Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TENTANG

DASAR HUKUM PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN


DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Etikolegal

DISUSUN
Oleh Kelompok :

Nama : 1. Ainul Mardiyah

2. Arlina Batubara

3. Dita Amelia Putri

4. Lisdayanti

Dosen Pembimbing : Doriani Harahap, SST, M.Kes

AKBID ARMINA CENTRE PANYABUNGAN


T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Dasar Hukum Peraturan dan Perundang-undangan
dalam Praktik Kebidanan ” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada teman-teman dalam
menyelesaikan makalah ini.
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen
pembimbing yang telah bersedia membimbing dalam menyusun dan
menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini yang kami buat dan kami
susun masih jauh dari kata sempurna, masih banyak terdapat kesalahan, maka
dari itu kami mengharapkan saran dari dosen pembimbing demi kebaikan dan
pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Panyabungan, 22 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Kesehatan................................................................3
2.2 Fungsi Hukum Kesehatan......................................................................3
2.3 Persamaan dan Perbedaan antara Etika dan Hukum..............................5
2.4 Peraturan dan Perundang-undangan kesehatan yang Melandasi Tugas,
Fungsi, danPraktek Kebidanan..............................................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................19
B. Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dewasa ini, semakin banyak dan berkembang jumlah tenaga kesehatan di
Indonesia, pun tak sebanding dengan jumlah penduduk indonesia yang kian hari
kian terpuruk masalah kesehatan. Tak ayal tak sedikit tenaga kesehatan yang
melalaikan tugasnya sebagai manamestinya malah menjerumuskan masyarakat
yang awam akan pengobatan medis modern. Banyaknya kasus mall praktik akibat
kelalaian dengan sengaja maupun tidak sengaja berpengaruh dengan tingkat
pengetahuan masyarakat akan pengobatan medis masa kini. Dengan hanya
mempercayai dokter atau bidan (tenaga medis lain) terkadang hanya bisa menurut
apa yang dikatakan tanpa tahu apa yang dilakukan.
Kesehatan menurut WHO, adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan,
jiwa dan sosial, bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Adapun istilah kesehatan dalam undang-undang adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Oleh sebab itu dibentuknya hukum dan
perundang-undangan dengan tujuan guna mengatur dan memonitoring jalannya
tindakan-tindakan medis dalam kewenangan hubungan bidan dengan klien.

1.2 Rumusan masalah


a) Apa itu hukum Kesehatan?
b) Apa saja fungsi hukum kesehatan?
c) Bagaimana Persamaan etik dan hukum?
d) Bagaimana Perbedaan etik dan hukum?

1
e) Apa saja Peraturan perundang-undangan kesehatan yang melandasi
tugas, fungsi dan praktek kebidanan?

1.3 Tujuan
a) Untuk Mengetahui hukum Kesehatan
b) Untuk Mengetahui fungsi hukum kesehatan
c) Untuk Mengetahui Persamaan etik dan hukum
d) Untuk Mengetahui Perbedaan etik dan hukum
e) Untuk Mengetahui Peraturan perundang-undangan kesehatan yang
melandasi tugas, fungsi dan praktek kebidanan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Kesehatan


Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum
yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan / pelayanan kesehatan dan
penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan
segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari
pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi,
sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan
hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau peraturan-
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak dan
kewajiban individu, kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan
kesehatan pada satu pihak, hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan sarana
kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan di pihak lain yang
mengikat masing-masing pihak dalam sebuah perjanjian terapeutik dan ketentuan-
ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan
lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional dan internasional.

2.2 Fungsi Hukum Kesehatan


Tujuan hukum pada intinya adalah menciptakan tatanan masyarakat yang
tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban
didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terpenuhi dan
terlindungi (Mertokusumo, 1986).
Dengan demikian jelas terlihat bahwa tujuan hukum kesehatanpun tidak
akan banyak menyimpang dari tujuan umum hukum. Hal ini dilihat dari bidang
kesehatan sendiri yang mencakup aspek sosial dan kemasyarakatan dimana
banyak kepentingan harus dapat diakomodir dengan baik.
Kembali dengan tujuan hukum yang pertama yaitu menciptakan tatanan atau
ketentuan, sektor atau bidang kesehatan telah memiliki payung hukum yang
cukup untuk bisa menjalankan proses kerja di bidang kesehatan jika semua

