakak
yang merokok dirumah. Dalam situasi dimana orangtua dan teman sebaya
bertentangan dalam hal nasehat, remaja cenderung lebih sering mengikuti
kelompok teman sebaya dibandingkan orangtua. Remaja sangat rentan terhadap

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


104

pengaruh tekanan sebaya dibandingkan masa anak-anak atau dewasa dan sangat
menentang keras pengaruh orangtua mereka (Steinberg, L. 2014)

Sejalan dengan penelitian Lastunen, Laatikainen, Isoaho, Lazutkina, dan


Tossavainen, (2017) teman terbaik yang merokok memiliki pengaruh paling kuat
terhadap merokok remaja dan hubungan antar anggota keluarga yaitu orangtua
yang merokok sangat mungkin mempengaruhi remaja untuk merokok melalui
saudara kandung sehingga saudara kandung yang merokok dianggap sebagai
jalur dari orangtua yang merokok memungkinkan remaja merokok. Menurut
Melda, (2017) remaja dapat merokok karena melihat anggota keluarga di dalam
rumah merokok, karena orangtua dan keluarga menjadi contoh dalam remaja
untuk belajar. Ketika melihat anggota keluarga merokok (ayah/ibu/
kakak/saudara) dapat membuat remaja meniru dan mengikuti aktivitias
merokok. Lebih lanjut Urrutia-Pereira, Oliano, Aranda, Mallol, dan Solé, (2017)
mengidentifikasi faktor yang berkaitan dengan merokok pada remaja
diantaranya memiliki teman merokok, rokok yang ditawarkan oleh teman dan
memiliki akses mudah ke rokok sebagai faktor pelindung remaja merokok

Perbedaan nilai, pandangan dan gaya hidup antara orang tua dengan remaja
mengakibatkan keregangan hubungan dan bahkan tidak lagi tercipta hubungan
yang harmonis antara orang dan anak remaja mengakibatkan pengurangan
saluran komunikasi secara terbuka (Friedman, Bowden & Jones 2010).
Berdasarkan data observasi diperoleh tidak ada hubungan antara persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga mengenal masalah kesehatan
remaja dengan perilaku merokok remaja dikarenakan remaja melihat perilaku
orangtua yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikan atau nasehat yang
diberikan. Orangtua juga tidak memahami tentang perubahan yang terjadi
selama tahap perkembangan remaja.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


105

6.1.6 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
dalam memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan yang tepat dengan
perilaku merokok remaja
Hasil analisis bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah kesehatan dengan perilaku
merokok remaja menunjukkan p value = 0,229. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan tindakan mengatasi masalah
kesehatan dengan perilaku merokok remaja. Keluarga yang tidak mampu dalam
memutuskan tindakan mengatasi masalah mempunyai remaja yang merokok
sebanyak 63,8% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu
memutuskan tindakan mengatasi masalah sebanyak 56,3%.

Menurut Christensen, (2004) dalam Model Promosi Kesehatan Keluarga bahwa


keluarga memiliki tujuan dan nilai tersendiri yang ingin dicapai melalui rutinitas
sehari-hari. Tujuan ini dapat meliputi kesehatan atau dapat menyeimbangkan
kesehatan dengan tujuan lain yang memiliki implikasi bagi kesehatan setiap
anggota keluarga. Sedangkan menurut Friedman, Bowden, dan Jones, (2010)
jika keluarga memiliki nilai bahwa kesehatan sangat penting dan didambakan,
maka keluarga lebih cenderung untuk melakukan pencegahan dan perilaku hidup
sehat. Nilai keluarga berupa sistem ide, perilaku dan keyakinan yang dimiliki
keluarga. Nilai berfungsi sebagai panduan umum berperilaku dalam keluarga.
Nilai membimbing atau mengarahkan perkembangan keyakinan norma atau
aturan yang dianut keluarga.

Penelitian yang dilakukan Hennessy, Bleakley, Mallya, dan Romer, (2014)


menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor sebagai prediktor secara signifikan
terkait dengan niat yaitu sikap, tekanan normatif dan kontrol. Penting bagi
keluarga untuk memiliki keyakinan dasar berkaitan dengan niat berupa
keyakinan efek kesehatan dari asap rokok terhadap kesehatan anak-anak, batasan
mengenai norma rokok di dalam rumah serta hambatan untuk menerapkannya.
Niat yang muncul dalam keluarga dapat diperoleh dari keyakinan yang telah

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


106

dimiliki oleh keluarga saat generasi sekarang atau sebelumnya dan melalui pesan
yang diperoleh atau disampaikan tentang masalah merokok.

Dalam penelitian ini, tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi remaja
tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan tindakan mengatasi
masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mak, (2018) menunjukkan bahwa remaja cenderung
menggunakan rokok jika orangtua mereka percaya bahwa remaja telah merokok
meskipun yang sebenarnya tidak merokok jadi dalam hal ini orang tua tidak
mengambil tindakan karena orangtua yang percaya remaja mereka terlibat dalam
perilaku berisiko dapat mengekspresikan keyakinan mereka yang mungkin
ditafsirkan sebagai harapan oleh remaja sehingga remaja merasa terdorong untuk
bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Herbert & Schiaffino, (2007)
menunjukkan bahwa perilaku merokok remaja berkaitan dengan sikap merokok
remaja. Sikap merokok remaja berkaitan dengan sikap merokok ibu. Remaja
yang tidak merokok lebih cenderung sadar dan khawatir tentang konsekuensi
merokok, yang tergambar dalam sikap remaja dibandingkan remaja yang
merokok. Persepsi remaja tentang pesan anti-merokok konsisten dengan pesan
yang disampaikan oleh ibu dan sikap merokok ibu secara positif terkait dengan
sikap merokok remaja. Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang sadar dan
khawatir tentang konsekuensi merokok lebih cenderung memiliki ibu yang juga
sadar dan prihatin tentang bahaya yang terkait dengan merokok.

Menurut Maglaya, (2009) membuat keputusan tentang tindakan mengatasi


masalah kesehatan untuk mendapatkan kesehatan atau mengelola masalah
kesehatan, dapat meliputi mengidentifikasi tindakan yang tersedia dan sumber
daya yang dibutuhkan, mendiskusikan konsekuensi dari tindakan yang ada dan
menganalisis konsekuensi jika tidak dilakukan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


107

Berkaitan dengan perilaku merokok pada remaja di kelurahan Curug, kecamatan


Cimanggis, kota Depok, dinilai berdasarkan orangtua perlu memutuskan jenis
bantuan yang dapat diberikan kepada remaja dengan perilaku merokok meliputi ;
sikap keluarga terhadap remaja merokok, identifikasi tindakan yang tepat,
konsekuensi tindakan jika tidak dilakukan dan keputusan keluarga tentang
tindakan yang diberikan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mahabee-Gittens, Xiao, Gordon, dan Khoury, (2013) menunjukkan bahwa
koneksi orangtua-remaja secara signifikan mengurangi peluang inisiasi merokok
sebesar 14-37% pada anak usia 11-14 tahun. Pemantauan orangtua dan hukuman
untuk merokok mengurangi kemungkinana risiko inisiasi merokok sebesar 36-
59% pada anak usia 10-15 tahun dan sekitar 15-28% pada usia 12-14 tahun.
Pengaruh orangtua sangat penting dalam melindungi terhadap inisiasi merokok
di masa remaja.

Namun, berdasarkan temuan hasil kuesioner orangtua kadang menyampaikan


kepada responden bahwa jika mencoba merokok akan berhenti dengan
sendirinya saat telah sadar, merokok diusia remaja tidak masalah karena masih
muda, dan belum perlu tindakan untuk mencegah atau berhenti merokok.
Diperkuat dengan orangtua yang jarang menyampaikan ketidaksetujuan mereka
terhadap remaja yang merokok apapun alasannya dan jarang memberi dukungan
agar tidak merokok. Menurut Herawati, (2017) dukungan keluarga
mempengaruhi intensi berhenti merokok pada remaja. Intensi berhenti merokok
rendah disebabkan kurangnya dukungan emosional seperti orangtua kurang
memberikan perhatian, rasa aman atau nyaman dan tidak memberikan penilaian
terhadap ide-ide, performa dan perasaan secara positif.

Berdasarkan data observasi bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga memutuskan
tindakan mengatasi masalah kesehatan dengan perilaku merokok remaja
disebabkan kurangnya identifikasi keluarga terhadap perilaku remaja, kurangnya
diskusi antara keluarga dengan remaja mengenai dampak merokok jika
dilakukan dan tidak dilakukan serta kurangnya dukungan keluarga khususnya

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


108

dukungan emosional untuk tidak merokok dan remaja masih mengikuti atau
terpengaruh teman dekat yang merokok

6.1.7 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
melakukan perawatan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga melakukan perawatan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
menunjukkan p value = 0,001. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tugas kesehatan keluarga melakukan perawatan
kesehatan dengan perilaku merokok remaja. Keluarga yang tidak mampu dalam
melakukan perawatan kesehatan mempunyai remaja yang perokok saat ini
sebanyak 73,1% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu
merawat kesehatan anggota keluarga yang merokok hanya 48,9%.

Menurut Maglaya (2009), dalam memberikan perawatan kepada anggota


keluarga yang menderita sakit atau ketergantungan atau beresiko dapat
dilakukan melalui demontrasi dan latihan tentang prosedur perawatan dan
memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang berfokus pada
pengetahuan tentang perkembangan anak. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Baheiraei, Hamzehgardeshi, Mohammadi, Nedjat, dan
Mohammadi, (2013) menunjukkan bahwa kontrol orangtua yang rendah,
pengawasan orangtua yang sangat sedikit dalam pemilihan teman remaja, dan
memiliki teman atau anggota keluarga yang merokok dikaitkan dengan
penggunaan rokok seumur hidup di kalangan remaja laki-laki

Di saat anak remaja mencari keyakinan dan nilai mereka sendiri baik didalam
maupun diluar keluarga, orangtua perlu menanamkan standar dan prinsip yang
telah di tetapkan. Hal yang menjadi catatan bagi orangtua bahwa anak remaja
sangat sensitif dalam melihat keganjilan tentang apa yang telah diajarkan dan
dipraktekkan dalam keluarga (Duval & Miller, 1985 dalam Friedman, Bowden,
dan Jones, 2010).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


109

Budaya dengan sikap bebas atau mengijinkan merokok dapat memperkuat


remaja untuk merokok meskipun remaja merokok sangat terkait dengan teman
baik yang merokok. Terlepas dari orangtua yang merokok penting untuk
mempertimbangkan bahwa kontrol orangtua terhadap perilaku merokok remaja.
Kontrol orangtua dapat melalui pemilihan teman-teman tertentu dan kelompok
sebaya sebelum mempengaruhi inisiasi merokok pada remaja (Lastunen,
Laatikainen, Isoaho, Lazutkina, & Tossavainen, 2017)

Dalam penelitian ini memberikan perawatan kesehatan kepada anggota keluarga


dengan perilaku beresiko misalnya remaja merokok orang tua perlu mengetahui
tahap perkembangan remaja, memberikan contoh yang sesuai dengan yang dapat
diterima oleh remaja dapat berupa komunikasi tentang anti rokok, informasi
tentang bahaya rokok, ketrampilan sosial remaja yang disampaikan dengan cara
yang tepat dan sesuai dengan kemampuan penerimaan remaja terhadap
informasi tersebut. Didukung oleh hasil kuesioner bahwa orangtua selalu
menyampaikan kepada responden tentang pendapat yang salah dan jangan
diikuti seperti merokok menjadi keren, tidak gaul, banyak teman,
menghilangkan stress. Orangtua juga sering mengetahui tentang teman dekat
atau bergaul responden yang merokok, melarang merokok karena memiliki
dampak buruk bagi kesehatan, mengajarkan cara menolak dengan baik saat
diajak teman merokok. Namun, orangtua tidak mengetahui lokasi dan dengan
siapa, responden bermain atau berkumpul saat diluar rumah. Berdasarkan data
observasi bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga melakukan perawatan kesehatan dengan
perilaku merokok remaja disebabkan kurangnya kontrol dan pengawasan
orangtua terhadap teman sebaya pada remaja

6.1.8 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memodifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
menunjukkan p value = 0,319. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


110

hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas


kesehatan keluarga modifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku merokok
remaja. Keluarga yang tidak mampu dalam melakukan modifikasi lingkungan
kesehatan mempunyai remaja yang merokok sebanyak 56,2% lebih rendah
dibandingkan dengan keluarga yang tidak mampu melakukan modifikasi
lingkungan kesehatan remaja sebanyak 62,4%.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajesh, Diamond, Spitz, dan
Wilkinson, (2015) menunjukkan bahwa tingkat kohesi keluarga yang rendah
secara konsisten, penurunan kohesi keluarga dan kosistensi tingkat konflik
keluarga yang tinggi serta peningkatan konflik merupakan faktor risiko
independen untuk inisiasi merokok di kalangan remaja yang berarti kohesi
keluarga melindungi terhadap merokok remaja, sedangkan konflik keluarga
meningkatkan risiko merokok

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Park, Lee, Yun, dan Cui, (2014)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung dan tidak langsung yang
signifikan antara faktor lingkungan dan perilaku merokok. Jalur langsung
menunjukkan bahwa faktor lingkungan dipengaruhi oleh lingkungan teman yang
merokok dan kurangnya lingkungan anti merokok merupakan faktor prediktor
yang dominan yang selanjutnya mempengaruhi niat remaja berkaitan dengan
self-eficacy untuk menolak tidak merokok yang berarti bahwa ayah yang
merokok, teman-teman merokok dan lingkungan kurang anti merokok
meningkatkan risiko merokok. Orangtua yang merokok dapat berfungsi sebagai
model peran perilaku merokok dan remaja dengan orangtua merokok
memungkinkan memiliki akses lebih mudah ke rokok di rumah dan lebih banyak
sikap positif mengenai merokok.

Akan tetapi, menurut Park, Lee, Yun, dan Cui, (2014) jalur tidak langsung yang
berarti memiliki beberapa tingkat pengaruh menunjukkan bahwa faktor individu
dan keluarga berpengaruh secara moderat terhadap niat penolakan self-eficacy
sehingga mempengaruhi pada perilaku merokok. Remaja yang memiliki

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


111

hubungan baik dengan orangtua, kehidupan keluarga yang baik, status sosial
ekonomi orangtua yang baik dan remaja yang kurang stres memiliki hubungan
yang signifikan dengan perilaku merokok

Menurut Maglaya, (2009) menjaga lingkungan rumah yang kondusif bagi


pemeliharaan kesehatan dan perkembangan pribadi, melalui modifikasi
lingkungan atau pengelolaan diri untuk meminimalkan atau menghilangkan
ancaman atau risiko kesehatan untuk memfasilitasi perawatan. Keluarga dapat
membangun atau memodifikasi fasilitas yang dibutuhkan di rumah seperti
kondisi lingkungan yang kondusif untuk perkembangan anggota keluarga,
mencegah, mengurangi faktor risiko. Selain itu, keluarga perlu meminimal atau
menghilangkan ancaman atau risiko psiko-sosial melalui pola komunikasi,
asumsi, hubungan dan pola interaksi

Menurut Huver, Engels, Vermulst, & de Vries, (2007) komunikasi dan


ketersediaan produk tembakau berkaitan dengan sikap remaja terhadap merokok.
Ketersediaan produk tembakau juga dikaitkan dengan mengurangi self-efficacy
untuk menahan diri dari merokok. Sikap dan self-efficacy yang kemudian
berkaitan dengan niat untuk merokok, sehingga berlanjut dengan perilaku
merokok.

