Anda di halaman 1dari 62

MAKALAH KONSEP DASAR KEBIDANAN KOMUNITAS YANG

BERPERSPEKTIVE GENDER DAN HAM

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas

Dosen Pembimbing: Ns.Karningsih, AM. Keb,S. Kep,MKM. dan Team

Disusun oleh:

KELOMPOK 1
1. Adinda Fauziah (NIM:P3.73.24.2.17.051)
2. Aghnia Ayu Rahmawati (NIM:P3.73.24.2.17.052)
3. Aliffia Ainun Miftahuljannah (NIM:P3.73.24.2.17.053)
4. Alvira Yuldha Wahyuni (NIM:P3.73.24.2.17.054)
5. Andini Maulidina (NIM:P3.73.24.2.17.055)
6. Anggi Lutfi (NIM:P3.73.24.2.17.056)

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI DIII-KEBIDANAN

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT atas berkat dan rahmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan Komunitas kami yang berjudul “konsep dasar
kebidanan komunitas yang berperspektive gender dan HAM” tepat pada waktu. Penyusunan
makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagi pihak sehingga
dapat memperlancar dalam penyusunannya. Namun tidak lepas dari semua itu kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan pada makalah ini baik dari segi
bahasa, atau aspek lainnya. Oleh karena itu diharapkan kepada pembaca agar memberikan
kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki makalah ini.

Bekasi, 04 Februari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................................. 4
1.2 TUJUAN ....................................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
2.1. Pengertian/ Definisi................................................................................................................ 5
A. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia ................................................................... 19
B. Riwayat Kebidanan Komunitas di Negara lain ................................................................. 22
C. Bidan, Perempuan, dan Hak Asasi Manusia ..................................................................... 43
2.2 Gender ......................................................................................................................................... 44
2.3 Konsep dan Perangkat Analisis Gender ...................................................................................... 44
2.4 Hubungan Antara Gender dan Kesehatan ................................................................................... 48
2.5 Ketidaksetaraan Gender .............................................................................................................. 48
2.6 HAM ........................................................................................................................................... 49
2.7 Fungsi Bidan dalam Gender dan Ham ........................................................................................ 50
ASPEK BUDAYA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN .......................................................... 52
2.8 Latihan.........................................................................................................................................55
BAB III ................................................................................................................................................. 60
PENUTUPAN ....................................................................................................................................... 60
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 61

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap manusia baik laki-laki maupun wanita dalam kehidupannya terjadi perubahan
atau mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik secara fisik, psikis maupun sosial
kemasyarakatan. Perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
yang dibentuk dan dibuat oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
zaman akibat konstruksi sosial merupakan arti gender.
Kesehatan dan HAM seharusnya diprioritaskan diatas kepentingan ekonomi dan
politik. Namun laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam The World Health Report
2001 kembali menyatakan kondisi kesehatan di Indonesia belum menunjukkan kemajuan.
Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dengan hak asasi manusia (HAM).
HAM ada melekat pada manusia, apabila HAM dihilangkan berarti hilanglah
kemanusiaannya seorang manusia. Oleh karenanya, HAM bersifat fundamental maka adanya
merupakan keharusan, siapapun tidak dapat mengganggu dan setiap orang harus memperoleh
perlindungan HAM-nya. Manusia memiliki hak-hak dasar untuk hidup, martabat dan
pengembangan kepribadiannya, yang menjadikan tonggak HAM yang berasal dari akal,
kehendak dan bakat manusia. Berdasarkan kultur, sejarah dan sumberdaya orang berbicara
tentang masyarakat.

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu konsep dasar kebidanan komunitas
2. Untuk mengetahui pengertian Gender dan HAM dalam Kesehatan
3. Untuk mengetahui Praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM dalam Kebidanan
dan Lingkungan Kesehatan

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar kebidanan komunitas?
2. Apa pengertian dari gender dan HAM dalam kesehatan?
3. Bagaimana praktik asuhan berspektif gender dan HAM dalam Kebidanan?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Kebidanan Komunitas


Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang
diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan
merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang
diberikannya dengan maksud untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka
tercapainya keluarga berkualitas, bahagia dan sejahter
1. Pengertian/ Definisi
Bidan (bahasa Inggris: midwife) adalah seseorang yang telah mengikuti program
pendidikan bidan yang diakui di negaranya dan telah lulus dari pendidikan tersebut, serta
memenuhi kualifikasi untuk didaftarkan (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi)
untuk melakukan praktik bidan. Definisi ini ditetapkan melalui kongres ICM (International
Confederation of Midwives) ke-27 yang dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2005 di
Brisbane Australia.
Sedangkan definisi terbaru dari ICM (International Confederation of Midwives) yang
dikeluarkan pada Juni 2011, bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan (lulus)
program pendidikan kebidanan yang diakui secara resmi oleh negaranya serta berdasarkan
kompetensi praktik kebidanan dasar yang dikeluarkan ICM dan kerangka kerja dari standar
global ICM untuk pendidikan kebidanan, telah memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan
untuk didaftarkan (register) dan/atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan
praktik kebidanan, dan menggunakan gelar/hak sebutan sebagai “bidan”, serta mampu
menunjukkan kompetensinya di dalam praktik kebidanan. Definisi yang terakhir ini adalah
definisi yang berlaku saat ini hingga ditinjau kembali oleh ICM pada Tahun 2017.
Dahulu definisi bidan hanyalah sebagai sebutan bagi orang yang belajar di sekolah
khusus untuk menolong perempuan saat melahirkan. Penyebutan “menolong perempuan”
bukan berarti seorang bidan dapat dipersepsikan layaknya sebagai seorang pembantu.
Penolong di sini dapat diartikan sebagai orang yang memberikan pertolongan berupa
layanan kesehatan yang memadai kepada Ibu yang sedang melahirkan atau persalinan.
Persalinan yang sesungguhnya adalah menempatkan seorang Ibu sebagai pelaku utama
sedangkan orang-orang yang disekitarnya berstatus sebagai penolong, termasuk di
dalamnya adalah bidan dan dokter spesialis kandungan. Persalinan yang ditolong bidan

5
adalah persalinan yang normal. Bila ditemui adanya kelainan maka seorang bidan harus
merujuk ke dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan (Dokter Sp.O.G.) untuk
melakukan pertolongan lanjutan dalam mengatasi kelainan tersebut.
Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bidan adalah
tenaga kesehatan yang dikelompokkan ke dalam tenaga kebidanan, memiliki kewenangan
untuk melakukan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Di dalam keadaan tertentu yakni
suatu kondisi tidak adanya Tenaga Kesehatan yang memiliki kewenangan untuk melakukan
tindakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk
dirujuk maka seorang bidan dapat memberikan pelayanan kedokteran dan/atau kefarmasian
di luar kewenangannya dalam batas tertentu.
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui
pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi
untuk menjalankan praktik kebidanan.(IBI, 2016).
Bidan adalah tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang
bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama
masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memfasilitasidan memimpin persalinan atas
tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan
ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu
dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan
tindakan kegawat-daruratan (IBI, 2016).
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak
hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini
mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada
kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan: termasuk di rumah, masyarakat, Rumah
Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya (IBI, 2016).
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang
mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan
pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–
fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan atau dukungan pada perempuan,
keluarga dan komunitasnya. Di dalam bahasa Inggris, kebidanan diterjemahkan sebagai

6
"Midwifery" sedangkan bidan disebut sebagai "Midwife". Komunitas berasal dari bahasa
Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang berarti sama,
publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di suatu
lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1).
Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas sebagai segala
aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya dari gangguan
kesehatan. Pengertian kebidanan komunitas yang lain menyebutkan upaya yang
dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di
dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan
profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko
tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin
dan Hamidah, 2009 : 1)
Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama
dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan
pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma
sehat sehingga diharapkan tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani,
Niken dkk, 2009 : 8).

2. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia

Dilihat dari peran dan fungsi bidan yang sesuai dengan kode etik bidan maka peran
bidan didalam komunitas adalah sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan juga peneliti.
Pelayanan kebidanan komunitas mencakup pencegahan penyakit, pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan, penyembuhan serta pemulihan kesehatan.
Sebagian besar kegiatan bidan komunitas adalah memberikan pelayanan kesehatan
selama kehamilan, persalinan, nifas, juga pada bayi dan anak, tetapi bidan juga bekerja dalam
keluarga berencana serta masa sebelum dan sesudah kehamilan. Di Indonesia istilah
“bidan komunitas” tidak lazim digunakan sebagai panggilan bagi bidan yang bekerja di luar
Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di masyarakat
termasuk bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.

7
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan
kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan tuntutan masyarakat akan
pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dengan pendidikan ini adalah pendidikan formal dan
non formal.

Tahun 1851
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan hindia belanda. Seorang dokter militer
Belanda (DR. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia.
Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnya peserta didik karena adanya
larangan bagi wanita untuk keluar rumah.

Tahun 1902
Pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di Rumah Sakit militer di Batavia dan
tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita Indo dibuka di Makasar. Lulusan dari pendidikan
ini harus bersedia ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong
msyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan
dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40
Gulden perbulan (tahun 1922).

Tahun 1911/1912
Dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan
Batavia. Calon yang diterima dari HIS ( SD 7 Tahun) dengan pendidikan keperawatan 4
tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria pada tahun 1914 telah diterima
juga peserta didik wanita pertama , bagi perawat wanita yang lulus bisa melanjutkan
kependidikan bidan selama 2 tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan pendidikan
keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.

Tahun 1935-1938
Pemerintah colonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B)
dan hampir bersamaan di buka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain : di Jakarta di
Rumah Sakit BersalinBudi Kemulyaan, RSB Palang Dua, dan RSB mardi Waluyo di
Semarang. Pada tahun itu dikeluarkan peraturan yang membedakan lulusan bidan
berdasarkan latar belakang pendidikan.

8
- Bidan dengan latar pendidikannya Mulo dan pendidikan kebidanan selam 3 tahun disebut
bidan kelas satu.
- Bidan dari lulusan perawat (mantri) disebut bidan kelas dua
Perbedaan ini menyangkut gaji pokok dan tunjangan bagi bidan.

Tahun 1550-1953
Dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama
pendidikan 3 tahun. Mengingat tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak maka
dibuka pendidikan pembantu bidan disebut penjenang kesehatan E atau pembantu bidan.
Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan sekolah itu ditutup. Peserta didik PK/E
adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan PK/E sebagian besar
melanjutkan ke pendidikan bidan selam 2 tahun.

Tahun 1953
Dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di Yogya karta. Lamanya kursus antara7-12 minggu.
Tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan TKB adalah untuk memperkenalkan
kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagi bidan terutama menjadi bidan di
BKIA. Tahun 1967 KTB ditutup.

Tahun 1954
Dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat
kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu tahun
kemudian menjadi 2 tahun dan terakhir berkembang menjadi 3 tahun. Pada awal tahun 1972,
institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini
menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.

Tahun 1970
program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari sekolah pengatur rawat (SPR)
ditambah dengan 2 tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Pendidikan Lanjutan
Jurusan Kebidanan (SPLJK) pendidikan ini tidak dilaksanakan merata di seluruh provinsi.

9
Tahun 1974
Mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 katergori),
Depkes melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Setalah bidan
ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga muti
porpose dilapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun
karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan
kemampuan seorang bidan , maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong perasalinan
tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.

Tahun 1975-1984
Institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga dalan 10 tahun tidak menghasilkan bidan.
Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar

Tahun 1981
Untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan ibu dan anak
termasuk kebidanan, dibuka pendidikan diploma I Kesehatan Ibu dan Anak. ini hanya
berlangsung 1 tahun dan tidak diberlakukan oleh seluruh institusi.

Tahun 1985
Dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut dengan PPB yang menerima lulusan dari
SPR dan SPK. Pada saat itu dibutuhkan bidan yang memiliki kewenangan dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana di
masyarakat. Lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang
mengirim.

Tahun 1989
Dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan
lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai
program pendidikan bidan A (PPB/A). lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan
di desa-desa, dengan tujuan untuk menberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan
kesehatan terhadap ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan
sesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak, untuk itu pemerintah
menempatkan bidan di setiap desa sebagai PNS golongan II. Mulai tahun 1996 status bidan di

10
desa sebagai pegawai tidak tetap (bidan PTT) dengan kontrak selama 3 tahun dengan
pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang dua kali tiga tahun lagi.
Penempatan bidan ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah.
Bidan harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik sebagai
bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk
menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program
Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan tahun
1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini
kenyataannya juga tidak memiliki kemampuan dan keterampilan yang diharapkan seorang
bidan profesional, karena pendidikan terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar
dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktik
klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki seorang bidan
juga kurang.

Tahun 1993
Dibuka program pendidikan bidan B (PBB/B) yang peserta didiknya lulusan AKPER
dengan lama pendidkan 1 tahun. Tujuan penidikan ini dalah untuk mempersiapkan tenaga
pengajaran pada PPB A. berdasarkan penelitian terhadap kamapuan klinik kebidanan dari
lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang
hanya 1 tahun. Pendidikan ini hanya berlangsung 2 angkatan (1995 dan 1996) kemudian
ditutup.

Tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan program C (PPB/C) yang menerima masukan
dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 provinsi yaitu Aceh, Bengkulu, Lampung
dan Riau (untuk wilayah Sumatra) Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan
Selatan (wilayah selatan) Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian
Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam 6
semester.
Selain pendidikan bidan diatas sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelnggarakan uji
coba pendidkan bidan jarak jauh (Distance Laerning) di tiga provinsi yaitu Jawa barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilakukan untuk memperluas cakupan upaya
peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes
No. 1247/Menkes/SK/XII/1994

11
Diklat jarah Jauh bidan (DJJ) adalah DJJ kesehatan yang ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan
tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ bidan dilaksanakan
dengan menggunakan modul sebanyak 22 buah. Pendidikan ini dikoordinasikan oleh
Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan oleh bapelkes di propinsi.
· DJJ I (1995-1996) dilaksanakan di 15 propinsi
· DJJ II (1996-1997) dilaksnakan di 16 propinsi
· DJJ III (1997-1998) dilaksnakan di 26 propinsi
Secara komulatif dari tahap I-III diikuti oleh 6.306 dan 3.439 (55%) dinyatakan lulus.
· DJJ tahap IV (1998-1999) dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah setiap propinsinya
adalah 60 orang kecuali Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah masing-masing hanya 40
orangdan propinsi Jambi 50 orang.
Selain pelatihan DJJ tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan
maternal dan neonatal (LSS; Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10
modul. Ditinjau dari proses penyelenggaraan ini dinilai tidak efektif.

Tahun 1996
IBI bekerjasama dengan Depkes dan American College of Nursing Midwife (ANCM) dan
Rumah Sakit swasta mengadakan training of trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang
untuk LSS yang kemudian menjadi ti pelatihan inti LSS di PP IBI. Tom peltihan LSS ini
mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta.
Pelathan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih BPS secara swadaya,
begitu juga guru atau dosen dari D3 kebidanan.

Tahun 1995-1998
IBI bekerja langsung dengan Mother Caremelakukan peltihan dan peer review bagi bidan RS,
bidan Puskesmas, dan bidan di desa di propinsi Kalimantan selatan.

Tahun 2000
Telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal
Neonatal Health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa
propinsi/kabupaten. Peltihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatohan pelayanan, tetapi
juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan.

12
Selain melaui pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan juga
diadakan seminar dan lokakarya organisasi (Organization Development : OD) dilaksanakan
setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahin 1996 sampai dengan 200 dengan baiaya dari
UNICEF.

Perkembangan Pendidikan Bidan Sekarang


Mengingat besarnya tanggung jawab dan beban kerja bidan dalam melayani
masyarakat, pemerintah bersama dengan IBI telah mengupayakan pendidikan bagi bidan agar
dapat menghasilkan lulusan yang mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan dapat
berperan sebagai tenaga kesehatan professional.
Berdasarkan hal tersebut maka mulai tahun 1996 telah dibuka pendidikan diploma III
kebidanan dengan menggunakan kurikulum nasional yang telah ditetapkan melalui surat
keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. 009/U/1996 di enam provinsi dengan
menerima calon peserta didik dari SMA. Saat ini kurikulum D III Kebidanan telah direvisi
mengacu pada Kep Mendiknas 232 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan kurikulum
pendidikan tinggi dan hasil revisi tersebut telah disahkan dengan keputusan menteri
kesehatan RI No. HK.006.06.2.4.1583.
Pada tahun 2001 tercatat ada 65 institusi yang menyelenggarakan pendidikan diploma
III kebidanan di seluruh Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir minat masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan diploma III Kebidanan sangat tinggi. Hal ini terlihat sampai
saat ini jumlah institusi penyelenggara D III Kebidanan sudah mencapai 147 dengan 44 milik
Depkes dan sisanya kepemilikan pemerintah daerah, TNI dan swasta. Hal ini perlu kita
cermati bersama bahwa apabila peluang seperti akan tetap dipertahankan maka tidak ditutup
kemungkinan jumlah institusi DIII kebidanan sulit untuk dibendung karena adanya aturan
yang memungkinkan untuk itu. Sekaitan dengan hal tersebut sebaiknya pihak- pihak terkait
seperti IBI melakukan studi tentang hal ini dan menyampaikan kepada pihak terkait dan
berwenang sebagai masukan untuk membatasi izin pendirian Diploma kebidanan dan DIV
Bidan pendidik.Dengan jumlah institusi yang cukup besar tersebut dihadapi berbagai masalah
antara lain jumlah dosen serta sarana lahan praktik dan kasus yang terbatas. Untuk mengatasi
kendala ini mulai tahun 2000 dibuka program diploma IV bidan pendidik yang
diselenggarakan di fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Pendidikan ini
lamanya dua semester (satu tahun) dan saat ini telah berkembang program yang sama pada
UNPAD(2001), USU(2004) dan STIKES Ngudi Waluyo Semarang, serta STIKIM Jakarta
(2003).Akhir- akhir ini minat masyarakat untuk membuka program DIV bidan pendidik juga

13
sudah mulai banyak seperti adanya beberapa usulan yang sudah masuk ke Pusdiknakes dari
pemprakarsa program DIV bidan pendidik pada awalnya dilaksanankan dalam masa transisi
dalam upaya pemenuhan kebutuhan dosen.
Apabila dianalisa lebih lanjut aturan yang berlaku pada Depdiknas adalah kualifikasi
dosen minimal satu tingkat program yang dilaksanakan dengan program studi yang sesuai.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa DIV bidan pendidik dengan masa studi satu tahun
terdiri dari beban materi profesi kebidanan kurang lebih 60 % dan 40 % beban materi
kependidikan. Hal ini sebenarnya belum belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan
Depdiknas bahwa kualifikasi dosen minimal DIV dan S1 Kebidanan dan untuk menjadi
pendidik perlu ditambah dengan kemampuan kependidikan. Dengan memperhatikan
permasalahan tersebut mungkin sudah waktunya untuk memikirkan dan membuat rancangan
pendidikan DIV Kebidanan kilinis dan S1 Kebidanan. Tidak tertutup kemungkinan pula
untuk mengembangkan pendidikan pada jenjang S2 maupun SP1 dan SP2, apabila diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan dosen, peneliti dan menejer dalam bidang midwifery/ kebidanan
disamping tetap melaksanakan pemenuhan kebutuhan tenaga pelaksana pelayanan kebidanan
oleh setiap tatanan pelayanan kesehatan. Tapi hal ini terlebih dahulu harus disusun dan
ditetapkan kompetensi untuk masing-masing level/ jenjang pendidikan agar tidak terjadi
kebingungan dikemudian hari. Penyusunan kompetensi ini dilakukan oleh IBI bersama-sama
dengan unsure terkait lainnya seperti Depkes, organisasi profesi (POGI, IDAI, PERNASIA,
dll ). Adapun pembinaan dan pengawasan yang telah diupayakan oleh Pusdiknakes antara
lain mulai dari penyusunan dan penetapan standar kompetensi bidan, penilaian ijin institusi
baru, seleksi mahasiswa baru, penyusunan kurikulum, akreditasi dan ujian akhir program.
Serta pengembangan beberapa standar pendidikan. Sampai saat ini dari 147 institusi telah
terakreditasi sebanyak 26 dengan status sebagai berikut : A= 4, B = 18 dan C= 4. Sehubungan
dengan hal tersebut diatas, ke depan kita sudah waktunya untuk meninjau ulang dan menata
kembali pola pendidikan berjenjang dan berkelanjutan bagi bidan.

3. Fokus/ Sasaran Kebidanan Komunitas


Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah Individu, Keluarga, dan Kelompok
Masyarakat ( komuniti ). Individu yang dilayani adalah bagian dari keluarga atau komunitas.
Menurut UU No. 23 tahun 1992 yang dimaksud dengan keluarga adalah suami istri, anak dan
anggota keluarga lainnya Kelompok di masyarakat adalah kelompok bayi, balita, remaja, ibu
hamil, ibu nifas, ibu meneteki. Pelayanan ini mencakup upaya pencegahan penyakit,
pemeliharaan dan peningkatan, penyembuhan serta pemulihan kesehatan.

14
Sasaran utama kebidanan komunitas adalah ibu dan anak balita yang berada didalam
keluarga dan masyarakat. Bidan memandang pasiennya sebagai mahluk social yang memiliki
budaya tertentu dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, politik, social budaya dan lingkungan
sekitarnya.
Unsur-unsur yang tercakup dalam kebidanan komunitas adalah bidan, pelayanan
kebidanan, sasaran pelayanan, lingkungan dan pengetahuan serta teknologi.
.
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan keluarga
adalah suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya. ( Syahlan, 1996 : 16 )
Ibu : pra kehamilan, kehamilan, persalinan, nifas dan masa interval.
Anak : meningkatkan kesehatan anak dalam kandungan, bayi, balita, pra
sekolah dan sekolah.
Keluarga : pelayanan ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak,
pemeliharaan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi, imunisasi dan kelompok usila
(gangrep).
Masyarakat (community): remaja, calon ibu dan kelompok ibu.
Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat
baik yang sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum (Meilani,
Niken dkk, 2009 : 9).

4. Tujuan Pelayanan Kebidanan Komunitas


Pelayanan kebidanan komunitas adalah bagian dari upaya kesehatan keluarga.
Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya kesehatan di masyarakat
yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan keluarga bertujuan untuk
mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Kesehatan anak
diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jadi tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatkan kesehatan
ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat sejahtera
dalam komunitas tertentu.
5. Bekerja di Komunitas
Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit dan merupakan
bagian atau kelanjutan dari pelayanan kebidanan yang di berikan rumah sakit. Misalnya
: ibu yang melahirkan di rumah sakit dan setelah 3 hari kembali ke rumah. Pelayanan di
rumah oleh bidan merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

15
Pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas, kunjungan rumah dan
melayani kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan
kebidanan komunitas.
Dilihat dari peran dan fungsi bidan yang sesuai dengan kode etik bidan maka
peran bidan didalam komunitas adalah sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan juga
peneliti.
Pelayanan kebidanan komunitas mencakup pencegahan penyakit, pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan, penyembuhan serta pemulihan kesehatan.
Sebagian besar kegiatan bidan komunitas adalah memberikan pelayanan
kesehatan selama kehamilan, persalinan, nifas, juga pada bayi dan anak, tetapi bidan
juga bekerja dalam keluarga berencana serta masa sebelum dan sesudah kehamilan.
Secara garis besar kegiatan pelayanan kebidanan dimasyarakat dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Pelayanan kesehatan ibu
Bertujuan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu yang dilakukan
pada:
a. Pra hamil
b. Hamil
c. Persalinan
d. Nifas
e. Menyusui

2. Pelayanan medik keluarga berencana


Bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dalam rangka
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pemberian kontrasepsi.
Kegiatannya meliputi :
a. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
b. Pelayanan kontrasepsi
c. Pembinaan dan pengayoman medis kontrasepsi peserta KB
d. Pelayanan rujukan KB
e. Pencatatan dan pelaporan

3. Pelayanan kesehatan anak


a. Pemeriksaan kesehatan balita secara berkala
b. Penyuluhan pada orang tua, menyangkut pada perbaikan gizi, kesehatan
lingkungan dan pengawasan tumbuh kembang anak
c. Imunisasi dan upaya pencegahan penyakit lainnya
d. Identifikasi tanda kelainan dan penyakit yang mungkin timbul pada bayi dan
balita serta cara penanngulangannya

4. Peran serta masyarakat


a. Pelatihan dukun
b. Pelatihan kader kesehatan masyarakat
c. Kursus ibu

16
d. Pengembangan kesehatan masyarakat desa (PKMD)
e. Posyandu
f. Dana sehat

Pelayanan kebidanan komunitas dapat dilakukan dirumah pasien, polindes, posyandu,


puskesmas, dan rumah bidan praktek swasta

Sebagai bidan yang bekerja di komunitas maka bidan harus memahami


perannya di komunitas, yaitu :
a. Sebagai Pendidik
Dalam hal ini bidan berperan sebagai pendidik di masyarakat. Sebagai
pendidik, bidan berupaya merubah perilaku komunitas di wilayah kerjanya sesuai
dengan kaidah kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan
oleh bidan di komunitas dalam berperan sebagai pendidik masyarakat antara lain
dengan memberikan penyuluhan di bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu,
anak dan keluarga. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti ceramah, bimbingan, diskusi, demonstrasi dan sebagainya yang mana cara
tersebut merupakan penyuluhan secara langsung. Sedangkan penyuluhan yang
tidak langsung misalnya dengan poster, leaf let, spanduk dan sebagainya.
b. Sebagai Pelaksana (Provider)
Sesuai dengan tugas pokok bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan
kepada komunitas. Disini bidan bertindak sebagai pelaksana pelayanan kebidanan.
Sebagai pelaksana, bidan harus menguasai pengetahuan dan teknologi kebidanan
serta melakukan kegiatan sebagai berikut :
1) Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pra perkawinan.
2) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas, menyusui dan masa
interval dalam keluarga.
3) Pertolongan persalinan di rumah.
4) Tindakan pertolongan pertama pada kasus kebidanan dengan resiko tinggi di
keluarga.
5) Pengobatan keluarga sesuai kewenangan.
6) Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi.
7) Pemeliharaan kesehatan anak balita.
c. Sebagai Pengelola
Sesuai dengan kewenangannya bidan dapat melaksanakan kegiatan praktek
mandiri. Bidan dapat mengelola sendiri pelayanan yang dilakukannya.

