Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Hukum mengatur tujuan-tujuan spesifik lebih lanjut, dimana hukum sebagai sesuatu
keseluruhan yang melayani fungsi-fungsi sosial umum, diantara fungsi – fungsi hukum
yang penting adalah ; penjaga kedamaian / menyelesaikan masalah perselisiham antara
individu, menjaga ketertiban masyarakat, menciptakan keadilan social, melindungi atau
menjaga lingkungan, hukum sebagai alat kontrol social, dan merekayasa masyarakat
( social engineering)
Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang
kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medic. Hukum kesehatan
dan hukum medis adalah rambu-rambu lain yang mengatur pelayanan kesehatan dalam
hal ini etika dan hukum yang sama-sama berakar pada moral saling mengisi.
Perlindungan hukum adalah bentuk-bentuk perlindungan yang antara lain berupa rasa
aman dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan
membahayakan yang dapat mengancam keselamatan fisik atau jiwa baik karena alam
maupun karena perbuatan manusia.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu aspek perlindungan oknum bagi bidan di komunitas?
2. Apa saja standar pelayanan kebidanan?
3. Apa saja kode etik bidan?
4. Apa saja standar asuhan pelayanan kebidanan?
5. Apa itu registrasi praktik bidan?
6. Apa saja kewenangan bidan di komunitas?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahani aspek perlindungan hukum bidan di komunitas.
2. Tujuan khusus
Setelah membaca makalah aspek perlindungan hukum bidan di komunitas,
diharapkan mahasiswa dapat:
a) Mengetahui dan memahami standar pelayanan kebidanan?
b) Mengetahui kode etik bidan?
c) Mengetahui standar asuhan kebidanan?
d) Memahami registrasi praktik bidan?
e) Melakukan kewenangan bidan di komunitas?

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 1


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Aspek Perlindungan Hukum Bagi Bidan Di Komunitas


Dalam masyarakat tradisional, orang sering kali memandang hukum sebagai suatu
aturan yang tidak dapat dirubah yang harus dipatuhi. Akan tetapi sekarang ini para
pembuat hukum membuat atau memperlakukan hukum sebagai suatu alat atau instrument
yang fleksibel untuk menyelesaikan tujuan-tujuan spesifik lebih lanjut, dimana hukum
sebagai suatu keseluruhan yang melayani fungsi-fungsi sosial umum. Diantara fungsi-
fungsi hukum yang paling penting:
1) Penjaga kedamaian / menyelesaikan masalah perselisihan antara individu
2) Menjaga ketertiban masyarakat
3) Menciptakan keadilan sosial
4) Melindungi dan menjaga lingkungan
5) Hukum sebagai alat kontrol sosial
6) Merekayasa masyarakat (social engineering)

Menurut H.J.J leenen, Hukum kesehatan adalah keseluruhan aturan hukum yang
mengatur tentang hubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang berupa
penerapan hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi negara dalam kaitan
dengan pemeliharaan kesehatan dan yang bersumber dari hukum otonom yang berlaku
untuk kalangan tertentu saja, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, aturan-aturan
internasional, ilmu pengetahuan dan lirature yang ada kaitannya dengan pemeliharaan
kesehatan.

Dari pengertian diatas dapat kita lihat bahwa hukum kesehatan banyak berhubungan
dengan etika medis yang pada dasarnya berisi kepedulian dan tanggung jawab secara
moral hidup dan kehidupan manusia serta terhadap kelainan dan gangguan padanya, dari
mulai sebelum lahir hingga akhir hidup itu serta sampai beberapa waktu sesudahnya.
Disamping itu, hukum kesehatan dan hukum medis adalah rambu-rambu lain yang
mengatur pelayanan kesehatan dalam hal ini etika dan hukum sama-sama berakar pada
moral saling mengisi.

Perlindungan hukum adalah bentuk-bentuk perlindungan yang antara lainberupa rasa


aman dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan
membahayakan yang dapat mengancam fisik atau jiwa baik karena alam maupun karena
perbuatan manusia. Perlindungan hukum akan senantiasa diberikan kepada pelaku profesi
apapun sepanjang pelaku profesi tersebut bekerja mengikuti prosedur baku sebagaimana
tuntutan bidang ilmunya sesuai dengan etika serta moral hidup dan berlaku di masyarakat.

