Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“KONSEP DASAR HUKUM KESEHATAN”

NAMA KELOMPOK 3 : 1. AMHERU

2. DEDE CALISTA

3. EARLENE

4. PINGKAN FRASTIWI

5. KHAIRUNNISA

6. TIARA DELLY

7. YOLANDA

Nama Dosen pembimbing : Sariman Padrosi,S .Kp. M. Kes

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

JURUSAN PROMOSI KESEHATAN

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yangberjudul “Konsep dasar hukum kesehatan”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi Kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.

Bengkulu,12 febuari 2019

penuis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................i

KATA PENGANTAR ..................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Tujuan Masalah......................................................................... 2

C. Rumusan masalah ....................................................................2

BAB II KONSEP DASAR HUKUM KESEHATAN

A. Sejarah hukum kesehatan............................................................................3

B. Perkembangan hukum kesehatan.....................................................................4

C. Defenisi hukum kesehatan................................................................5

D. Ruang lingkup komponen hukum kesehatan.........................................................7

E. Sumber hukum kesehatan..........................................................................9

F. Subjek dan objek hukum kesehatan..............12

G. Fungsi hukum kesehatan.............................................................................13

H. Asas hukum kesehatan.............................................................................14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...............................................................................15

B. Saran..........................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan
dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan
konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada
awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan
pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh
dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma
ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat.

Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan apapun
harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan
peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus
menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan
terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka
harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi
penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas
pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi
bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat
hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan
agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara
upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan. Dan apakah yang
dimaksud dengan hukum kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang. Diharapkan
jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran, baik secara
teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan
kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan pembatasan pada
masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum.
A. Tujuan Masalah
Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul yaitu:

A. Sejarah hukum kesehatan

B. Perkembangan hukum kesehatan

C. Defenisi hukum kesehatan

D. Ruang lingkup komponen hukum kesehatan

E. Subjek dan objek hukum kesehatan

F. Sumber hukum kesehatan

G. Fungsi hukum kesehatan

H. Asas hukum kesehatan

C. Rumusan Masalah

A. Apa definisi hukum kesehatan?

B. Bagaimana perkembangan hukum kesehatan?

C. Apa fungsi hukum kesehatan?


BAB II KONSEP DASAR HUKUM KESEHATAN

A. Sejarah Hukum Kesehatan


Sejak jaman yunani kuno, ilmu hukum telah menyentuh hampir semua aspek
kehidupan manusia, kecuali bidang kedokteran. Tenaga kesehatan yang ada pada masa
itu mengatur cara kerjanya sendiri dengan kode etik dan sumpah profesi yang berakar
kuat pada tradisi dan berpengaruh kuat dalam masyarakat. Sejalan dengan
perkembangan peradaban di dunia, ilmu dan teknologi kedokteran juga telah
berkembang pesat. Persoalan kesehatan bukan lagi hanya menjadi persoalan antara
dokter dan pasiennya, telah banyak pelaku-pelaku lain yang ikut berperan dalam dunia
kesehatan, seperti asuransi kesehatan, industri alat medis dan farmasi serta masih banyak
lagi yang lainnya. Ilmu kesehatan semakin luas. Dokter atau tenaga kesehatan juga telah
terspesialisasi. Disisi lain perkembangan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat
secara umum juga melahirkan kesadaran bahwa dokter atau tenaga kesehatan atau nama
lainnya (berbeda-beda) tidak boleh lagi diisolasi dari hukum. Seluruh masyarakat harus
memiliki kedudukan yang setara di hadapan hukum. Dengan adanya berbagai
perkembangan tersebut, maka pada sekitar tahun 1960-an di negara-negara Eropa dan
Amerika mulai berkembang bidang hukum baru, yakni Hukum Kesehatan.