Menurut Gottfredson, Hussong, Ennett, dan Rothenberg, (2017) orangtua yang


merokok berkaitan dengan peningkatan perkembangan merokok pada remaja.
Orangtua yang merokok dirasakan memberikan pengaruh yang cukup besar dan
positif pada remaja merokok dan efek moderat pada identitas merokok remaja
yang semakin kuat pada masa remaja selanjutnya. Orangtua merokok semakin
kuat berkaitan dengan remaja yang merokok ketika jenis kelamin remaja sesuai
dengan jenis kelamin orangtua. Selain itu, Selya, Dierker, Rose, Hedeker, dan
Mermelstein, (2012) menjelaskan bahwa ibu yang merokok berhubungan
dengan frekuensi merokok remaja pada 48 bulan selanjutnya di antara remaja
yang telah merokok <100 batang rokok pada awal melalui gejala ketergantungan
nikotin yang muncul secara dini yang berarti bahwa hubungan langsung antara

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


112

ibu yang merokok dan frekuensi merokok remaja disebabkan oleh hubungan
timbal balik dengan frekuensi antara merokok dan ketergantungan nikotin

Berdasarkan data kuesioner penelitian orangtua sering kurang peduli dengan


remaja, terjadi ketidakcocokan dirumah, orangtua tidak konsisten membuat
aturan larangan merokok di rumah dan aturan larangan merokok berlaku hanya
untuk remaja serta orangtua tidak disiplin untuk tidak mengijinkan siapapun
merokok didalam rumah, memberi contoh perilaku sehat dengan tidak merokok.
Menurut Friedman, Bowden, & Jones, (2010) keluarga dapat berperan dalam
bentuk promosi kesehatan dan penurunan risiko serta dapat menjadi faktor
terpajannya anggota keluarga kepada hal-hal yang membahayakan kesehatan.
Bentuk promosi kesehatan, pencegahan dan penurunan risiko dapat berupa gaya
hidup seperti menghentikan kebiasaan merokok

Berdasarkan data observasi bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
tugas kesehatan keluarga melakukan modifikasi lingkungan kesehatan dengan
perilaku merokok remaja disebabkan ketidakpercayaan remaja terhadap
orangtua yang dianggap sebagai role model dan remaja tidak mendapatkan
manfaat yang dirasakan dari modifikasi lingkungan rumah

6.1.9 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
memanfaatkan layanan kesehatan untuk mengatasi masalah dengan perilaku
merokok remaja
Hasil analisis bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok remaja
menunjukkan p value = 0,005. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok
remaja. Keluarga yang tidak mampu dalam memanfaatkan layanan kesehatan
mempunyai remaja yang perokok saat ini sebanyak 69,0% tidak terlalu berbeda
jauh dibandingkan dengan keluarga yang mampu memanfaatkan layanan
kesehatan remaja sebanyak 52,5%.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


113

Menurut Maglaya, (2009) memanfaatkan sumber daya kesehatan untuk


perawatan kesehatan, meliputi ; pengetahuan tentang sumber pelayanan
kesehatan di komunitas, manfaat dari pelayanan kesehatan, rasa percaya
terhadap penyedia layanan kesehatan, pengalaman tidak menyenangkan dengan
pemberi layanan kesehatan, ketakutan tentang konsekuensi dari tindakan yang
akan dilakukan, misalnya : fisik dan psikologis, finansial, sosial (seperti harga
diri). Selain itu, ketidaksediaan layanan kesehatan yang dibutuhkan, akses ke
sumber kesehatan, keterbatasan dana, keterbatasan fisik dan sumber dari dalam
keluarga, misalnya ; sumber tenaga

Penelitian yang dilakukan Ford et al., (2016) menunjukkan bahwa tingkat minat
orangtua dan remaja dalam menerima informasi kesehatan diantaranya tentang
penggunaan zat yaitu merokok atau menggunakan tembakau dari petugas praktik
perawatan primer anak adalah sebagian besar melaporkan tingkat minat yang
sedang atau tinggi. Dimana tanggapan orangtua memiliki p value = 0.015 dan
tanggapan remaja p value = 0,006. Minat tersebut berkaitan dengan menerima
informasi tentang masalah kesehatan dan informasi untuk meningkatkan
komunikasi orangtua-remaja. Minat orangtua dalam menerima informasi
bervariasi menurut usia remaja sedangkan remaja melaporkan minat yang sama
tanpa memandang usia.

Penelitian lain yang dilakukan Aalsma, Gilbert, Xiao, dan Rickert, (2016)
terhadap remaja usia 13-18 tahun dan orangtua di Rochester, New York
melaporkan bahwa kunjungan ke tempat perawatan kesehatan primer dalam 12
bulan sebanyak 78,7% orangtua dan 66,9% remaja. Terdapat hambatan yang
dimiliki diantara keduanya (orangtua dan remaja) diantaranya memiliki
keyakinan bahwa kunjungan ke tempat perawatan kesehatan hanya diperlukan
ketika anak remaja sakit dan keluarga tidak mampu membayar biaya perawatan
dan pengobatan. Hambatan berdasarkan laporan dari orangtua yaitu ketika anak
mereka melihat seorang petugas atau spesialis mereka tidak menginginkan lagi
perlunya pemeriksaan sedangkan hambatan laporan dari remaja adalah orangtua

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


114

tidak pernah menjadwalkan kunjungan perawatan pencegahan meskipun


orangtua dianggap sebagai agen utama untuk memastikan bahwa remaja mereka
menerima layanan pencegahan

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani, (2016) pada 100 remaja dari tiga
SMA yang ada diwilayah kerja puskesmas Miroto Semarang menunjukkan
bahwa 12% remaja yang pernah mengakses layanan PKPR (Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja) di puskesmas Miroto, memiliki tingkat pengetahuan
tentang PKPR masih dalam kategori rendah, hanya 56% yang memiliki
pengetahuan baik. Terdapat 60% remaja yang mendukung PKPR di puskesmas
Miroto, dimana 58% remaja masih bisa mempengaruhi teman sebayanya dalam
memanfaatkan PKPR. Peran petugas puskesmas sangat rendah yaitu 60%
peserta tidak aktif mensosialisaikan PKPR sedangkan sekolah sebesar 72%
remaja menyatakan sekolah tidak aktif dalam sosialiasi PKPR

Berdasarkan data kuesioner penelitian sebagian orangtua jarang bahkan hampir


tidak pernah membawa remaja ke Puskesmas karena dapat membantu mencegah
dan menghentikan kebiasaan merokok, mendapat bimbingan konseling tidak
merokok atau membantu menghentikan kebiasaan merokok, memastikan
informasi yang diperoleh orangtua tentang kebiasaan merokok remaja.
Didukung Penelitian yang dilakukan oleh Arsani, Agustina dan Purnomo, (2013)
di Puskesmas Buleleng menunjukkan bahwa (1) Peranan Puskesmas dalam
program PKPR adalah sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan di
masyarakat termasuk remaja; (2) Program PKPR yang dicanangkan Puskesmas
Buleleng sebagian besar sudah terlaksana dengan baik, namun masih terdapat
satu sasaran yang belum tercapai yaitu pembentukan konselor sebaya serta
belum maksimalnya sosialisasi kepada remaja secara luas; (3) PKPR dirasakan
memiliki peranan yang sangat penting bagi remaja.

Berdasarkan data observasi bahwa ada hubungan yang signifikan antara tugas
kesehatan keluarga memanfaatkan layanan kesehatan dengan perilaku merokok
remaja. Keluarga yang tidak mampu memanfaatkan layanan kesehatan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


115

mempunyai remaja perokok terbanyak disebabkan sebagian besar orangtua


tidak mengetahui terdapatnya layanan PKR (Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja), manfaat yang dirasakan dari PKPR, kurangnya dukungan orangtua,
status kesehatan masih sehat yang dirasakan remaja dan orangtua atau keluarga.

6.1.10 Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan dengan perilaku merokok remaja dapat dijelaskan bahwa persepsi
remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga keseluruhan untuk kategori
tidak mampu lebih dominan yakni sebanyak 163 (52,6%) terdiri dari perilaku
remaja merokok sebanyak 106 orang (65%) dan tidak merokok sebanyak 57
orang (35%) dibandingkan persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga keseluruhan kategori mampu hanya 147 (47,4%) dengan remaja
merokok 78 orang (53,1%) dan tidak merokok 69 orang (46,9%). Hasil analisis
bivariat persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan dengan perilaku merokok remaja menunjukkan terdapat hubungan
(p value = 0,043). Maka dapat dilihat bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pelaksanaan tugas kesehatan keluarga keseluruhan dengan perilaku
merokok remaja.

Keluarga sehat merupakan keluarga yang berfungsi secara optimal dengan


karakterisitik menunjukkan kemampuan keterampilan dalam bernegosiasi yang
tinggi dalam menghadapi masalah keluarga secara terus menerus, didalam
keluarga ada pengungkapan perasaan, kepercayaan dan perbedaan dari setiap
anggota keluarga secara tebuka, spontan dan jelas, saling menghargai sesama
anggota keluarga khususnya mengenai perasaan, saling memberikan motivasi
dalam hal otonomi untuk setiap anggota keluarga, mampu menyiapkan setiap
anggota keluarga untuk belajar bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang
telah dilakukan, dan saling menunjukkan perilaku afilitatif antara setiap anggota
keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


116

Tugas kesehatan keluarga meliputi mengenal masalah kesehatan, memutuskan


tindakan mengatasi masalah, melakukan perawatan kesehatan, memodifikasi
lingkungan kesehatan dan memanfaatkan layanan kesehatan. Peran penting
keluarga adalah untuk mencapai, mempertahankan, memelihara dan
mendapatkan kembali kesehatan individu dan keluarga didasarkan pada prinsip
bahwa dalam mencapai kesejahteraan diantara anggota keluarga dan mengurangi
atau menghilangkan masalah kesehatan keluarga, maka keluarga sebagai unit
berfungsi melakukan tugas kesehatan (Maglaya, 2009).

Masa remaja yang merupakan transisi dari masa kanak-anak sebelumnya


menjadi masa dewasa (Potter & Perry, 2009). Masa remaja juga merupakan
masa transisi dari aspek biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Pada masa ini
remaja menjadi bijaksana, lebih sadar diri dan memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan sendiri. Mereka menjadi lebih tahu, lebih bebas (tidak
bergantung) dan lebih mengkhawatirkan tentang masa depan. (Larson, Wilson &
Rickman ; Schlegel, 2009 dalam Steinberg, 2014).

Masa remaja merupakan masa menemukan jati diri, masa menuju kemandirian,
meningkatnya kesempatan dan pilihan yang dapat mempengaruhi sepanjang
kehidupan remaja. Remaja adalah bagain dari subkultural, adat istiadat dan nilai-
nilainya sendiri. Disisi lain, remaja menjadi otonom dalam menghadapi
munculnya masalah identitas, mengembangkan nilai dan kepercayaan,. Pada
tahap ini, umumnya status kesehatan remaja dalam kondisi sehat. Keluhan
umum remaja termasuk kurang tidur, kelelahan, insomnia kronis, jerawat, dan
kekhawatiran tentang berat badan dan citra tubuh (Allender, Rector, & Warner,
2014). Akan tetapi, masa remaja juga ditandai dengan meningkatnya
keterlibatan dalam perilaku beresiko kesehatan seperti penggunaan alkohol dan
narkoba, merokok, perilaku seksual, kenakalan dan perilaku yang menyebabkan
cedera baik disengaja atau tidak disengaja, yang kesemuanya dapat terjadi dan
mempengaruhi kesehatan dalam jangka waktu pendek atau panjang (Ralph,
John, & Richard, 2009). Untuk itulah diperlukan peran keluarga dalam
melaksankan tugas kesehatan keluarga dengan baik sehingga dapat mencapai,

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


117

mempertahankan, memelihara dan mendapatkan kembali status kesehatan setiap


individu anggota keluarga yakni remaja dengan baik.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Phuphaibul, et.al., (2005)


menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku
mempromosikan kesehatan remaja dan gaya hidup terkait kesehatan keluarga
(Rho = 0,451, p <0,01). Dalam penilitian ini ditemukan juga hubungan positif
yang signifikan antara perilaku mempromosikan kesehatan remaja dan perilaku
kesehatan pemodelan ayah dan ibu seperti yang dirasakan oleh remaja (Rho =
0,54, p <0,01 dan Rho = 0,52, p <0,01). Penelitian lain yang dilakukan
Tondowski et al., (2015) menunjukkan bahwa remaja dengan gaya pengasuhan
orangtua yang lalai atau memanjakan lebih cenderung melaporkan penggunaan
tembakau selama sebulan terakhir atau sering dibandingkan remaja dengan
orangtua yang otoriter. Relevansi hasil penelitian ini dapat dilihat dari adanya
promosi kesehatan pada remaja yang berkaitan dengan kesehatan keluarga
dimana keluarga dalam melaksanaan aktivitas sehari-hari selalu memantau status
kesehatan anggota keluarganya dan memberikan contoh-contoh yang baik dalam
perilaku sehat.

Berkaitan dengan perilaku merokok pada remaja di kelurahan Curug, kecamatan


Cimanggis, kota Depok, dimana mayoritas remaja mempersepsikan bahwa
keluarga tidak mampu melakukan tugas kesehatan keluarga keseluruhan
sehingga dapat memperngaruhi perilaku merokok pada mereka. Keluarga perlu
mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga untuk mencapai,
mempertahankan, memelihara dan mendapatkan kembali status kesehatan
remaja dengan mengenal masalah kesehatan, memutuskan tindakan mengatasi
masalah, melakukan perawatan kesehatan, memodifikasi lingkungan kesehatan
dan memanfaatkan layanan kesehatan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
dikelurahan curug keluarga yang tidak mampu melaksanakan tugas kesehatan
keluarga keseluruhan mempunyai remaja yang perokok lebih tinggi yakni 65,0%
dibandingkan dengan keluarga yang mampu melaksanakan tugas kesehatan
keluarga keseluruhan yang memiliki remaja merokok hanya 53,1%.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


118

Ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan remaja


mempengaruhi perilaku merokok. Remaja lebih rentan terhadap kecanduan
nikotin dibandingkan dengan kelompok lain sehingga sangat penting untuk
mencegah remaja agar tehindar dari efek samping serius termasuk efek
kecanduan dan penyakit kanker, paru obstruksi kronik, jantung dan lainnya.
Untuk dapat mencegah, orangtua perlu mengetahui dan mengenal tentang tanda-
tanda masalah kesehatan pada remaja telah merokok diantaranya batuk, gigi
menguning, noda kuning pada jari, suara napas yang tiba-tiba mengi seperti
bunyi napas penderita asma, sesak napas, lebih sering terkena gangguan
pernapasan seperti pilek, radang tenggorokan, tanda lain berupa pakaian atau
rambut berbau seperti asap, mulai membiarkan jendela terbuka dikamar tidur
disaat cuaca sedang baik atau menyenangkan (seperti tidak terlalu panas, terlalu
dingin, hujan dan sebagainya), terdapat area atau lubang yang terbakar pada
karpet, tempat tidur atau pakaian mereka, terdapat korek apai dikamar, ransel
atau benda-bedan mereka, penggunaan obat kusia atau permen karet yang lebih
sering (Mediawiki, 2018)

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Priyatin, B., Marsito, dan Sarwono,
(2009) pada remaja di desa waluyorejo, kecamatan puring, kabupaten kebumen,
jawa tengah tentang fungsi keluarga dimana tugas kesehatan keluarga bersumber
dari salah satu fungsi keluarga yakni fungsi perawatan kesehatan bertujuan
untuk mengevaluasi dampak fungsi keluarga yaitu fungsi afektif, sosial,
ekonomi, reproduksi dan perawatan kesehatan terhadap perilaku merokok
menunjukkan bahwa fungsi keluarga mempengaruhi kebiasaan perilaku
merokok remaja. Lebih lanjut disampaikan keluarga perlu menerapkan fungsi
mereka untuk mengendalikan anak remaja dan mempertimbangkan karakteristik
perkembangan anak remaja.

Keluarga harus mampu mengenali bahwa pada masa perkembangannya remaja


berada dalam proses pencarian jati diri, kebingungan identitas atau peran
merupakan bahaya pada masa ini (Erikson 1963 dalam poter dan perry 2009).

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


119

Menurut Hertel dan Mermelstein (2012) semakin banyak remaja yang


menganggap merokok adalah cara mereka menentukan jati diri mereka maka
semakin besar kemungkinan meningkatnya perilaku merokok diantara remaja.
Remaja merokok pertama kali melalui penggunaan sesekali yang pada akhirnya
setiap hari dan dilakukan secara terus menerus sehingga semakin berat, yang
akhirnya berakibat pada ketergantungan.

Terdapat asumsi yang menjelaskan bahwa untuk menimbulkan ketergantungan


nikotin diperlukan penggunaan rokok yang berat misalnya satu setengah
bungkus per hari. Asumsi lain menjelaskan bahwa tingkat konsumsi satu
setengah bungkus rokok per hari terlalu rendah untuk menyebabkan
ketergantungan. Selain itu, asumsi bawah konsumsi rokok setiap hari yang
berkepanjangan adalah prasyarat untuk menjadi ketergantungan yang umum
terjadi pada perokok remaja (DiFranza et al., 2000). Perbedaan pandangan pada
remaja tentang efek kecanduan pada rokok juga sering terjadi, remaja telah
mengetahui tentang informasi bahwa merokok dapat mengakibatkan kecanduan,
akan tetapi remaja tidak memahami defenisi tentang kecanduan yang
merupakan kesulitan berhenti merokok sehingga terus merokok lebih lama dari
yang diharapkan (Roditis, Lee, & Halpern-Felsher, 2015).

Keluarga perlu mengenali tentang informasi-informasi apa saja yang telah


diperoleh remaja tentang merokok sehingga dapat mencegah kesalahan
interpertasi informasi. Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Crawford,
(2001) melaporkan bahwa kurangnya pesan anti merokok yang jelas dan
konsisten membuat remaja rentan terhadap pengaruh pesan pro-merokok dari
berbagai sumber. Sumber utama untuk pesan pro dan anti merokok dapat berasal
dari keluarga, teman sebaya, sekolah, televisi, dan film.