Hukum kesehatan merupakan rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang


kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan saran medik. Perumusan hukum
kesehatan mengandung pokok-pokok pengertian sebagai berikut :

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 2


1. Kesehatan menurut WHO, adalah keadaan yang meliputu kesehatan badan, jiwa, dan
sosial, bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Apapun
istilah kesehatan dalam undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 adalah keadaan
sejahtera (well being) badan, jiwa dan sosial, yang memungkinkan seseorang hidup
produktif secara ekonomi dan sosial.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
3. Tenaga kesehatan adalah seseorang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
4. Tenaga kesehtan meliputi tenaga kesehatan sarjana, sarjana muda, adapun yang
dimaksud tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan pada tingkat sarjana dan sarjana
muda. Di bidang kebidanan adalah bidan yang terdiri dari diploma III dan diploma
IV kebidanan.
5. Sarana medik meliputi rumah sakit umum, rumah sakit khusus, rumah bersalin,
praktik berkelompok, balai pengobatan/klinik dan sarana lain yang ditetapkan
Menteri Kesehatan.
6. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
7. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau
jaringan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang
berasal dari tubuh seseorang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk
menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.

Ketentuan hukum yang mengatur tentang tenaga kesehatan, termasuk bidan:

1. UU No 36 th 2009 tentang kesehatan


2. UU No. 36 th 2014 tentang tenaga kesehatan
3. Permenkes RI No. 28 tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan
4. Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan
5. Kode Etik Profesi
6. Standar Pelayanan Kebidanan

2.2 Standar Pelayanan Kebidanan


Standar I : Falsafah dan Tujuan
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi dan tujuan pelayanan
serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang
efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
a. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosofi pelayanan
kebidanan yang mengacu pada visi, misi dan filosofi masing-masing.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 3


b. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi dan
tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan
dengan unit lain dan disahkan oleh pimpinan.
c. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang disahkan oleh
pimpinan.
d. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga yang menduduki jabatan pada
organisasi yang disahkan oleh pimpinan.

Standar II : Administrasi dan Pengelolaan


Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar
pelayanan, prosedur tetap dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan pelayanan yang
kondusif yang memungkinkan terjadinya praktek pelayanan kebidanan akurat.
Definisi Operasional :
a. Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit
pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan.
b. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar
ruangan, standar ketenangan yang telah disahkan oleh pimpinan.
c. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan yang disahkan
oleh pimpinan.
d. Ada rencana / program kerja disetiap institusi pengelolaan yang mengacu ke
institusi induk.
e. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur dilengkapi
dengan daftar hadir dan notulen rapat.
f. Ada naskah kerjasama, program praktek dari institusi yang menggunakan latihan
praktek, program, pengajaran klinik dan penilaian klinik. Ada bukti administrasi
yang meliputi buku registrasi.

Standar III : Staf dan Pimpinan


Pengelolaan pelayanan kebidanan mempunyai program pengelolaan Sumber Daya
Manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
a. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
b. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
c. Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap per unit yang
menduduki tanggung jawab dan kemampuan yang dimiliki oleh bidan.
d. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi
minimal selaku kepala ruangan bila kepala ruangan berhalangan betugas.
e. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 4


Standar IV : Fasilitas dan Peralatan
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan
kebidanan sesuai dengan tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.

Definisi Operasional :
a. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standard dan ada mekanisme keterlibatan
bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.
b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas
barang.
c. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu
d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.

Standar V : Kebijaksanaan dan Prosedur


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan
pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi Operasional :
a. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang
disahkan oleh pimpinan.
b. prosedur personalia : penerimaan pegawai kontrak kerja, hak dan kewajiban
personalia.
c. Ada personalia pengajuan cuti personil, istirahat, sakit dan lain-lain. Ada prosedur
pembinaan personal.