3
ketentuan perundang-undangnya dilaksanakan dengan baik dan menjalin saling
pengertian diantara pelaku profesi didalam setiap bagian yang mendukung
terlaksananya upaya kesehatan.
Sumber-sumber hukum yang adapun telah secara rinci mengatur hal-hal apa
yang menjadi kewajiban setiap pelaku profesi dan apa yang menjadi hak-haknya.
Oleh karena itu harapan yang terbesar adalah terciptanya ketertiban dan
keseimbangan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing profesi.
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang
berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan,
pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup.
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat
kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia,
pemerintah dan swasta bersama-sama. Tujuan hukum Kesehatan pada intinya
adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan
keseimbangan.
Dengan tercapainya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan
manusia akan terpenuhi dan terlindungi (Mertokusumo, 1986). Dengan demikian
jelas terlihat bahwa tujuan hukum kesehatanpun tidak akan banyak menyimpang
dari tujuan umum hukum. Hal ini dilihat dari bidang kesehatan sendiri yang
mencakup aspek sosial dan kemasyarakatan dimana banyak kepentingan harus
dapat diakomodir dengan baik.
Fungsi Dari Hukum Kesehatan
1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata
kehidupan di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat
memberi sumbangan yang besar bagi ketertiban masyarakat secara
keseluruhan.
2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di
bidang kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat.
3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalang-
halangi dokter untuk melakukan pertolongan terhadap penjahat yang luka-

4
luka karena tembakan, maka tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu
diluruskan.
Tujuan Hukum Kesehatan
Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Menurut
Bredemeier yaitu menertibkan pemecahan konflik -konflik misalnya kelalaian
penyelenggaraan pelayanan bersumber dari kelalaian tenaga kesehatan dalam
menjalankan tugasnya.

2.3 Persamaan dan Perbedaan antara Etika dan Hukum


 Persamaan Etika dan Hukum adalah :
1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup
bermasyarakat.
2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat agar
tidak saling merugikan.
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi
5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para
anggota senior.
 Perbedaan Etika dan Hukum adalah :

No Perihal Etika Hukum


1. Target Membentuk manusia yang Membentuk masyarakat
ideal. yang ideal.
2. Ruang Lingkup Lingkungan anggota Masyarakat umum.
profesi.
3. Hal yang diatur  Mengatur yang baik  Mengatur apa yang
dan tidak baik. boleh dan tidak boleh
 Mengatur tentang dilakukan.
kewajiban saja.  Mengatur tentang hak
dan kewajiban yang
timbale balik.
4. Penyusunan Kesepakatan anggota Badan pemerintahan atau
profesi. yang memegang kekuasaan.
5. Bentuk Tidak semua tertulis. Tertulis secara terperinci
dalam kitab, perundang-
undangan dan berita Negara
.

5
6. Sumber Penataan datang dari Penataan datang dari hukum
penataan manusia itu sendiri. itu sendiri dan sanksinya.
7. Sanksi Sesuai keputusan Tuntutan hukum : Hukum
Pelanggaran organisasi profesi : pidana/denda, ganti rugi,
teguran, tuntunan, sanksi kurungan.
maksimal dikeluarkan
sebagai anggota IDI.
8. Syarat Tidak selalu disertai bukti Harus disertai bukti fisik.
pelanggaran fisik.
9. Penyelesaian Pelanggaran etika Pelanggaran hukum
pelanggaran kedokteran diselesaikan diselesaikan di pengadilan.
oleh MKEK yang
dibentuk oleh IDI dan jika
perlu diteruskan pada
P3EK yang dibentuk
DepKes.

2.4 Peraturan Dan Perundang-Undagng Kesehatan Yang Melandasi Tugas,


Fungsi Dan Praktek Kebidanan
2.4.1 PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI TUGAS,
PRAKTIK DAN FUNGSI BIDAN :
1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga
kesehatan
2. Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
3. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR
PROFESI BIDAN
4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

6
1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan
Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga
kesehatn termasuk didalamnay tenaga bidan : hal ini tertuang pada BAB dan
Pasal sebagai berikut :
a. BAB VII Bagian Kedua
Tenaga Kesehatan
1) Pasal 50
Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan
kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau
kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
b. BAB V,Bagian Kedua
Kesehatan Keluarga
1) Pasal 12
Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga
sehat, kecil, bahagia, dan sejahtera.
Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
kesehatan suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.
2) Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran
dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
3) Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan,
kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan,
dan persalinan
4) Pasal 15
Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya
dapat dilakukan :

7
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengantanggung jawab profesi
serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam

2. Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002


Bidan diharuskan memenuhi persyaratan dan perizinan untuk melaksanakan
praktek, dalam peraturan ini, terdapat ketentuan-ketentuan secara birokrasi hal-
hal yang harus bidan penuhi sebelum melakukan praktik dan juga terlampir
informasi-informasi petunjuk pelaksanaan praktik kebidanan. bidan hal tersebut
tertuang pada Bab dan Pasal-pasal berikut :
a. BAB IV
PERIZINAN
1) Pasal 9
a) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB.
b) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau
perorangan.
2) Pasal 10
(1) SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan
melampirkan persyaratan, antara lain meliputi:
a. fotokopi SIB yang masih berlaku;
b. fotokopi ijazah Bidan;
c. surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau
sebagai Pegawai Negeri ataupegawai pada sarana kesehatan.