17
Peran bidan di sini adalah sebagai pengelola kegiatan kebidanan di unit
puskesmas, polindes, posyandu dan praktek bidan. Sebagai
pengelola bidan memimpin dan mendayagunakan bidan lain atau tenaga kesehatan
yang pendidikannya lebih rendah.
Contoh : praktek mandiri/ BPS
d. Sebagai Peneliti
Bidan perlu mengkaji perkembangan kesehatan pasien yang dilayaninya,
perkembangan keluarga dan masyarakat. Secara sederhana bidan dapat
memberikan kesimpulan atau hipotersis dan hasil analisanya. Sehingga bila peran
ini dilakukan oleh bidan, maka ia dapat mengetahui secara cepat tentang
permasalahan komuniti yang dilayaninya dan dapat pula dengan segera
melaksanakan tindakan.
e. Sebagai Pemberdaya
Bidan perlu melibatkan individu, keluarga dan masyarakat dalam memecahkan
permasalahan yang terjadi. Bidan perlu menggerakkan individu, keluarga dan
masyarakat untuk ikut berperan serta dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri
sendiri, keluarga maupun masyarakat.
f. Sebagai Pembela klien (advokat)
Peran bidan sebagai penasehat didefinisikan sebagai kegiatan memberi informasi
dan sokongan kepada seseorang sehingga mampu membuat keputusan yang
terbaik dan memungkinkan bagi dirinya.
g. Sebagai Kolaborator
Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain baik lintas program maupun sektoral.
h. Sebagai Perencana
Melakukan bentuk perencanaan pelayanan kebidanan individu dan keluarga serta
berpartisipasi dalam perencanaan program di masyarakat luas untuk suatu
kebutuhan tertentu yang ada kaitannya dengan kesehatan. (Syafrudin dan
Hamidah, 2009 : 8)
6. Jaringan Kerja
Dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat bidan sewaktu – waktu
bekerja dalam tim, misalnya kegiatan Puskesmas Keliling, dimana salah satu
anggotanya adalah bidan.
Di puskesmas bidan sebagai anggota tim bidan diharapkan dapat mengenali
kegiatan yang akan dilakukan, mengenali dan menguasai fungsi dan tugas masing –

18
masing, selalu berkomunikasi dengan pimpinan dan anggota lainnya, memberi dan
menerima saran serta turut bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan tim dan
hasilnya.
Di Polindes, Posyandu, BPS dan rumah pasien, bidan merupakan pimpinan tim/
leader di mana bidan diharapkan mampu berperan sebagai pengelola sekaligus
pelaksana kegiatan kebidanan di komunitas
Dalam jaringan kerja bidan di komunitas diperlukan kerjasama lintas program
dan lintas sektor. Kerjasama lintas program merupakan bentuk kerjasama yang
dilaksanakan di dalam satu instansi terkait, misalnya : imunisasi, pemberian tablet FE,
Vitamin A, PMT dan sebagainya. Sedangkan kerjasama lintas sektor merupakan
kerjasama yang melibatkan institusi/ departemen lain, misalnya : Bulan Imunisasi
Anak Sekolah (BIAS), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan sebagainya.

B. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia

Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di masyarakat termasuk bidan
desa dikenal sebagai bidan komunitas. Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk
menghasilkan tenaga bidan yang bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini
diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa. Pendidikan tersebut
adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB B), C (PPB C) dan Diploma III
Kebidanan.

Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia tidak terlepas dari


masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan
dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.

Pada tahun 1907 (Zaman Gubernur Jendaral Hendrik William Deandels)


Pada zaman pemerintah Hindia Belanda. AKI dan AKB sangat tinggi, Tenaga penolong
persalinan adalah dukun . Para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan tapi keadaan ini
tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan. Pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukan bagi orang Belanda yang ada di
Indonesia.

19
Tahun 1849
Dibuka pendidikan dokter Jawa di Batavia (di RS Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot
Subroto), seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut pada tahun 1851 dibuka
pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (Dr. W.
Bosch) lulusan ini kemudian bekerja di RS dan di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan
kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.

Tahun 1952
Mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan
persalinan. Kursus untuk dukun masih berlangsung sampai dengan sekarang yang
memberikan kursus adalah bidan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang
pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di msyarakat dilakukan dengan kursus
tambahan yang dikenal dengan istilah kursus tambahan bidan (KTB) pada tahun 1953 di
Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lain. Seiring dengan pelatihan
tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dimana bidan sebagai
penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan mencakup
palayanan antenatal. Postnatal dan pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi dan
penyuluhan gizi. Sedangkan diluar BKIA, bidan memberikan portolongan persalinan di
rumah keluarga dan pergi melakukan kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari pasca
persalinan.
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan yang terintegrasi kepada
masyarakat yang dinamakan Puskesmas pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan
berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di puskesmas barfungsi memberikan
pelayan KIA termasuk pelayanan KB baik diluar gedung maupun didalam gedung.Pelayanan
kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan
di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu mencakup empat kegiatan
yaitu : pemeriksaan kehamilan, pelayanan KB, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.

Mulai tahun 1990


Mulai tahun 1990 Pelayanan kebidanan diberikan secra merata dan dekat masyarakat.
Kebijakan ini melalui Inpres secara lisan pada sidang Kabinet tahun 1992 tentang perlunya
mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah
sebagai pelaksana KIA kususnya dalam palayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas serta
pelayanan kesehatan BBL, termasuk pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas

20
pokoknya bidan didesa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang
memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta
mengembangkan pondok bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang
diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda dengan halnya bidan yang bekerja
di RS dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di RS memberikan
pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di klinik KB, senam hamil,
pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang
perinatal.
Bertitik tolak dari konferensi kependudukan dunia di Kairo pada tahun 1994 yang
menekankan pada kespro, memerlukan area garapan pelayanan bidan. Area tersebut melipuiti
· Family Planning
· PMS termasuk infeksi saluran reproduksi
· Safe Motherhood termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
· Kesehatan Reproduksi pada remaja
· Kesehatan Reproduksi pada orang tua
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan
dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Permenkes. Permenkes
yang menyangkut wewanang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari ;
Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas hanya pada pertolongan persalinan
normal secara mandiri didampingi tugas lain
Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989.
Wewenang bidan dibagi dua yaitu wewenang umum dan wewenang khusus. Dalam
wewenang khusus ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan khusus dibawah pengawasan
dokter. Hai ini berarti bahwa bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas tidakan yang dilakukan. Pelaksanaan dari Permenkes ini ,
bidan dalam melaksanakan praktek perorangan dibawah pengawasan dokter.

Permenkes No. 572/VI/1996


Wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan
prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan
kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup : pelayanan

21
kebidananan yang meliputi :pelayanan ibu dana anak, pelayanan KB, pelayanan kesehatan
masyarakat.

Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registasi dan praktek bidan revisi


dari Permenkes 572/VI/1996
Dalam melakukan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk
sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan keadaan
darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan
jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus
sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalamam berdasarkan standar
profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah
mudah karena kewenangan yang diberikan oleh Depkes ini mengandung tuntutan akan
kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.

Riwayat Kebidanan Komunitas di Negara lain


Yunani
Hipocrates yang hidup antara tahun 460-370 sebelum masehi. Beliau mendapat
sebutan Bapak Pengobatan karena selama hidupnya menaruh perhatian besar terhadap
perawatan dan pengobatan serta kebidanan. Beliau menganjurkan ibu bersalin ditolong
dengan perikemanusiaan dan mengurangi penderitaan ibu. Beliau menganjurkan agar ibu
bersalin dirawat dengan selayaknya. Sehubungan dengan anjuran itu maka di negeri Yinani
dan romawi terlebih dahulu merawat wanita nifas.

Roma
Soranus yang hidup pada tahun 98-138 sesudah masehi. Beliau disebut Bapak
Kebidanan karena dari beliaulah pertama kali menaruh perhatian terhadap kebidanan setelah
masa Hipocrates dan berpendapat bahwa seorang bidan hendaklah seorang ibu yang telah
mengalami kelahiran bayi, ibu yang tidak takut akan hantu, setan, serta menjauhkan tahayul.
Disamping itu beliau pertama kali menemukan dan menulis tentang Versi Podali, tapi sayang
tidak disertai keterangan yang lengkap. Setelah Soranus meninggal usahanya diteruskan oleh
muridnya Moscion. Ia menulis buku yang merupakan pengajaran bagi bidan-bidan. Bidan-
bidan dahulu seringkali tidak mendapatkan pengajaran, hanya bekerja berdasarkan

22
pengalaman dan keberanian. Buku yang ditulisnya itu diberi judul Katekismus bagi bidan-
bidan Roma. Dengan adanya buku itu majulah pengetahuan bidan.
Galen (129-201 Masehi) menulis beberapa teks tentang pengobatan termasuk Obstetri dan
Gynekologi. Dia juga mengambarkan bagaimana bidan melakukan Dilatasi Servik.

Italia
Zaman setelah Moscion meninggal sampai abAd pertengahan merupakan zaman yang galau
bagi bidang perawatan, dimana perawatan pada umumnya menjadi mundur. Pengobatan
menjadi mundur sekali. Di Eropa ilmu pengobatan kuno menjadi satu dengan astrologi
sedangkan yang mesih berusaha menpertahankan perkembangan pengobatan kebanyakan
hanya tabib-tabib bangsa Arab, karena pada waktu itu pengobatan dan perawatan diabaikan
tidak heranlah jika kebidanan juga dilalaikan, umumnya orang menganggap bahwa kebidanan
adalah satu hal yang biasa.
Pada abad ke XV waktu sekolah Italia sudah banyak dan besar, pengobatan mulai maju
lagi, terutama menganai antomi dan fisiologi tubuh menusia. Diantara guru-guru besar Itali
yang terkenal dan berjasa adalah :
1. Vesalius
2. Febricus
3. Eustachius yang menemukan tuba Eustachius (saluran yang menghubungkan hidung,
telinga dan tenggorokan).
4. Fallopius menemukan Tuba Fallopii (saluran yang menghubungkan ovarium dan uterus)
5. Arantius menemukan Ductus Arantii (pembuluh darah sementara pada janin)

Perancis
Perkembangan yang diperoleh oleh guru besar Italia kemudian mempengaruhi
pengobatan, perawatan dan kebidanan di Perancis. Setelah kebidanan dikenal, para wanita
bangsawan mempeloporinya. Apabila wanita bangsawan itu akan bersalin, terutama yang
tinggal di istana, mereka selalu memanggil Dokter atau Bidan, dicontoh oleh kaum terpelajar
dan kemudian berkembang pula diantara wanita-wanita biasa.
Tokoh yang terkenal membawa perkembangan kebidanan di Perancis adalah :
1. Amroise Pare (1510-1590)beliau dikenal sebagai seorang ahli bedah, tetepi juga
memberikan kontribusi dalam bidang Obstetri dan Gynekologi. Beliau menemukanVersi
Podali < sebagai mana yang dikemukakan oleh Soranus dahulu, tetapi beliau memberikan

23
cara-cara dengan lengkap. Perasad ini dikenal dengan Versi Ekstaksi (diputar) kemudian
ditarik keluar.
2. Grullemau, beliau adalah murid dari Amroise Pare yang membantu dan meneruskan
minat gurunya.
3. Louise Bourgeois/ Boursie (1563-1636)ia dalah seorang bidan yang cakap, juga murid
dari Amroise Pare. Turut memperkenalkan versi ektraksi pada persalinan sukar. Ia pertama
kali menerbitkan buku tentang kebidanan
4. Francois Mauriceau
Menemukan suatu cara untuk melahirkan kepala pada letak sungsang agar lebih mudah yaitu
dengan memasukkan dua jari ke dalam mulut bayi agar kepala bertambah fleksi. Cara ini
hingga sekarang terkanal dengan istilah Cara Mauriceau atau Perasad Mauriceau.

Inggris
1. William Smellie, ( 1697-1763)
Beliau mengubah bentuk cunam, serta menulis buku tentang pemasangan cunam dengan
karangan yang lengkap, ukuran-ukuran panggul dan perbedaan panggul sempit dan biasa
2. William Hunter (1718-1783)
Murid dari Willian Smellie, yang memeruskan usahanya.