Standar VI : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan
perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi Operasional :
a. Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
b. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/personil baru dan lama agar
dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
c. Ada data hasil indentifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.

Standar VII : Standar Asuhan


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan / manajemen kebidanan
yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi Operasional :
a. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberikan
pelayanan kebidanan.
b. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik.
c. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
d. Ada diagnosa kebidanan.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 5


e. Ada rencana asuhan kebidanan.
f. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.
g. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.
h. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.

Standar VIII : Evaluasi dan Pengendalian mutu


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi
dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Definisi Operasional :
a. Ada program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan.
b. Ada program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar
asuhan kebidanan.
c. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan/pengendalian mutu
asuhan dan pelayanan kebidanan.
d. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
e. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf
pelayanan kebidanan.

2.3 Kode Etik Bidan


A. Kode Etik
Merupakan suatu ciri profesi yg bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal
suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yg
memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
B. Kode Etik Kebidanan
1. Pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam Kongres Nasional
Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988.
2. Petunjuk pelaksanaannya disyahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI
tahun 1991, sebagai pedoman dalam berperilaku à mengandung kekuatan yg
tertuang dalam mukadimah, tujuan, dan kewajiban bidan.
C. Isi Kode Etik Bidan
Ada Tujuh BAB, antara lain yaitu :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran,
tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 6


4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan – tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya


1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2) Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan
dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan
konsultasi dan atau rujukan.
3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan
sehubungan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya


1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya


1) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat.
2) Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan
kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri


1) Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas
profesinya dengan baik.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 7


2) Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air


1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-
ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan
KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

7. Penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
Tujuan kode etik adalah:
1) menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
2) menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
3) meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4) meninggkatkan mutu profesi

2.4 Standar Asuhan Pelayanan Kebidanan


1. Standar Pelayanan Umum
Terdapat dua standar pelayanan umum sebagai berikut:
 Standar 1
PERSIAPAN UNTUK KEHIDUPAN KELUARGA SEHAT
Pernyataan standar :
Bidan memberikan penyuluhan dan nasihat kepada perorangan, keluarga dan
masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk
penyuluhan umum, gizi, KB, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi
calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan
baik.
 Standar 2
PENCATATAN DAN PELAPORAN PERSYARATAN STANDAR
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukan, yaitu registrasi.
Semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian yang diberikan kepada setiap ibu
hamil/bersalin/nifas dan Bayi Baru Lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan
kepada masyarakat. Disamping itu bidan hendaknya mengikut sertakan kader untuk
mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan
ibu dan Bayi Baru Lahir. Bidan meninjau secara teratur catatan tersebut untuk

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 8


menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan
pelayanannya

2. Standar Pelayanan Antenatal


Terdapat enam standar pelayanan
 Standar 3 :
IDENTIFIKASI IBU HAMIL PERSYARATAN STANDAR
Pernyataan standar :
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara
berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota
masyarakat agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilan sejak dini secara
teratur
 Standar 4 :
PEMERIKSAAN DAN PEMANTAUAN ANTENATAL PERSYARATAN
STANDAR
Pernyataan standar :
 Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi
anamnesa dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah
perkembangan berlangung normal.
 Bidan juga harus mengenal resti/kelainan, khususnya anemia, kurang
gizi,hipertensi, PMS/infeksi HIV, memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan
penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Bidan harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan bila ditemukan
kelainan, bidan harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuk
untuk tindakan selanjutnya.
 Standar 5 :
PALPASI ABDOMEN PERSYARATAN STANDAR
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama melakukan palpasi untuk
memperkirakan usia kehamilan, dan bila umur kehamilan bertambah memeriksa
posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul,
untuk mencari kelaianan serta melakukan rujukan tepat waktu.
 Standar 6 :
PENGELOLAAN ANEMIA PADA KEHAMILAN PERSYARATAN STANDAR
Pernyataan standar :
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penganan dan atau rujukan
semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Standar 7 :
PENGELOLAAN DINI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN PERSYARATAN
STANDAR

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 9


Pernyataan standar :
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan
mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang
tepat dan merujuknya.
 Standar 8 :
PERSIAPAN PERSALINAN PERNYATAAN STANDAR
Pernyataan standar :
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya
pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih
dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, di
samping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi
keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal
ini.