8
d. surat keterangan sehat dari dokter;
e. rekomendasi dari organisasi profesi;
f. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e, setelahterlebih dahulu dilakukan
penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan
terhadapkode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik
bidan.
3) Pasal 11
(1) SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan
dapat diperbaharui kembali.
(2) embaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan :
(a) fotokopi SIB yang masih berlaku;
(b) fotokopi SIPB yang lama;
(c) surat keterangan sehat dari dokter;
(d) pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;
(e) rekomendasi dari organisasi profesi;
4) Pasal 12
Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak
memerlukan SIPB.
5) Pasal 13
Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan
kemampuankeilmuan dan/atau keterampilannya melalui pendidikan
dan/atau pelatihan.
b. BAB V
PRAKTIK BIDAN
1) Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :
a. pelayanan kebidanan;

9
b. pelayanan keluarga berencana;
c. pelayanan kesehatan masyarakat.
2) Pasal 15
(1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a
ditujukan kepada ibu dan anak.
(2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara
(periode interval).
(3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir,
masa bayi, masa anak balitadan masa pra sekolah.
BAB lain dalam peraturan pemerintah ini, mengacu ke pada dua BAB
tersebut, kedua bab ini memberi gambaran umum mengenai ketentuan praktik
bidan dan bab lain yang tidak si sebutkan disini melengkapi atau menjabarkan hal-
hal umum tersebut.

3. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007
Secara Umum Isi Kepmenkes ini mencakup : Definsi dan pengertian bidan,
asuhan kebidanan, praktek bidan dan standar kompetensi bidan (pengetahuan
maupun keterampilan). Hal-hal tersebut yang mendasari praktek bidan. Praktek
kebidanan dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi sebagia berikut :
a. STANDAR KOMPETENSI BIDAN
Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan
keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang
membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya,
untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
b. PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI
Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan
menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan
keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang
tua

10
c. ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN
Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi
untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi
dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
d. ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN
Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin
selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan
bayinya yang baru lahir.
e. ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI
Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan
mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
f. ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR
Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
g. ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA
Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
h. KEBIDANAN KOMUNITAS
Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan
komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan
budaya setempat.
i. ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI
Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan
gangguan sistem reproduksi.

4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO


HK.02.02/MENKES/149/2010
Dalam peraturan ini, berisi mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di
lakukan bidan untuk menyelenggarakan praktek kebidanan sesuai dengan standar

11
kebidanan yang ada. Ketentuan-ketentuan tersebut secara khusus diatur yaitu
mengenai perizinan dan penyelenggaraan praktik. Yang tertuang pada BAB II dan
III sebagai berikut
a. BAB II PERIZINAN
1) Pasal 2
Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri
dan/atau praktik mandiri.Bidan yang menjalankan praktik mandiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma
III (D III) kebidanan.
2) Pasal 3
Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan
praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau
Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa.
3) Pasal 4
SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. SIPB berlaku selama STR
masih berlaku.
4) Pasal 5
Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan
harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin
Praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik
d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6 sebanyak 3 (tiga ) lembar;
dan
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi

12
Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir)
SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk
1 (satu) tempat praktik
SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum
dalam Formulir II terlampir
5) Pasal 6
Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi
persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan
asuhan kebidanan. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan ini. Dalam
menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan
6) Pasal 7
SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
3. Dicabut atas perintanh pengadilan
4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi
5. Yang bersangkutan meninggal dunia

b. BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK


1) Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan
pelayanan meliputi:
(a) Pelayanan kebidanan
(b) Pelayanan reproduksi perempuan; dan
(c) Pelayanan kesehatan masyarakat
2) Pasal 9
Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a
ditujukan kepada ibu dan bayi.