Ketidakmampuan keluarga dalam memutuskan tindakan mengatasi masalah


meliputi orangtua jarang menyampaikan ketidaksetujuan mereka terhadap
remaja merokok apapun alasannya, memberi dukungan agar tidak merokok.
Penelitian yang dilakukan Indraswari (2014) menunjukkan bahwa faktor

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


120

kebersamaan orangtua dan remaja serta perilaku merokok orangtua terhadap


perilaku merokok remaja menunjukkan bahwa kebersamaan orangtua dan
remaja serta perilaku merokok orangtua memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perilaku merokok remaja dan positifnya pengaruh pendapatan remaja
terhadap kecenderungan merokok remaja mengindikasikan bahwa harga rokok
masih dapat dijangkau oleh remaja

Berdasarkan data kuesioner penelitian, meskipun orangtua beranggapan


merokok mengakibatkan kecanduan, tetapi bagi sebagian orangtua merokok
pada remaja tidak masalah karena masih muda dan remaja akan berhenti
merokok dengan sendirinya jika sadar. Orangtua juga menganggap remaja
belum perlu tindakan untuk pencegahan atau berhenti merokok dan kurang
menjaga atau mengawasi serta melindungi remaja dari pergaulan. Penelitian
yang dilakukan Engels, Van Zundert, dan Kleinjan, (2012) dalam penerapan
Teori Kognitif Sosial melaporkan bahwa orangtua merokok dan memiliki
pengasuhan khusus merokok secara signifikan terkait dengan kognisi khusus
merokok remaja. Faktor orangtua maupun kognisi tidak meramalkan kesiapan
untuk berhenti merokok atau berhenti satu tahun kemudian. Orangtua lebih
memungkinkan berpengaruh dalam membentuk keyakinan dan kesiapan remaja
untuk berhenti daripada memfasilitasi penghentian.

Ketidakmampuan keluarga dalam melakukan perawatan kesehatan dalam


penelitian ini meliputi orangtua tidak secara teratur (kadang-kadang) mengetahui
lokasi dan dengan siapa remaja berkumpul, melarang merokok karena buruk
bagi kesehatan, menasehati agar menghindari teman yang merokok, memeriksa
perlengkapan remaja dari kemungkinan adanya rokok atau kelengkapan lainnya.
Orangtua hampir tidak pernah mengetahui teman dekat yang merokok dan uang
saku yang diberikan orangtua masih digunakan untuk membeli rokok. Penelitian
yang dilakukan Lakon et al., (2015) menunjukkan bahwa hubungan timbal balik
berupa pemilihan teman yang memiliki kesamaan merokok meningkatkan
perilaku ikatan persahabatan diantara remaja, seperti halnya dukungan orangtua
dengan remaja. Pemantauan orangtua yang lebih tinggi terhadap interaksi remaja

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


121

dalam memilih teman-teman yang merokok, memungkinkan remaja memilih


lebih sedikit teman yang merokok. Pengaruh teman sebaya dan lingkungan
rumah yang kondusif untuk orangtua merokok meningkatkan perilaku merokok
sedangkan pemantauan orangtua menurunkan perilaku merokok. Secara
keseluruhan, faktor teman dan orangtua mempengaruhi perubahan secara
bersama dalam memilih ikatan persahabatan dan merokok secara langsung

Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan kesehatan dalam


penelitian ini meliputi orangtua sering kurang peduli dan terjadi ketidakcocokan
antara orangtua dan remaja dirumah. Orangtua kadang membuat larangan
merokok hanya untuk remaja, meskipun kadang menghentikan kebiasaan
merokok mereka, memberi contoh perilaku sehat dengan tidak merokok dan
tidak menyimpan rokok dirumah. Akan tetapi, orangtua hampir tidak pernah
membuat aturan larangan merokok, mengijinkan siapapun untuk merokok
dirumah dan tidak menyediakan asbak serta memasang tanda atau tulisan
dilarang merokok dirumah. Sejalan dengan penelitian Parks, Kingsbury, Boyle,
dan Evered, (2018) menunjukkan bahwa tidak ada aturan bebas rokok yang
secara signifikan diprediksi menggunakan rokok dan produk tembakau lainnya
dibandingkan dengan aturan yang komprehensif. Peraturan larangan merokok
secara parsial (sebagian ruangan) dan tidak bebas rokok (tidak ada larangan)
secara signifikan dan positif berkaitan dengan penggunaan rokok seumur hidup
dibandingkan dengan aturan yang komprehensif. Tingkat paparan rokok
signifikan lebih rendah dikalangan remaja yang rumahnya menerapkan aturan
bebas asap rokok yang komprehensif.

Ketidakmampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam


penelitian ini meliputi orangtua tidak pernah membawa remaja ke Puskesmas
karena tidak mengetahui adanya PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja),
mendapatkan pendidikan kesehatan bahaya merokok, ketrampilan sosial,
memastikan status merokok berdasarkan informasi yang diperoleh, mencegah
atau berhenti merokok, mendapatkan konseling tentang rokok. Kegiatan PKPR
dapat dilaksanakan didalam atau diluar gedung oleh petugas kesehatan atau

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


122

petugas lain dimasyakarat atau institusi. Jenis kegiatan meliputi pemberian


informasi dan edukasi ; Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan
penunjang dan rujukannya ; Konseling yang bertujuan untuk membantu remaja
dapat mengenali masalahnya dan membantu dalam pengambilan keputusan serta
memberikan pengetahun, ketrampilan yang sesuai dan benar ; Pendidikan
Ketrampilan Hidup Sehat (PKHS) yaitu kemampuan psikososial remaja untuk
dapat memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari
secara efektif ; Pelatihan pendidik sebaya atau kader kesehaan remaja dan
konselor sebaya (Depkes RI, 2005).

Penelitian yang dilakukan Nuradita dan Mariyam, (2013) menunjukan bahwa


ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang bahaya rokok
pada remaja di SMP Negeri 3 Kendal (p value = 0,001). Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ikhsan, Henridha, Arwani, dan Purnomo, (2013)
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan kesehatan
bahaya merokok terhadap perilaku mengurangi konsumsi rokok (p=0,001).

Hasil analisis lanjutan data riskesdas 2007 yang dilakukan Sulistiyowati dan
Senewe, (2007) melaporkan bahwa status kesehatan remaja di Indonesia dari
Aspek responsif kesehatan dengan penilaian tertinggi adalah aksesibilitas
(87,1%), keramahan (86,9%) dan kerahasiaan (85,7%). Perilaku risiko pemuda
yang terlibat adalah merokok (16,1%), konsumsi alkohol (59,6%), kurangnya
aktivitas fisik (58,4%), tidak cukup konsumsi sayuran dan buah (93,7%).

Praktik kesehatan keluarga merupakan aktivitas kehidupan sehari-hari keluarga


yang membentuk dan mempengaruhi kesehatan anggota keluarga seperti
merokok, perawatan dan koneksi serta faktor lainnya yang dapat ditunjukkan
untuk mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan remaja. Anak-anak
menginginkan keluarga dimana mereka memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari, mereka merasa bahwa dapat
berkontribusi dan mengelola kesehatan dan kesejahteraan sendiri serta anggota
keluarga lainnya. Akan tetapi, nilai yang mereka tunjukkan menjadi masalah

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


123

bagi mereka dalam pengalaman dengan orang lain termasuk teman sebaya,
sehingga pentingnya keluarga berada pada posisi antara anak-anak dan remaja
dalam hubungan dengan teman. Penekanan pada manajemen risiko serta
perilaku berisiko, dimana remaja dan keluarga secara aktif menyeimbangkan dan
menangani risiko yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari (Christensen, 2004)

Menurut Schlauch, Levitt, Connell, dan Kaufman, (2013) keterlibatan keluarga


dapat menyangga efek negatif dari kedua masalah internalisasi (didalam
keluarga) dan eksternalisasi (diluar keluarga) dari penggunaan tembakau pada
remaja. Remaja yang mengalami masalah internalisasi yang lebih besar,
memungkinkan menggunakan keluarga sebagai sumber utama dukungan sosial.
Remaja dengan masalah internalisasi memungkinkan terkena lebih sedikit
pengaruh dari teman sebaya sedangkan remaja yang mengalami masalah
eksternalisasi lebih cenderung memiliki keterlibatan rekan yang lebih besar
termasuk penyimpangan yang lebih besar seperti merokok (Christensen, 2004).

Secara keseluruhan, perawatan kesehatan yang terjadi di rumah adalah


pengalaman yang kompleks, yang melibatkan berbagai jenis individu atau
anggota keluarga, tugas, teknologi atau peralatan, dan lingkungan. Individu atau
anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan kesehatan di rumah termasuk
orang yang menerima perawatan, merawat diri mereka sendiri, dan mereka yang
memberikan perawatan, yang mungkin profesional atau pengasuh awam,
keluarga atau teman, atau beberapa kombinasi dengan berbagai keterampilan
yang melek secara pribadi dan kesehatan, kebutuhan sosial, dan sumber daya
ekonomi dan social (National Research Council U.S., 2011).

Tugas-tugas yang dilakukan sebagai bagian dari perawatan kesehatan serta


kehidupan sehari-hari melibatkan banyak domain dari kemampuan individu.
Dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan kesehatan adalah sejumlah
subtugas yang menempatkan tuntutan pada kemampuan fisik, kognitif, sensorik /
perseptual, emosional, dan komunikasi dari mereka yang melakukan itu dan
membutuhkan fleksibilitas dalam pelaksanaan. Ketika tuntutan tugas melebihi

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


124

kemampuan individu untuk melakukan tugas, maka potensial terjadinya


peningkatan hasil yang merugikan, sehingga mengakibatkan ketidakmampuan
keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan ketika dilaksanakan secara
bersamaan atau keseluruhan (National Research Council U.S., 2011).

Dengan demikian berdasarkan data observasi dapat dijelaskan bahwa


pelaksanaan tugas kesehatan keluarga harus dilaksanakan secara keseluruhan
sehingga akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap status kesehatan
anggota keluarga dalam hal ini remaja dengan perilaku beresiko yakni merokok.
Meskipun keluarga telah melaksanaan salah satu tugas kesehatan keluarga
misalnya tugas mengenal masalah kesehatan tetapi tidak melakukan tugas
memutuskan tindakan yang tepat maka tidak akan berdampak pada perilaku
remaja dimana sebagian besar responden remaja merokok dikelurahan curug
berada pada masa remaja awal dan masa remaja pertengahan dimana mereka
telah memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara mandiri dan
membutuhkan dukungan dan contoh nyata dari lingkungan sekitarnya agar dapat
tetap mempertahankan status kesehatannya secara optimal dan terhindar dari
pengaruh internal maupun eksternal yang buruk.

6.1.11 Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku merokok remaja
Hasil analisis multivariat diperoleh variabel yang berhubungan secara bermakna
dengan perilaku merokok pada remaja adalah variabel tugas kesehatan keluarga
secara keseluruhan dibandingkan dengan variabel tugas kesehatan lainnya
dengan nilai OR = 2.627, yang berarti bahwa keluarga yang tidak mampu
melaksanakan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan mempunyai peluang
memiliki anak remaja yang merokok sebesar 2.627 kali dibandingkan dengan
keluarga yang mampu setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, uang saku
dan teman sebaya

Menurut Bomar, (2004) ; Friedman, Bowden dan Jones, (2003) dalam Kaakinen,
Duff-Gedaly, Coehlo, & Hanson, (2010) fokus kesehatan keluarga adalah pada
totalitas atau keseluruhan, keberadaan keluarga, dan termasuk lingkungan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


125

internal dan eksternal keluarga. Kesehatan keluarga meliputi semua aspek


kehidupan keluarga, termasuk interaksi dan fungsi perawatan kesehatan.
Sedangkan menurut Maglaya, (2009) dalam rangka mencapai kesejahteraan
diantara anggota keluarga dan mengurangi atau menghilangkan masalah
kesehatan keluarga, maka keluarga sebagai unit berfungsi melakukan tugas
kesehatan meliputi : (1) Mengetahui atau mengenal adanya masalah kesehatan
atau kondisi kesehatan anggotanya, (2) Membuat keputusan tentang tindakan
kesehatan yang tepat untuk mendapatkan kesehatan atau mengelola masalah
kesehatan, (3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita
sakit, cacat, ketergantungan atau berisiko, (4) Menjaga lingkungan rumah yang
kondusif bagi pemeliharaan kesehatan dan perkembangan pribadi, dan (5)
Memanfaatkan sumber daya kesehatan untuk perawatan kesehatan. Tugas
kesehatan keluarga ini dianggap sebagai kerangka kerja operasional atau
metodologi yang tepat untuk mengintegrasikan penerapan perspektif teoritis
yang terkonvergensi terutama pada peran penting kinerja fungsi keluarga untuk
mencapai, mempertahankan, memelihara dan mendapatkan kembali kesehatan
individu dan keluarga.

Penelitian yang dilakukan Ramadhany, Soeharto, Triana, dan Metty, (2016)


pada remaja usia 16-18 tahun dan tinggal bersama orangtua menunjukan bahwa
terdapat hubungan positif antara persepsi remaja terhadap keberfungsian
keluarga dengan kematangan emosi pada remaja. Lebih lanjut dalam penelitian
ini menjelaskan bahwa persepsi remaja terhadap keberfungsian keluarga
merupakan penilaian remaja secara positif dan negatif terhadap kemampuan
keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya dalam menjalankan fungsinya
berkaitan dengan peran, komunikasi respon afektif, pemecahan masalah,
keterlibatan afektif dan kontrol perilaku. Studi fenomenologi yang dilakukan
Ekasari, Sumijatun dan Rosidawati, (2014) pada pada remaja dengan ibu yang
bekerja melaporkan bahwa semua remaja mengharapkan ibunya memiliki waktu
yang banyak agar berinteraksi dengan remaja dan memberikan perhatian serta
sikap ibu yang tidak mudah marah. Lebih lanjut dijelaskan remaja menginginkan
dukungan kepercayaan agar dapat mengembangkan potensi diri mereka.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


126

Tugas-tugas yang dilakukan sebagai bagian dari perawatan kesehatan serta


kehidupan sehari-hari melibatkan banyak domain dari kemampuan anggota
keluarga yang menempatkan tuntutan pada kemampuan fisik, kognitif, sensorik /
perseptual, emosional, dan komunikasi dari mereka yang melakukan itu dan
membutuhkan fleksibilitas dalam pelaksanaan. Ketika tuntutan tugas melebihi
kemampuan mengakibatkan ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan
tugas kesehatan. Keluarga yang tidak mampu dalam melaksanakan salah satu
tugas kesehatan dapat diatasi dengan mengidentifikasi secara tepat dimana
ketidaksesuaian terjadi yaitu, dimana terdapat ketidakcocokan antara apa yang
diperlukan untuk melakukan perawatan serta kemampuan anggota keluarga yang
memberikan perawatan, sehingga memungkinkan pembuatan rencana untuk
intervensi yang sesuai (National Research Council U.S., 2011).

Keluarga dalam hal ini sebagai orangtua dapat mempengaruhi perilaku merokok
remaja. Orangtua dapat menjalankan peran praktik pengasuhan melalui kontrol
psikologis dan frekuensi komunikasi tentang merokok, pengetahuan orangtua
tentang aktivitas remaja, dan ketidaksetujuan terhadap merokok pada remaja.
Kontrol psikologis dan komunikasi tentang rokok misalnya seperti dukungan
untuk tidak merokok dan menjelaskan hal buruk dari merokok secara langsung
mempengaruhi kebiasaan merokok remaja sedangkan pengetahuan orangtua
tentang aktivitas remaja dan ketidaksetujuan terhadap merokok pada remaja
dapat mempengaruhi kebiasaan merokok remaja melalui pembentukan sikap dan
norma subjektif remaja untuk tidak merokok (Wang, Krishnakumar, & Narine,
2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Albertos, Osorio, Lopez-del Burgo, Carlos,


Beltramo, dan Trullols, (2016) menjelaskan bahwa semakin besar tingkat
pengetahuan orang terhadap aktivitas anak remaja mereka, maka semakin rendah
frekuensi perilaku berisiko di kalangan remaja (seperti merokok). Orangtua
diharapkan dapat mengetahui lebih banyak tentang apa yang dilakukan oleh
anak remaja mereka baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu, menurut Piko

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


127

dan Balázs, (2012) gaya pengasuhan otoritatif (terutama responsif) dan


identifikasi positif orangtua dapat menjadi pelindung remaja untuk merokok
sedangkan interaksi keluarga yang negatif (memarahi remaja) dapat bertindak
sebagai faktor risiko remaja merokok meskipun kontrol orangtua cenderung
menurun pada remaja usia sekolah menengah

Penelitian lainnya yang dilakukan Maggi et al., (2014) pada remaja usia 14-18
tahun tentang persepsi remaja mengenai pengaruh orangtua terhadap perilaku
merokok mereka dalam wawancara semi terstruktur memberikan hasil bahwa
sebagian besar remaja mengakui orangtua mereka memainkan peran penting
dalam membentuk pengalaman mereka tentang rokok. Kualitas hubungan
remaja dengan orangtua sebagai pusat untuk bagaimana remaja menghadapi
lingkungan dimana remaja tinggal serta cara-cara menafsirkan pesan tentang
merokok. Remaja mendeskripsikan gaya pengasuhan dan strategi komunikasi
orangtua mempengaruhi respons emosi dan perilaku mereka terhadap
penggunaan tembakau. Pengaruh orangtua tidak hanya sebagai faktor
predisposisi awal merokok tetapi terus memainkan peran penting di seluruh
fungsi remaja sebagai pengaruh proksimal.

Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa keluarga yang tidak mampu
melaksanakan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan mempunyai peluang
memiliki anak remaja yang merokok sebesar 2.627 kali dibandingkan dengan
keluarga yang mampu setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, uang saku
dan teman sebaya. Variabel usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya
merupakan faktor confounding yang berarti bahwa ikut terlibat dalam
mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Rina, (2013) pada remaja putra di SMA Negeri 6 Pekanbaru
menunjukkan bahwa sebanyak 48,1% memiliki kebiasaan merokok, 44,2%
memiliki pengetahuan tinggi tentang rokok (p value = 1,6), sebanyak 59%
berhubungan dengan uang saku (p value 0,03), sebanyak 56,3% berhubungan
ayah perokok (p value = 0,04), sebanyak 57,7% berhubungan teman sebaya
perokok dengan p value 0,01. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


128

hubungan antara uang saku, ayah perokok, dan teman sebaya perokok dengan
kebiasaan merokok pada remaja.

Penelitian lain yang dilakukan pada remaja usia 10-19 tahun di kampung Bojong
Rawalele, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat menunjukkan diantara 20% dari 94
remaja perokok, rata-rata merokok sebanyak 5-6 batang per hari dan telah
merokok rata-rata selama 2-3 tahun. Analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis
kelamin, usia, pengalaman, pengetahuan dan sikap secara signifikan
berhubungan dengan perilaku merokok (p < 0,05)

Menurut Maglaya, (2009) memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang


berisiko misalnya remaja dapat berfokus pada pengetahuan tentang
perkembangan anak, membantu melakukan tindakan efektif atas nama mereka
sendiri. Sedangkan menurut Friedman, Bowden, dan Jones, (2010) kesehatan
fisik pada remaja biasanya baik, tetapi promosi kesehatan tetap merupakan
perhatian penting, faktor risiko harus diidentifikasi dan didiskusikan didalam
keluarga. Sejalan dengan penelitian Wulandari, (2015) pada remaja di dusun
Widoro, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara usia, pola asuh dan lingkungan sosial dengan kasus merokok.
Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dan lingkungan
sosial yang diberikan merupakan faktor utama sedangkan usia adalah faktor
moderator pada kasus merokok remaja.

Menurut Christensen, (2004) keluarga sangat penting berada pada posisi antara
remaja dalam hubungan dengan teman sebaya. Menurut Green (1997) dalam
Christensen (2004) penekanan pada manajemen risiko serta perilaku berisiko,
dimana remaja termasuk keluarga secara aktif menyeimbangkan dan menangani
risiko yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa variabel persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
secara keseluruhan adalah yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
merokok remaja disebabkan fokus kesehatan keluarga adalah totalitas interaksi
antara lingkungan interna dan eksternal keluarga dimana keluarga dalam

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


129

menjalankan tugasnya berada pada posisi antara anak remaja dalam hubungan
dengan teman sebaya atau lingkungan eksternal keluarga

6.2 Keterbatasan Penelitian


Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan diluar rumah seperti tempat kumpul
remaja, tempat olahraga, warung kopi, warung internet, rumah pintar PIK-R, tempat
pengajian serta sesuai hasil kesepakatan tempat dan waktu antar responden dan
karangtaruna disetiap RW sehingga responden yang ditemukan lebih dominan laki-
laki dibandingkan perempuan mengakibat rentang jumlah yang jauh

6.3 Implikasi dalam Keperawatan


6.3.1 Pelayanan keperawatan komunitas
Hasil penelitian ditemukan usia responden sebagian besar remaja awal dimana
pada tahap perkembangannya responden mencoba berbagai peran. Keluarga
dalam hal ini orangtua perlu mengenal masalah kesehatan pada responden
berkaitan dengan tahap perkembangannya, pemahaman tentang efek kecanduan
dari nikotin yang terkandung didalam rokok dan dampak jangka panjang dari
kebiasaan merokok karena dalam penelitian ini keluarga yang tidak mampu
mengenal masalah kesehatan mempunyai remaja yang merokok tidak berbeda
jauh dibandingkan dengan keluarga yang mampu mengenal masalah kesehatan
remaja meskipun tidak memiliki hubungan yang signifikan. Hasil penelitian ini
juga diperoleh terdapat responden memulai merokok sebelum masa remaja yaitu
usia 6 – 9 tahun termasuk kedalam usia awal sekolah, sehingga pada usia ini
dapat menjadi fokus dalam pencegahan perilaku merokok. Melalui peran
perawat sebagai educator dapat memberikan Pendidikan kesehatan tentang
bahaya merokok di Sekolah. Kegiatan ini tentunya perlu dukungan dari Dinas
Pendidikan kota Depok untuk membuat kebijakan yang selanjutnya dimasukkan
dalam kurikulum Pendidikan.

Dalam penelitian ini, mayoritas responden adalah laki-laki dimana lebih dari
setengah responden laki-laki merokok dan tidak ditemukan responden

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


130

perempuan yang merokok. Hasil penelitian juga diperoleh mayoritas remaja


yang merokok memiliki teman sebaya merokok. Jumlah teman sebaya
responden yang mayoritas merokok dapat menjadi salah satu bagian dari alasan
responden memiliki perilaku yang sama. Didukung oleh mayoritas responden
adalah laki-laki sehingga memiliki kecenderungan untuk merokok berkaitan
dengan pencarian sensasi dengan teman sebaya laki-laki yang juga merokok.
Untuk mengatasi hal ini, pserawat dapat berperan sebagai counselor membantu
keluarga dalam membuat keputusan dan mengatasi masalah kesehatan, sehingga
orangtua dapat secara terbuka menyampaikan ketidaksetujuan terhadap anak
remaja yang merokok dan memberikan dukungan agar tidak merokok. Didukung
temuan dalam penelitian ini bahwa keluarga yang tidak mampu dalam
memutuskan tindakan mengatasi masalah mempunyai remaja yang merokok
lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mampu memutuskan tindakan
mengatasi masalah meskipun tidak memiliki hubungan yang signifikan

Selain itu, perawat melalui peran sebagai collaborator dapat bekerjasama


dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
untuk melaksanakan salah satu program yaitu program Generasi Berencana
(GenRe). Bentuk pendekatan kegiatan melalui pengadaan Pusat Informasi dan
Konseling (PIK) bagi remaja, dan pengembangan kelompok Bina Keluarga
Remaja (BKR) bagi orang tua yang mempunyai anak remaja. PIK-Remaja di
kelurahan Curug telah dibentuk yang selanjutnya perawat dapat bekerjasama
dengan PIK-R untuk membantu mengatasi perilaku merokok pada remaja dan
pembentukan BKR melalui sosialisasi dan bimbingan tentang tugas keluarga
dalam bidang kesehatan dengan anak remaja. Perawat juga dapat bekerjasama
dengan Puskesmas dalam kegiatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
PKPR dapat dilakukan didalam gedung atau diluar gedung. Pelaksanaan PKPR
diluar gedung dengan membina minimal satu sekolah dan melatih konselor
sebaya serta pelayanan konseling. Kegiatan pelatihan konselor sebaya serta
pelayanan konseling dapat dilaksanakan di komunitas dengan sasaran remaja
dan keluarga yang memiliki anak remaja

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


131

Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa uang saku (rata-rata perminggu) remaja
sebagaian besar adalah lebih dari atau sama dengan Rp.10.000 sehingga masih
memungkinkan remaja untuk membeli rokok secara eceran perbatang. Orangtua
harus mengontrol penggunaan uang saku yang digunakan responden. Selain itu,
pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012
tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk
tembakau bagi kesehatan bertujuan melindungi kesehatan perseorangan
(termasuk penduduk usia produktif, anak, remaja) keluarga, masyarakat dan
lingkungan dan penjualan rokok tidak boleh terhadap anak dan remaja, sehingga
penjual harus membatasi penjualan rokok terhadap anak dan remaja

Hasil penelitian juga menemukan mayoritas anggota keluarga adalah merokok


dan dari jumlah responden yang merokok mayoritas memiliki anggota keluarga
yang merokok dirumah. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan ruangan atau
area dilarang kegiatan merokok, memproduksi, menjual atau mempromosikan
produk tembakau, meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar,
tempat ibadah, tempat anak bermain, tempat kerja, angkutan umum, tempat
umum dan tempat lain yang ditetapkan. KTR telah ditetapkan oleh pemerintah
kota Depok sebagai ruangan atau area dilarang kegiatan merokok, memproduksi,
menjual atau mempromosikan produk tembakau. Akan tetapi rumah belum
termasuk dalam KTR dan perlu ditetapkan aturan tentang larangan merokok
didalam rumah. Untuk dapat merealisasikan peraturan ini, perlu dukungan dari
semua pihak dimulai dari pemerintah kota Depok dalam memperjelas status
KTR dan Dinas Kesehatan, kelurahan Curuh, serta para penjual rokok
melaksanakan kebijakan. Kelurahan Curug perlu melakukan sosialiasi ulang
tentang KTR dan melakukan pengawasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas


kesehatan keluarga terdiri dari kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan, kemampuan keluarga memutuskan tindakan untuk mengatasi masalah
kesehatan, kemampuan keluarga melakukan perawatan kesehatan, kemampuan
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan dan kemampuan keluarga

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


132

memanfaatkan layanan kesehatan masing-masing lebih dari separuh dalam


kategori mampu. Akan tetapi, bila dilihat kemampuan keluarga dalam
melaksanakan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan sebagian besar
dalam kategori tidak mampu. Hal ini menjelaskan bahwa keluarga hanya mampu
melakukan tugasnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi,
meskipun keseluruhan tugas secara signifikasi berhubungan dengan perilaku
merokok responden.

Dari tugas kesehatan keluarga, yang memiliki signifikan berhubungan dengan


perilaku merokok responden adalah tugas kesehatan keluarga melakukan
perawatan kesehatan disebabkan kurangnya kontrol dan pengawasan orangtua
terhadap teman sebaya pada remaja. Tugas memanfaatkan layanan kesehatan
disebabkan sebagian besar orangtua tidak mengetahui terdapatnya layanan PKR
(Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja), manfaat yang dirasakan dari PKPR,
kurangnya dukungan orangtua, status kesehatan masih sehat yang dirasakan
remaja dan orangtua atau keluarga dan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
keseluruhan disebabkan tuntutan tugas melebihi kemampuan keluarga dalam
melaksanakan. Untuk mengantisipasi permasalahan ini perawat perlu melakukan
pendampingan, bimbingan ataupun konseling kepada orangtua selain
melaksanakan asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga serta
optimalisasi kegiatan PKPR di komunitas khususnya keluarga dengan anak
remaja

Tugas kesehatan keluarga bukan hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan


melainkan berbagai pihak atau stakeholder agar lebih optimal. Salah satu
program unggulan Kementerian Agama pada tahun 2018 adalah Pendidikan Pra-
Nikah karena pendidikan orang tua dan calon orang tua dianggap tidak kalah
pentingnya dengan Pendidikan anak. Para calon pengantin akan mendapatkan
berbagai pengetahun dan pemahaman tentang kerumahtanggan, hak dan
kewajiban diantara suami istri serta hal-hal lainnya dapat berupa cara mengatasi
permasalahan atau manajemen konflik. Melalui program Pendidikan Pra-Nikah
dapat dimasukkan berkaitan dengan tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


133

sebagai pegantar awal yang akan dihadapi dan dilaksanakan oleh keluarga pada
setiap tahap perkembangan keluarga yang berbeda.

Tahap selanjutnya untuk mengoptimalkan tugas kesehatan keluarga dapat


dilaksanakan dengan pendekatan keluarga. Pendekatan Keluarga bertujuan untuk
: Meningkatkan akses keluarga pada pelayanan kesehatan yang komprehensif
dan bermutu ; Mendukung pencapaian SPM Kabupaten/Kota dan provinsi;
Mendukung pelaksanaan JKN; dan Mendukung tercapainya Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dimana salah satu indikator tidak
ada anggota keluarga yang merokok. PIS-PK dilaksanakan oleh Puskesmas
dimana sasaran utama adalah keluarga, mengutamakan upaya Promotif-Preventif
dan pendekatan siklus kehidupan (life cycle approach) termasuk tahap
perkembangan keluarga dengan anak remaja. Perawat dapat terlibat dalam
program PIS-PK sebagai pemberi asuhan keperawatan serta melaksanakan
bimbingan dan konseling

6.3.2 Pengembangan ilmu keperawatan


Kompleksnya permasalahan perilaku merokok pada remaja, mengharuskan
perawat untuk melaksanakan tugas secara collaborator. Tujuan peran ini,
dikarenakan perawat memiliki kemampuan secara terbatas dalam mengatasi
permasalah perilaku merokok remaja secara mandiri sehingga perlu adanya
kerjasama lintas program dan juga lintas sector. Model keperawatan yang
terintegrasi antara Puskesmas, PIK-Remaja, BKR, tokoh masyarakat, tokoh
agama, organisasi kemasyarakatan seperti karangtaruna sangat perlu diadakan
untuk dapat mengatasi permasalah merokok remaja secara bersama

6.3.3 Pengembangan penelitian keperawatan


Hasil penelitian yang ditemukan masih terdapat kesenjangan perilaku merokok
berdasarkan jenis kelamin dimana laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan, sehingga penelitian selanjutnya dapat melanjutkan survei perilaku
merokok pada remaja di keluruhan Curug dengan metode yang berbeda. Hasil
penelitian juga ditemukan alasan pertama kali merokok terbanyak adalah coba-

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


134

coba disusul ikut teman dan orangtua. Selain itu tipe perokok terbanyak adalah
perokok ringan, selanjutnya perokok sedang dan berat. Penelitian lebih lanjut
dapat berfokus pada bimbingan, modifikasi perilaku anggota keluarga, konseling
sebaya dan bantuan penghentian. Dalam penelitian, variabel pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dinilai berdasarkan persepsi pada remaja, sehingga masih
memungkin terjadinya bias. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan
metode kualitatif untuk mengetahui pelaksanaan tugas kesehatan keluarga yang
lebih mendalam. Dalam penelitian ini juga ditemukan variabel confounding
yaitu usia, jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya, sehingga perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk memeperjelas varibel tersebut berkaitan dengan
perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok.

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


134

Halaman ini sengaja dikosongkan

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


135

BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini telah mengidentifikasi hubungan antara persepsi remaja tentang


pelaksanaan tugas kesehatan keluarga ditambah karaktakterisik keluarga dan
karakterisitik remaja sebagai kontrol dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok. Berdasarkan penjelasan dari bab
sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
7.1 Simpulan
7.1.1 Perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis kota
Depok lebih dari separuh adalah merokok
7.1.2 Karakteristik remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis kota Depok
sebagian besar adalah remaja awal (usia 10-16 tahun), jenis kelamin
mayoritas adalah laki-laki, uang saku (rata-rata perminggu) sebagaian besar
adalah lebih dari atau sama dengan Rp.10.000 dan jumlah teman sebaya
mayoritas adalah merokok
7.1.3 Karakteristik keluarga di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis kota
Depok tingkat pendidikan ayah dan ibu mayoritas adalah Pendidikan dasar
dan menengah (SD-SLTA), sedangkan anggota keluarga yang merokok
sebagian besar adalah perokok
7.1.4 Tugas kesehatan keluarga meliputi keluarga mengenal masalah kesehatan
lebih dari separuh dalam kategori mampu, keluarga memutuskan tindakan
untuk mengatasi masalah lebih dari separuh dalam kategori mampu, keluarga
melakukan perawatan kesehatan lebih dari separuh dalam kategori mampu,
keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan lebih dari separuh dalam
kategori mampu, keluarga memanfaatkan layanan kesehatan lebih dari
separuh dalam kategori mampu. Namun, kemampuan keluarga
melaksanakan tugas kesehatan keluarga keseluruhan secara keseluruhan
lebih dari separuh dalam kategori tidak mampu
7.1.5 Tidak ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan dengan perilaku
merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok

135 Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


136

7.1.6 Tidak ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dalam memutuskan tindakan mengatasi masalah dengan
perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota
Depok
7.1.7 Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga dalam merawat dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
7.1.8 Tidak ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan dengan perilaku
merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
7.1.9 Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengatasi
masalah dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, kota Depok
7.1.10 Ada hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga secara keseluruhan dengan perilaku merokok remaja di kelurahan
Curug, kecamatan Cimanggis, kota Depok
7.1.11 Faktor yang paling dominan adalah variabel tugas kesehatan keluarga secara
keseluruhan dibandingkan dengan variabel tugas kesehatan lainnya dengan
nilai OR = 2.627, yang berarti bahwa keluarga yang tidak mampu
melaksanakan tugas kesehatan keluarga secara keseluruhan mempunyai
peluang memiliki anak remaja yang merokok sebesar 2.627 kali
dibandingkan dengan keluarga yang mampu setelah dikontrol variabel usia,
jenis kelamin, uang saku dan teman sebaya

7.2 Saran
7.2.1 Bagi bidang pelayanan
7.2.1.1 Kementerian Agama
Penjelasan kepada calon keluarga tentang tugas kesehatan yang akan
dihadapi keluarga melalui program Pendidikan Pra-Nikah di Kantor
Urusan Agama (KUA)

