DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 :
VENTIKA BR GINTING
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat juga hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengantar kebidanan oleh
dosen pembimbing Dr. Samsidar Sitorus, SST,M.Kes . Penulis ucapkan terima kasih kepada
beliau atas bimbingan dan saran untuk Penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun Penulis harapkan dan semoga apa yang tersajikan
dalam makalah ini berguna bagi pembaca pada umumnya.
Harapan Penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya
dalam upaya peningkatan wawasan wacana kesehatan.
Akhir kata Penulis mengucapkan terimakasih dan semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………...……………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………… 1
1.3 Manfaat……………………………………………………………...…………………… 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..………….. 2
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………. 25
3.2 Saran…………………………………………………………………………….……….. 25
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….…… 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Profesi kesehatan yang berada pada bidang praktek mandiri seperti bidan akan menjadi
pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar pengaruhnya terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan etik. Sehingga dalam perjalanannya, seorang bidan
harus mengerti makna etik, etis, moral dan penerapannya, serta isu-isu yang terkait dalam
praktek kebidanan. Bidan dituntut untuk berperilaku hati-hati dalam setiap tindakannya
dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku yang etis dan
profesional.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Ps. 1 UU Kesehatan No: 36 Th. 2009], dalam Ketentuan Umum, terdapat
pengertian pelayanan kesehatan yang lebih mengarahkan pada obyek pelayanan. Yaitu
pelayanan kesehatan yang ditujukan pada jenis upaya, meliputi upaya peningkatan
(promotif) pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).
Aspek Legal dalam Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan norma hukum yang
telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk menjadi sumber hukum yang paling utama
dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan membantu memenuhi kebutuhan seseorang
atau pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan.
Statuta dalam kebidanan merupakan pedoman dasar dalam pelayanan yang diberikan
oleh bidan sesuai dgn kewenangan yang diberikan dgn maksud meningkatkan kesehatan
ibu dan anak dalam rangka terciptanya keluarga bahagia dan sejahtera.
2
B. Latar Belakang Sistem Legislasi Dalam Pelayanan Kebidanan
1. UUD 1945
Amanat dan pesan mendasar dari UUD 1945 adalah upaya pembangunan nasional
yaitu pembangunan disegala bidang guna kepentingan, keselamatan, kebahagiaan, dan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.
Dengan adanya arus globalisasi salah satu focus utama agar mampu mempunyai
daya saing adalah bagaimana peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas
sumber daya manusia dibentuk sejak janin di dalam kandungan, masa kelahiran dan
masa bayi serta masa tumbuh kembang balita. Hanya sumber daya manusia yang
berkualitas, yang memiliki pengetahuan dan kemampuan sehingga mampu survive
dan mampu mengantisipasi perubahan serta mampu bersaing.
4. Visi Pembangunan Kesehatan Indonesia sehat 2010 adalah derajat kesehatan yang
optimal dengan strategi : paradigma sehat, profesionalisme, JPKM, dan
desentralisasi.
3
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak
otonomi dan mandini untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan
berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari dan terkait dengan
pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:
4
10. Permenkes No. 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medis.
5
Legislasi adalah proses pembuatan Undang-undang atau penyempurnaan
perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan Sertifikasi
(pengaturan kompetensi), Registrasi (pengaturan kewenangan), dan Lisensi
(pengaturan penyelenggaraan kewenangan).
a. Ijazah
6
b. Sertifikat
7
Tujuan khusus registrasi adalah :
Dalam rancangan uji kompetensi apabila bidan tidak lulus uji kompetensi, maka
bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) setempat. Materi uji
kompetensi sesuai area kompetensi dalam standard profesi bidan Indonesia. Namun
demikian uji kompetensi belum di bakukan dengan suatu dasar hukum, sehingga baru
pada tahap draft atau rancangan.
Pengertian lisensi adalah proses ministrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau
yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang
telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
8
Tujuan umum lisensi adalah :
Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk SlPB (Surat Ijin
Praktik Bidan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh depkes RI kepada
tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan. Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB yang yang
diperoleh dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota setempat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Menurut Permenkes No. 28 tahun 2017 SIPB berlaku sepanjang STR belum habis
masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
Menimbang :
9
b. bahwa Bidan merupakan salah satu dari jenis tenaga kesehatan yang memiliki
kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan
bidang keahlian yang dimiliki;
c. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan hukum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang- Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
Mengingat :
10
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1508);
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Bidan;
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
11
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
8. Organisasi Profesi adalah wadah berhimpunnya tenaga kesehatan
bidan di Indonesia.
9. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
Pasal 3
12
Pasal 4
Bagian Ketiga
SIPB
Pasal 5
(1) Bidan yang menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki SIPB. (2)
(2) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Bidan yang
telah memiliki STRB. (3)
(3) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu) Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. (4)
(4) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama STR Bidan
masih berlaku, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
Pasal 6
Pasal 7
(1) SIPB diterbitkan oleh Instansi Pemberi Izin yang ditunjuk pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Penerbitan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditembuskan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3) Dalam hal Instansi Pemberi Izin merupakan dinas kesehatan
kabupaten/kota, Penerbitan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak ditembuskan.
