Anda di halaman 1dari 23

Bahan Ajar

Kesetaraan Gender
Dalam Keluarga
Berencana

Disusun

Oleh:

SULDANIANTI

NIM. 19. 1302. 063


KLS E.19

Program DIV Bidan Pendidik


Universitas Indonesia Timur
Makassar
2020

KESETARAAN GENDER DALAM KELUARGA BERENCANA

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti
Ketidak setaraan gender dalam bidang KB dan Kesehatan Reproduksi

sangat berpengaruh pada keberhasilan program. Sebagian besar masyarakat

dan provider serta penentu kebijakan masih mengganggap bahwa penggunaan

kontrasepsi adalah urusan perempuan. Oleh karena itu, peserta KB pria di

Indonesia masih sangat rendah yaitu masih dibawah 2 persen, disamping masih

relatif rendahnya kepedulian pria terhadap proses reproduksi keluarganya

terutama dalam hal kehamilan dan kelahiran. Dimasa lalu, persoalan pengaturan

kelahiran lebih banyak difokuskan kepada perempuan, sehingga terkesan bahwa

keluarga berencana adalah urusan perempuan saja. Data berbagai survai

menunjukkan bahwa prevalensi pengguna kontrasepsi pria masih dibawah 2

persen. Meskipun rendahnya rendahnya pengguna kontrasepsi berkaitan

dengan pula dengan keterbatasan teknik kontrasepsi yang tersedia bagi pria,

angka ini menunjukkan bahwa kepedulian pria terhadap keluarga berencana

masih rendah. Mengingat upaya pengarus utamaan gender (gender

mainstreaming) menjadi pendekatan umum pada setiap pembangunan nasional

dan global, maka kesetaraan gender dalam mengatur kelahiran adalah menjadi

ciri pembaharuan program keluarga berencana. Sejak kesepakatan ICPD, 1994

di Kairo, kesetaraan dan keadilan dalam keluarga berencana telah menjadi salah

satu strategi utama dalam pelaksanaan program nasional. Dengan diadopsinya

Millennium Development Goals (MDGs) sebagai tujuan pembangunan global,

masalah kesetaraan dan keadilan gender memperoleh prioritas yang lebih tinggi

karena menjadi salah satu sasaran dalam MDGs tersebut. Walaupun secara

programmatis kesetaraan dan keadilan gender merupakan strategi utama dalam

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
program keluarga berencana, namun faktanya bahwa untuk meningkatkan

kesertaan pria ber KB saat ini masih belum sesuai yang diharapkan. Dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 salah satu

indikator keberhasilan BKKBN adalah tercapainya kesertaan KB pria sebesar 4,5

persen pada tahun 2009.

A. Pengertian Gender

Gender pada awalnya diambil dari kata dalam bahasa arab

JINSIYYUN yang kemudian di adopsi dalam bahasa perancis dan inggris

menjadi gender.

Gender adalah perbedaan antara laki- laki dan perempuan dalam

peran, fungsi, hak, tanggung jawab dan prilaku yang dibentuk oleh tata nilai

social, budaya dan adat istiadat ( Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003).

Gender adalah peran dan tanggung jawab perempuan dan laki laki

yang ditentukan secara social. Gender berhubungan dengan persepsi dan

pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai perempuan dan laki- laki

yang dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan biologis (WHO, 1998).

Istilah gender sering disalah artikan sebagai seks atau jenis kelamin.

Walaupun mengandung komponen yang sama, namun seks lebih

menonjolkan pada aspek biologis yang dibawa seseorang sejak lahir

sehingga membedakan dirinya sebagai laki-laki atau perempuan.

Sedangkan gender merupakan hasil kontruksi sosial yang berperan

membentuk tingkah laku dan karakteristik laki-laki dan perempuan.

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
Perbedaan gender sebenarnya tidak akan menjadi masalah sepanjang

tidak melahirkan ketidaksetaraan gender. Yang menjadi persoalan, ternyata

perbedaan gender telah melahirkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan

perempuan yang termanifestasi dalam berbagai bentuk misalnya

kekerasan, subordinasi, beban kerja lebih banyak, maupun

ketidakseimbangan menyangkut pelayanan kesehatan.