3. Standar Pertolongan Persalinan


Terdapat empat standar dalam standar pertolongan persalinan
 Standar 9
ASUHAN PERSALINAN KALA I
Pernyataan standar :
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan
asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien,
selama proses persalinan berlangsung.
 Standar 10
PERSALINAN KALA II YANG AMAN.
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan
penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
 Standar 11
PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA TIGA.
Pernyataan standar :
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu
pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
 Standar 12
PENANGANAN KALA II DENGAN GAWAT JANIN MELALUI EPISIOTOMI.
Pernyataan standar :
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan
segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti
dengan penjahitan perineum.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 10


4. Standar Pelayanan Nifas.

Terdapat tiga standar dalam standar pelayanan nifas

 Standar 13
PERAWATAN BAYI BARU LAHIR.
Pernyataan standar :
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan
spontanmencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan
tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau
menangani hipotermia.
 Standar 14
PENANGANAN PADA DUA JAM PERTAMA SETELAH PERSALINAN.
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam
dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Di samping
itu, bidan memberikan penjelasan tentangan hal-hal mempercepat pulihnya
kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.
 Standar 15
PELAYANAN BAGI IBU DAN BAYI PADA MASA NIFAS.
Pernyataan standar :
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada
hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan, untuk membantu
proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar;
penemuanan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada
masa nifas; serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum,
kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian
ASI, imunisasi dan KB.

5. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri Dan Neonatal


Di samping standar untuk pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan dan
nifas), disini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri-neonatal.
Seperti telah dibahas sebelumnya, bidan diharapkan mampu melakukan penanganan
keadaan gawat darurat obstetric-neonatal tertentu untuk penyelamatan jiwa ibu dan bayi.
Di bawah ini dipilih sepuluh keadaan gawat darurat obstetri-neonatal yang paling sering
terjadi dan sering menjadi penyebab utama kematian ibu/bayi baru lahir.
 Standar 16
PENANGANAN PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN, PADA TRI-
MESTER III
Pernyataan standar :
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 11


 Standar 17
PENANGANAN KEGAWATAN PADA EKLAMSIA.
Pernyataan standar :
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam. Serta merujuk
dan atau memberikan pertolongan pertama.
 Standar 18
PENANGANAN KEGAWATAN PADA PARTUS LAMA/MACET
Pernyataan standar :
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama/macet serta melakukan
penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
 Standar 19
PERSALINAN DENGAN PENGGUNAAAN VAKUM EKSTRAKTOR
Pernyataan standar :
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar
dalammemberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamnannya bagi
ibu dan janin
 Standar 20
PENANGANAN RETENSIO PLASENTA
Pernyataan Standar :
Bidan mampu mengenali retensio placenta dan memberikan pertolongan pertama
termasuk plasenta manual dan penangan perdarahan sesuai dengan kebutuhan
 Standar 21
PENANGAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER
Pernyataan standar :
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebuhan dalam 24 pertama setelah
persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan
pertama untuk mengendalikan perdarahan
 Standar 22
PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER
Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan
postpartum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan
jiwa ibu dan atau merujuknya
 Standar 23
PENANGANAN SEPSIS PUERPERALIS
Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta
melakukan pertolongan pertama atau merujuknya
 Standar 24
PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 12


Pernyataan standar :
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfeksia, serta
melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan
dan memberikan perawatan lanjutan.