B. Sejarah Perkembangan Hukum Kesehatan


Berkembang di indonesia dimulai pada kongres nasional (PERHUKI), oleh
fvakultas hukum indonesia. dan fakultas kedokteran sebagai tindak lanjut (word
association for medical low) kongres belgia. di indonesia pada tahun 1993 tetapi
sebelumnya sudah diadakannya kongres pada tanggal 1 november 1982 oleh suatu
pertemuan untuk hukum kedokteran indonesia (PERHUKI). organisasi perhuki berhasil
masuk diseluruh daerah di indonesia. sehingga kongres pertama (PERHUKI) diadakan
pada tahun 1987 dengan sarana menteri kehakiman dan dirjen kesehatan. kajian daripada
(PERHUKI) yaitu antara lain: 
1. Dokter
2. Aspek hukum
3. Transaksi antara dokter dan pasien
4. Hubungan transaksi antara rumah sakit dan pasien.

C. Pengertian Hukum
Prof. H.J.J.Leenen, Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang
berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada
hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana.Prof. Van der Mijn, Hukum
kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan
pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan
hukum administrasi.
Hukum kesehatan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban tenaga kesehatan, individu dan masyarakat dalam pelaksanaan upaya
kesehatan, aspek organisasi kesehatan dan aspek sarana kesehatan. Selain itu, hukum
kesehatan dapat juga didefinisikan sebagai segala ketentuan atau peraturan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.
Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan disebutkan bahwa : Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan
merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan amanah
konstitusi dan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karenanya, untuk setiap kegiatan dan atau
upaya yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya harus dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif,
perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber
daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan daya saing bangsa serta pembangunan
nasional Indonesia.
Hukum kesehatan berperan untuk mengusahakan adanya keseimbangan tatanan di
dalam upaya pelaksanaan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
serta memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan hukum kesehatan yang
berlaku.Dari perumusan di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa hukum kesehatan
(gezondheidsrecht, health law) adalah lebih luas dari pada hukum medis.Jika dilihat
hukum kesehatan, maka ia meliputi :
1. Hukum medis (Medical law),
2. Hukum keperawatan (Nurse law),
3. Hukum rumah sakit (Hospital law),
4. Hukum pencemaran lingkungan (Environmental law),
5. Hukum limbah .(dari industri, rumah tangga, dsb)
6. Hukum polusi (bising, asap, debu, bau, gas yang mengandung racun),
7. Hukum peralatan yang memakai X-ray (Cobalt, nuclear),
8. Hukum keselamatan kerja,
9. Hukum dan peraturan peraturan lainnya yang ada kaitan langsung yang
dapatmempengaruhi kesehatan manusia
Peter Ippel (1986), Hukum kesehatan tidak terdapat dalam satu bentuk peratuaran
khusus, tetapi letaknya tercecer dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan.
Dapat di ketemukan di dalam pasal-pasal khusus yang ada kaitanya dengan bidang
kesehatan. Hukum kesehatan merupakan suatu konglomerat dari peraturan-peraturan
dari sumber yang berlainan. Ada yang terletak dibidang hukum pidana, hukum perdata
dan hukum administrasi yang penerapan, penafsiran serta penilaian terhadap faktanya di
bidang medis. Di sinilah letak kesukaran hukum kesehatan, karena menyangkut dua
siplin yang berlainan sekaligus. Bagi profesi hukum yang mau memperdalam di bidang
Hukum Medis masih harus ditambah dengan pengertian dan sedikit-dikitnya harus
mengetahui tata-cara ilmu pengetahuan di bidang medis (Medical law) yang sangat
kompleks dan bersifat kasuistis, pengalaman secara nyata menyaksikan di rumah sakit
untuk waktu tertentu ada baiknya, sehingga bisa memperoleh gambaran yang lebih jelas
secara menyeluruh. Ada suatu bidang lain yang berkaitan erat dengan Hukum Medis,
yaitu apa yang dinamakan “Kedokteran Kehakiman”. Harus dibedakan antara
Kedokteran Kehakiman (Gerechtelijke geneeskunde) yang termasuk disiplin Medis dan
Hukum Medis (Medical law) termasuk disiplin hukum. Namun akhir-akhir ini di negara
Anglo Saxon mulai timbul penfsiran baru, sehingga mulai timbul kekaburan batas antara
Hukum Medis dan Kedokteran Kehakiman. Hal ini karena ada sementara pendapat yang
menyatukan dan mencakup kedua bidang ini menjadi satu di dalam suatu wadah yang
dinamakan “Medico-legal”.