Pada lingkup keluarga, perlakuan diskriminatif dalam kehidupan sosial

antara lain terlihat pada budaya distribusi makanan yang selalu berpihak

pada laki-laki. Tak heran jika angka prevalensi kekurangan gizi pada

perempuan tetap saja tinggi. Data menunjukan kejadian anemia gizi pada

ibu hamil sebanyak 57 persen setelah terjadi krisis ekonomi. Hal ini tentu

sangat mengkhawatirkan sebab secara makro akan menyebabkan

rendahnya mutu sumber daya keluarga Indonesia.

Pada program Keluarga Berencana (KB), masalah paling

menonjolkan dalam kaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender adalah

hak-hak perempuan yang belum mendapatkan penghormatan yang

sepantasnya. Kaum perempuan belum mandapatkan akses dan peluang

yang layak dalam memperoleh hak-hak reproduksinya. Hal ini terindikasi

oleh lebih dari 95 persen peserta KB adalah perempuan. Kita mungkin

terkesima manakala menyimak data kesertaan pria dalam KB Indonesia bila

dibandingkan dengan kesertaan pria dalam program KB di sejumlah

negara. Malaysia 16 persen, Iran 13 persen, Bangladesh 14 persen,

Amerika 35 persen, bahkan Jepang 80 persen, sedangkan Indonesia 1,1

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
persen. Hal ini sangat penting untuk menjadi perhatian sebab kesertaan

pria dalam KB akan memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap

pengendalian pertumbuhan penduduk dan penanganan masalah kesehatan

reproduksi, termasuk penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang pada

giliranya akan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Rendahnya partisipasi pria dalam menggunakan alat kontrasepsi

disebabkan karena terbatasnya alat kontrasepsi yang bisa digunakan pria

(hanya vasektomi dan kondom), adanya rumor bahwa vasektomi dapat

menurunkan kemampuan seksual, kekhawatiran para istri bahwa vasektomi

meningkatkan peluang penyelewengan, adanya stigma (prasangka negatif)

yang melekat pada penggunaan kondom, serta adanya hambatan cultural

dan psikologis.

Alasan pertama termasuk masalah teknis. Selama ini upaya-upaya

penelitian dan pengembangan metode kontrasepsi bagi pria sering

mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan pengendalian kemampuan

reproduksi pria secara biologis lebih sulit dilaksanakan sebab pria selalu

dalam kondisi subur karena banyaknya sperma yang dihasilkan (+100

juta/ml). Pada akhirnya penelitian dan pengembangan alat kontrasepsi lebih

banyak dialokasikan pada metode kontrasepsi untuk perempuan.

Alasan kedua dan seterusnya lebih disebabkan karena mitos-mitos yang

berkembang cenderung menjadikan perempuan sebagai sasaran dalam

masalah reproduksi. Anggapan bahwa karena yang hamil dan melahirkan

adalah perempuan, maka perempuanlah yang harus mempergunakan alat

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
kontrasepsi agar tidak hamil. Tentunya ini terasa kontradiktif karena

perempuan yang mengalami masa hamil, persalinan dan menyusui masih

harus menggunakan alat kontrasepsi yang kadangkala tidak cocok baginya.

Sedangkan suami yang ikut andil dalam proses reproduksi tidak ikut berbagi

peran, misalnya dengan menggunakan kontrasepsi pria.

B. Perspektif Gender dan HAM dalam Keluarga Berencana

  Keterlibatan suami dalam mewujudkan hak-hak reproduksi dalam

keluarga menjadi sangat penting karena;

1. Pria adalah partner dalam reproduksi dan seksual sangat beralasan

apabila laki-laki dan perempuan berbagi tanggung jawab dan peran

secara seimbang dalam kesehatan reproduksi.

2. Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi, sehingga keteribatan

pria dalam pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah anak ideal

dan jarak kelahiran akan memperkuat ikatan batin yang lebih kuat antara

suami istri dalam kehidupan berkeluarga.

3. Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peran

penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan digunakan oleh

istrinya;.

4. Partisipasi pria dalam pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi

diharapkan mampu mengubah pandangan bahwa KB hanya hak dan

tugas perempuan saja, melainkan merupakan hak bersama laki-laki dan

perempuan.

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
Kenyataan lain yang perlu mendapat perhatian adalah adanya temuan

yang diperoleh melalui focus Group Discussion (FGD) oleh Saparinah Sadli

(1997) yang menyebutkan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) yang terdiri dari

para suami merasa bahwa mereka tidak diikut sertakan dalam program KB, dan

memperoleh pengetahuan tentang KB dari membaca artikel di majalah, televisi

dan cerita istri bukan dari petugas. Temuan ini mengindikasikan bahwa Petugas

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) sebagai petugas penyampai informasi

pada masyarakat masih terjebak dalam pelayanan yang bias gender.

  Sebenarnya keinginan untuk meningkatkan pelayanan KB yang

berwawasan gender sudah ditekankan melalui Undang-undang No.10 Tahun

1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

Sejahtera dalam bab penjelasan tertulis hal-hal sebagai berikut : “ suami dan istri

harus sepakat mengenai pengaturan kelahiran dan cara yang akan dipakai agar

tujuannya tercapai dengan baik “. Dalam Undang-undang tersebut juga

disebutkan “ kewajiban yang sama antara keduanya berarti juga bahwa apabila

istri tidak dapat memakai alat, obat dan cara pengaturan kehamilan, misalnya

karena alasan kesehatan, maka suami mempergunakan alat, obat, dan cara

yang diperuntukan bagi laki-laki “.

Upaya menyeimbangkan pelayanan KB berwawasan gender semakin

menguat dengan disepakatinya International Conference on Population

Development (ICPD) tahun 1994 yang lebih memperhatikan hak-hak reproduksi,

kesetaraan gender, dan masalah tanggung jawab pria dalam kesehatan

reproduksi. Berdasarkan kesepakatan ini diketahui bahwa pria dan kaum

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
perempuan memiliki akses yang setara dalam pemenuhan kebutuhan tentang

kesehatan reproduksi.

Sesuai dengan berubahnya visi dan misi program KB yang disesuaikan

dengan GBHN 1998 maka kebijakan operasional program KB yang ditempuh

adalah berupaya mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015 melalui promosi,

perlindungan dan bantuan untuk mewujudkan hak-hak reproduksi, serta

memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB dengan memperhatikan

secara khusus aspek kesetaraan gender melalui upaya peningkatan partisipasi

pria dalam program KB untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan dukungan

politis, sosial dan budaya terhadap penerimaan partisipasi pria dalam KB,

meningkatnya pengetahuan dan sikap positif tentang peran suami dalam KB dan

kesehatan reproduksi, meningkatnya jumlah, tempat, dan fasilitas pelayanan KB

bagi pria dan meningkatnya jumlah, tempat, dan fasilitas pelayanan KB bagi pria

dan meningktnya jumlah peserta KB pria.

Peningkatan dukungan baik secara politis, sosial, budaya dan keluarga

dapat dicapai dengan melakukan pendekatan atau kegiatan advokasi dan KIE

secara intensif kepada para pengambil keputusan, TOMA/TOGA, termasuk

seluruh anggota keluarga. Peningkatan pengetahuan dan sikap dilakukan

melalui upaya promosi dan konseling KB dengan tema sentral “ Pria

bertanggung jawab “ terhadap anggota keluarga termasuk kepada para program

KB. Peningkatan kualitas kegiatan promosi dan konseling KB dilakukan dengan

mengintegrasikan konsep dan kegiatan dengan komponen dan sektor terkait.

Sedangkan pengembangan pelayanan KB pria dilakukan dengan mendekatkan

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
pelayanan di tempat kerja. Pendekatan kegiatan pelayanan ditempat kerja

dilaksanakan dengan prinsip desentralisasi yaitu memberikan kewenangan

kepada perusahaan, instansi dan LSOM dalam bentuk privatisasi atau waralaba.

Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan

keluarganya melalui motivasi dan peningkatan produktivitas pekerja serta

pengusaha, dengan meningkatkan program KB dan kesehatan reproduksi.

Sepanjang perjalanan sejarah program KB Nasional, masih banyak

permasalahan yang  ada sehingga menimbulkan persepsi bahwa program KB

dan Kesehatan Reproduksi saat ini masih bias gender. Hal ini ditandai dengan

masih  tingginya angka kematian dan kesakitan ibu hamil, melahirkan dan nifas;

Tingginya angka Aborsi; Infeksi saluran reproduksi, penyakit menular seksual

dan HIV/AIDS; Kekerasan terhadap perempuan; masih tingginya pernikahan usia

muda; Rendahnya kesertaan pria/suami dalam KB; dan masalah infertilitas.

Kematian dan kesakitan ibu hamil, melahirkan dan Nifas. Saat ini angka

kematian Ibu sekitar  373 per 100.000 kelahiran hidup.

C. Diskriminasi Gender dalam Keluarga Berencana

Tingginya kematian dan kesakitan ibu hamil, melahirkan, nifas dan aborsi

akibat komplikasi sangat terkait dengan adanya diskriminasi gender dalam

masyarakat yang mengakibatkan adanya keterlantaran perempuan bukan hanya

pada saat hamil dan melahirkan tetapi sejak perempuan itu masih kecil dan

remaja. Hal ini disebabkan oleh adanya  faktor sosial budaya yang membedakan

nilai anak laki-laki dan perempuan, termasuk dalam hal pemberian gizi.

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
Adapun penyebab dari diskriminasi gender adalah :

1. Angka aborsi di Indonesia

Gambar 1. Ilustrasi

Menurut WHO diperkirakan sekitar 750.000 - 1,5 juta tindakan per

tahun yang dilakukan dalam keadaan tidak aman, dan 15 persennya

mengalami kematian. Aborsi pada hakekatnya merupakan kehamilan yang

tidak diinginkan sebagai dampak dari pergaulan bebas yang biasanya

dilakukan oleh laki-laki dan perempuan diluar nikah, pasangan suami-isteri

kelompok unmet need serta kegagalan dalam pemakaian alat kontrasepsi.

Kesemua resiko aborsi ini (rasa malu, ketakutan, kematian) lebih berat

ditanggung oleh pihak perempuan sedangkan pihak laki-laki hampir tidak

mempunyai resiko sama sekali. Hal ini disebabkan oleh rendahnya

pengetahuan istri tentang kesehatan reproduksi dan kurangnya kepedulian

dan perhatian suami terhadap kesehatan isteri.

2. Kekerasan terhadap perempuan

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
Gambar 2. Ilustrasi

Kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat dalam

berbagai kasus seperti kekerasan rumah tangga perkosaan  dan pelecehan

seksual yang jelas-jelas membawa penderitaan bagi kaum perempuan yang

semenjak dahulu menjadi golongan subordinasi. Kesenjangan gender yang

mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan disebabkan oleh faktor

sosial budaya yang beranggapan bahwa tingkah laku dan tindak kekerasan

suami dianggap hanya sementara dan wajar; juga karena Isteri dianggap

adalah milik suami, sehingga isteri harus patuh dan menuruti apa yang

dikehendaki  suami.

3. Infeksi saluran reproduksi PMS-HIV/ AIDS

Gambar 3. Ilustrasi

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
Infeksi saluran reproduksi yang dialami oleh perempuan menjadi

beban berat baginya dibanding pria/laki-laki, karena dapat mengakibatkan

kemandulan, keguguran, kehamilan di luar rahim dan penyakit radang

panggul. Akibat perilaku  seksual yang tidak sehat  yang dilakukan oleh

kebanya-kan kaum pria,  membawa akibat buruk  yang  ditanggung oleh 

kaum perempuan. Rendahnya kesadaran laki-laki/suami akan perilaku

seksual yang sehat mengakibatkan suami  tidak memperhitungkan dampak

penularan PMS, dan HIV/AIDS kepada isterinya. Disamping itu adanya

kecenderungan suami untuk melakukan berbagai hal yang diinginkan karena

rasa superioritas laki-laki terhadap perempuan. Pada kasus HIV/AIDS,

tercatat sampai dengan 30 Juni 2001 sejumlah 1572 kasus infeksi HIV dan

578 kasus AIDS. Dari 671 kasus HIV/AIDS wanita 21% dan pria 79%.