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


137

7.2.1.2 BKKBN
Perawat bekerjasama dengan PIK-R untuk membantu mengatasi
perilaku merokok pada remaja dan pembentukan BKR melalui
sosialisasi dan bimbingan tentang tugas keluarga dalam bidang
kesehatan dengan anak remaja
7.2.1.3 Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan kota Depok membuat kebijakan yang tertuang
dalam kurikulum tentang Pendidikan kesehatan bahaya merokok
pada anak usia sekolah dasar
7.2.1.4 Sekolah
Melaksanakan pendidikan kesehatan tentang bahaya merokok
sebagai upaya pencegahan
7.2.1.5 Dinas kesehatan
Penetapan rumah sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
7.2.1.6 Puskesmas
Melakukan sosialisasi dan pelaksanaan PKPR, Pelatihan konselor
sebaya dan layanan konseling di komunitas dengan sasaran remaja
dan keluarga yang memiliki anak remaja
7.2.1.7 Kelurahan Curug
Melakukan sosialiasi kembali tentang KTR dan melakukan
pengawasan agar tertib serta pembatasan penjualan rokok terhadap
anak dan remaja

7.2.2 Bagi keluarga


7.2.2.1 Orangtua memberikan pemahaman tentang efek kecanduan dari
nikotin yang terkandung didalam rokok dan dampak jangka panjang
dari kebiasaan merokok
7.2.2.2 Orangtua secara terbuka menyampaikan ketidaksetujuan terhadap
anak remaja yang merokok dan memberikan dukungan dengan tidak
merokok dengan memberi contoh perilaku yang sehat (tidak
merokok)

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


138

7.2.2.3 Orangtua harus mengetahui lokasi dan dengan siapa remaja


berkumpul atau melakukan aktivitas, memastikan pakaian atau
perlengkapan remaja dari bau rokok ketika dirumah, mengontrol
penggunaan uang saku dan selalu menasehati agar menghindari
teman-teman yang sedang merokok
7.2.2.4 Orangtua harus membuat aturan dilarang merokok yang berlaku bagi
semua anggota keluarga tanpa kecuali, menghentikan kebiasaan
merokok bagi orangtua yang merokok dan memasang tanda atau
tulisan dilarang merokok berlaku bagi anggota keluarga dirumah dan
juga tamu
7.2.2.5 Orangtua menjadwalkan pemeriksaan kesehatan pada remaja secara
berkala meskipun dalam kondisi sehat agar dapat memastikan status
kondisi kesehatan remaja, mendapatkan informasi yang benar
terkaitan perliaku berisiko (merokok), mencegah atau mengentikan
kebiasan merokok bagi remaja yang telah diketahui merokok dan
memastikan informasi yang diperoleh orangtua tentang perilaku
merokok pada anak remaja

7.2.3 Bagi pengembangan ilmu keperawatan komunitas dan keperawatan keluarga


7.2.3.1 Aplikasi keperawatan
Pembuatan Model keperawatan yang terintegrasi antara Puskesmas,
PIK-Remaja, BKR, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi
kemasyarakatan seperti karangtaruna
7.2.3.2 Penelitian selanjutnya di keluruhan Curug
a. Survei perilaku merokok pada remaja berdasarkan gender
b. Metode kualitatif untuk mengetahui tugas kesehatan keluarga
c. Faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku merokok remaja
d. Studi prospektif tentang bimbingan orangtua tentang tahap
perkembangan remaja dan perilaku berisiko merokok
e. Modifikasi perilaku (berhenti merokok) anggota keluarga
f. Pengaruh Peer konselor (konseling sebaya)
g. Bantuan penghentian merokok bagi remaja merokok

Universitas Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


DAFTAR PUSTAKA

Aalsma, M. C., Gilbert, A. L., Xiao, S., & Rickert, V. I. (2016). Parent and Adolescent
Views on Barriers to Adolescent Preventive Health Care Utilization. Journal of
Pediatrics, 169, 140–145. https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2015.10.090
Albertos, A., Osorio, A., Lopez-del Burgo, C., Carlos, S., Beltramo, C., & Trullols, F.
(2016). Parental knowledge and adolescents’ risk behaviors. Journal of
Adolescence, 53, 231–236. https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2016.10.010
Allender, J.A., Rector, C & Warner, K.D. (2014). Community & Public Health Nursing;
Promoting the Public's Health 8th Edition. Philadelphia : Lippincot Williams &
Wilkins
Alomari, M. A., & Al-sheyab, N. A. (2018). Dual tobacco smoking is the new trend
among adolescents: Update from the Irbid-TRY. Journal of Substance Use, 23(1),
92–98. https://doi.org/10.1080/14659891.2017.1348559
Al-Zalabani, A. H., Abdallah, A. R., & Alqabshawi, R. I. (2015). Intention to quit
smoking among intermediate and secondary school students in Saudi Arabia. Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention, 16(15), 6741–6747.
https://doi.org/10.7314/APJCP.2015.16.15.6741
American Lung Association. (2018). Smoking Facts : What's In a Cigarette. Diperoleh
dari http://www.lung.org/stop-smoking/smoking-facts/whats-in-a-cigarette.html
Amigo, T.A.E. (2012). Hubungan Karakteristik dan Pelaksanaan Tugas Perawatan
Kesehatan Keluarga dengan Status Kesehatan Keluarga dengan Status Kesehatan
pada Aggregate Lansia dengan Hipertensi di Kecamatan Jetis Yogyakarta.
Universitas Indonesia : Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan.
Tesis
Amrock, S. M., & Weitzman, M. (2015). Adolescents’ Perceptions of Light and
Intermittent Smoking in the United States. Pediatrics, 135(2), 246–254.
https://doi.org/10.1542/peds.2014-2502
Andriyani, L., & Mustikasari. (2014). Identitas diri remaja dengan perilaku merokok
remaja laki-laki di SMK Jakarta Timur. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia
Arfiningtyas, R.D dan Salawati, T. (2015). Persepsi Anak Sekolah Dasar Mengenai
Bahaya Rokok (Studi Pada Anak Sekolah Dasar Diperkotaan dan Pedesaan di kota
Demak). Fakultas Kesehatan Masyarakat : Universitass Muhammadiyah Semara.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia
Arsani, N.L.K.A., Agustina, N.N.M. & Purnomo, I.I. (2013). Peranan Program PKPR
(Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja di
Kecamtan Buleleng. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora : Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Aslam, S. K., Zaheer, S., Rao, S., & Shafique, K. (2014). Prevalence and determinants
of susceptibility to cigarette smoking among school students in pakistan:
Secondary analysis of global youth tobacco survey. Substance Abuse Treatment,
Prevention and Policy, 9, 10. doi:http://remote-lib.ui.ac.id:2073/10.1186/1747-
597X-9-10

Baheiraei, A., Hamzehgardeshi, Z., Mohammadi, M. R., Nedjat, S., & Mohammadi, E.
(2013). Personal and family factors affecting life time cigarette smoking among
adolescents in tehran (Iran): A community based study. Oman Medical Journal,
28(3), 184–190. https://doi.org/10.5001/omj.2013.51
Bakalar, N. (2016). A New Death Toll for Smoking. The New York Times. Diperoleh
dari https://www.nytimes.com/2016/11/01/health/smoking-deaths-cancer.html
pada tanggal pada tanggal 3 januari 2018
Bektas, M., Ozturk, C., & Armstrong, M. (2010). An Approach to Children ’ s Smoking
Behaviors Using Social Cognitive Learning Theory An Approach to Children ’ s
Smoking Behaviors Using Social Cognitive Learning Theory, (June 2016).
Benowitz, N. L., & Brunetta, P. G. (2016). Smoking Hazards and Cessation. Murray
and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine (Sixth Edit). Elsevier Inc.
https://doi.org/10.1016/B978-1-4557-3383-5.00046-4
Binita, A.M., Istiarti, T. VG., & Widagdo, L. (2016). Hubungan Persepsi Merokok
dengan Tipe Perilaku Merokok pada Siswa SMK “X” di Kota Semarang. JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal). http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Bjornlund, L.D. (2010). Teen Smoking : Current Issues. San Diego : Reference Point
Press

Bricker, J. B., Rajan, K. B., Zalewski, M., Andersen, M. R., Ramey, M., & Peterson, A.
V. (2009). Psychological and Social Risk Factors in Adolescent Smoking
Transitions: A Population-Based Longitudinal Study. Health Psychology, 28(4),
439–447. https://doi.org/10.1037/a0014568
Brodjonegoro, B.P.S. (2017). Pengendalian Produk Tembakau dan Pembangunan
Berkelanjutan. Jakarta : The 4th Indonesian Conference on Tobacco or Health
(ICTOH)
Byczkowski, T. L., Kollar, L. M., & Britto, M. T. (2010). Family Experiences With
Outpatient Care: Do Adolescents and Parents Have the Same Perceptions? Journal
of Adolescent Health, 47(1), 92–98.
https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2009.12.005
Center for Disease COntrol and Prevention. (2010). How Tobacco Smoke Causes
Disease. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis
for Smoking-Attributable Disease: A Report of the Surgeon General, 1–16.
https://doi.org/Dec 1 2014

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Centers for Disease Control and Prevention. (2018). Smoking dan Tobacco Use : Fast
Facts. National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion
Office on Smoking and Health. Diperoleh dari
https://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/fact_sheets/fast_facts/index.htm Pada
tanggal 3 Januari 2018
Choi, S. H., & Stommel, M. (2017). Impact of Age at Smoking Initiation on Smoking-
Related Morbidity and All-Cause Mortality. American Journal of Preventive
Medicine, 53(1), 33–41. https://doi.org/10.1016/j.amepre.2016.12.009
Christensen, P. (2004). The health-promoting family: A conceptual framework for
future research. Social Science and Medicine, 59(2), 377–387.
https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2003.10.021
Click, P.M & Parker, J. (2009). Caring for School Age Children, Fifth Edition. Canada :
Cengage Learning
Coker, T. R., A, M. B., Sareen, H. G., Ph, D., Chung, P. J., S, M., … Ph, D. (2010).
Improving Access to and Utilization of Adolescent Preventive Health Care : The
Perspectives of Adolescents and Parents. Journal of Adolescent Health, 47(2),
133–142. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2010.01.005
Dahlan, S.M. (2011). Statitisk untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 5. Jakarta :
Salemba Medika
de Andrade, R. C. C., Ferreira, A. D., Ramos, D., Ramos, E. M. C., Scarabottolo, C. C.,
Saraiva, B. T. C., … Christofaro, D. G. D. (2017). Smoking among adolescents is
associated with their own characteristics and with parental smoking: Cross-
sectional study. Sao Paulo Medical Journal, 135(6), 561–567.
https://doi.org/10.1590/1516-3180.2017.0154220717
Depkes RI. (2005). Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas.
Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia diperoleh dari
http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-profil-
kesehatan.html
Dharma, K.K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan : Pedoman Melaksanakan
dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans Info Media
Dierker, L., Hedeker, D., Rose, J., Selya, A., & Mermelstein, R. (2015). Early emerging
nicotine dependence symptoms in adolescence predict daily smoking in young
adulthood. Drug and Alcohol Dependence, 151, 267–271.
https://doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2015.03.009
DiFranza, J. R., Rigotti, N. A., McNeill, A. D., Ockene, J. K., Savageau, J. A., St Cyr,
D., & Coleman, M. (2000). Initial symptoms of nicotine dependence in
adolescents. Tobacco Control, 9(3), 313–9. https://doi.org/10.1136/TC.9.3.313

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Dinkes Kota Depok. (2017). Dinas Kesehatan Kota Depok. Retrieved from
http://dinkes.depok.go.id/
Doody, O., & Noonan, M. (2016). Nursing research ethics, guidance and application in
practice. British Journal of Nursing, 25(14), 803–807.
https://doi.org/10.12968/bjon.2016.25.14.803
Drope, J, Schluger, N, Cahn, Z, Hamill S, Islami F, Liber A, Nargis N. & Stoklosa,
M.(2018). The Tobacco Atlas Sixth Edition. Atlanta: American Cancer Society and
Vital Strategies.
Duarte, R., Escario, J. J., & Molina, J. A. (2016). Smoking transmission in-home across
three generations. Journal of Substance Use, 21(3), 268–272.
https://doi.org/10.3109/14659891.2015.1018970
Duncan, L. R., Pearson, E. S., & Maddison, R. (2017). Smoking prevention in children
and adolescents: A systematic review of individualized interventions. Patient
Education and Counseling. https://doi.org/10.1016/j.pec.2017.09.011
Ekasari, M. F., Sumijatun, & Rosidawati. (2014). Persepsi Remaja Terhadap Ibu yang
Bekerja. Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Engels, R. C. M. E., Van Zundert, R. M. P., & Kleinjan, M. (2012). Smoking cessation-
specific parenting and parental smoking as precursors of adolescent smoking
cognitions and quitting. Addictive Behaviors, 37(7), 831–837.
https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2012.03.006
Ferguson, L. A. (2009). Adolescent Smoking: A Lethal Addiction. Journal for Nurse
Practitioners, 5(8), 592–597. https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2009.01.006
Fischhoff, B., Nightingale, E.O., Iannotta, J.G. (2001). Adolescent risk and vulnerability
: Concepts and Measurement. Washington, D.C : National Academy Press
Ford, C. A., Cheek, C., Culhane, J., Fishman, J., Mathew, L., Salek, E. C., … Jaccard, J.
(2016). Parent and Adolescent Interest in Receiving Adolescent Health
Communication Information From Primary Care Clinicians. Journal of Adolescent
Health, 59(2), 154–161. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2016.03.001
Ford, C. A., Davenport, A. F., Meier, A., & McRee, A. L. (2011). Partnerships between
parents and health care professionals to improve adolescent health. Journal of
Adolescent Health, 49(1), 53–57. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2010.10.004
Forsyth, S. R., Kennedy, C., & Malone, R. E. (2013). The effect of the internet on teen
and young adult tobacco use: A literature review. Journal of Pediatric Health
Care, 27(5), 367–376. https://doi.org/10.1016/j.pedhc.2012.02.008
Friedman, M. M., Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga : Riset, Teori dan Praktik, (Edisi 5). Jakarta : EGC
Gottfredson, N. C., Hussong, A. M., Ennett, S. T., & Rothenberg, W. A. (2017). The
Role of Parental Engagement in the Intergenerational Transmission of Smoking
Behavior and Identity. Journal of Adolescent Health, 60(5), 599–605.
https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2016.11.004

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Gregoire, B., Azagba, S., & Asbridge, M. (2016). Smoke-free homes, smoking
susceptibility and familial smoking among never-smoking high school students: a
cross-sectional analysis. CMAJ Open, 4(2), E298–E303.
https://doi.org/10.9778/cmajo.20160010
Guo, Q., Unger, J. B., Palmer, P. H., Chou, C. P., & Johnson, C. A. (2013). The role of
cognitive attributions for smoking in subsequent smoking progression and
regression among adolescents in China. Addictive Behaviors, 38(1), 1493–1498.
https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2012.08.005
Gwon, S. H., Yan, G., Huang, G., & Kulbok, P. A. (2017). The influence of tobacco
retailers on adolescent smoking: Prevention and policy implications. International
Nursing Review, 1–10. https://doi.org/10.1111/inr.12404
Hamdan, S. R. (2015). Pengaruh Peringatan Bahaya Rokok Bergambar pada Intensi
Berhenti Merokok. Mimbar, 31(1), 241–250.
Handayani, E., Kurniawati, T. (2011). Hubungan Persepsi Tentang Bahaya Merokok
dengan Sikap Terhadap Kebiasaan Merokok Pada Remaja di Kampung Gemblakan
Bawah. Yogyakarata : STIKES Aisyiyah. Skripsi
Handayani, S. (2016). Pemanfaatan Layanan PKPR oleh Remaja di Wilayah Kerja
Puskesmas Miroto Semarang. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat :
Cendekia Utama
Hanson, M. J. S. (2014). Beliefs about smoking in millennial generation teenage
women. Journal for Nurse Practitioners, 10(3), 162–166.
https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2013.12.007
Harakeh, Z., Scholte, R. H. J., Vermulst, A. A., de Vries, H., & Engels, R. C. M. E.
(2010). The relations between parents’ smoking, general parenting, parental
smoking communication, and adolescents’ smoking. Journal of Research on
Adolescence, 20(1), 140–165. https://doi.org/10.1111/j.1532-7795.2009.00626.x

Haroen, D. (2014). Personal Branding : Kunci Kesuksesan Anda Berkiprah di Dunia


Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Harvey, J., Chadi, N., & Canadian Paediatric Society, Adolescent Health Committee.
(2016). Preventing smoking in children and adolescents: Recommendations for
practice and policy. Paediatrics & Child Health, 21(4), 209–214.
Hastono, S.P. (2016). Analisis Data pada Bidang Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers
Hastuti, H. (2012). Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga dengan Kejadian
ISPA Non Pneumonia pada Balita di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota
Depok. Universitas Indonesia : Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan. Tesis

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Hennessy, M., Bleakley, A., Mallya, G., & Romer, D. (2014). Beliefs associated with
intention to ban smoking in households with smokers. Nicotine and Tobacco
Research, 16(1), 69–77. https://doi.org/10.1093/ntr/ntt119

Herawati, A. (2017). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Intensi Berhenti


Merokok Pada Perokok Aktif. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Herbert, D. F., & Schiaffino, K. M. (2007). Adolescents’ smoking behavior and
attitudes: The influence of mothers’ smoking communication, behavior and
attitudes. Journal of Applied Developmental Psychology, 28(2), 103–114.
https://doi.org/10.1016/j.appdev.2006.12.002
Hertel, A. W., & Mermelstein, R. J. (2012). Smoker identity and smoking escalation
among adolescents. Health Psychology, 31(4), 467–475.
https://doi.org/10.1037/a0028923
Hertel, A. W., & Mermelstein, R. J. (2016). Smoker Identity Development among
Adolescents Who Smoke. Psychology of Addictive Behaviors, 30(4), 475–483.
https://doi.org/10.1037/adb0000171
Hiemstra, M., de Leeuw, R. N. H., Engels, R. C. M. E., & Otten, R. (2017). What
parents can do to keep their children from smoking: A systematic review on
smoking-specific parenting strategies and smoking onset. Addictive Behaviors, 70,
107–128. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2017.02.003
Hill, K. G., Hawkins, J. D., Catalano, R. F., Abbott, R. D., & Guo, J. (2005). Family
influences on the risk of daily smoking initiation. Journal of Adolescent Health,
37(3), 202–210. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2004.08.014
Hong, R. M., Guo, S. E., & Chen, M. Y. (2015). The experiences of tobacco use among
South-western taiwanese adolescent males. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 12(9), 10522–10535.
https://doi.org/10.3390/ijerph120910522
Huda, A. K. (2018). Gambaran penyebab perilaku merokok pada anak usia sekolah.
Program Studi S1 Keperawatan, Fakulatas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta : Skripsi
Huver, R. M. E., Engels, R. C. M. E., Vermulst, A. A., & de Vries, H. (2007). Is
parenting style a context for smoking-specific parenting practices? Drug and
Alcohol Dependence, 89(2–3), 116–125.
https://doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2006.12.005
Ikbal, M.F. (2008). Perilaku Merokok Remaja di Lingkungan RW. 22 Kelurahan
Sukatani Kecamatan Cimanggis Depok Tahun 2008. Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat : Universitas Indonesia. Skripsi
Ikhsan, H., Arwani, & Purnomo, (2013). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Bahaya
Merokok terhadap Perilaku Mengurangi Konsusmsi Rokok pada Remaja (Studi
Kasus di Dukuh Kluweng Desa Kejambon Kecamatan Taman Kabupaten
Pemalang), 32, 1–7.