2.5 REGISTRASI PRAKTIK BIDAN

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin
Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
1. Pasal 2
Dalam menjalankan Praktik Kebidanan, Bidan paling rendah memiliki kualifikasi
jenjang pendidikan diploma tiga kebidanan.
2. Pasal 3
(1) Setiap Bidan harus memiliki STRB untuk dapat melakukan praktik
keprofesiannya.
(2) STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah Bidan memiliki
sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun.
(4) Contoh surat STRB sebagaimana tercantum dalam formulir II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
3. Pasal 4
STRB yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pasal 5
(1) Bidan yang menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki SIPB.
(2) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Bidan yang telah
memiliki STRB.
(3) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu) Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
(4) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama STR Bidan masih
berlaku, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
5. Pasal 6
(1) Bidan hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua) SIPB.
(2) Permohonan SIPB kedua, harus dilakukan dengan menunjukan SIPB pertama.
6. Pasal 7
(1) SIPB diterbitkan oleh Instansi Pemberi Izin yang ditunjuk pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
(1) Penerbitan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditembuskan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
(2) Dalam hal Instansi Pemberi Izin merupakan dinas kesehatan kabupaten/kota,
Penerbitan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditembuskan.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 13


7. Pasal 8
(1) Untuk memperoleh SIPB, Bidan harus mengajukan permohonan kepada
Instansi Pemberi Izin dengan melampirkan:
a. Fotokop STRB yang masih berlaku dan dilegalisasi asli;
b. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik;
d. Surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat Bidan
akan berpraktik;
e. Pas foto terbaru dan berwarna dengan ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga)
lembar;
f. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat; dan
rekomendasi dari Organisasi Profesi.
(2) Persyaratan surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat
Bidan akan berpraktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikecualikan
untuk Praktik Mandiri Bidan.
(3) Dalam hal Instansi Pemberi Izin merupakan dinas kesehatan kabupaten/kota,
persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f tidak
diperlukan.
(4) Untuk Praktik Mandiri Bidan dan Bidan desa, Rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f dikeluarkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota setelah dilakukan visitasi penilaian pemenuhan persyaratan
tempat praktik Bidan.
(5) Contoh surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana tercantum
dalam formulir III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(6) Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam formulir IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
8. Pasal 9
(1) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diterima dan
dinyatakan lengkap, Instansi Pemberi Izin harus mengeluarkan SIPB sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pernyataan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat
tanda penerimaan kelengkapan berkas.
9. Pasal 10
SIPB dinyatakan tidak berlaku dalam hal:
a. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB;
b. Masa berlaku STRB telah habis dan tidak diperpanjang;
c. Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin; atau
d. Bidan meninggal dunia.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 14


10. Pasal 11
(1) Bidan warga negara asing yang akan menjalankan Praktik Kebidanan di Indonesia
harus memiliki sertifikat kompetensi, STR sementara, dan SIPB.
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Bidan warga
negara asing setelah lulus evaluasi kompetensi.
(3) Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh STR sementara.
(4) Untuk memperoleh SIPB, Bidan warga negara asing harus melakukan
permohonan kepada Instansi Pemberi Izin dan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
(5) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan warga negara
asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
11. Pasal 12
STR sementara dan SIPB bagi Bidan warga negara asing sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1
(satu) tahun berikutnya.
12. Pasal 13
(1) Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan Praktik
Kebidanan di Indonesia harus memiliki STRB dan SIPB.
(2) STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah melakukan proses
evaluasi kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan warga
negara Indonesia lulusan luar negeri harus melakukan permohonan kepada
Instansi Pemberi Izin dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1).
13. Pasal 14
(1) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mempekerjakan Bidan yang
tidak memiliki SIPB.
(2) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melaporkan Bidan yang bekerja dan berhenti bekerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatannya pada tiap triwulan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
dengan tembusan kepada Organisasi Profesi.