4. Tingginya pernikahan usia muda

Gambar 4. Ilustrasi

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
Ketidak berdayaan perempuan dalam menentukan jalan hidupnya.

Mereka dipaksa oleh orang tua karena orang tua ingin segera terbebas dari

beban ekonomi, khawatir anaknya tidak dapat jodoh, segera ingin mendapat

cucu dan lain sebagainya.  Sementara orangtua cenderung tidak

memaksakan hal ini kepada anak laki-lakinya. Akibat dari pernikahan usia

muda tersebut membawa  resiko tinggi bagi perempuan yang melahirkan

seperti resiko kematian ibu dan bayinya. Faktor sosial budaya yang

membedakan nilai anak laki-laki dan perempuan menyebabkan perempuan

hampir tidak mempunyai peluang untuk memperoleh pendidikan dan peran

dalam sektor publik. Hal ini men-dorong terjadinya pernikahan usia muda

pada perempuan.

5. Pada keluarga infertile

Gambar 5. Ilustrasi

Istri cenderung  menjadi pihak yang dipersalahan, padahal ada

kemungkinan kesalahan juga ada pada pihak laki-laki. Dalam pemeriksaan

medis, isteri selalu diminta untuk memeriksakan diri terlebih dahulu, dan

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
baru diikuti oleh pemeriksaan suami apabila perempuan tidak ada indikasi

infertil. Kedudukan suami yang dipandang lebih tinggi dibanding isteri oleh

masyarakat pada umumnya (misalnya sebagai kepala keluarga),

mengakibatkan suami cenderung tidak mau dipersalahkan dalam masalah-

masalah kesehatan reproduksi termasuk dalam infertilitas. Ditinjau dari segi

medis 40 persen masalah infertilitas disebabkan oleh kedua pihak yaitu

suami dan istri, faktor suami 40 persen, faktor istri 45 persen. Sedangkan

ditinjau dari sisi biaya, pemeriksaan awal terhadap suami jauh lebih

sederhana dan murah dibandingkan pemeriksaan terhadap isteri.

6. Kesertaan ber KB Pria rendah

Gambar 6. Ilustrasi

Data SDKI 1997 menunjukkan bahwa jumlah peserta KB baru pria

hanya 1.1% sementara peserta KB perempuan mencapai lebih dari 98%.

Ketimpangan ini terjadi karena berbagai faktor seperti :

 Faktor sosial budaya yang beranggapan bahwa KB adalah

urusan perempuan sehingga pria tidak perlu berperan. Setelah

terbukti bahwa isterinya tidak menggunakan alat/metode

kontrasepsi yang ada, barulah suami merasa perlu menjadi

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
peserta KB atau bahkan tidak menjadi peserta sama sekali

(unmet need).

 Pelaksanaan program yang lebih mengarahkan kepada kaum

perempuan.

 Aksesibilitas pria terhadap informasi mengeani KB rendah

karena masih terbatasnya informai tentang peranan pria dalam

KB dan Kesehatan reproduksi.

 Aksesibilitas pria terhadap sarana pelayanan kontrasepsi

rendah. Di-Puskesamas terdapat  pelayanan KIA yang

umumnya melayani Ibu dan Anak saja sehingga pria merasa

enggan untuk konsultasi dan mendapat pelayanan. Demikian

pula terbatasnya jumlah srana pelayanan yang dapat

memenuhi kebutuhan pria serta waktu buka sarana pelayanan

bersamaan dengan waktu kerja para pria/suami menyebabkan

isterilah yang lebih dapat memanfaatkan sarana pelayanan

tersebut.