Amerika Serikat
Zaman dahulu kala di AS persalinan ditolong oleh dukun beranak yang tidak
berpendidikan. Biasanya bila wanita sukar melahirkan, ahli obat menganjurkan agar wanita
itu diusir serta ditakuti agar ras sakit bertambah dan kelahiran menjadi mudah karena
kesakitan dan keseduhannya. Menurut catatan Thimas yang pertama kali praktek di AS
adalah Samuel Fuller dan Istrinya. Kemudian menyusul Anne Hutchinson, ia menjadi bidan
pada tahun 1634, pergi ke Boston dan melaporkan disana ia telah menolong persalinan
dengan baik dan menghilangkan kepercayaan lama.
Kemudian nasib malang menimpa Anne Hutchinson ketika ia menolong sahabatnya
bernama Marry Dyer, melahirkan anak dengan Anencephalus. Orang- orang mengecam Anne
sebagai seorang ahli shir wanita. Akibat kecaman itu ia meninggalkan Boston dan pergi ke
Long Island, kemudian ke Pelham, New York. Disana ia terbunuh waktu ada pemberontakan
orang-orang Indian. Karena ia dianggap sebagai orang yang berjasa maka ia diperingati
dengan nama Hutchinson River Parkway

24
Setelah orang Amerika mendengar perkembangan di Inggris beberapa orang Amerika
terpengaruh dengan kemajuan di Inggris dan pergi kesana untuk memperdalam ilmunya.
Antara lain :
1. Dr, James Lloyd (1728-1810.
Beliau berasal dari Boston, belajar di London di RS Guy dan RS Saint Thimas.
2. Dr. Willian Shippen (1736-1808)
Beliau berasal dari Philadelphia, belajar di Eropa selama lima tahun kemudian belajar pada
Willian Smellie dan Jhon, William Hunter dan Mackanzie. Sekembalinya di AS
mengembangkan kebidanan di Amerika. Pada tahun 1762 Dr. W. Shippen diizinkan
mendirikan kursus kebidanan di Philadelphia Gazette. Masyarakat banyak menaruh minat,
pria maupun wanitanya , sehingga kursusnya terdiri dari dari murid-murid pria dan
wanita. Dalam praktek kebidanan murid-murid dipisahkan, murid pria berpraktek pada
praktek pratikulirnya sendiri. Kemudian didirikan rumah sakit bersalin yang khusus untuk
latihan muridnya. Kursus ini berlangsung terus sampai tahun 1765, kemudian ditutup karena
adanya sekolah kedokteran dari Collage Philadelpjia. Dr. William Shippen diangkat menjadi
professor Anatomi. Pembedahan dan kebidanan diajarkan bersama-sama pada tahun 1810
setelah ada pangangkatan dokter Thomas Chalkley James sebagai professor kebidanan. Ia
menganjurkan partus buatan pada bayi premature bila pinggul ibu nya sempit.
3. Dr. Samuel Brad yang hidup pada tahun 1742-1821. setelah menamatkan pelajarannya
beliau pergi ke Eropa belajar di Edenburgh hingga tamat. Kemudian meneruskan lagi ke
London hingga pada tahun 1768 kembali ke Amerika Serikat pada umur 26 tahun.
Beliau terkenal dengan memajukan berdirinya bagian kedokteran di King College yang
sekarang menjadi Universitas Columbia Dr. J.V.L. Tennet yang bekerja juga pada universitas
itu menyebutnya sebagai professor kebidanan yang pertama di King College. Kemudian Dr
Samuel Bard menulis buku kebidanan yang lain dan memuat pelajaran bagi dokter dan bidan.
Isi buku tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Cara pengukuran Conyungata diagonalis
b. Kelainan-kelainan panggul
c. Melarang pemeriksaan dalam bila tidak ada indikasi
4. kala I, dari permulaan persalinan sampai pembukaan lengkap
5. kala II, dari pembukaan lengkap sampai kepala kelihatan di atas perineum
6. kala III, dari tampaknya kepala bayi diatas perineum sampai lahirnya seluruh tubuh
7. Kala IV, dari lahirnya anak sampai lahirnya plasenta.

25
a. Menasehatkan jangan menarik tali pusat untuk mencegah terjadinya inversion
uteri.
b. Mengajarkan bahwa letak muka dapat lahir spontan
c. Melarang pemakaian cunam yang berulan-ulang karena banyak menimbulkan
kerugian.
8. Dr. Walter Channing (1786-1876)
Walter Channing mula-mula belajar kedokteran di universitas Pensylvania, kemudian
meneruskan ke Edenburgh dan London. Sekembalinya di Amerika Serikat beliau diangkat
sebagai Profesor kebidanan di Sekolah Kedokteran Harvard, di mana sebelumnya diajarkan
subjek kebidanan sebagai subjek tersendiri. Dr. Walter Channing juga seorang dokter yang
pertama kali memperhatikan keadaan nifas di RSU Boston, Amerika Serikat.

Malaysia
Perkembangan kebidanan di Malaysia bertujuan untuk menurunkan MMR dan IMR dengan
menempatkan bidan desa. Mereka memiliki basic SMP + juru rawat + 1 tahun sekolah bidan.

Jepang
Sekolah bidan di Jepang dimulai pada tahun 1912 pendidikan bidan disini dengan basic
sekolah perawat selama 3 tahun + 6 bulan pendidikan bidan. Tujuan pelaksanaan pendidikan
ini adalah untuk meningkaTkan pelayanan kebidanan dan neonatus tapi pada masa itu timbul
masalah karena masih kurangnya tenaga bidan dan bidan hanya mampu melakukan
pertolongan persalinan yang normal saja, tidak siap jika terdapat kegawat daruratan sehingga
dapat disimpulkan bahwa kualitas bidan masih kurang memuaskan. Pada tahun 1987 ada
upaya untuk meningkatkan pelayanan dan pendidikan bidan, menata dan mulai merubah
situasi.

Belanda
Negara Belanda merupakan Negara Eropa yang teguh berpendapat bahwa pendidikan bidan
harus dilakukan secara terpisah dari pendidikan perawat. Menurut Belanda disiplin kedua
bidang ini memerlukan sikap dan keterampilan yang berbeda. Perawatan umumnya bekerja
secara hirarki di RS dibawah pengawasan sedangkan bidan diharapkan dapat bekerja secara
mandiri di tengah masyarakat. Akademi pendidikan bidan yang pertama pada tahun 1861 di
RS Universitas Amsterdam. Akademi ke dua dibuka pada tahun 1882 di Rotterdam dan yang
ketiga pada tahun 1913 di Heerlen. Pada awalnya pendidikan bidan adalah 2 tahun, kemudian

26
menjadi 3 tahun dan sejak 1994 menjadi 4 tahun. Pendidikannya dengan dasar SMA. Tugas
pokok bidan di belanda adalah keadaan normal dan merujuk keadaan yang abnormal ke
dokter ahli kebidanan.

Inggris
Pada tahun 1902 pelatihan dan registrasi bidan mulai diteraturkan. Selama tahun 1930
banyak perawat yang teregistrasi masuk kebidanan karena dari tahun 1916 mereka
melaksanakan kursus-kursus kebidanan lebih singkat dari pada perempuan tanpa kualifikasi
keperawatan. Tahun 1936 kebanyakan siswa-siswa kebidanan teregistrasi sebagai perawat.
Pelayanan kebidanan di Inggris banyak dilakukan oleh bidan praktek swasta. Semenjak
pertengahan 1980 kurang lebih 10 orang bidan melaksanakan praktek mandiri. Tahin 1990
bertambah sekitar 32 bidan, 1991 menjadi 44 bidan, dan 1994 sekitar 100 orang bidan dengan
80 bidan masuk dalam independent Midwives Assosiation.

Alasan bidan di Inggris melakukan praktek mandiri :


· Penolakan terhadap model medis dalam kelahiran ( Medicalisasi)
· Ketidakmampuan menyediakan perawatan yang memuaskan dalam NHS ( National
Health Servis )
· Untuk mengurus status bidan sebagai praktisi
· Untuk memberikan kelangsungan perawatan dan kemampuan bidan dalam
memberikan pertolongan persalinan di rumah sebagai pilihan mereka.
Pendidikan kebidanan di inggris :
· High School + 3 tahun
· Nurse + 18 bulan
Mayoritas bidan di Inggris adalah lulusan diploma. Sejak tahun 1995 sudah ada lulusan S1
kebidanan dengan dasar SMU + 3-4 tahun.

Australia
Australia sedang pada titik perubahan terbesar dalam pendidikan kebidanan. System
ini menunjukkan bahwa seorang bidan adalah seorang perawat yang terlegislasi dengan
kualifikasi kebidanan. Konsekwensinya banyak bidan-bidan yang telah mengikuti pelatihan
di Amerika dan Eropa tidak dapat mendaftar tanpa pelatihan perawatan. Siswa-siswa yang
mengikuti pelatihan kebidanan pertama kali harus terdaftar sebagai perawat. Kebidanan

27
swasta di Australia berada pada poin kritis pada awal tahun 1990, berjuang untuk bertahan
pada waktu perubahan besar.
3 faktor yang bekerja melawan kebidanan
- Medical yang dominan
- Berlawanan dengan profesi keperawatan
- Tidak mengabaikan komunitas peran bidan
Medicalisasi telah dibawa sebagian oleh dokter, melalui pelatihan melebihi dari yang
diperlukan ini adalah gambaran dari pejuangan bidan-bidan di Negara lain. Profesi
keperawatan di Australia menolak hak bidan sebagai identitas profesi yang terpisah. Dengan
kekuatan penuh bidan-bidan yang sedikit militant tersupport untuk mencapai kembali hak-
hak dan kewenangan mereka dalam menolong persalinan
Pendidikan bidan dengan basic perawat + 2 tahun. Sejak tahin 2000 telah dibuka University
of Teknology of Sydney yaitu S2 ( Doctor Of Midwifery )

Spanyol
Spanyol merupakan salah satu Negara di benua Eropa yang telah lama mengenal profesi
bidan. Dalam tahun 1752 persyaratan bahwa bidan harus lulus ujian, dimana materi ujiannya
adalah dari sebuah buku kebidanan “ A Short Treatise on the Art Of Midwifery) pendidikan
bidan di ibu kota Madrid dimulai pada thain 1789. Bidan disiapkan untuk bekerja secara
mandiri di masyarakat terutama dikalangan petani dan buruh tingkat menengah kebawah.
Bidan tidak boleh mandiri memberikan obat-obatan , melakukan tindakan yang menggunakan
alat-alat kedokteran.
Pada tahun 1942 sebuah RS Santa Cristina menerima ibu-ibu yang hendak bersalin. Untuk itu
dibutuhkan tenaga bidan lebih banyak. Pada tahun 1932 pendidikan bidan disini secara resmi
menjadi School of Midwife. Antara tahun 1987-1988 pendidikan bidan untuk sementara
ditutup karena diadakan penyesuaian kurikulum bidan menurut ketentuan Negara-negara
masyarakat Eropa, bagi mereka yang telah lulus sebelum itu, penyesuaian pada akhir 1992.

Ontario Canada
Mulai tahun 1978 wanita dan keluarga tidak puas dengan system perawatan maternity di
Ontario. Bidan di Ontario memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda yang
terbanyak adalah berasal dari pendidikan kebidanan di Britain, beberapa memiliki pendidikan
bidan formal di Belanda, Jerman dan beberapa memiliki latar belakang perawat. Selain itu di
canada pada umumnya tenaga bidan datang dari luar. Mereka datang sebagai tenaga perawat

28
dan pelayanan kebidanannya disebut Maternity Nursing. Di Canada tidak ada peraturan atau
izin praktek bidan, pada tahun 1991 keberadaan bidan diakui di Canada. Di Ontario dimulai
secara resmi pendidikan di university Based, Direc Entry dan lama pendidikan 3 tahun. Dan
mereka telah menpunyai ijazah bidan diberi kesempatan untuk registrasi dan di beri izin
praktek.

Denmark
Merupakan Negara Eropa lainnya yang berpendapat bahwa profesi bidan tersendiri.
Pendidikan bidan disini mulai pada tahun 1787 dan pada tahun 1987 yang lalu merayakan
200 tahun berdirinya sekolah bidan. Kini ada 2 pendidikan bidan di Denmark.
Setiap tahun menerima 40 siswa dengan lama pendidikan 3 tahun direct entry. Mereka
yang menjadi perawat maka pendidikan ditempuh 2 tahun. Hal ini menimbulkan berbagai
kontroversi dikalangan bidan sendiri, apakah tidak sebaiknya pendidikan bidan didirikan atas
dasar perawat sebagian besar berpendapat tidak.
Pendidikan post gradua terbagi bidan selama 9 bulan dalam bidang pendidikan dan
pengelola. Tahun 1973 disusun rangkaian pedoman bagi bidan yang mengelompokkan klien
dari berbagai resiko yang terjadi. Hal ini menimbulkan masalah kerena tidak jelas batasan
mana yang resiko rendah dan tinggi. Pada tahun 1990 diadakan perubahan pedoman baru
yang isinya sama sekali tidak menyinggung masalah resiko. Penekanan pelayanan adalah
pada kesehatan non invansi care.