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Indonesia, R. D. I., Sulistiyowati, N., & Senewe, F. P. (2007). Patern On Health
Seeking Behavior And Risk Behavior Among Adult In Indonesia ( Furher Analysis
Data Riskesdas 2007 ), 1347–1356.

Indraswari, H.S. (2014). Pengaruh peran orangtua terhadap perilaku merokok remaja di
Indonesia. Program Pascasarjana Multidisiplin Kajian Kependudukan dan
Ketenagakerjaan. Universitas Indonesia. Tesis.

Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan, Edisi Pertama. Jakarta : Kencana

Julaeha, S. (2014). Hubungan Karakteristik Klien dan Pelaksanaan Tugas Kesehatan


Keluarga dengan Kualitas Hidup Klien Tuberkulosis Paru di Kabupaten
Pesawaran. Universitas Indonesia : Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan. Tesis
Kaakinen, J.R., Coehlo, D.P., Steele, R.,Tabacco A., & Hanson, S.M.H. (2015). Family
health care nursing : theory, practice, and research, 5th edition. Philadelphia : F.
A. Davis Company
Kaakinen, J.R., Duff-Gedaly, V, Coehlo, D.P & Hanson, S.M.H. (2010). Family Health
Care Nursing : Theory Practice and Research 4th Edition. Philadelphia. F.A. Davis
Company
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Ministry of Health Republic of
Indonesia, (1), 1–303. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Kemenkes RI. (2015). Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia Berdasarkan Riskesdas
2007 dan 2013. Infodatin Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan RI.
https://doi.org/2414-7659
Kemenkes, RI. (2014). Menkes Ungkap Dampak Rokok terhadap Kesehatan dan
Ekonomi. Jakarta : Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan RI. Diambil dari
http://www.depkes.go.id/article/view/201406020002/menkes-ungkap-dampak-
rokok-terhadap-kesehatan-dan-ekonomi.html
Kemenkes, RI. (2015). Permasalahan Konsumsi Rokok di Indonesia. Jakarta : Badan
Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Diambil dari
http://www.litbang.kemkes.go.id/permasalahan-konsumsi-rokok-di-indonesia/
Kemenkes, RI. (2016). Sosialisasi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga. Jakarta : Hukormas, Sekretariat Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Diambil dari :
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-sosialisasi-program-indonesia-sehat-dengan-
pendekatan-keluarga-759.html
Kemenkes, RI. (2016). Suara Hati Anak : Sayangi Kami, Sayangi Keluarga, Berhenti
Merokok Sekarang Juga. Jakarta : Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,
Kementerian Kesehatan RI. Diambil dari
http://www.depkes.go.id/article/print/16052700003/-suara-hati-anak-sayangi-kami-
sayangi-keluarga-berhenti-merokok-sekarang-juga.html

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Kementerian Kesehatan RI (2016). GERMAS WUJUDKAN INDONESIA SEHAT.
Diperoleh dari http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=16111500002 Diakses pada
tanggal 09 Desember 2017
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Sexual Health Reproductiv; Situasi kesehatan
Reproduksi remaja. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI.(2015). Rokok Illegal Merugikan Bangsa dan Negara. Pusat
Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal. Diperoleh dari
http://www.depkes.go.id/article/view/15060900001/rokok-illegal-merugikan-
bangsa-dan-negara.html
Kementerian Kesehatan, RI (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2015-2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan, RI
Kementerian Kesehatan, RI (2016). Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga. Jakarta : Kementerian Kesehatan, RI
Kim, M., Ali, S., & Kim, H. S. (2016). Parental Nonstandard Work Schedules, Parent–
Child Communication, and Adolescent Substance Use. Journal of Family Issues,
37(4), 466–493. https://doi.org/10.1177/0192513X13518210
Kolid, A. (2012). Promosi Kesehatan dengan Pendekatan Teori Pelikau, Media dan
Aplikasinya. Jakarta : Rajawali Pers
Kulbok, P., Rhee, H., Botchwey, N., Hinton, I., Bovbjerg, V., & Anderson, N. (2008).
Factors influencing adolescents' decision not to smoke. Public Health Nursing,
25(6), 505-515.
Lakon, C. M., Wang, C., Butts, C. T., Jose, R., Timberlake, D. S., & Hipp, J. R. (2015).
A Dynamic Model of Adolescent Friendship Networks, Parental Influences, and
Smoking. Journal of Youth and Adolescence, 44(9), 1767–1786.
https://doi.org/10.1007/s10964-014-0187-7
Lapau, B. (2012). Metode Penelitian Kesehatan : Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,
Tesis dan Disertasi. Jakarta : Pustaka Obor Indonesia
Lastunen, A., Laatikainen, T., Isoaho, H., Lazutkina, G., & Tossavainen, K. (2017).
Family members’ and best friend’s smoking influence on adolescent smoking
differs between Eastern Finland and Russian Karelia. Scandinavian Journal of
Public Health, 45(8), 789–798. https://doi.org/10.1177/1403494817723550

Leiva, A., Estela, A., & Ya, A. M. (2017). The associations of personality traits and
parental education with smoking behaviour among adolescents, 1–10.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0174211
Lima-Serrano, M., Guerra-Martín, M. D., & Lima-Rodríguez, J. S. (2017). Relationship
between family functioning and lifestyle in school-age adolescents. Enfermería
Clínica (English Edition), 27(1), 3–10.
https://doi.org/10.1016/j.enfcle.2016.09.003

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Luk, T. T., Wang, M. P., Leung, L. T., Wu, Y., Chen, J., Lam, T. H., & Ho, S. Y.
(2017). Associations of perceived interparental relationship, family harmony and
family happiness with smoking intention in never-smoking Chinese children and
adolescents: A cross-sectional study. BMJ Open, 7(10), 1–10.
https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-017523

Ma, J., Zhu, J., Li, N., He, Y., Cai, Y., Qiao, Y., … Wang, Z. (2013). Cigarette smoking
in Chinese adolescents: Importance of controlling the amount of pocket money.
Public Health, 127(7), 687–693. https://doi.org/10.1016/j.puhe.2013.04.016
Maggi, S., Lovato, C. Y., Hill, E. M., Johnson, J. L., Ratner, P. A., & Shoveller, J. A.
(2014). Adolescents’ Perceptions of Parental Influences on Their Smoking
Behavior. Youth & Society, 46(1), 132–149.
https://doi.org/10.1177/0044118X11434414
Maglaya, A. (2009). Nursing Practice in The Community. Marikina City : Argonauta
Corporation
Mahabee-Gittens, E. M., Xiao, Y., Gordon, J. S., & Khoury, J. C. (2013). The dynamic
role of parental influences in preventing adolescent smoking initiation. Addictive
Behaviors, 38(4), 1905–1911. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2013.01.002
Maimaznah, (2016). Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga dengan Risiko
Diare pada Balita di Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Beji Kota Depok.
Universitas Indonesia : Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan.
Tesis
Mak, H. W. (2018). PT. Addictive Behaviors Reports, #pagerange#.
https://doi.org/10.1016/j.abrep.2018.04.003
Maria.D.(2014). Hubungan Tugas Kesehatan Keluarga dan Karakteristik Keluarga
dalam Pemenuhan Nutrisi dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah di SD Wilayah
Kelurahan Pondkranggon Jakarta Timur. Universitas Indonesia : Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan. Tesis
Martyn, K.K., Loveland-Cherry, C.J, Villarruel, A.N., Cabriales, E.G., Zhou, Y., Ronis,
D.L., & Eakin, B. (2009). Mexican Adolescents’ Alcohol Use, Family Intimacy,
and Parent-Adolescent Communication, 152–170
Mbongwe, B., Tapera, R., Phaladze, N., Lord, A., & Zetola, N. M. (2017). Predictors of
smoking among primary and secondary school students in Botswana. PLoS ONE,
12(4), 1–12. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0175640
Mediawiki. (2018). How to Know if a Teen is Smoking. Diperoleh dari
https://www.wikihow.com/Know-if-a-Teen-Is-Smoking
Meijer, E., Van den Putte, B., Gebhardt, W. A., Van Laar, C., Bakk, Z., Dijkstra, A., …
Willemsen, M. C. (2018). A longitudinal study into the reciprocal effects of
identities and smoking behaviour: Findings from the ITC Netherlands Survey.
Social Science and Medicine, 200(December 2017), 249–257.
https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2017.12.006

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Mejia, R., Pérez, A., Peña, L., Kollath-Cattano, C., Morello, P., Braun, S., & Sargent, J.
D. (2017). Smoking in Movies and Adolescent Smoking Initiation: A Longitudinal
Study among Argentinian Adolescents. Journal of Pediatrics, 180, 222–228.
https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2016.10.001
Melda, S. (2017). Faktor-faktor penyebab remaja merokok (Studi kasus remaja laki-laki
di kelurahan Karang Asam Ulu, kecamatan Sungai Kunjang, kota Samarinda).
eJournal Sosiatri-Sosiologi 5(4): 102-116. Universitas Mulawarman : Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Diperoleh dari http://ejournal.sos.fisip-
unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2017/11/01_format_artikel_ejournal_mulai_hlm_genap-1%20-
%20Copy%20(11-09-17-11-49-20).pdf

Memetovic, J., Ratner, P. A., Gotay, C., & Richardson, C. G. (2016). Examining the
relationship between personality and affect-related attributes and adolescents’
intentions to try smoking using the Substance Use Risk Profile Scale. Addictive
Behaviors, 56, 36–40. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2016.01.002
Mualim F. (2015). Gandeng Media, Pemkot Depok Terus Sosialisasikan Perda Kawasan
Tanpa Rokok. Diperoleh dari https://www.depok.go.id/20/11/2015/03-kesehatan-
kota-depok/gandeng-media-pemkot-depok-terus-sosialisasikan-perda-kawasan-
tanpa-rokok
Mulyani, T. (2015). Dinamika Perilaku Merokok pada Remaja. Pascasarjana Psikologi
Universitas Hasanuddin Makassar.
National Research Council U.S. (2011). Health Care Comes Home : The Human
Factors. Washington, D.C : The National Academies Press
Newman, K., Harrison, L., Dashiff, C., & Davies, S. (2008). Relationships between
parenting styles and risk behaviors in adolescent health: an integrative literature
review. Revista Latino-Americana de Enfermagem, 16(1), 142–150.
https://doi.org/10.1590/S0104-11692008000100022
Nies, M.A & McEwen,M. (2015). Community/Public Health Nursing : Promoting The
Health of Populations Sixth Edition.Canada : Elseiver
Notoadmojo, S. (2013). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta : Jakarta
Nuradita, E., & Mariyam. (2013). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
tentang bahaya rokok pada remaja di SMP Negeri 3 Kendal. Jurnal Keperawatan
Anak, 1(1), 44–48.
Nurcahyaningtyas, W. (2017). Hubungan Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga
dengan Keikutsertaan Lansia pada Posyandu Lansia di RW 02 Kelurahan Menur
Pumpungan Surabaya. Jurnal Nurse and Health. http://ejournal-
kertacendekia.id/index.php/jnh/
Nurhidayat. (2012). Persepsi Siswa SMP Putra Bangsa Terhadap Perilaku Merokok Di
Kelurahan Kemiri Muka, Depok : Program Studi Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Skripsi

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Paperny, D. MN. (2011). Handbook of Adolescent Medicine and Health Promotion.
USA : World Scientific
Park, S. E., Lee, K., Yun, S.-N., & Cui, W. (2014). Structural model of factors
influencing smoking behavior among Korean–Chinese adolescent boys. Applied
Nursing Research, 27(3), 192–197. https://doi.org/10.1016/j.apnr.2014.01.002
Parks, M. J., Kingsbury, J. H., Boyle, R. G., & Evered, S. (2018). Household
Implementation of Smoke-Free Rules in Homes and Cars : A Focus on Adolescent
Smoking Behavior and Secondhand Smoke Exposure.
https://doi.org/10.1177/0890117118776901
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 03 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Diperoleh dari
https://www.depok.go.id/perda/2014/PERDA%20KOTA%20DEPOK%20THN%2
02014%20NO%2003%20TTG%20KAWASAN%20TANPA%20ROKOK.pdf
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
Bagi Kesehatan. Diperoleh dari
http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt50ed2cbec30b2/parent/lt50
ed2c07e648a
Phuphaibul, R., Leucha, Y., Putwattana, P., Nuntawan, C., Tapsart, C., Tachudhong, A.,
& ... Thanuruk, R. (2005). Health promoting behaviors of Thai adolescents, family
health related life styles and parent modeling. Thai Journal Of Nursing Research,
9(1), 28-37.

Pieter, H.Z., Janiwarti, B., & Saragih, M. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk
Keperawatan. Jakarta : Kencana
Piko, B. F., & Balázs, M. Á. (2012). Authoritative parenting style and adolescent
smoking and drinking. Addictive Behaviors, 37(3), 353–356.
https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2011.11.022
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta :
Salemba Medika
Precioso, J., Samorinha, C., Macedo, M., & Antunes, H. (2012). Smoking prevalence in
Portuguese school-aged adolescents by gender: Can we be optimistic? Revista
Portuguesa de Pneumologia (English Edition), 18(4), 182–187.
https://doi.org/10.1016/j.rppneu.2012.03.001
Priyatin, B., Marsito, & Sarwono. (2009). Pengaruh Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku
Merokok Remaja di Desa Waluyorejo Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen.
Jurusan Keperawatan STKes Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, Volume 5, No. 1.
Priyatin, B.,Marsito & Sarwono. (2009). Pengaruh Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku
Merokok Remaja di Desa Waluyorejo Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen.
STkes Muhammadiyah Gombong : Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Puspitasari, D.R., dan Ardani, M.H. (2012). Perbedaan Persepsi Merokok antara Siswa
Putra SD (Kelas IV-VI) dengan orangtua merokok dan tidak merokok. Jurnal
Nursing Studies. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing
Ra, J. S., & Cho, Y. H. (2017). Psychosocial Factors Associated With Smoking
Intention in Korean Male Middle School Students. The Journal of School Nursing,
33(5), 355–363. https://doi.org/10.1177/1059840516671782
Rachmat, Muhammad., Thaha, Ridwan Mochtar., Syafar, M. (2013). Perilaku Merokok
Remaja Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,
7(11), 502–508. https://doi.org/10.21109/kesmas.v7i11.363
Ragan, D. T. (2016). Peer beliefs and smoking in adolescence: A longitudinal social
network analysis. American Journal of Drug and Alcohol Abuse, 42(2), 222–230.
https://doi.org/10.3109/00952990.2015.1119157
Rajesh, V., Diamond, P. M., Spitz, M. R., & Wilkinson, A. V. (2015). Smoking
initiation among Mexican heritage youth and the roles of family cohesion and
conflict. Journal of Adolescent Health, 57(1), 24–30.
https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2015.01.021
Rakesh P S, Lalu JS, Leelamoni K. (2017). Prevalence of exposure to secondhand
smoke among higher secondary school students in Ernakulam District, Kerala,
Southern India. J Pharm Bioall Sci 2017;9:44-7
Ralph, J.D., John, S.S., & Richard, A.C. (2009). Adolescent Health : Understanding
and Preventing Risk Behaviors. San Fransisco : Jossey-Bass
Ramadhany, P. A., Soeharto, Triana. N. E. D., & Metty, V. (2016). Hubungan Antara
Persepsi Remaja Terhadap Keberfungsian Keluarga dengan Kematangan Emosi
Pada Remaja Akhir. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ramlah. (2011). Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan dan Dukungan Keluarga
dengan Pengabaian Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar.
Universitas Indonesia : Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawata. Tesis
Resource Centre For Tobacco Free India. (2010). Cigarettes and other Tobacco
Products. U.S. Department of Health & Human Services, (August), 1–6. Retrieved
from http://rctfi.org/goi_initiatives3.htm
Rhee, H., Belyea, M. J., & Brasch, J. (2010). Family support and asthma outcomes in
adolescents: Barriers to adherence as a mediator. Journal of Adolescent Health,
47(5), 472–478. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2010.03.009
Riesch, S. K., Anderson, L. S., Pridham, K. A., Lutz, K. F., & Becker, P. T. (2010).
Furthering the understanding of parent-child relationships: A nursing scholarship
review series. Part 5: Parent-adolescent and teen parent-child relationships. Journal
for Specialists in Pediatric Nursing, 15(3), 182–201.
https://doi.org/10.1111/j.1744-6155.2009.00228.x
Rina Y. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Merokok pada
Remaja Putra Kelas X dan XI di SMA Negeri 6 Pekanbaru. Jurnal Kesehatan
Komunitas, 2(6), 278–282.