 Jenis metode kontrasepsi untuk pria sampai saat ini msih

terbatas pada kondom dan vasektomi, berbeda dengan

kontrasepsi bagi perempuan yang jenisnya jauh lebih beragam.

 Suami dominan dalam pengambil keputusan pemakai

kontrasepsi, yaitu isteri dan bahkan sampai kepada pemilihan

jenis metodenya. Isteri cenderung patuh dan kalaupun  

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
berperan, biasanya hanya pada penentuan sarana

pelayanannya dengan pertimbangan biaya dan jarak/lokasi.

D. Pentingnya Kesetaraan Gender

       . Suami-isteri harus berperan dan bertanggung jawab secara bersama,

seimbang dan harmonis dalam KB dan kesehatan reproduksi karena :

1. suami-isteri merupakan pasangan dalam proses reproduksi

2. suami-isteri bertanggung-jawab secara sosial, moral, dan ekonomi dalam 

membangun keluarga

3. suami-isteri sama-sama mempunyai hak-hak reproduksi yang merupakan

bagian dari hak asasi manusia dan bersifat universal.

4. KB dan kesehatan reproduksi memerlukan peran dan tanggung jawab

bersama suami-isteri, bukan suami atau isteri saja.

         Dalam program KB dan kesehatan reproduksi masih dijumpai berbagai

kesenjangan gender yang dampaknya lebih banyak menimpa dan dirasakan oleh

kaum perempuan. Kesenjangan ini dijumpai pada kematian dan kesakitan ibu

hamil, melahirkan dan nifas (kesehatan maternal), infeksi saluran reproduksi dan

penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS, pernikahan usia muda,

kehamilan remaja serta dalam praktek Keluarga Berencana.

        Kesetaraan dan keadilan gender  dapat diwujudkan dalam bentuk peran

dan tanggung jawab bersama suami dan isteri dalam menangani masalah

keluarga berencana dan kesehatan reproduksi guna mewujudkan keluarga

berkualitas.

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
       Kondisi ini akan dapat terwujud melalui peran dan partisipasi aktif suami

sebagai bentuk nyata kepedulian dan kesertaannya dalam KB dan KR yang

diimbangi dengan meningkatnya kesadaran isteri akan hak-hak reproduksi dan

posisi setara dalam pengambilan keputusan mengenai KB dan Kesehatan

Reproduksi.

Petugas dan pengelola KB dilapangan umumnya merespon positif dan

mendukung pelaksanaan peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan

reproduksi, namun demikian karena keterbatasan sumber dana, daya dan

tenaga, program ini masih mengalami banyak hambatan yang perlu mendapat

perhatian dalam pelaksanaannya antara lain seperti:

1. Pengetahuan dan sikap PUS tentang metode KB pria masih belum

seimbang. Hal ini ditunjukkan bahwa pengetahuan wanita pernah kawin

dan berstatus kawin tentang MOP/vasektomi sebesar 39 persen,

sedangkan pengetahuan prianya hanya 31,9 persen. Pengetahuan wanita

tentang kondom sebesar 76,3 persen dan prianya sebesar 82,3 persen.

Dilain pihak sikap pria dan wanita pun dalam hal KB sangat bertolak

belakang. Data menunjukkan bahwa 9 orang dari 10 orang suami setuju

istri menggunakan kontrasepsi, namun 7 orang dari 10 istri yang tidak

mendukung suaminya ikut KB.

2. Pilihan cara KB pria Cuma dua yang satu mempunyai stigma negatif

(kondom), yang satunya “operasi” (Vasektomi), disamping itu penelitian

terhadap kontrasepsi baru pria (suntik KB pria) sampai saat ini belum

menunjukkan hasil.

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
3. dari 30 persen tempat pelayanan yang menyediakan pelayanan vasektomi

ternyata hanya 4 persen saja tempat pelayanan yang mau melayani

vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan

provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan

pelayanan vasektomi, namun secara mental masih ada hambatan,

disamping itu mutasi dokter terlatihpun sangat cepat.