D. Ruang Lingkup Hukum & Kesehatan


1. Pengertian hukum
a. Menurut van kan
Hukum merupakan keseluruhan aturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia didalam masyarakat.
b. Menurut E.Uetrecht
Hukum ; himpunan petunjuk hidup perintah dan larangan yg mengatur tata
tertib dalam masyarakat dimana pelanggaran tersebut akan menimbulkan tindakan
oleh pemerintah.
c. Menurut Hukum Islam
Hukum : Keseluruhan aturan yang bersumber pada Al-Quran dan untuk
kurung waktu zaman tertentu.yg dikonkritkan oleh tingkah laku manusia
2. Hukum kesehatan
Merupakan semua aturan tentang keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
3. Hukum lingkungan
Hukum lingkungan: semua aturan tentang kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain;
4. Kesehatan masyarakat pada dasarnya keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial terhadap kelurga yang terdiri suami, istri, anak kelurga yang lain untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
5. Keselamatan kerja adalah upaya pencegahan, penyelenggaraan, dan pelaksanaan
perlindungan terhadap aktifitas kegiatan setiap orang yang memungkinkan timbulnya
kerugian atau bencana.

E. Subjek Dan Objek Hukum Kesehatan


1. Subjek hukum: segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban.
a. Manusia
Yang tidak termasuk subjek Hukum:
1) Belum mencapai 21 tahun tahun dan belum kawin
2) Manusia dewasa yang dibawah kuratele(pengampuan
3) Istri yang tunduk pada BW
b. Badan Hukum
1) Badan Hukum Publik: BUMN, BUMD
2) Badan Hukum Privat: PT, yayasan, dll
2. Objek hukum
Objek Hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum serta
yang dapat menjadi objek dalam suatu perhubungan hukum(benda).
F. Sumber Hukum Kesehatan
Hukum Kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja tetapi juga
yurisprudensi, traktat, Konvensi, doktrin, konsensus dan pendapat para ahli hukum
maupun kedokteran.Hukum tertulis, traktat, Konvensi atau yurisprudensi, mempunyai
kekuatan mengikat (the binding authority), tetapi doktrin, konsensus atau pendapat para
ahli tidak mempunyai kekuatan mengikat, tetapi dapat dijadikan pertimbangan oleh
hakim dalam melaksanakan kewenangannya, yaitu menemukan hukum baru.
Zevenbergen mengartikan sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum;
sumber yang menimbulkan hukum. Sedangkan Achmad Ali, sumber hukum adalah
tempat di mana kita dapat menemukan hukum.Sumber hukum dapat dibedakan ke dalam
:
1. Sumber hukum materiil, adalah faktor-faktor yang turut menentukan isi hukum.
Misalnya, hubungan sosial/kemasyarakatan, kondisi atau struktur ekonomi, hubungan
kekuatan politik, pandangan keagamaan, kesusilaan dsb.
2. Sumber hukum formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum; melihat sumber hukum dari segi bentuknya.
Yang termasuk sumber hukum formal, adalah:
1. Undang-undang (UU)
Undang-undang ialah peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan
negara yang berwenang, dan mengikat masyarakat. UU di sini identik dengan hukum
tertulis (Ius scripta) sebagai lawan dari hukum yang tidak tertulis. (Ius non scripta).
Istilah tertulis tidak bisa diaertikan secara harafiah, tetapi dirumuskan secara tertulis
oleh pembentuk hukum khusus (speciali rechtsvormende organen).
UU dapat dibedakan dalam arti :
a. UU dalam arti formal, yaitu keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara
terjadinya, sehingga disebut UU. Jadi merupakan ketetapan penguasa yang
memperoleh sebutan UU karena cara pembentukannya. Di Indonesia UU dalam
arti formal dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR (pasal 5 ayat 1
UUD’45).
b. UU dalam arti materiil, yaitu keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari
isinya dinamai UU dan mengikat semua orang secara umum.
2. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan
berulang-ulang. Kebiasaan ini kemudian mempunyai kekuatan normatif, kekuatan
mengikat. Kebiasaan biasa disebut dengan istilah adat, yang berasal dari bahasa Arab
yang maksudnya kebiasaan. Adat istiadat merupakan kaidah sosial yang sudah sejak
lama ada dan merupakan tradisi yang mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu.