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Ringlever, L., Otten, R., De Leeuw, R. N. H., & Engels, R. C. M. E. (2011). Effects of
parents’ education and occupation on adolescent smoking and the mediating role of
smoking-specific parenting and parent smoking. European Addiction Research,
17(2), 55–63. https://doi.org/10.1159/000321258
Roditis, M., Lee, J., & Halpern-Felsher, B. L. (2015). Adolescent (Mis)Perceptions
About Nicotine Addiction: Results From a Mixed-Methods Study. Health
Education and Behavior, 43(2), 156–164.
https://doi.org/10.1177/1090198115598985
Sanchagrin, K., Heimer, K., & Paik, A. (2017). Adolescent Delinquency, Drinking, and
Smoking: Does the Gender of Friends Matter? Youth and Society, 49(6), 805–826.
https://doi.org/10.1177/0044118X14563050
Sastroasmoro, S., & Ismail, S. (2014). Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis.
Jakarta : Sagung Seto.
Schepis, T. S., & Rao, U. (2005). Epidemiology and etiology of adolescent smoking.
Current Opinion In Pediatrics, 17(5), 607-612.
Schlauch, R. C., Levitt, A., Connell, C. M., & Kaufman, J. S. (2013). The moderating
effect of family involvement on substance use risk factors in adolescents with
severe emotional and behavioral challenges. Addictive Behaviors, 38(7), 2333–
2342. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2013.02.010
Selya, A. S., Dierker, L. C., Rose, J. S., Hedeker, D., & Mermelstein, R. J. (2012). Risk
factors for adolescent smoking: Parental smoking and the mediating role of
nicotine dependence. Drug and Alcohol Dependence, 124(3), 311–318.
https://doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2012.02.004
Septiana, N., Syahrul & Hermansyah. (2016). Faktor Keluarga Yang Mempengaruhi
Perilaku Merokok Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Jurnal Ilmu
Keperawatan. Program Pascasarjana Magister Keperawatan. Universitas Syiah
Kuala
Setiawan, A & Fajarini, M. (2016). Survey tembakau pada remaja Kota Depok. Bagian
Promosi Kesehatan ; Dinas Kesehatan Kota Depok.
Soetjiningsi, H. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta :
Sagung Seto
Steinberg, L. (2014). Adolescence,Tenth Edition. United States of America : McGraw-
Hill
Su, X., Li, L., Griffiths, S. M., Gao, Y., Lau, J. T. F., & Mo, P. K. H. (2015). Smoking
behaviors and intentions among adolescents in rural China: The application of the
Theory of Planned Behavior and the role of social influence. Addictive Behaviors,
48, 44–51. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2015.04.005
Sugiyono, (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung : Penerbit Alfabeta
Sunaryo, (2002). Psikolog untuk Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Swarjana, I.K. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Yogyakarta :
Penerbit ANDI
Syahdrajat, T.,(2015). Panduan Menulis Tugas Akhir Kedokteran dan Kesehatan.
Kencana : Jakarta
Thijs, P. E., van Dijk, I. K., Stoof, R., & Notten, N. (2015). Adolescent problem
behaviour: The gender gap in European perspective. European Journal of
Criminology, 12(5), 598–615. https://doi.org/10.1177/1477370815578195
Thomas, R. E., Baker, P. R. A., & Thomas, B. C. (2016). Family-Based Interventions in
Preventing Children and Adolescents from Using Tobacco: A Systematic Review
and Meta-Analysis. Academic Pediatrics, 16(5), 419–429.
https://doi.org/10.1016/j.acap.2015.12.006
Thomas, R. E., Baker, P., & Thomas, B. C. (2018). Update on Family-Based
Interventions to Prevent Children and Adolescents Using Tobacco. Academic
Pediatrics, 4–10. https://doi.org/10.1016/j.acap.2018.02.004
Todo, H., Hutapea, Y., & Kustanti, E. R. (2017). Hubungan antara persepsi terhadap
peran ayah dengan intensi merokok pada siswa smp fransiskus semarang, 6(1),
226–231.
Tondowski, C. S., Bedendo, A., Zuqueto, C., Locatelli, D. P., Opaleye, E. S., & Noto,
A. R. (2015). Parenting styles as a tobacco-use protective factor among Brazilian
adolescents. Cadernos de Saúde Pública, 31(12), 1–9.
https://doi.org/10.1590/0102-311X00168614
Tunstall, H., Shortt, N. K., Niedzwiedz, C. L., Richardson, E. A., Mitchell, R. J., &
Pearce, J. R. (2018). Tobacco outlet density and tobacco knowledge, beliefs,
purchasing behaviours and price among adolescents in Scotland. Social Science &
Medicine (1982), 2061-13. doi:10.1016/j.socscimed.2017.11.046
Urrutia-Pereira, M., Oliano, V. J., Aranda, C. S., Mallol, J., & Solé, D. (2017).
Prevalence and factors associated with smoking among adolescents. Jornal de
Pediatria, 93(3), 230–237. https://doi.org/10.1016/j.jped.2016.07.003
Vázquez-Nava, F., Vázquez-Rodríguez, E. M., Vázquez-Rodríguez, C. F., Castillo
Ruiz, O., & Peinado Herreros, J. (2017). Epidemiological profile of smoking and
nicotine addiction among asthmatic adolescents. Public Health, 149, 49–56.
https://doi.org/10.1016/j.puhe.2017.04.012
Villanti, A., Boulay, M., & Juon, H. S. (2011). Peer, parent and media influences on
adolescent smoking by developmental stage. Addictive Behaviors, 36(1–2), 133–
136. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2010.08.018
Virdhani, M.H. (2014). Kawasan Tanpa Rokok di Depok Efektif 2015. Diperoleh dari
https://lifestyle.sindonews.com/read/933249/155/kawasan-tanpa-rokok-di-depok-
efektif-2015-1417737962

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Voorhees, C. C., Ye, C., Carter-Pokras, O., MacPherson, L., Kanamori, M., Zhang, G.,
… Fiedler, R. (2011). Peers, Tobacco advertising, and secondhand smoke exposure
influences smoking initiation in diverse adolescents. American Journal of Health
Promotion, 25(3), 1–12. https://doi.org/10.4278/ajhp.090604-QUAN-180
Wang, L. Y., & Michael, S. L. (2015). Long-term health and medical cost impact of
smoking prevention in adolescence. Journal of Adolescent Health, 56(2), 160–166.
https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2014.08.025
Wang, Y., Krishnakumar, A., & Narine, L. (2014). Parenting practices and adolescent
smoking in mainland China: The mediating effect of smoking-related cognitions.
Journal of Adolescence, 37(6), 915–925.
https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2014.06.010
Weiss, J. W., Palmer, P. H., Chou, C.-P., Mouttapa, M., & Johnson, C. A. (2008).
Association between psychological factors and adolescent smoking in seven cities
in China. International Journal of Behavioral Medicine, 15(2), 149–156.
https://doi.org/10.1080/10705500801929825
WHO (2017). Tobacco. Diperoleh dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/
WHO. (2015). WHO Global report on trends in prevalence of tobacco smoking 2015.
Diperoleh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/156262/1/9789241564922_eng.pdf?ua=1
Who. (2013). WHO Report on the Global Tobacco Epidemic. WHO Report on the
Global Tobacco Epidemic, 5, 106. https://doi.org/10.1002/aehe.3640230702
WHO. (2015). Global Youth Tobacco Survey (GYTS): Indonesia report 2014. Who-
Searo.
https://doi.org/http://www.searo.who.int/tobacco/documents/ino_gyts_report_2014
.pdf
WHO. (2015). Global Youth Tobacco Survey (GYTS): Indonesia report 2014. Who-
Searo.
https://doi.org/http://www.searo.who.int/tobacco/documents/ino_gyts_report_2014
.pdf
Wijayanti, E., Dewi C., & Rifqatussa’adah (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Perilaku Merokok pada Remaja Kampung Bojong Rawalele, Jatimakmur,
Bekasi. Online submission: http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/gmhc.
http://dx.doi.org/10.29313/gmhc.v5i3.2298
World Health Organization. (2015). WHO global report on trends in prevalence of
tobacco smoking 2015. WHO Magazine, 1–359. https://doi.org/978 92 4 156492 2
World Health Organization: Regional Office for South-East Asia. (2017). Tobacco
control for sustainable development. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO. Retrieved
from http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/255509/1/9789290225782-
eng.pdf?ua=1

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Wulandari, H. (2015). Hubungan Usia, Pola Asuh Orang Tua dan Lingkungan Sosial
dengan Kejadian Merokok pada Remaja di Dusun Widoro Bangunharjo Sewon
Bantul Yogyakarta. Retrieved from http://opac.unisayogya.ac.id/id/eprint/1070
Yanez, A. M., Leiva, A., Estela, A., & Cukic, I. (2017). The associations of personality
traits and parental education with smoking behaviour among adolescents. PLoS
ONE, 12(3), 1–10. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0174211
Yoo, W., Yang, J. H., & Cho, E. (2016). How social media influence college students’
smoking attitudes and intentions. Computers in Human Behavior, 64, 173–182.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.06.061

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018
Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIAN

Judul : Hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan


keluarga dengan perilaku merokok remaja di kelurahan Curug, kecamatan
Cimanggis, Kota Depok
Peneliti : La Syam Abidin
NPM : 1606947446

Peneliti adalah mahasiswa S2 Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas


Indonesia. Penelitian ini dikhususkan pada remaja usia 10-19 tahun, dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan antara persepsi remaja tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
dengan perilaku merokok remaja. Dalam penelitian ini, anda akan diminta untuk mengisi
kuesioner penelitian (daftar pertanyaan) yang telah disediakan.

Sebagai bahan pertimbangan, perlu peneliti sampaikan beberapa hal diantaranya : penelitian
ini bersifat sukarela yang berarti bahwa tidak ada pungutan biaya apapun, tidak ada paksaan
kepada anda untuk mengikuti penelitian dari siapapun, dengan mengikuti penelitian ini anda
telah membantu penyampaian informasi untuk mengatasi permasalahan perilaku merokok pada
remaja, waktu yang diperlukan untuk mengisi daftar pertanyaan sekitar 30-45 menit, tidak ada
tindakan dalam bentuk fisik selama penelitian karena hanya menjawab pertanyaan, peneliti
memastikan kerahasiaan anda dengan tidak mencantumkan nama selama pengisian daftar
pertanyaan (hanya inisial) sehingga tidak akan diketahui oleh orang lain termasuk orangtua,
guru atau orang lain yang mengenal anda.

Hasil pertanyaan yang telah anda isi anda akan disimpan oleh peneliti sendiri, laporan hasil
penelitian tidak akan terdapat nama anda sehingga tetap menjamin kerahasiaan, hasil penelitian
akan diberikan kepada kampus Universitas Indonesia dan hanya kepada pihak yang
membutuhkan dalam mengatasi permasalahan merokok pada remaja, anda juga dapat
memperoleh hasil penelitian secara langsung dari peneliti, jika dinginkan, anda dapat

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dan akan diberikan waktu sebelum membuat
keputusan untuk mengikuti. Penelitian hanya akan dilakukan menyesuaikan dengan waktu
anda dan tidak memiliki kesibukan,. Anda memiliki hak untuk menolak untuk tidak mengikuti
penelitian ini atau berhenti saat mengisi daftar pertanyaan jika merasa tidak nyaman tanpa ada
risiko yang diperoleh. Jika anda memutuskan untuk bersedia mengikuti penelitian ini, anda
akan diberikan lembar persetujuan (informed consent) pada halaman berikut untuk
ditandatangani sebagai bukti kesediaan mengikuti penelitian untuk disimpan

Hormat saya,

La Syam Abidin

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama (inisial) :
Usia : ………… Tahun
Alamat : Kelurahan Curug, RT ………. RW ………..

Setelah mendengarkan dan membaca penjelasan penelitian yang disampaikan oleh peneliti.
Saya memahami tujuan dan manfaat dari penelitian, serta memahami bahwa data dan
informasi yang saya berikan akan dijaga kerahasiaannya. Saya berhak untuk memutuskan
ikut atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini, jika saya merasa tidak nyaman

Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, saya menyatakan bersedia berpartisipasi


dalam penelitian ini sebagai responden secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak
manapun.

Curug, April 2018


Responden

( )

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 3

KISI-KISI KUESIONER PENELITIAN


HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA TENTANG TUGAS KESEHATAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK
REMAJA
DI KELURAHAN CURUG, KECAMATAN CIMANGGIS, KOTA DEPOK

No Variabel Sub Variabel Indikator Sub Indikator Pernyataan Ket Alat Ukur
(+/-)
1 Tugas 1. Mengenal 1. Defenisi merokok Kebiasaan 1. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa (+) Kuesioner
Kesehata masalah menghisap rokok merokok merupakan kebiasaan buruk yang dengan
n kesehatan dapat mengganggu kesehatan menggunak
Keluarga remaja an skala
2. Kandungan rokok Kandungan rokok 2. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa (+) likert :
dalam sebatang rokok terdapat sekitar 600 ▪ Selalu
bahan kimia ▪ Sering
3. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa (+) ▪ Kadang-
dalam sebatang rokok yang ketika dibakar kadang
akan menghasilkan lebih dari 7000 bahan ▪ Jarang
kimia beracun ▪ Tidak
pernah
3. Penyebab/faktor 1. Faktor individu 4. Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia (+)
risiko remaja 2. Faktor teman seperti saya berisiko untuk merokok karena
merokok 3. Faktor keluarga ingin tahu atau coba-coba
4. Faktor media 5. Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia (+)
5. Lingkungan anti seperti saya berisiko untuk merokok karena
rokok mengikuti teman-teman merokok
6. Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia (-)
seperti saya berisiko untuk merokok bukan
karena ayah/ibu/kakak yang merokok
dirumah

7. Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia


seperti saya berisiko untuk merokok bukan (-)

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


karena melihat iklan yang menarik tentang
rokok
8. Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia (+)
seperti saya berisiko untuk merokok karena
lingkungan tidak melarang untuk merokok

4. Tanda remaja 1. Tanda fisik 9. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa (+)
telah merokok 2. Tanda tambahan jika merokok mengakibatkan sering batuk,
gigi menguning, terdapat noda kuning pada
jari, lebih sering terkena pilek atau sakit
tenggorokan
10. Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa
jika merokok mengakibatkan bau mulut, (+)
pakaian berbau asap dan merusak pakaian
karena api rokok

2. Mengambil 1. Sikap keluarga 1. Setuju merokok 1. Ayah/ibu menyampaikan ketidaksetujuan (+) Kuesioner
keputusan terhadap remaja 2. Ketidaksetujuan mereka jika saya merokok apapun dengan
tindakan yang remaja merokok alasannya menggunak
tepat an skala
2. identifikasi 1. Dukungan 2. Ayah/ibu saya memberi dukungan agar (+) likert :
tindakan 2. Komunikasi tidak merokok ▪ Selalu
Hubungan 3. Ayah/ibu dan saya memiliki komunikasi (+) ▪ Sering
yang baik sehingga mencegah saya dari ▪ Kadang-
perilaku merokok kadang
▪ Jarang
3. Konsekuensi jika 1. Tidak 4. Ayah/ibu saya menyampaikan bahwa (-) ▪ Tidak
tidak dilakukan bermasalah remaja yang mencoba merokok dapat pernah
2. Masih tetap berhenti dengan sendirinya ketika sadar
sehat 5. Ayah/ibu saya menyampaikan bahwa (-)
3. Kecanduan merokok di usia remaja tidak masalah
nikotin karena belum berdampak gangguan
4. Penyakit kesehatan (+)

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


6. Ayah/ibu menyampaikan bahwa jika saya
merokok dapat mengakibatkan kecanduan
untuk terus merokok (-)
7. Ayah/ibu saya menyampaikan bahwa
merokok tidak dapat mengakibatkan
penyakit kanker, gangguan pernapasan atau
jantung

4. Keputusan 1. Dibiarkan 8. Ayah/ibu saya menyampaikan bahwa (-)


keluarga tentang 2. Menjaga remaja belum memerlukan tindakan
tindakan 3. Melindungi berkaitan dengan perilaku merokok
9. Ayah/ibu menjaga/mengawasi saya dari (+)
pergaulan agar tidak merokok
10. Ayah/ibu melindungi saya dari pergaulan (+)
agar tidak merokok