New Zealand
Selama 50 tahun masalah kebidanan hanya terpaku pada medicalisasi kelahiran bayi
yang progresif. Wanita tukang sihir telah dikenal sebagai bagian dari maternal sejak tahun
1904. Tindakan keperawatan mulai dari tahun 1971 mulai diterapkan pada setiap ibu hamil,
hal ini menjadikan bidan sebagai perawat spesialis kandungan.
Pada tahun 1970 Selandia Baru telah menerapkan medicalisasi kehamilan. Ini didasarkan
pada pendekatan mehasiswa pasca sarjana ilmu kebidanan dari universitas Aukland untuk
terjun ke rumah sakit pemerintah khusus wanita. Salah satu konsekuensi dari pendekatan ini
dalah regional jasa. Inia dalah efek dari sentralisasi yang mengakibatkan penutupan runah
sakit pedesaan dan wilayah kota.
Dengan adanya dukungan yang kuat terhadap gerakan feminis, banyak wanita yang
berjuang untuk meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah. Dengan adnya
dukungan yang kuat terhadap gerakan feminis, banyak wanita yang berjuang untuk

29
meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah. Kumpulan Homebirth di
Aukland dibentuk tahun 1978. dimulai dengan keanggotaan 150 orang dan menjadi
organisasi nasional selama 2 tahun yaitu NZNA ( New Zaeland Nurses Association).
Perkumpulan ini didukung oleh para langganan, donator dan tenaga kerja suka rela atau
fakultatif yang bertanggung jawab atas banyaknya perubahan positif dalan system RS. Tahun
1986 homebirth sangat berpengatruh dalam kemajuan melawan penetapan yang dibuat oleh
medis, akhirnya menteri pelayanan kesehatan secara resmi mengakui homebirth tanuh 1986.
Pada tahun 1980 NZNA membuat garig besar mengenai statemen kebijakan atas
pembatasan rumah hal ini disampaikan olah penasehat panitia meternal jasa kepada jawatan
kesehatan. Panitia meternal jasa adalah suatu panitia dimana dokter kandungan menyatakan
peraturan mengenai survey maternal terutama dalam hal memperdulikan rumah
Sekarang NZNA telah membuat kemajuan yang patut dipertimbangkan dalam
menetapkan konsep general perawat kesehatan keluarga secara berkesinambungan
menyediakan pelayanan mulai dari kelahiran sampai meninggal. Sejak tahun 1904 RS St.
Hellen mengadakan pelatihan kebidanan selama 6 bulan dan ditutup tahun 1979. sebagi
penggantinya sejak tahun 1978 beberapa politeknik keperawatan berdiri, selain itu ada yang
melanjutkan pendidikan di Australia untuk memperoleh keahlian kebidanan. Tercatat 177 (86
%) bidan telah memperolah pendidikan kebidanan di luar negeri pada tahun 1986 dari 206
bidan yang ada, dan hanya 29 orang lulusan kebidanan Selandia Baru tahun 1987.
Tahun 1981 sebagian besar RS memasukkan bidan keperkumpulan perawat, para bidan
mengalami krisis untuk membentuk organisasi dan pemimpin dari mereka. Kemudian muncul
perkumpulan bidan yang menentang NZNA untuk mendapatkan rekomendasi lebih lanjut
langsung di bawah RS atau dibawah dokter kandungan.

Amerika Serikat
Mengenai kemajuan kebidanan dapat diceritakan sebagai berikut. Setelah Amerika Serikat
mengalami kamajuan maka Negara-negara lain menyusulnya terutama setelah buku tentang
kebidanan dicetak dan diedarkan. Yang memajukan kebidanan itu antara lain ialah mereka
yang disebut dibawah ini:

William Harley (1578-1657)


Menyelidiki fisiologi dari plasenta dan selaput janin, sehingga ditemukan fungus plasenta dan
selaput janin seperti yang kita ketahui sekarang ini.

30
Arantius
Seorang guru besar dari Italia menemukan suatu ductus/pembuluh darah sementara pada
janin yang menghubungkan vena umbilicalis dan vena cava inferior. Ductus itu tertutup bila
anak sudah lahir dan kemidian menjadi jaringan. Ductus itru bernama sesuai dengan yang
menemukannya yaitu Ductus Arabtii/ ductus yang ditemukan oleh Arantius

Fallopius
Juga seorang guru besar dari Italia. Menemukan saluran sel telur yang terletak antara uterus
dan ovarium. Saluran itu dinamakan Tuba Fallopii

Boudelocque dar Perancis (1745-1810)


Beliau mempelajari mengenai panggul dan menemukan ukuran-ukuran panggul, serta
memberi banyak sekali pelajaran tentang panggul. Salah seorang muridnya adalah William
Potts Dewees yang hidup antara tahun 1768-1841. mula-mula beliau mengikuti James Llyod
sebagai professor Kebidanan di Universitas Pensylvania Amerika Serikat, kemudian balajar
ke Perancis kepada Boudelocque, terutama mempelajari panggul. Sekembalinya di Amerika
Serikat beliau memberikan pelajaran tentang panggul, hingga mendapat sebutan Boudelocque
Amerika.
Kecuali itu beliau menerbitkan buku pada tahun 1824, denan pelajaran antara lain sebagai
berikut :
a. pengertian tentang panggul sebagai basis dalam kebidanan
b. persalinan dapat diperlakukan dengan tidur telentang dan kaki dibengkokkan /
sikap dorsal recumbent, kecuali tidur miring yang biasa dilakukan.
c. Pemasangan forcep bila perlu jangan di tunda karena dapat membahayakan ibu dan anak.
Ketentuan pemasangan forcep : kepala jangan lebih 6 jam di dasar panggul.

Hugh L. Hodge
Menemukan bidang-bidang dalam panggul untuk mengetahui sampai dimana turunnya kepala
anak, bidang itu juga dinamkan bidang Hodge, kecuali itu beliau juga memberikan pelajaran
kebidanan yang antara lain sebagai berikut :
a. letak vertex/ belakang kepala anak, di belakang bisa disebabkan kerena putaran yang
salah
b. mekanisme letak sungsang sesuai dengan yang diajarkan sekarang

31
c. pemasangan forcep harus disamping kepala anak, kecuali bila kepala masih tinggi atau
bila anak melintang
d. mengubah letak kepala dengan tangan (Inwendige Correctie) sebelum memasang cunam
e. membagi turunnya kepala dengan bidang-bidang dalam panggul.

C. Perbedaan bidan komunitas dengan setting praktik lainnya

A. TUGAS UTAMA BIDAN DI KOMUNITAS

1. Pelaksana asuhan atau pelayanan kebidanan

a. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan standar profesional.

b.Melaksanakan asuhan kebidanan ibu hamil normal dengan komplikasi, patologis dan resiko
tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.

c Melaksanakan asuhan ibu bersalin normal dengan komplikasi, patologis dan resiko tinggi
dengan melibatkan klien/keluarga.

d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal dengan komplikasi, patologis
dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.

e. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dan menyusui normal dengan komplikasi,
patologis dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.

f. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan klien/keluarga.

g. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita atau ibu dengan gangguan sistem reproduksi
dengan melibatkan klien/keluarga.

h. Melaksanakan asuhan kebidanan komunitas melibatkan klien/keluarga.

i. Melaksanakan pelayanan keluarga berencana melibatkan klien/keluarga.

j. Melaksanakan pendidikan kesehatan di dalam pelayanan kebidananan

2. Pengelola pelayanan KIA/KB.

a. Mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat terutama pelayanan kebidanan untuk


individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerjanya dengan melibatkan
keluarga dan masyarakat.

32
b. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan program sektor lain
diwilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, dan tenaga
kesehatan lain yang berada diwilayah kerjanya.

3. Pendidikan klien, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan.

Melaksanakan bimbingan/penyuluhan, pendidikan pada klien, masyarakat dan tenaga


kesehatan termasuk siswa bidan/keperawatan, kader, dan dukun bayi yang berhubungan
dengan KIA/KB.

4. Penelitian dalam asuhan kebidanan.

Melaksanakan penelitian secara mandiri atau bekerjasama secara kolaboratif dalam tim
penelitian tentang askeb.

B. TUGAS TAMBAHAN BIDAN DI KOMUNITAS

1. Upaya perbaikan kesehatan lingkungan.

2. Mengelola dan memberikan obat - obatan sederhana sesuai dengan kewenangannya.

3. Survailance penyakit yang timbul di masyarakat.

4. Menggunakan tehnologi tepat guna kebidanan.

C. BIDAN PRAKTEK SWASTA

Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan


kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya
dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan
bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi
pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan
praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi
semuanya harus sesuai dengan standar.

Setelah bidan melaksanakan pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas dan


keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan
kewenangannya. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan

33
organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan kepada
bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan praktek perlu pengaturan


agar terdapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin dengan masyarakat yang
membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan praktek akan lebih baik apabila ada pengaturan
yang jelas dan trasparan, sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke pelayanan bidan
praktek perorangan (swasta). Informasi dari jasa pelayanan bidan untuk masyarakat perlu
pengaturan yang jelas, agar masyarakat mendapatkan informasi yang jelas, sehingga
konsumen bidan praktek swasta mendapatkan kepuasan akan layanan yang diterimanya.

Kompetensi minimal bidan praktek swasta meliputi :

1. Ruang lingkup profesi

a. Diagnostik (klinik, laboratorik)

b. Terapy (promotif, preventif)

c. Merujuk

d. Kemampuan komunikasi interpersonal

2. Mutu pelayanan

a. Pemeriksaan seefisien mungkin

b. Internal review

c. Pelayanan sesuai standar pelayanan kebidanan dan etika profesi

d. Humanis (tidak diskriminatif)

3. Kemitraan

a. Sejawat/kolaborasi

b. Dokter, perawat, petugas kesehatan yang lain, psikolog, sosiolog

c. Pasien, komunitas

34
4. Manajemen

a. Waktu

b. Alat

c. Informasi/MR

d. Obat

e. Jasa

f. Administrasi/regulasi/Undang-Undang

5. Pengembangan diri

a. CME (Continue Midwifery Education)

b. Information Search

D. PROGRAM BIDAN DELIMA

1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya


derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan yaitu ibu hamil,
ibu bersalin dan nifas, serta bayi pada masa perinatal, yang ditandai dengan masih tingginya
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Perinatal (AKP).

Salah satu upaya yang mempunyai dampak relatif cepat terhadap penurunan AKI dan
AKP adalah dengan penyediaan pelayanan kebidanan berkualitas yang dekat dengan
masyarakat dan didukung dengan peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan rujukan.
Sebanyak 30% bidan memberikan pelayanan praktek perorangan (IBI, 2002), dengan
berbagai jenis pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan kontrasepsi suntik 58%, kontrasepsi
pil, IUD dan implant 25%, dan pelayanan pada ibu hamil dan bersalin masing-masing 93%
dan 66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bidan mempunyai peran besar dalam
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak di masyarakat.

35
Mengingat peran besar dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
tersebut maka berbagai program telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
Bidan Praktek Swasta agar sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku.

Salah satu upaya IBI ialah bekerja sama dengan BKKBN dan Departemen Kesehatan
serta dukungan dan bantuan teknis dari USAID melalui program STARH (Sustaining
Technical Assistance in Reproductive Health) tahun 2000 – 2005 dan HSP (Health Services
Program) tahun 2005 – 2009 mengembangkan program Bidan Delima untuk peningkatan
kualitas pelayanan Bidan Praktek Swasta dan pemberian penghargaan bagi mereka yang
berprestasi dalam pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.

2. Kerangka Pikir Bidan Delima

Pelayanan bidan di Indonesia mempunyai akar yang kuat sejak zaman Belanda, dan
mengalami pasang surut sepanjang zaman kemerdekaan terutama ditinjau dari segi
penyelenggaraan pendidikan sebagai institusi yang mempersiapkan bidan sebelum
diterjunkan untuk memberikan pelayanan di masyarakat. Riwayat pendidikan bidan di
Indonesia sangat fluktuatif dan mengalami pasang surut, dengan sendirinya menghasilkan
kinerja pelayanan bidan yang bervariasi.

Kemajuan dunia global yang pesat baik di bidang teknologi informasi, pengetahuan dan
teknologi kesehatan termasuk kesehatan reproduksi berdampak pada adanya persaingan yang
ketat dalam bidang pelayanan kesehatan. Tuntutan masyarakat pada saat ini adalah pelayanan
yang berkualitas, aman, nyaman, dan terjangkau. Hal ini mendorong bidan untuk siap,
tanggap serta mampu merespon dan mengantisipasi kemajuan zaman dan kebutuhan
masyarakat.

Disisi lain IBI sebagai organisasi profesi yang dalam tujuan filosofisnya melakukan
pembinaan dan pengayoman bagi anggotanya juga terus berupaya untuk mencari terobosan
guna tercapainya peningkatan profesionalisme para anggotanya.

3. Pengertian Bidan Delima

Bidan Delima adalah suatu program terobosan strategis yang mencakup :

a. Pembinaan peningkatan kualitas pelayanan bidan dalam lingkup Keluarga Berencana (KB)
dan Kesehatan Reproduksi.

b. Merk Dagang/Brand.

36
c. Mempunyai standar kualitas, unggul, khusus, bernilai tambah, lengkap, dan memiliki hak
paten.

d. Rekrutmen Bidan Delima ditetapkan dengan kriteria, system, dan proses baku yang harus
dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan.

e. Menganut prinsip pengembangan diri atau self development, dan semangat tumbuh
bersama melalui dorongan dari diri sendiri, mempertahankan dan meningkatkan kualitas,
dapat memuaskan klien beserta keluarganya.

f. Jaringan yang mencakup seluruh Bidan Praktek Swasta dalam pelayanan Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi.

4. Tujuan

a. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

b. Meningkatkan profesionalitas Bidan.

c. Mengembangkan kepemimpinan Bidan di masyarakat.

d. Meningkatkan cakupan pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana.

e. Mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian Ibu, Bayi dan Anak.

5. Logo Bidan Delima

Tugas dan Tanggung Jawab Bidan di Komunitas

a. Makna yang ada pada Logo Bidan Delima adalah:

Bidan :

Petugas Kesehatan yang memberikan pelayanan yang berkualitas, ramah-tamah, aman-


nyaman, terjangkau dalam bidang kesehatan reproduksi, keluarga berencana dan kesehatan
umum dasar selama 24 jam.