Dari adat kebiasaan itu dapat menimbulkan adanya hukum adat.
Prof.Dr. Sunaryati Hartono, SH, tidak sependapat bahwa hukum kebiasaan itu
disamakan dengan hukum adat, dengan mengatakan : “Apakah sudah benar dan tepat
pemahaman sementara sarjana hukum kita sekarang ini untuk menyamakan saja,
Hukum Kebiasaan dengan hukum Adat ? Karena di negara kita sudah berkembang
hukum kebiasaan dalam arti yang lebih luas, seperti hukum kebiasaan yang
dikembangkan di kalangan eksekutif (Administrasi Negara), di Pengadilan, hukum
kebiasaan dikalangan profesi hukum (notaris dan pengacara), khususnya dalam
bidang hukum kontrak, hukum dagang (hukum bisnis) dan hukum ekonomi pada
umumnya”.
Prof. Ronny Hanitijo Soemitro, SH dan Prof.Dr.Satjipto Rahardjo, SH,
memberikan 3 unsur agar kebiasaan dapat diterima dalam masyarakat, yaitu :
a. Syarat kelayakan, pantas atau masuk akal. Kebiasaan yang yang tidak memenuhi
syarat harus ditinggalkan. Ini berarti bahwa otoritas kebiasaan adalah tidak mutlak
tetapi kondisional, tergantung dari kesesuaiannya pada ukuran keadilan dan
kemanfaatan umum;
b. Pengakuan akan kebenarannya. Ini berarti bahwa kebiasaan itu hendaknya diikuti
secara terbuka dalam masyarakat, tanpa mendasarkan pada bantuan kekuatan di
belakangnya dan tanpa persetujuan dari dikehendaki oleh mereka yang
kepentingannya dikenal oleh praktek dari kebiasaan tersebut. Persyaratan ini
tercermin dalam bentuk norma yang oleh pemakainya harus tidak dengan
kekuatan, tidak secara diam-diam, juga tidak karena dikehendaki.
c. Mempunyai latar belakang sejarah yang tidak dapat dikenali lagi mulainya.
Kebiasaan adalah bukan praktek yang baru tumbuh kemarin dulu atau beberapa
tahun yang lalu, tetapi telah menjadi mapan karena dibentuk oleh waktu yang
panjang.
3. Yurisprudensi
Adalah keputusan hakim/ pengadilan terhadap persoalan tertentu, yang menjadi
dasar bagi hakim-hakim yang lain dalam memutuskan perkara, sehingga keputusan
hakim itu menjadi keputusan hakim yang tetap.
4. Traktat (Perjanjian antar negara)
Dalam pasal 11 UUD 1945, menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan
DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan membuat perjanjian dengan
negara lain. Perjanjian antaranegara yang sudah disahkan berlaku dan mengikat
negara peserta, termasuk warga negaranya masing-masing.
Untuk itu suatu traktat untuk bias menjadi sumber hukum (formal) harus
disetujui oleh DPR terlebih dahulu, kemudian baru di RATIFIKASI oleh Presiden
dan setelah itu baru berlaku mengikat terhadap negara peserta dan warganegaranya.
Traktat yang memerlukan persetujuan DPR adalah traktat yang mengandung
materi :
a. Soal-soal Politik atau dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri, seperti
perjanjian tentang perubahan wilayah.
b. Soal-soal perjanjian kerjasama ekonomi seperti hutang luar negeri.
c. Soal-soal yang menurut system perundang-undangan Ri harus diatur dengan
Undang-undang, seperti Kewarganegaraan.
5. Perjanjian
Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum karena perjanjian yang telah
dibuat oleh kedua belah pihak (para pihak) mengikat para pihak itu sebagai undang-
undang. Hal ini diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Ada 3 asas yang
berlaku dalam perjanjian, yaitu:
a. Asas konsensualisme (kesepakatan), yaitu perjanjian itu telah terjadi (sah dan
mengikat) apabila telah terjadi kesepakatan antara para pihak yang mengadakan
perjanjian.
b. Asas kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian,
bebas menentukan bentuk perjanjian, bebas menentukan isi perjanjian dan dengan
siapa (subyek hukum) mana ia mengadakan perjanjian, asal tidak bertentangan
dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang.
c. Asas Pacta Sunt Servanda, adalah perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak
(telah disepakati) berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya.
6. Doktrin
Adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka yang besar pengaruhnya bagi
pengadilan (hakim) dalam mengambil keputusannya. Doktrin untuk dapat menjadi
salah satu sumber hukum (formal) harus telah menjelma menjadi keputusan hakim.