3. Merawat 1. Kontrol orang tua 1. Aktivitas remaja 1. Ayah/ibu mengetahui aktivitas saya saat (+) Kuesioner
remaja 2. Tanda remaja diluar rumah dengan
beresiko telah merokok 2. Ayah/ibu memeriksa pakaian atau (+) menggunak
merokok perlengkapan saya dari kemungkinan bau an skala
asap rokok, memiliki lubang kecil, adanya likert :
korek api atau rokok ▪ Selalu
▪ Sering
2. Melindungi 1. Seleksi teman 3. Ayah/ibu mencari informasi tentang (+) ▪ Kadang-
remaja bermain kebiasaan merokok teman dekat/bergaul kadang
2. Pembatasan uang saya (-) ▪ Jarang
saku 4. Ayah/ibu memberikan uang saku lebih dari ▪ Tidak
kebutuhan sehingga saya dapat membeli pernah
rokok

3. Komunikasi 1. Ketidaksetujuan 5. Ayah/ibu melarang saya merokok karena (+)


tentang anti rokok dengan remaja memiliki dampak buruk bagi kesehatan
merokok 6. Ayah/ibu menyampaikan kepada saya (+)
2. Fakta -fakta tentang pendapat yang salah dan jangan

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


diikuti seperti merokok menjadi keren,
tidak gaul, banyak teman, menghilangkan
stress

4. Edukasi tentang 1. Media : iklan tv, 7. Ayah/ibu meminta saya agar mencari video (+)
rokok promosi rokok tentang bahaya merokok di smartphone
2. Penggunaan (HP) agar ditonton bersama
media sosial, 8. Ayah/ibu menasehati saya tentang kesulitan (+)
smartphone berhenti jika telah memulai merokok
3. Berbagi
pengalaman
5. Ketrampilan sosial 1. Menghindar 9. Ayah/ibu menasehati saya agar (+)
2. Menolak dengan menghindari teman-teman yang sedang
baik merokok
10. Ayah/ibu mengajarkan saya agar tidak malu
mengatakan “maaf saya tidak merokok” (+)
saat diajak teman merokok

4. Modifikasi 1. Kualitas hubungan 1. Kepuasan, 1. Ayah/ibu membatasi kedekatan dengan (-) Kuesioner
lingkungan orang tua dan kedekatan atau saya (-) dengan
remaja keterhubungan 2. Ayah/ibu dan saya terjadi konflik dirumah menggunak
2. Minimal terjadi an skala
konflik likert :
2. Aturan tentang 1. Aturan larangan 3. Ayah/ibu saya membuat aturan larangan (+) ▪ Selalu
merokok merokok merokok di rumah ▪ Sering
didalam rumah 4. Ayah/ibu menerapkan larangan merokok (-) ▪ Kadang-
2. Penerapan aturan didalam rumah hanya untuk saya kadang
5. Ayah/ibu saya tidak mengijinkan siapapun (+) ▪ Jarang
merokok didalam rumah ▪ Tidak
pernah
3. Penerapan 1. Orang tua 6. Ayah/ibu saya menghentikan kebiasaan (+)
perilaku yang berhenti merokok mereka
sehat merokok 7. Ayah/ibu saya memberi contoh perilaku (+)
2. Model peran sehat dengan tidak merokok

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


3. Menghindari 8. Ayah/ibu saya tidak menyimpan rokok (+)
tersedianya didalam rumah
rokok bagi 9. Ayah/ibu saya tidak menyediakan asbak (+)
remaja rokok dirumah
4. Poster 10. Ayah/ibu memasang tanda dilarang (+)
bergambar merokok didalam atau diluar rumah
bahaya rokok

5. Memanfaat 1. Mengetahui lokasi 1. PKPR 1. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas (+) Kuesioner
fasilitas Puskesmas karena terdapat Pelayanan Kesehatan dengan
layanan Peduli Remaja yang disingkat PKPR menggunak
kesehatan an skala
2. Manfaat yang 1. Memperbaiki 2. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas (+) likert :
diperoleh pengetahuan, karena dapat membantu memberikan ▪ Selalu
keyakinan dan informasi yang benar tentang dampak ▪ Sering
sikap remaja merokok bagi kesehatan (+) ▪ Kadang-
tentang merokok 3. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas kadang
dan karena dapat membantu mengetahui status ▪ Jarang
konsekuensinya kesehatan saya (+) ▪ Tidak
2. Mengetahui 4. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas pernah
status kesehatan karena dapat membantu mencegah dan
remaja menghentikan kebiasaan merokok
3. Membantu
menghentikan
kebiasan
merokok remaja
akibat kecanduan
3. Kepercayaan & 1. Tidak dapat 5. Ayah/ibu tidak membawa saya ke (-)
pengalaman membantu Puskesmas karena tidak percaya mengatasi
terhadap petugas 2. Tidak puas masalah merokok
dengan layanan 6. Ayah/ibu tidak membawa saya ke (-)
yang diberikan Puskesmas karena kurang puas dengan
layanan yang diberikan

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


4. Jenis layanan yang 1. Pendidikan 7. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas (+)
diberikan kesehatan karena akan diberikan pendidikan
2. Konseling kesehatan tentang bahaya rokok
3. Pengajaran 8. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas (+)
Kompetensi dan agar mendapat bimbingan konseling tidak
ketrampilan merokok atau membantu menghentikan
sosial kebiasaan merokok
9. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas (+)
agar mendapat ketrampilan mencegah atau
berhenti merokok

5. Ketakutan akan 1. Kerahasian 10. Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas (+)


konsekuensi jika 2. Persepsi untuk memastikan informasi yang
ke tempat masyarakat diperoleh tentang kebiasaan merokok saya
pelayanan (-)
2 Perilaku Status merokok Perokok/Bukan Merokok/Tidak Apakah anda pernah merokok meski hanya 1 Kuesioner
merokok Perokok merokok atau 2 kali embusan dan sampai saat ini masih Mengguna
merokok ? kan skala
guttman :
▪ Ya
▪ Tidak

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Antara Persepsi Remaja Tentang Tugas Kesehatan Keluarga dengan Perilaku
Merokok Remaja di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis
Kota Depok

Nomor Responden (diisi oleh peneliti) ………..…


Tanggal Pengisian : …….. / April / 2018
Alamat : Kelurahan Curug, RT ………… RW ……….
PETUNJUK 1
Isilah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( X ) atau menuliskan pada tanda (……..) pada
jawaban yang sesuai dengan kondisi anda yang sejujurnya !
CONTOH PENGISIAN :
1. Dimana tempat lahir anda ?
1. Jakarta 3. Surabaya

×2. Depok
Makan
4. Medan
2. Apakah hobi anda ? ………………

A. Karakterisitk Responden
1. Karakteristik Keluarga
Bagian ini berisi tentang beberapa pertanyaan untuk mengidentifikasi karakteristik
orangtua anda. Berikanlah jawaban sesuai dengan kondisi anda yang sejujurnya
1. Apa pendidikan terakhir ayah anda?
1. SD 4. Akademi/Diploma
2. SLTP/SMP/MTs 5. Perguruan Tinggi
3. SLTA/SMA/SMK/MAN
2. Apa pendidikan terakhir ibu anda?
1. SD 4. Akademi/Diploma
2. SLTP/SMP/MTs 5. Perguruan Tinggi
3. SLTA/SMA/SMK/MAN
3. Siapakah yang merokok didalam rumah anda ? (Jawaban boleh lebih dari satu ) :
1. Tidak ada 4. Kakak/adik (coret yang bukan)
2. Ayah 5. Paman/bibi (coret yang bukan)
3. Ibu 6. Kakek/nenek (coret yang bukan)

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


2. Karakteristik Remaja
Bagian ini berisi tentang beberapa pertanyaan untuk mengidentifikasi karakteristik
anda. Berikanlah jawaban sesuai dengan kondisi sebenarnya

1. Usia anda saat ini ? : ……………….. Tahun


2. Apakah jenis kelamin anda ? :
1. Laki-laki, 2. Perempuan
3. Berapa rata-rata uang saku yang orangtua anda berikan dalam seminggu ? :
1. < Rp.10.000 2. ≥ Rp.10.000
4. Jumlah teman dekat anda yang memiliki kebiasaan merokok ?
1. Tidak ada 4. Tiga orang
2. Satu orang 5. Empat orang
3. Dua orang 6. Lebih dari empat orang

B. Status Merokok Remaja


Bagian ini berisi tentang beberapa pertanyaan untuk mengidentifikasi status merokok
anda. Berikanlah jawaban sesuai dengan kondisi sebenarnya
1. Apakah anda pernah merokok (rokok batangan) meski hanya 1 atau 2 kali embusan
(menarik dan meniupkan asap rokok) dan sampai saat ini masih merokok ?
1. Ya 2. Tidak
2. Usia berapa anda pertama kali merokok ? ………….... Tahun
3. Apakah alasan anda pertama kali merokok ? :
1. Coba-coba 4. Ikut Teman
2. Ikut orang tua 5. Ikut Iklan tentang rokok
3. Ikut kakak/adik
4. Berapa banyak rokok yang biasanya anda konsumsi per hari ?
1. Kurang dari 1 batang rokok 4. 6 sampai 10 batang rokok
2. 1 batang rokok 5. 11 sampai 20 batang rokok
3. 2 sampai 5 batang rokok 6. Lebih dari 1 bungkus

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


PETUNJUK 2 : Berikut ini pertanyaan persepsi anda tentang tugas kesehatan keluarga
CONTOH PENGISIAN :
Petunjuk : Berilah tanda ( √ ) pada salah satu dari kolom pilihan jawaban Selalu, Sering, Kadang-
kadang Jarang atau Tidak pernah, berdasarkan pertanyaan sesuai dengan kondisi anda yang
sejujurnya
Pilihan Jawaban
No. Pernyataan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
1. Saya sarapan di pagi hari √

C. Persepsi anda tentang tugas keluarga mengenal adanya masalah kesehatan


Pilihan Jawaban
Pernyataan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
No.
kadang pernah
1 Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa
merokok merupakan kebiasaan buruk yang
dapat mengganggu kesehatan
2 Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa
dalam sebatang rokok terdapat sekitar 600
bahan kimia
3 Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa
dalam sebatang rokok yang ketika dibakar
akan menghasilkan lebih dari 7000 bahan
kimia beracun
4 Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia seperti
saya berisiko untuk merokok karena ingin
tahu atau coba-coba
5 Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia seperti
saya dapat merokok karena mengikuti
teman-teman yang merokok
6 Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia seperti
saya berisiko untuk merokok bukan karena
ayah/ibu/kakak yang merokok dirumah
7 Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia seperti
saya berisiko untuk merokok bukan karena
melihat iklan yang menarik tentang rokok
8 Ayah/ibu menyampaikan bahwa usia seperti
saya berisiko untuk merokok karena
lingkungan tidak melarang untuk merokok
9 Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa
jika merokok mengakibatkan sering batuk,
gigi menguning, terdapat noda kuning pada
jari, lebih sering terkena pilek atau sakit
tenggorokan
10 Ayah/ibu menjelaskan kepada saya bahwa
jika merokok mengakibatkan bau mulut,
pakaian berbau asap dan merusak pakaian
karena api rokok

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


D. Persepsi remaja tentang tugas keluarga mengambil keputusan tindakan yang tepat
Pilihan Jawaban
No. Pernyataan
Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
1 Ayah/ibu menyampaikan ketidaksetujuan
mereka jika saya merokok apapun alasannya
2 Ayah/ibu saya memberi dukungan agar tidak
merokok
3 Antara ayah/ibu dan saya memiliki
komunikasi yang baik sehingga mencegah
saya dari perilaku merokok
4 Ayah/ibu menyampaikan bahwa jika saya
mencoba merokok akan berhenti dengan
sendirinya saat telah sadar
5 Ayah/ibu menyampaikan bahwa merokok di
usia seperti saya tidak masalah karena masih
muda
6 Ayah/ibu menyampaikan bahwa jika saya
merokok dapat mengakibatkan kecanduan
atau ketagihan untuk terus merokok
7 Ayah/ibu saya menyampaikan bahwa
merokok tidak mengakibatkan penyakit
seperti kanker, serangan jantung atau
gangguan pada pernapasan
8 Ayah/ibu saya menyampaikan bahwa usia
seperti saya belum perlu tindakan untuk
mencegah atau berhenti merokok
9 Ayah/ibu menjaga atau mengawasi saya dari
pergaulan agar tidak merokok
10 Ayah/ibu melindungi saya dari pergaulan
agar tidak merokok

E. Perspesi remaja tentang tugas keluarga memberikan perawatan kesehatan


Pilihan Jawaban
No. Pernyataan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
1 Ayah/ibu mengetahui lokasi dan dengan
siapa, saya bermain atau berkumpul saat
diluar rumah
2 Ayah/ibu memeriksa pakaian atau
perlengkapan saya dari kemungkinan bau
asap rokok, memiliki lubang kecil, terdapat
korek api atau rokok
3 Ayah/ibu mengetahui tentang teman dekat
atau bergaul saya yang merokok
4 Ayah/ibu memberikan uang saku/jajan
sehingga saya dapat membeli rokok
5 Ayah/ibu melarang saya merokok karena
memiliki dampak buruk bagi kesehatan

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


6 Ayah/ibu menyampaikan kepada saya
tentang pendapat yang salah dan jangan
diikuti seperti merokok menjadi keren, tidak
gaul, banyak teman, menghilangkan stress
7 Ayah/ibu meminta saya agar mencari video
tentang bahaya merokok di smartphone (HP)
agar ditonton bersama
8 Ayah/ibu menasehati saya tentang kesulitan
berhenti jika telah memulai merokok
9 Ayah/ibu menasehati saya agar menghindari
teman-teman yang sedang merokok
10 Ayah/ibu mengajarkan saya agar tidak malu
mengatakan “maaf saya tidak merokok” saat
diajak teman merokok

F. Persepsi remaja tentang tugas keluarga memodifikasi lingkungan kesehatan


Pilihan Jawaban
No. Pernyataan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
1 Ayah/ibu kurang peduli dengan saya
sehingga saya merokok
2 Antara ayah/ibu dan saya terjadi
ketidakcocokan dirumah sehingga saya
merokok
3 Ayah/ibu saya membuat aturan larangan
merokok di rumah
4 Larangan merokok didalam rumah hanya
untuk saya bukan untuk ayah/ibu/kakak
yang juga merokok
5 Ayah/ibu saya tidak mengijinkan siapapun
merokok didalam rumah
6 Ayah/ibu saya menghentikan kebiasaan
merokok mereka
7 Ayah/ibu saya memberi contoh perilaku
sehat dengan tidak merokok
8 Ayah/ibu saya tidak menyimpan rokok
didalam rumah
9 Ayah/ibu saya tidak menyediakan asbak
rokok dirumah
10 Ayah/ibu saya memasang tanda atau tulisan
dilarang merokok dirumah

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


G. Persepsi remaja tentang tugas keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan
Pilihan Jawaban
No. Pernyataan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
1 Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas
karena terdapat Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja yang disingkat PKPR
2 Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas
karena dapat membantu memberikan
informasi yang benar tentang dampak
merokok bagi kesehatan
3 Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas
karena dapat membantu mengetahui status
kesehatan saya
4 Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas
karena dapat membantu mencegah dan
menghentikan kebiasaan merokok
5 Ayah/ibu menyampaikan tidak percaya
bahwa puskesmas dapat mencegah atau
mengatasi masalah merokok pada usia
seperti saya
6 Ayah/ibu menyampaikan kurang puas
dengan layanan yang diberikan Puskesmas
7 Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas
karena akan diberikan pendidikan
kesehatan tentang bahaya rokok
8 Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas
agar mendapat bimbingan konseling tidak
merokok atau membantu menghentikan
kebiasaan merokok
9 Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas
agar mendapat ketrampilan mencegah atau
berhenti merokok
10 Ayah/ibu membawa saya ke Puskesmas
untuk memastikan informasi yang
diperoleh tentang kebiasaan merokok saya

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 5

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 6

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 7

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 8

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 9

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 10

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 11

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 12

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 13

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 14

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018


Lampiran 15
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. BIODATA
Nama : La Syam Abidin
Tempat tanggal lahir : Passo, 29 Agustus 1984
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Manusela, RT.11, kelurahan Namaelo, kecamatan Kota Masohi,
kabupaten Maluku Tengah, provinsi Maluku
Alamat Email : syamafiyah1006@gmail.com
Nomor Telepon : 085354066107

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN 2 Passo, Ambon Lulus Tahun 1996
2. SLTP Negeri 2 Pasarwajo, Buton Sulawesi Tenggara Lulus Tahun 1996
3. SMU Negeri 1 Pasarwajo, Buton Sulawesi Tenggara Lulus Tahun 2002
4. Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Famika
Makassar Lulus Tahun 2006
5. Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Famika Makassar
Lulus Tahun 2007
6. Program Studi Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia (2016 – sekarang)

C. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Staf Pengajar Prodi Keperawatan Masohi Poltekkes Kemenkes Maluku (2009 – sekarang)

Hubungan antara..., La Syam Abidin, FIK UI, 2018

Anda mungkin juga menyukai