Delima :

Buah yang terkenal sebagai buah yang cantik, indah, berisi biji dan cairan manis yang
melambangkan kesuburan (reproduksi).

37
Merah :

Warna melambangkan keberanian dalam menghadapi tantangan dan pengambilan keputusan


yang cepat, tepat dalam membantu masyarakat.

Hitam :

Warna yang melambangkan ketegasan dan kesetiaan dalam melayani kaum perempuan (ibu
dan anak) tanpa membedakan.

Hati :

Melambangkan pelayanan Bidan yang manusiawi, penuh kasih sayang (sayang Ibu dan
sayang Bayi) dalam semua tindakan/ intervensi pelayanan.

b. Bidan Delima melambangkan:

Pelayanan berkualitas dalam Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana yang


berlandaskan kasih sayang, sopan santun, ramah-tamah, sentuhan yang manusiawi,
terjangkau, dengan tindakan kebidanan sesuai standar dan kode etik profesi.

Logo/branding/merk Bidan Delima menandakan bahwa BPS tersebut telah memberikan


pelayanan yang berkualitas yang telah diuji/diakreditasi sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, memberikan pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan
pelanggannya (Service Excellence).

6. Landasan Hukum

a. UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

b. Anggaran Dasar IBI, Bab II Pasal 8 dan Anggaran Rumah Tangga IBI Bab III Pasal 4.

c. Permenkes No.900/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan.

d. SPK (Standar Pelayanan Kebidanan) IBI 2002.

e. Permenkes No.28 Tahun 2017, UU Bidan;Standar Operasi Prosedur.

7. Visi dan Misi

a. Visi

Meningkatkan kualitas pelayanan untuk memberikan yang terbaik, agar dapat memenuhi
keinginan masyarakat

38
b. Misi

Bidan Delima adalah Bidan Praktek Swasta yang mampu memberikan pelayanan berkualitas
terbaik dalam bidang kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, bersahabat dan peduli
terhadap kepentingan pelanggan, serta memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan.

8. Strategi

Menggalang upaya terpadu dalam peningkatkan kualitas pelayanan dan profesionalisme


Bidan Praktek Swasta dengan:

a. Menyiapkan pengelola program Bidan Delima di setiap jenjang kepengurusan IBI.

b. Mengembangkan jaringan pelayanan Bidan Delima yang dirancang secara sistematis


sesuai dengan standar kualitas pelayanan yang baku.

c. Mensosialisasikan program Bidan Delima kepada seluruh jajaran IBI dan Bidan Praktek
Swasta dalam rangka meningkatkan minat dan jumlah Bidan berpredikat Bidan Delima.

d. Memberikan penghargaan kepada Bidan Delima yang berprestasi.

e. Meluncurkan program pemasaran Bidan Delima untuk meningkatkan minat masyarakat


menggunakan jejaring pelayanan Bidan Delima.

9. Kompetensi minimal bidan praktik swasta meliputi

1) Ruang lingkup profesi

a. Diagnostic (klinik, laboratorik)

b. Terapy (promotif, preventif)

c. Merujuk

d. Kemampuan komunikasi interpersonal

2) Mutu pelayanan

a. Pemeriksaan seefisien mungkin

b. Internal review

39
c. Pelayanan sesuai standar pelayanan dan etika profesi

d. Humanis (tidak diskriminatif)

3) Kemitraan

a. Sejawat/kolaborasi

b. Dokter, perawat, petugas kesehatan lain, psikolog, sosiolog

c. Pasien, komunitas

4) Manajemen

a. Waktu

b. Alat

c. Informasi/MR

d. Obat

e. Jasa

f. Administrasi/ regulasi/ undang-undang

5) Pengembangan diri

a. CME (continue Midwifery Education)

b. Information Search

10. Jenis pelayanan

a. Pelayanan rawat jalan dan inap

Pelayanan rawat jalan dan rawat inap adalah satu bentuk dari pelayanan kedokteran.
Secara sederhana yang dimaksud rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan
untuk pasien yang tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization)

Dibandingkan dengan pelayanan rawat inap, pelayanan rawat jalan ini memang
tampak berkembang lebih pesat. Roemer (1981) mencatat bahwa peningkatan angka mutilasi
pelayanan rawat jalan di RS. Misalnya adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi dari
peningkatan angka mutilasi pelayanannya.

40
b. Pelayanan rawat jalan oleh klinik mandiri

Bentuk kedua dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselenggarakan oleh klinik
yang mandiri yakni yang tidak ada hubungan organisasi dengan rumah sakit (free standing
ambulatory center). Bentuk klinik mandiri ini banyak macamnya yang secara umum dapat
dibedakan atas dua macam:

1) Klinik mandiri sederhana

Bentuk mandiri sederhana (simple free standing ambulatory center) yang popular
adalah praktik dokter umum atau praktik dokter spesialis secara perseorangan (solo
practitioner). Untuk Indonesia ditambah lagi dengan praktik bidan.

2) Klinik mandiri institusi

Bentuk mandiri institusi (institutional free standing ambulatory center) banyak


macamnya mulai dari praktik berkelompok (group practitioner) poliklinik (klinik) BKIA
(MCH center), puskesmas (community health center).

11. Tanggung Jawab Bidan di Komunitas

1. Melaksanakan kegiatan Puskesmas berdasarkan urutan prioritas masalah sesuai dengan


kewenangan bidan

2. Menggerakan dan membina masyarakat desa berperilaku sehat

Suatu program akan dapat terlaksana dengan baik melalui pengelolaan yang cermat
dan konsisten; dengan berorientasi utamanya pada potensi, ketersediaan sumber daya dan
kemampuan internal organisasi pelaksananya.

Untuk melaksanakan program Bidan Delima ini; IBI telah memiliki potensi dan
sumber daya yang memadai dan akan mencapai hasil yang lebih optimal apabila memperoleh
dukungan baik dari internal IBI maupun dari stakeholder.

41
Kerangka Konsep Bidan dengan Kacamata Gender

Budaya
( Agama & Suku)

Aktualisasi
Penghargaan hak-hak
Sosial
Perempuan sebagai hak Ekonomi
(Kelas & Usia)
asasi manusia ;
pandangan hak-hak
reproduksi sebagai hak
perempuan

Sensitif Gender
Politik

Lingkaran dalam : Akultualisasi penghargaan hak-hak perempuan sebagai hak


asasi perempuan dan memandang hak-hak reproduksi sebagai hak-hak perempuan karena
kita ingin menghasilkan bidan yang sensitive gender.
Lingkaran tengah: Bidan dengan kacamata/sensitive gender
 Hak-hak perempuan adalah hak-hak manusia, dan hak-hak reproduksi adalah hak-hak
perempuan. Bidan yang sensitive gender melihat pasiennnya dari konteks kehidupan
sosialnya di masyarakat.
 Gender menbantu mengungkap hubungan kekuasaan yang tidak adil antara laki-laki dan
perempuan. Paradigma bidan melihat perempuan sebagai individu yang khusus. Kita
harus menghormati setiap perempuan.
 Bidan yang sensitive gender tidak hanya menangani masalah fisik pasiennya saja.
 Seorang bidan harus menekankan di dalam benaknya bahwa isu gender merupakan kunci
dalam meningkatkan kualitas pelayanan perempuan dan secara tidak langsung
memperbaiki kualitas kesehatan laki-laki dan seluruh keluarga, termasuk masyarakat.

42
 Ceramah sebagai metode pengajaran kognitif, harus tumbuh dari hati dan tercermin
dalam sikap.
Lingkaran luar: dalam meberikan pelayanan kepada perempuan, pertimbangkan:
Pluralitas, etnis, usia dan sebagainya. Toleransi dan sifat sensitif terhadap elemen agama
merupakan kunci keberhasilan sebuah program kesehatan.

Bidan, Perempuan, dan Hak Asasi Manusia


Pelanggaran atau kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia berdampak
buruk bagi kondisi kesehatan (misal praktik tradisional yang membahayakan, perlakuan
menganiaya/ tidak berperikemanusiaan, merupakan kekerasan terhadap perempuan dan
anak ). Oleh karena itu, bidan harus mendukung kebijakan dan program yang dapat
meningkatkan hak asasi manusia didalalm menyusun atau melaksanakannya (misal tidak
ada diskriminasi, otonomi individu, hak untuk berpartisipasi, pribadi dan
informasi). Karena perempuan lebih rentan terhadap penyakit, dapat dilakukan langkah-
langkah untuk menghormnati dan melindungi perempuan (misal terbebas dari
diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, peran gender, hak atas kesehatan, makanan,
pendidikan dan perumahan).
Konfederasi Bidan Internasional (ICM) mendukung seluruh upaya untuk
memberdayakan perempuan dan untuk mamberdayakan bidan sesuai hak asasi manusia
dan sebuah pemahaman tentang tanggung jawab yang dipikul seseorang untuk
memperoleh haknya.
ICM menyatakan keyakinannya, sesuai dengan Kode Etik Kebidanan (1993), Visi
dan Strategi Global ICM (1996), definisi bidan yang dikeluarkan oleh ICM/ FIGO/ WHO
(1972), dan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia (1948), yang
menyatakan bahwa perempuan patut dihormati harkat dan martabatnya sebagai manusia
dalam segala situasi dan pada seluruh peran yang dilalui sepanjang hidupnya.
Konfederasi juga meyakini bahwa saeluruh individu harus dilakukan dengan rasa
hormat atas dasar kemanusiaan, dimana setiap orang harus merujuk pada hak asasi
manusia dan bertanggung jawab atas konsekuensi atau tindakan untuk menegakkan hak
tersebut.
Konfederasi juga meyakini bahwa salah satu peran terpenting dari bidan adalah
untuk memberikan secara lengkap, komprehensif, penuh pengertian, kekinian (up-to-date)
dan berdasarkan ilmu pendidikan serta informasi dasar sehingga dengan pengetahuannya

43
perempuan/keluarga dapat berpartisifasi di dalam memilih/ memutuskan apa
mempengaruhi kesehatan mereka dan menyusun serta menerapkan pelayanan kesehatan
mereka.
Penerapan sebuah etika dan pendekatan hak asasi manusia pada pelayanan
kesehatan harus menghormati budaya, etnis/ ras, gender dan pilihan individu disetiap
tingkatan dimana tidak satupun dari hasil ini mebahayakan kesehatan dan kesejahteraan
perempuan, anak dan laki-laki. Ketika seseorang bidan menghadapi situasi yang
berpotensi mebahayakan diri atau orang lain, apakah dikarenakan ketiadaan hak asasi
manusia, kekejaman atau kekerasan, atau praktik budaya, mampunyai tugas etik untuk
mengintervensi dengan perilaku yang tepat untuk menghentikan bahaya dengan tetap
memikirkan keselamatan dirin ya dari bahaya selanjutn ya (diadaptasi dari the
International Confederation Of Midwives Council, Manila, May 1999).

2.1 Gender
2.1.1 pengertian gender
Pengertian gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara perempuan
dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang berkembang.
Laki-laki dan perempuan, di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang
berbeda, mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala kendala yang
berbeda pula. Masyarakatlah yang membentuk nilai dan aturan tentang bagaimana
harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh berpergian kemana, dan contoh
lainnya.
Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda
sesuai dengan nilai sosial-budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan
perkembangan budaya.
Di beberapa daerah contohnya, menjaga hasil bumi yang akan dijual menjadi
tugas perempuan, sementara di daerah lain itu menjadi tugas laki-laki.