E. Upaya kedepan

Banyak hal yang masih perlu untuk dilakukan untuk meningkatkan

partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi namun demikian, beberapa

upaya telah dilakukan untuk ditindaklanjuti seperti:

1. Meningkatkan jaringan kemitraan dengan BP4-KUA

Jaringan kemitraan ini telah lakukan sebagai upaya untuk

mempromosikan kondom kepada calon pengantin yang berjumlah 2 – 3 juta

pasangan. Menyadari posisi BP4 dan KUA yang sangat strategis baik dalam

mempromosikan program KB khususnya kondom pada penataran-penataran

yang dilakukan oleh KUA  kepada calon pengantin. Kondom dipromosikan

sebagai alat KB untuk perencanaan keluarga atau dalam menunda kehamilan

anak pertama. Untuk itu calon pengantin, yang dalam waktu singkat, menjadi

orang tua perlu memperoleh informasi yang lengkap tentang pentingnya

perencanaan keluarga.

Penggunaan kontrasepsi segera setelah kawin (satu bulan) masih sangat

rendah, karena baru 1 diantara 10 pasangan pengantin baru menggunakan

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
kontrasepsi. Dengan demikian apabila pasangan baru nikah tanpa menggunakan

kontrasepsi maka sekitar 85 persen dari mereka akan segera hamil pada tahun

pertama pasca menikah. Dibanding dengan negara-negara lain, angka ini relatif

sangat rendah. Belum banyak penjelasan mengapa penggunaan kontrasepsi

segera setelah menikah masih rendah, meskipun dapat diduga bahwa

pemahaman tentang kontrasepsi pada saat sebelum nikah masih kurang.

Kerjasama ini sangat strategis dan akan menjadi suatu kekuatan yang besar

dalam penyelenggaraan program KB didaerah bila ditindaklanjuti didaerah-

daerah.

2. Menambah akses kondom melalui vending machine

Peluncuran vending machine semata-mata ditujukan untuk mengatasi

salah satu kendala bagi akseptor pria dalam mendapatkan kondom. 

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai partisipasi pria

dalam KB, diketahui bahwa rendahnya penggunaan kondom salah satunya

karena sulitnya mendapatkan kondom. Kemudahan memperoleh kondom

berpengaruh positif terhadap kesertaan pria dalam ber-KB. Artinya semakin

mudah kondom diperoleh maka makin tinggi kemungkinan pria untuk ber-KB

(LDFE UI).  Masih menurut hasil-hasil studi, diketahui bahwa penggunaan

kontrasepsi pria  akan tergantung pada dekatnya mendapatkan alat kontrasepsi

tersebut, transportasi yang mudah dan harga yang murah. Sekitar 50% pria

menyukai tempat pelayanan yang dekat dari rumah atau tempat mereka bekerja.

Untuk itulah vending machine dicetuskan, dan ditempatkan di tempat-tempat

strategis yang mudah dijangkau oleh pria/ suami

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
            Vending Machine tidak ditempatkan di sembarang tempat, tidak

ditempatkan di tempat-tempat umum yang mudah dijangkau oleh anak-anak.

Dari 25 vending machine yang sudah dipasang, ditempatkan di tempat kerja dan

klinik-klinik KIAS. Dengan demikian penggunaan dan pembelian kondom melalui

vending machine dengan sendirinya tersaring. Karena tujuan penyediaan

vending machine adalah untuk mendekatkan kondom kepada para suami,

sehingga pemasangan di tempat kerja dan klinik-klinik dianggap paling dekat

dengan para suami.

3. Distribusi Kondom melalui Masyarakat (Community Based Distribution

Condom)

Upaya untuk meningkatkan kesertaan pria dalam praktek KB yang

dikembangkan antara lain yaitu menggunakan peserta KB Pria yang puas atas

pelayanan yang diterima untuk menjadi motivator KB khususnya untuk sasaran

utama yaitu pasangan suami-isteri (pasutri). Untuk itu diupayakan

pengembangan peer group sebagai distributor kondom di masyarakat atau yang

biasa disebut CBD (Community Based Distribution). Kegiatan program CBD

merupakan suatu upaya untuk mendistribusikan kontrasepsi kondom, promosi

penggunaan kondom, dan membantu memperkuat system distribusi kondom

setempat (lokal). Atas hal tersebut diperlukan suatu kegiatan untuk menjangkau

sasaran yang ada dengan memperdayakan potensi yang ada didalam

masyarakat itu sendiri.