2.6 KEWENANGAN BIDAN DI KOMUNITAS


Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan penting untuk
meningkatka taraf kesehatan masyarakat terutama kesehatan Ibu dan Anak. Dalam
menjalankan profesinya, Bidan memiliki salah satu peran yaitu sebagai Bidan pelaksana.
Sebagai bidan pelaksana, tentu banyak fasilitas kesehatan yang menjadi wadah tempat
Bidan melaksanakan tugasnya, seperti Puskesmas, Rumah Sakit, maupun Bidan Praktik
Swasta.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 15


Di daerah terpencil ataupun desa, seringkali Bidan dianggap seperti dokter yang bisa
mengobati beragam keluhan kesehatan pasien, karena kurangnya fasilitas kesehatan yang
buka 24 jam, kurangnya tenaga medis seperti dokter, dan kurangnya pendekatan dokter
terhadap masyarakat menyebabkan pasien yang tidak termasuk pada kategori yang boleh
dilayani bidan pun akhirnya datang kepada bidan yang notabene lebih dekat pada
masyarakat.
Pada akhirnya, dibentuklah bidan komunitas yang merupakan bidan yang bekerja
diluar institusi kesehatan, dan memiliki kewenangan tersendiri dalam menjalankan
profesinya sebagai bidan.

A. Konsep Kebidanan Komunitas


Konsep adalah kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan
berasal dari kata “Bidan” yang artinya adalah seseorang yang telah mengikuti pendidikan
tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat ijin melakukan praktek kebidanan.
Sedangkan kebidanan sendiri mencakup pengetahuan yang dimiliki bidan dan kegiatan
pelayanan yang dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dilahirkan (J.H.
Syahlan, 1996).
Komunitas adalah kelompok orang yang berada di suatu lokasi tertentu.Sasaran
kebidanan komunitas adalah ibu dan anak balita yang berada dalam keluarga dan
masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan diluar rumah sakit. Kebidanan
komunitas dapat juga merupakan bagian atau kelanjutan pelayanan kebidanan yang
diberikan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga
merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

B. Kewenangan Bidan Komunitas


Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya
setempat, yang meliputi :
1. Pengetahuan dasar
a. Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.
b. Masalah kebidanan komunitas.
c. Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan
masyarakat.
d. Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
e. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga
dan masyarakat.
f. Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
g. Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 16


2. Pengetahuan tambahan
a. Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)
b. Pemasaran social
c. Peran serta masyarakat
d. Audit maternal perinatal
e. Perilaku kesehatan masyarakat
f. Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak
(Safe Mother Hood dan Gerakan Sayang Ibu).
g. Paradigma sehat tahun 2010.

3. Keterampilan dasar
a. Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB
di masyarakat.
b. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
c. Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
d. Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk
mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.
e. Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.f. Melakukan pencatatan
dan pelaporan

4. Keterampilan tambahan
a. Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
b. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
c. Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.
d. Menggunakan tehnologi tepat guna.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 17


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam masyarakat tradisional orang sering kali memandang hukum sebagai suatu
aturan yang tidak di ubah yang harus dipatuhi. Akan tetapi, sekarang ini para pembuat
hukum membuat atau memperlakukan hukum sebagai suatu alat atau instrument yang
fleksibel untuk menyelesaikan tujuan-tujuan yang akan di ambil/dipilih.

Seorang bidan yang profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik
pelayanan serta kode etik yang dimilikinya, karena bidan adalah seorang perempuan yang
lulus dari pendidikan bidan, yang terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktek kebidanan.

Yang diakui sebagai seorang profesional yang bertanggungjawab, bermitra dengan


perempuan dalam memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang diperlukan selama
kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri
serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak.

Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan


kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya.

3.2 SARAN

Diharapkan kepada pembaca memberikan kritik dan saran yang positif agar penulisan
makalah selanjutnya menjadi lebih baik.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 18


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Buku 1 : Standar Pelayanan Kebidanan. 2000. Jakarta : Departemen
Kesehatan.
Karyati Dkk. Asuhan Kebidanan V (Kebidanan Komunitas). 2011. Jakarta : Trans Info Media
Runjati, M.Mid. Asuhan Kebidanan Komunitas. 2011. Jakarta : ECG
Syafrudin, dan Hamidah. Kebidanan Komunitas. 2014. Jakarta : ECG
http://www.ibi.or.id/media/PMK%20No.%2028%20ttg%20Izin%20dan%20Penyelenggaraan%2
0Praktik%20Bidan.pdf diunduh pada tanggal 17/02/2018 pukul 10.00 WIB

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 19

Anda mungkin juga menyukai