2.2 Konsep dan Perangkat Analisis Gender


2.1.2 Kontruksi sosial gender
Sex adalah perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan- perbedaan
dalam sistem reproduksi seperti organ kelamin (penis, testis, dengan vagina, rahim, dan
payudara), hormon yang dominan dalam tubuh (estrogen dengan testosteron),

44
kemampuan untuk memproduksi sperma atau ovarium (telur), kemampuan untuk
melahirkan dan menyusui (IPAS, 2001).
Gender mengacu pada kesempatan dan atribut ekonomi, sosial dan kultural yang
diasosiasikan dengan peran laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada saat
tertentu.
Di beberapa budaya tertentu, ideologi seksualitas menekan pada perlawanan
perempuan, agresi laki-laki, saling melawan atau menentang dalam aktivitas seksual;
dalam kebudayaan lain, penekanannya adalah saling bertukar kesenangan.
Konstruksi sosial seksualitas menjelaskan bahwa tubuh laki-laki dan perempuan
memainkan peranan penting dalam seksualitas mereka. Konstruksi sosial seksualitas juga
melihat dengan seksama konteks historis khusus dan budaya untuk memahami
bagaimana pemikiran khusus dan keyakinan tentang seksualitas dibentuk, disetujui, dan
diadaptasi.
1. Pembagian pekerjaan berbasis Gender
Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki melakukan aktivitas yang
berbeda, walaupun karakteristik dan cakupan aktivitas tersebut berbeda melintasi
kelas dan komunitas. Aktivitas tersebut juga boleh berubah sepanjang waktu.
Perempuan biasanya bertanggung jawab dalam perawatan anak dan pekerjaan rumah
tangga atau sering disebut peran reproduksi, tetapi mereka juga terlibat dalam
produksi barang-barang untuk konsumsi rumah tangga atau pasar atau yang dikenal
dengan peran produktif. Laki-laki biasanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan
rumah tangga, makanan, minuma dan sumber daya terutama peran produktif.
2. Peran Gender dan Norma
Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperilaku
sesuai dengan norma dan peran maskulin dan feminin. Mereka harus berpakaian
dengan cara yang berbeda, tertarik kepada isu atau topik yang berbeda, tertarik
kepada isu dan topik yang berbeda dan memiliki respon yang tidak sama dalam
segala situasi. Ada persepsi yang disepakati bersama bahwa apa yang dilakukan oleh
laki-laki baik dan lebih bernilai daripada yang dilakukan perempuan. Dampak dari
peran gender yang dibentuk secara sosial. Perempuan diharapkan membuat diri
mereka menarik dari laki-laki, tetapi bersikap agak pasif, menjaga keperewanan,
tidak pernah memulai aktivitas seksual dan melindungi diri dari hasrat seksual laki-
laki yang tidak terkendali. Dalam masyarakat tertentu, hal ini terjadi karena
perempuan dianggap memiliki dorongan seksual yang lebih rendah. Dalam

45
masyarakat lain, cara perempuan dikendalikan adalah berdasarkan pemikiran bahwa
perempuan memiliki dorongan seksual dan secara alami tidak dapat setia pada satu
pasangan.
3. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya biasanya
membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial
manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik, pengetahuan dan
keterlampilan, kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk mengambil
keputusan karena merekalah yang memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki
kekuasaan yang lebih besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan
seksualitas. Kekuasaan laki-laki dan kontrol atas sumber daya dan keputusan
diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan negara, serta melalui aturan
dan peraturan institusi sosial yang formal. Hukum di berbagai negara di dunia
memberi peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak
dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga keagamaan
mengingkari hak perempuan untuk menjadi lembaga keagamaan mengingkari hak
perempuan untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah sering kali bersikukuh
bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan sang ibu.
4. Akses ke dan kontrol atas Sumber Daya
Perempuan dan laki-laki mempunyai akses ke dan kontrol yang tidak setara
atas sumber daya. Ketidaksetaraan ini merugikan perempuan. Ketidaksetaraan
berbasis gender dalam hubungannya dengan akses ke dan kontrol atas sumber daya
terjadi dalam kelas sosial, ras, atau kasta. Tetapi, perempuan dan laki-laki dari
raskelas sosial tertentu dapat saja memiliki kekuasaan yang lebih besar dari laki-laki
yang berasal dari kelas sosial yang rendah.
 Akses adalah kemampuan memanfaatkan sumber daya.
 Kontrol adalah kemampuan untuk mendefinisikan dan mengambil keputusan
tentang kegunaan sumber daya.
Contohnya, perempuan dapat memiliki akses ke pelayanan kesehatan, tetapi
tidak memiliki kendali atas pelayanan apa saja yang tersedia dan kapan
menggunakan pelayanan tersebut. Contoh lain yang lebih umum adalah perempuan
memiliki akses untuk memiliki pendapatan atau harta benda, tetapi tidak mempunyai

46
kendali atas bagaiman pendapatan tersebut dihabiskan atau bagaiman harta tersebut
digunakan.
Perempuan memiliki akses dan kendali yang kurang atas banyak jenis sumber daya
yang berbeda.
Sumber daya ekonomi
 Pekerjaan, kredit, uang, makanan, keamanan sosial, asuransi kesehatan, fasilitas
perawatan anak, perumahan, fasilitas untuk melaksanakan tugas sosial, transportasi,
perlengkapan pelayanan kesehatan, teknologi dan perkembangan ilmiah.
Sumber daya politik
 Posisi kepemimpinan dan akses menjadi pembuat keputusan, kesempatan untuk
membangun komunikasi, melakukan negosiasi dan membuat persetujuan, sumber
daya yang membantu menjamin hak-hak seperti sumber daya sosial.
Sumber daya sosial
 Sumber daya komunitas, jaringan sosial dan keanggotaan dalam organisasi sosial.
Informasi/pendidikan
 Informasi atau masukan untuk dapat membuat atau mengambil keputusan untuk
memodifikasi atau merubah situasi, pendidikan formal, pendidikan non-formal,
kesempatan untuk bertukar informasi dan pendapat.
Waktu
 Memilih waktu untuk bekerja, jam kerja dibayar dan fleksibel.
 Harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan untuk mengekspresikan minat
seseorang.
5. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya biasanya
membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun.
Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik, pengetahuan dan ketrampilan, kekayaan
dan pendapatan, atau kekuasaan untuk mengambil keputusan karena merekalah
memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam
membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki dan kontrol atas
sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan
negara, serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang formal. Hukum di
berbagai negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas
kekayaan dan hak dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad,

47
lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin agama, dan
sekolah seringkali bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan
sang ibu.

2.1 Hubungan Antara Gender dan Kesehatan


Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan aktivitasnya,
ruang fisik yang mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka.
Namun, perempuan memiliki akses ked an control yang kurang atas sumber daya
daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan dan fasilitas pelatihan yang terbatas.
Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena perbedaan
berbasis gender daalam peran dan tanggung jawab, pembagian pekerjaan, akses ked an
control atas sumber daya, dalam kekuasaan dan keputusan mempunyai konsekuensi
maskulinitas dan feminitas yang berbeda berdasarkan budaya, suku dan kelas social.
Sangat penting memilikin pemahaman yang baik tentang konsep dan mengetahui
karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan dengan proses
pembangunan.
Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi meliputi:
“risiko yang berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi kesehatan,” mebuat
banyaknya pendapat tentang kebutuhan kesehatan tindakan yang tepat, akses yang
berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan oleh penyakit dan konsekuensi social
yang berbeda dari penyakit dan kesehatan.
WHO (2001) telah membuat daftar cara bagaimana dampak gender terhadap status
kesehatan:
Pembongkaran, risiko atau kerawanan
Sifat dasar, kekerasan dan frekuensi masalah kesehatan yang gejalanya dapat
dirasakan
Perilaku mencari kesehatan
Akses ke layanan kesehatan
Konsekuensi social jangka panjang dan konsekuensi kesehatan

2.2 Ketidaksetaraan Gender


Berikut ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan baik
laki-laki maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut usia.

48
NO KETIDAKSETARAAN KETIDAKSETARAAN
GENDER (PEREMPUAN) GENDER (LAKI-LAKI)
1 Rata-rata perempuan di pedesaan Laki-laki bekerja 20% lebih
bekerja 20% lebih lama daripada pendek.
laki-laki.
2 Perempuan mempunyai akses Laki-laki menikmati akses sumber
yang terbatas terhadap daya ekonomi yang lebih besar.
sumberdaya ekonomi.
3 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang
akses yang setara terhadap lebih baik terhadap sumberdaya
sumberdaya pendidikan dan pendidikan dan pelatihan.
pelatihan.
4 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang
akses yang setara terhadap mudah terhadap kekuasaan dan
kekuasaan dan pengambilan pengambilan keputusan di semua
keputusan disemua lapisan lapisan masyarakat.
masyarakat.
5 Perempuan menderita dan Laki-laki tidak mengalami tingkat
mengalami kekerasan dalam kekerasan yang sama dengan
rumah tangga dengan kadar yang perempuan.
sangat tinggi.

2.2 HAM
2.1.3 Pengertian Ham
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya
(Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching
Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa
menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,
yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsungoleh
Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi,1994).

49
Dalam pasal 1 UU No39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan meruapak anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungu oleh negara, hokum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

2.2 Fungsi Bidan dalam Gender dan Ham


2.1.4 Fungsi bidan dalam gender
Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang
berbeda. Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak disalah artikan
sebagai sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam perkembangannya
kemudian, jenis kelamin perempuan lebih banyak menerima tekanan, hanya karena
secara kodrati perempuan dianggap lemah dan tak berdaya.
Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan Manusia
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi yang bias tersebut
pada akhirnya menyulitkan perempuan untuk mendapatkan akses pada berbagai segi
kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang menentukan kehidupan dan kematian
perempuan.
Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui, sementara
pria tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui, laki-laki
tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel yang dimiliki pria, tidak dimiliki kaum
hawa.
Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan menyusui bagi
perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku dan kegiatan serta atribut
lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat budaya tertentu sebagai sesuatu yang
pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki, masih bisa dirubah.
Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gender
memang sangat membedakan aktivitas yang boleh dilakukan antara pria dan wanita.
Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu misalnya, merokok dianggap pantas untuk
laki-laki, tapi tidak untuk perempuan.
Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang perempuan.
Sementara dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah dalam satu masa,
dokter kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa. Juga mitos gender seputar

50
hubungan seksual, dimana isteri tabu meminta suaminya untuk pakai kondom. Jadi
yang ber-KB adalah kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan berperan untuk
member penyuluhan kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya kaum wanita
yang diharuskan memakai KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai KB bila
ingin meminimalisir kehamilan dan persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka
Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi
(AKB) mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali
menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal
itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial budaya serta jarak ekonomi.
Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau
puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan.
Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah terpencil sangat
berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada para
wanita ataupun pria yang menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan
kaum ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki.
Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di rumah dan
ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan dalam proses
persalinan, sulit sekali mendapatkan layanan dadurat dengan segera. Bidan pun
berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa
bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini semakin berkembang setiap
tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak
keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju rumah
sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat klien berdasarkan
status ekonominya karena bidan berperan sebagai penolong bagi semua kliennnya dan
tidak membedakan status ekonominya.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di
bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan
informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan anak
ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip gender yang
melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya

51
sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana
norma dan nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender
dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
2.1.5 Fungsi Bidan dalam HAM
Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa fungsi,
diantaranya:
 Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk memutuskan
dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai
anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Contohnya
bidan memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada klien saat klien
tersebut ingin menggunakan jasa KB (Keluarga Berencana) dan bidan
memberi hak kepada klien untuk mengambil keputusan sesuai keinginan
kliennya.
 Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan seksual
dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak untuk
mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud.
Misalnya, bidan membrikan penyuluhan tentang kehidupan seksual dan
kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan memberikan pelayanan serta
informasi selengkap-lengkapnya kepada masyarakat agar masyarakat
mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik.
 Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan. Hak-hak
reproduksi

ASPEK BUDAYA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN


Dalam masyarakat pada umumnaya pentingnya akan kesehatan masih banyak
yang belum sepenuhnya memahami,terutama pada orang awam yang masih
menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya daerah mereka dan kepercayaan pada
nenek moyang atau orang terdahulu sebelum mereka,meraka masih mempercayai
mitos-mitos tentang cara-cara mengobati masalah kesehatan,padahal pada faktanya
kegiatan mereka tersebut malah menjadi penghambat dalam peningkatan kesehatan
masyarakat terutama masalah kesehatan ibu dan anak.apa lagi di era sekarang ini

52
kondisi kesehatan ibu dan anak sangat-sangat memprihatinkan.masih banyak anak-
anak yag nutrisi dan gizinya belum tercukupi,karena sebagian masyarakat masih
menganggap bahwa apa yang telah di berikan orang terdahulu mereka harus di
berikan kepada anak mereka sekarang.
Pada ibu hamil juga masih banyak mitos-mitos yang di percaya untuk tidak di
lakukan,padahal itu harus di lakukan untuk kesehatan ibu dan janin yang di
kandungnya,misalnya seperti di larang makan ikan laut,padahal ikan laut itu bergizi
tinngi dan banyak mengandung protein yang bagus untuk kesehatan ibu dan janin,tapi
mitos dalam budaya mereka melarang larang untuk memakannya.pada budaya di
daerah mereka ada juga ritual untuk wanita yang sedang hamil,seperti upacara
mengandung empat bulan,tujuh bulan,dan lebih dari sembilang bulan.
Menjadi seorang bidan desa dan di tempatkan pada desa yang plosok dan
masih tinggi menjunjung adat istiadat budayan dan mempercayai mitos sangatlah
susah dan penuh perjuangan mental dan raga,karena masyarakatnya lebih
mempercayai mitos dari pada tenaga kesehatan seperti bidan,mereka masih
mempercayai dukun untuk menolong persalinan atau pun menyembuhkan penyakit
yang di derita masyarakat dan anak.padahal persalinan dengan bantuan dukun akan
menakutkan sekali,karena takut terjadinya infeksi paska persalian,misalnya penularan
penyakit selama persalinan,seperti pemotongan tali pusar dengan menggunakan
gunting biasa atau belatih dari bambu,padahal seharus naya semua alat yang di
gunakan dan gunting tersebut harus di sterilkan terlebih dahulu,tapi kalau dukun tidak
melakukan hal itu.
Jadi tugas kita sebagai tenaga kesehatan bidan dalam upaya untuk
menanggulangi maslah-masalah tersebut dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak
kita harus merubah paradigma masyarakat awam tentang ke jelekan tenaga kesehatan
bidan di mata orang awam,karena bidan lebih berkompeten dalam melkukan tindakan
karena sudah mendapatkan ilmu yang banyak dan mengetahui tentang maslah dan
penanggulanganya secara baik dan benar sesuai prosedur kesehatan yang ada.dan
pemerintah juga harus berperan dalam pengadaan penunjang untuk mencapai
mengurangi kematian ibu dan bayi yang dalam program pemerintah di beri nama
sasaran milineum development goals (MDGs).sehingga menciptakan sebuah
masyarakat yang tanggap dan berperan aktif dengan maslah kesehata,terutama untuk
diri mera sendri,dan menjadikan suami siaga pada saat akan persalinan,dan tercapai

53
lah tujuan pemerintah tecapai tindakan untuk membuwat “ibu selamat,bayi sehat,dan
suami siaga”.