4. Motivator Vasektomi

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
Salah satu alasan mengapa kontrasepsi pria khususnya vasektomi kurang

berkembang di dalam masyarakat terutama dikarenakan oleh pria itu sendiri,

dimana keinginan atau kesadaran pria akan hal tersebut sangat rendah. Untuk

itu  salah satu upaya meningkatkan kesertaan pria dalam penggunaan vasektomi

adalah dengan meningkatkan komunikasi melalui pengembangan saluran

komunikasi personal, seperti pengembangan kelompok-kelompok (peer group)

yang ada didalam masyarakat  dan di tempat kerja. Kelompok ini mempunyai

potensi yang besar dalam penyebarluasan KIE sebagai motivator vasektomi

kepada masyarakat. Kelompok ini bisa sebagai kelompok sosial, seperti

tetangga, teman, anggota keluarga dan perkumpulan yang dapat

mengembangkan saluran referensi dari mulut ke mulut. Klien vasektomi

merupakan suatu sasaran potensial bagi penyebarluasan informasi kepada

teman-temannya atau kepada sasaran khalayak, dan informasi tersebut

biasanya dapat dipercaya dan mengenai sasaran. Selanjutnya klien vasektomi

yang puas seringkali dapat mengajak klien baru untuk mengikuti metode

kontrasepsi mantap ini.  

5. Tim Mobil Kontap

Salah satu kendala pelayanan vasektomi adalah terbatasnya tempat

pelayanan vasektomi. Hasil baseline survei di 4 propinsi yaitu Sumatera Selatan,

Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur (2002) dikemukakan

bahwa dari 30 persen tempat pelayanan yang menyediakan pelayanan

vasektomi, hanya 4 persen yang melayani vasektomi. Untuk itu diperlukan suatu

pelayanan yang mobile (Tim Mobil Kontap) agar dapat menjangkau dan

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
dijangkau oleh masyarakat sasaran. Tim mobil kontap ini hendaknya dapat

dibentuk disetiap propinsi, karena diketahui bahwa permintaan pelayanan

vasektomi tersebar dibeberapa wilayah. Tim mobil ini diharapkan dapat

mengurangi unmet need.

  Upaya peningkatan partisipasi pria dalam KB memerlukan dukungan

semua pihak, namun demikian BKKBN harus mengambil inisitif dalam

menumbuhkan dan mengembangkan jaringan informasi dan pelayanan agar

pelaksanaan program KB Nasional mencapai sasaran seperti yang diamanatkan

dalam RPJM 2004-2009.

Daftar Pustaka
Bappenas, 1996. Kependudukan dan Keluarga Berencana

Http://www.bappenas.go.id/files/6713/5027/3331/bab-19-19-pj-1993-

cek_20090203104550_1788_19.doc. Diakses April 2020

BKKBN. 2003. Peningkatan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana dan

Kesehatan Reproduksi di Indonesia. BKKBN. Jakarta

BKKBN. 2005. Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB & KR. BKKBN. Jakarta.

BKKBN. 2000. Peran Pria Melalui Program KB dalam Kesehatan Maternal.

Gema

Partisipasi Pria. Jakarta

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...
BKKBN. 2007. Faktor- factor yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Pria

Dalam KB. Http://www.bkkbn.go.id/grmapria/info-detail.php?infid=79.

Diakses April 2020

Endang. 2002. Buku sumber Keluarga Berencana. Kesehatan Reproduksi,

Gender dan Pembangunan Kependudukan. BKKBN & UNFPA. Jakarta

Murniati, Nunuk P.2004. Getar gender: Perempuan Indonesia dan Perspektif

Sosial Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM. Indonesia, Magelang .

Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Berencana


By: Suldanianti Pict
ure
11 ...

Anda mungkin juga menyukai