13
Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa
menyusui.
Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh
delapan) hari.
3) Pasal 10
Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 ayat (2) meliputi:
(a) Penyuluhan dan konseling
(b) Pemeriksaan fisik
(c) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
(d) Pertolongan persalinan normal
(e) Pelayanan ibu nifas normal
Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 ayat (3) meliputi:
(a) Pemeriksaan bayi baru lahir
(b) Perawatan tali pusat
(c) Perawatan bayi
(d) Resusitasi pada bayi baru lahir
(e) Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas
pemerintah; dan
(f) Pemberian penyuluhan
4) Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas
pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomy

14
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan
dengan perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan
manajemen aktif kala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti
melahirkan
5) Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi
dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan
kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada
perempuan pada masa pranikah dan prahamil.
6) Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan
ibu dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan

15
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit
lainnya.
7) Pasal 14
Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien
dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan
pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8.
Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8.
Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat
dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku.
8) Pasal 15
Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang
memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter
Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan
sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memperoleh sertifikat.
9) Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya
menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau
bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti
pelatihan.
10) Pasal 17

16
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
11) Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat
waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan
pelayanan yang dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan
dilakukan
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan
termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.
2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan bidang tugasnya.
12) Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik
sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/
atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi
dan standar pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.

17
5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN
Secara Garis Besar Permenkes RI no. 1464 ini merupakan pembaruan dari
Permenkes No.149, hanya beberapa perbedaan yaitu :
Pada Pasal II ayat 2 ditiadakan
Terdapat Revisi pada pasal III menjadi 3 ayat
Setiap bidan yang bekerja di fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan
wajibMemiliki SIKB
Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
SIKB dan SIPB sebagaimana di maksud ayat 1 dan 2 berlaku untuk satu tempat.
Terdapat Revisi pada Pasal 4, 5
Pasal 8 pada permenkes ini masuk Pada Bab III
Bab III direvisi sampai dengan Pasal 19

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum kesehatan yang terkait dengan etika profesi dan pelanyanan
kebidanan. Ada keterkaitan atau daerah bersinggunan antara pelanyanan
kebidanan, etika dan hukum atau terdapat “grey area”. Sebagaimana di ketahui
bahwa bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan. Sebelum menginjak kehal – hal yang lebih jauh, kita perlu
memahami beberapa konsep dasar dibawah ini :
1. Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan
Bidan yang diakui Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin
untuk menjalankan praktek kebidanan di Negara itu. Dia harus mampu
memberikan supervise, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan
kepada wanita selama masa hmil, persalinan dan masa pasca persalinan,
memimpin persalianan atas tanggung jawab sendiri serta asuhan pada bayi
baru lahir dan anak.
2. Pekerjaan itu termaksud pendidikan antenatal, dan persiapan untuk
menjadi orangtua dan meluas kedaerah tertentu dari ginekologi, KB dan
Asuhan anak, Rumah Perawatan, dan tempat – tempat pelayanan lainnya
(ICM 1990

Bidan sebagai profesi telah memiliki standar praktik untuk memberikan


pelayanan kepada masyarakat yang telah diatur dalam perundang-undangan yang
ada di Indonesia. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur
Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan :
a) No. 23 Tahun 1992 Tentang Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga
Kesehatan
b) Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN

19
c) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI
BIDAN
d) PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
e) Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

B. Saran
            Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan
advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen,
penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan
kualitas asuhan kebidanan.
a. Kepada instititusi: Diharapkan dapat menambah referensi makalah
mengenai peraturan perundang-undangan yang mengatur Perundang-
Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan
b. Kepada Mahasiswa: Kami berharap adanya makalah ini selain menjadi
salah satu referensi juga diharapkan bisa sebagai panduan secara teori
mengenai peraturan perundang-undangan yang mengatur Perundang-
Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan
c. Kepada pembaca: Diharapkan pembaca dapat menjadikan referensi serta
memberikan masukan terhadap isi makalah agar menghasilkan makalah
yang lebih baik untuk selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ameln,F. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Grafikatama Jaya: Jakarta.


Carol Taylor, Carol Lillies, Priscilla Le Mone. 1997. Fundamental Of Nursing
Care. Third Edition. Lippicot Philadelpia: New York.
Dahlan, S. 2002. Hukum Kesehatan: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang.
http://hardinburuhi88.blogspot.com/2014/07/aspek-hukum-dalam-praktik-
kebidanan.html
(http://drampera.blogspot.com/2011/06/hukum-kesehatan.html)
Puji Heni, Wahyuni, 2009. Etika Profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta
Soepardan, Suryani, dkk. 2007. Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
EGC
Bertens, K. 2007. Etika (cetakan kesepuluh). Jakarta: Gramedia Pustaka
https://norwahidahdosen.wordpress.com/2011/02/07/perundang-undangan-yang-
melandasi-tugas-praktik-dan-fungsi-bidan/ (diakses pada tanggal 23 Mei
2017)

21

Anda mungkin juga menyukai