2.1.6 Aspek budaya yang berhubungan dengan kesehatan ibu


Aspek budaya yang berhubungan dengan kesehatan Ibu hamil :
a. Jawa Tengah :
 Bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan
pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b. Jawa Barat :
 Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya
agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
c. Masyarakat Betawi :
 Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat
menyebabkan ASI menjadi asin.
d. Daerah Subang :
 Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir
bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain
ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.Tentunya hal ini
sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk
memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita
hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat
di daerah pedesaan. (Wibowo,1993)

2.1.7 CARA-CARA PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA DALAM PRAKTEK


KEBIDANAN
Dalam sebuah praktek kebidanan tidak sedikit hambatan dalam
melaksanakanya terutama pada masyarakat plosok desa dan yang masih mebjunjung
tinggi budaya dan mitos mereka.kita sebagai tenga kesehatan bidan,harus bisa
melakukan pendekatan kepada masyaratnya agar tidak slah kaprah tentang mitos-
mitos yang di percayai oleh mereka.banyak akses untuk melakukan pendekatan sosial
budaya dalam praktek kebidanan terhadap orang awam,sehingga yang di inginkan
orang-orang awam lebih tahu tentang masalah lingkup kehatan,terutama keshatan

54
untuk dirinya sendri,yang di harapkan bisa mencegah atau mengobati penyakit pada
dirinya sendri untuk penyakit tipe ringan,seperti demam.
Dalam pendekatan ini di harapkan bisa menunjang tujuan banggsa
indonesia,salah satunya “mensejah terakan kehidupan bangsa” dalam bidang
kesehata,karena “jika bangsanya sehat,maka negara kuat,dan sebaliknya jika bangsa
sakit,maka negara lemah”.jadi kita sebagai tenga kesehatan bidan harus bisa dan wajib
melaksanakan pendekatan sosial budaya dalam masyarakat.dan di harapkan bisa
meningkatkan kondisi atau derajat kesehtan dan gizi dalam masyarakat sehngga
tercapainya kesejahteraan sosial.
Contoh-Contoh Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktek Kebidanan
 Paendekatan melalui masing-masing keluraga,jadi setiap kelurga di lakukan
pendekatan
 Pendekatan melalui langsung pada setiap individunya sendri,mungkin cara ini
lebih efektif
 Sering melakukan penyuluhan di setiap PKK atu RT tentang maslah dan
penangulangi kesehatan.
 Mengikuti arus sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut,kemudian klau
ssudah memahami,kita mulai melakukan pendekatan secar perlahan-lahan
 Melawan arus dalam kehidupan sosial budaya mereka,sehingga kita menciptaakan
asumsi yang baru kepada mereka,tapi cara ini banyak tidak mendapatkan respon
posive

2.1.8 Latihan
1. Pelayanan kebidanan komunitas diarahkan untuk mewujudkan :
a. Keluarga yang sehat
b. Keluarga yang sejahtera
c. Keluarga yang sehat sejahtera
d. Keluarga kecil dan sejahtera
e. Keluarga besar dan sejahtera

2. Pengertian bidan komunitas adalah


a. Bidan yang bekerja dirumah sakit
b. Bidan yang bekerja di pukesmas
c. Bidan yang bekerja di posyandu
d. Bidan yang bekerja di komunitas
e. Bidan yang bekerja di rumah sakit dan puskesmas

3. Sasaran kebidanan komunitas adalah ...., kecuali :

55
a. Ibu hamil dan bayinya dalam keluarga
b. Ibu bersalin dan nifas dalam keluarga
c. Ibu dan anak dalam konteks keluarga
d. Ibu bersalin dan bayi dalam keluarga
e. Tujuan kebidanan komunitas adalah
f. Mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak
g. Mewujudkan keluaraga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera
h. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan balita didalam keluarga
i. Mewujudkan keluarga yang harmonis
j. Meningkatkan kesehatan keluarga

4. Pelayanan kesehatan pada ibu meliputi


a. Pra hamil, bersalin dan nifas
b. Hamil, bersalin dan nifas
c. Bersalin, prahamil, menyusui
d. Hamil, bersalin, nifas, KB
e. Pra hamil, hamil, bersalin, nifas, menyusui

5. Pelayanan kesehatan pada anak meliputi, kecuali


a. Pemeriksaan kesehatan anak balita
b. Imunisasi,
c. Identifikasi kelainan
d. Pengobatan bayi bermasalah
e. Pengawasan tumbuh kembang anak

6. Dibawah ini adalah gambaran keluarga sehat, kecuali


a. Anggota keluaraga dalam kondisi sehat fisik, mental maupun sosial
b. Cepat meminta bantuan kepada Nakes bila timbul masalah kesehatan satu
anggota keluarga
c. Dirumah tersedia kotak berisi obat-obatan sederhana untuk P3K
d. Tinggal dirumah dan lingkungan yang sehat
e. Menyediakan oksigen dirumah

7. Pengetahuan dasar yang harus dimiliki bidan dalam melaksanakan kesehatan bidan
dikomunitas adalah, kecuali :
a. Konsep dasar kebidanan komunitas
b. Masalah kebidanan komunitas
c. Pendekatan asuhan kebidanan pada keluarga, kelompok dan masyarakat
d. Strategi pelayanan kebidanan komunitas
e. Pelayan terhadap seluruh penyakit di masyarakat

8. Keterampilan dasar yang harus dimiliki bidan dikomunitas adalah :


a. Melakukan penhgelolaan pelayanan ibu hamil, nifas, bayi, balita dan KB
dimasyarakat
b. Sistem layanan kesehatan ibu dan anak
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak
d. Ruang lingkup kebidanan komunitas
e. Strategi pelayanan kebidanan komunitas

9. Bentuk peran serta masyarakat dalam kebidanan komunitas meliputi :

56
a. Pelatihan dukun
b. Pelayanan kontrasepsi
c. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
d. Pencatatan dan pelaporan
e. Pelayanan rujukan KB

10. Pelayanan kebidanan komunitas dapat dilakukan di :


a. Rumah pasien
b. Polindes
c. Posyandu
d. Puskesmas
e. Semua benar

11. Layanan kebidanan komunitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan


a. Asuhan keperawatan
b. Asuhan kesehatan
c. Manajemen kebidanan
d. Manajemen kesehatan
e. Etika profesi

12. Bidan berperan sebagai penyuluh di bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu, anak,
dan keluarga. Dalam hal ini bidan berperan sebagai :
a. Pendidik
b. Pengelola
c. Pelaksana
d. Peneliti
e. Semua benar
13. Segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya dari
gangguan kesehatan merupkan pengertia
a. Pelayanan kesehatan
b. Pelayanan kebidanan
c. Pelayanan keperawatan
d. Pelayanan komunitas
e. Pelayanan komuniti

14. Tokoh yang mempelajari mengenai panggul dan menemukan ukuran-ukuran panggul,
serta memberi banyak sekali pelajaran tentang panggul adalah
a. Hugh L. Hodge
b. Fallopius
c. Boudeloque
d. Arantius
e. William Harley

15. Perlunya mendidik bidan untuk di tempatkan didesa dimulai pada tahun
a. 1990
b. 1991
c. 1992
d. 1993
e. 1994

57
Kunci jawaban :

1. c. Keluarga sehat dan sejahtera


karena pelayanan kebidanan komunitas adalah bagian upaya kesehatan keluarga
2. d. bidan yang bekerja dikomunitas
karena bidan komunitas adalah bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat disuatu
wilayah
3. c. Ibu dan anak dalam konteks keluarga
karena sasaran utama kebidanan komunitas adalah ibu dan anak yang berada didalam
keluarga dan masyarakat
4. c. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan balita didalam keluarga
karena pelayanan kebidanan komunitas diarahkan untuk mewujudkan keluarga yang sehat,
sejahtera sehingga derajat kesehatan yang optimal, hal ini sesuai dengan Visi Indonesia sehat
2010
5. e. Pra hamil, hamil bersalin, nifas, menyusui
Karena pelayanan kesehatan ibu bertujuan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi
ibu, meliputi :
- pra hamil
- hamil
- persalinan
- nifas
- menyusui
6. d. Pengobatan bayi bermasalah
pelayanan kesehatan pada anak meliputi :
- pemeriksaan kesehatan balita secara berkala
- penyukuhan pada orang tua tentang gizi, kesehatan lingkungan dan tumbuh kembang
anak
- imunisasi
- identifikasi tanda kelainan dan penyakit yang mungkin timbul pada bayi dan balita
serta cara penanggulangannya.
7. e. Menyediakan oksigen dirumah
karena gambaran keluarga sehat meliputi :
- anggota keluarga dalam kondisi sehat fisik, mental maupun sosial
- cepat meminta bantuan kepada nakes bila timbul masalah kesehatan pada salah satu
anggota keluarganya
- dirumah tersedia P3K
- tinggal dirumah dan dilingkungan sehat
- selalu memperhatikan perkembangan kesehatan keluarga dan masyarakat
8. c. Pelayanan terhadap seluruh penyakit
karena pengetahuan dasar yang dimilki oleh bidan komunitas adalah meliputi :
- konsep dasar kebidanan komunitas
- masalah kebidanan komunitas
- pendekatan ASKEB pada keluarga, kelompok dan masyarakat
- strategi pelayanan komunitas
- ruang lingkup kebidanan komunitas
- upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan
masyarakat
- faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak
- simtem pelaynan KIA

58
9. a. Melakukan pengelolaan pelayanan Bumil, nifas, bayi balita, KB dimasyarakat
karena keterampilan dasar yang harus dimiliki bidan komunitas meliputi :
- Melakukan poengelolaan pelayanan Bumil, nifas, bayi balita, KB dimasyarakat
- Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak
- Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes
- Mengelola polindes
- Melakukan kunjungan rumah pada bumil, nifas, laktasi, bayi dan balita
- Melakukan pempinaan dan pengerakan PSM
- Melakukan penyuluhan dan konseling ksehatan
- Melakukan pencatatan dan pelaporan

10. a. Pelatihan dukun


karena PSM meliputi :
- pelatihan dukun
- pelatihan kader
- kursus ibu
- PKMD
- Poyandu
- Dana sehat
11. e. Semua benar
karena pelayanan kebidanan komunitas dapat diakukan di rumah pasien, polindes, posyandu
dan puskesmas

12. c. Manajemen kebidanan


karena pelayanan kebidanan komunitas dilakukan dengan mengunakan pendekatan
manajemen kebidanan yang merupakan metode asuhan atau pelayanan yang dilakukan oleh
bidan untuk menyelamatkan pasien dari gangguan keshatan yang membahayakan hidupnya

13. a. Pendidik
karena sebagai pendidik, bidan selalu berupaya agar sikap perilaku komunitas diwilayah
kerjanya dapat berubah sesuai dengan kaedah kesehatan

14. b. Pelayanan kebidanan


karena hubungan interaksi antara bidan dan pasien dilakukan melalui pelayanan kebidanan
yang merupakan segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya
dari gangguan kesehatan

15. c. Boudeluque
karena tokoh yang mempelajari dan menemukan ukuran-ukuran panggul adalah
Boudeluque dari prancis

16. a. 1990
karena pendidikan bidan untuk ditempatkan di desa dimulai pada tahun 1990

59
BAB III

PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai
manusia yang bila tidak ada hak tersebut maka mustahil kita dapat hidup sebagai manusia.
Sedangkan gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan
biologis yakni perbedaan jenis kelamin (sex) adalah kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara
permanen berbeda. Sedangkan gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences)
antara laki-laki dan perempuan yang konstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan
kodrat dan bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (laki-laki dan
perempuan) melalui proses sosial dan kultural yang panjang.

60
DAFTAR PUSTAKA

Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan. Yogyakarta.

UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Soepardan ,Suryani. 2007.Konsep Kebidanan. Jakarta;EGC.

http://brilianaputrimawaddah.blogspot.com/2010/10/peran-fungsi-dan-kompetensi-bidan.html

diakses pada tanggal 21 Februari 2019 pukul 18:01 WIB

http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertian-regulasi/ diakses pada

tanggal 21 Februari 2019 pukul 18:16 WIB

http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertian
regulasi/#ixzz1JVKrqqFP diakses pada tanggal 21 Februari 2019 pukul 18:24 WIB
https://ibi.or.id/id/article_view/a20150112004/definisi.html diakses pada tanggal 21 Februari
2019 pukul 19:00 WIB
http://bebaskitagt.blogspot.com/2012/02/ba-kebidanan-komunitas.html diakses pada tanggal
21 Februari 2019 pukul 19:14 WIB
http://www.ibi.or.id/media/PMK%20No.%2028%20ttg%20Izin%20dan%20Penyelenggaraan
%20Praktik%20Bidan.pdf diakses pada tanggal 21 Februari 2019 pukul 20:08 WIB

61
62

Anda mungkin juga menyukai