G. Tujuan Pelayanan
Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk
1. Meningkatkan kesadaran;
2. kemauan, dan
3. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya;
4. sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis.

H. Fungsi Hukum Indonesia


1. Fungsi Hukum sebagai “a tool of social control
2. Fungsi Hukum sebagai “a tool of social engineering
3. Fungsi Hukum sebagai simbol
4. Fungsi Hukum sebagai “a political instrument (alat politik)
5. Fungsi Hukum sebagai integrator (Mekanisme integrasi sblm dan stlh konflik)
Fungsi hukum kesehatan Menurut bredemeier yaitu menertibkan
pemecahan konflik -konflik misalnya kelalaian penyelenggaraan pelayanan bersumber
dari kelalaian tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya
I. Asas Pelayanan Kesehatan 
Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
1. Perikemanusiaan;
2. Keseimbangan;
3. Manfaat;
4. Pelindungan;
5. Penghormatan terhadap hak dan kewajiban;
6. Keadilan
7. Gender dan
8. Nondiskriminatif dan
9. Norma-norma agama.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bahwa untuk menunjang masuknya arus globalisasi ini maka pemerintah mencoba untuk
lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, hal ini untuk menjamin
masyarakat dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat sehingga
permasalahan kesehatan dapat teratasi demi kepuasan masyarakat. Kepentingan-
kepentingan masyarakat akan dapat menginginkan adanya perubahan dalam bidang
pelayanan kesehatan, meskipun dalam beberapa kasus yang terjadi saat ini membuat
masyarakat merasa lebih berhati-hati dalam memilih tempat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Dengan hadirnya Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ini
akan membawa perubahan dalam bidang pelayanan kesehatan baik perseorangan maupun
masyarakat, Serta memberikan perlindungan yang maksimal bagi masyarakat.

B. SARAN

Demi kesempurnaan makalah ini kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan, agar makalah ini dapat menjadikan suatu pedoman untuk kalangan umum. Kami
sebagai penyusun memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan
makalah ini. Atas kritik , saran, dan perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

 
 DAFTAR PUSTAKA:

• Hermien Hadiati Koeswadji, 1998, Hukum Kedokteran, Studi Tentang Hubungan Hukum
Dalam Mana

Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 22.

• Roscam Abing, 1998, “Healt

h, Human Rights and Health Law The Move Towards Internationalization

With Special Emphasis on Europe” dalam journal International Digest of Health


Legislations, Vol 49 No.

1, 1998, Geneve, hal 103 dan 107.

• HJJ. Leenen, 1981, Recht en Plicht in de Gezondh

eidszorg, Samson Uitgeverij, Alphen aan denRijn/Brussel

Anda mungkin juga menyukai