13
Pasal 8
Pasal 9
(1) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diterima dan
dinyatakan lengkap, Instansi Pemberi Izin harus mengeluarkan SIPB
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14
(2) Pernyataan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan surat tanda penerimaan kelengkapan berkas.
Pasal 10
Pasal 11
(1) Bidan warga negara asing yang akan menjalankan Praktik Kebidanan di
Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi, STR sementara, dan SIPB.
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
Bidan warga negara asing setelah lulus evaluasi kompetensi.
(3) Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh STR sementara.
(4) Untuk memperoleh SIPB, Bidan warga negara asing harus melakukan
permohonan kepada Instansi Pemberi Izin dan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
(5) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan warga
negara asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
STR sementara dan SIPB bagi Bidan warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal 13
(1) Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan
Praktik Kebidanan di Indonesia harus memiliki STRB dan SIPB.
15
(2) STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah melakukan
proses evaluasi kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan
warga negara Indonesia lulusan luar negeri harus melakukan permohonan
kepada Instansi Pemberi Izin dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Isu adalah masalah pokok yang berkembang di suatu masyarakat atau suatu
lingkungan belum yang belum tentu benar, yang membutuhkan pembuktian. Isu
merupakan topik yang menarik untuk di diskusikan, argumentasi yang timbul akan
bervariasi dan muncul karena adanya perbedaan nilai-nilai dan kepercayaan.
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia
dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu
baik atau buruk.
Isu etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang berkembang
di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan yang berhubungan
dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut baik dan buruknya.
Isu moral adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari – hari.
16
Dilema yaitu suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternatif pilihan, yang
kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema
muncul Karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara
nilainilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada.
Dilema Etik adalah situasi yang menghadapkan individu pada dua pilihan, dan tidak
satupun dari pilihan itu dianggap sebagai jalan keluar yang tepat.
17
4. Dilema
Kenyataan di lapangan, bidan merasa kesulitan untuk memutuskan rujukan
karena keluarga memaksa ingin ditolong bidan. Dengan segala
keterbatasan kemampuan dan sarana, bidan melakukan pertolongan
persalinan yang seharusnya dilakukan di rumah sakit dan ditolong oleh
spesialis kebidanan.
b. Isu Etik yang terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat
1. Kasus
Di suatu desa yang tidak jauh dari kota dimana di desa tersebut ada dua orang
bidan yaitu bidan “A” dan bidan “B” yang sama-sama memiliki BPM (Bidan
Praktik Mandiri) dan ada persaingan di antara dua bidan tersebut. Pada suatu
hari datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPM bidan “B” yang
lokasinya tidak jauh dengan BPM bidan “A”. setelah dilakukan pemeriksaan
ternyata pembukaan masih belum lengkap dan bidan “B” menemukan letak
sungsang dan bidan tersebut tetap akan menolong persalinan tersebut
meskipun mengetahui bahwa hal tersebut melanggar wewenang sebagai
seorang bidan demi mendapatkan banyak pasien untuk bersaing dengan bidan
“A”. Sedangkan bidan “A” mengetahui hal tersebut. Jika bidan “B” tetap akan
menolong persalinan tersebut, bidan “A” akan melaporkan bidan “B” untuk
menjatuhkan bidan “B” karena melanggar wewenang profesi bidan.
2. Isu
Seorang bidan melakukan pertolongan persalinan sungsang.
3. Konflik
Menolong persalinan sungsang untuk mendapatkan pasien demi persaingan
atau dilaporkan oleh bidan “A
4. Dilema
a) Bidan “B” tidak melakukan pertolongan persalinan sungsang tersebut
namun bidan kehilangan satu pasien.
b) Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan oleh bidan
“A” dengan dilaporkan oleh lembaga yang berwenang.
c. Isu Etik Bidan dengan Team Kesehatan lainnya
1. Kasus
Seorang wanita berusia 35 tahun mengalami jatuh dan pendarahan hebat.
Suami memanggil bidan dan bidan memberikan pertolongan pertama. Bidan
18
menjelaskan pada keluarga, agar istrinya dibawa ke rumah sakit untuk
dilakukan kuretase. Keluarga menlak dan menginginkan agar bidan saja yang
melakukan kuretase. Bidan kemudian melakukan kuretase dan 2 hari
kemudian, pasien mengalami pendarahan dan dibawa ke rumah sakit. Dokter
menanyakan riwayat kejadian pada suami pasien. Suami pasien kemudian
mengatakan bahwa 2 hari lalu istrinya mengalami pendaharan dan dilakukan
kuratase oleh bidan. Dokter kemudian memanggil bidan tersebut dan terjadilah
konflik antara bidan dengan dokter tersebut.
2. Isu
Malpraktik bidan melakukan tindakan diluar wewenangnya
3. Konflik
Bidan melakukan kurentase diluar wewenangnya sehingga terjadilah konflik
antara bidan dan dokter
4. Dilema
Jika tidak segera dilakukan tindakan dikuatirkan dapat merenggut nyawa
pasien karena BPM jauh dari RS. Namun, jika dilakukan tindakan, bidan
merasa melanggar kode etik kebidanan dan merasa melakukan tindakan diluar
wewenangnya.
d. Isu Etik yang terjadi antara Bidan dan Organisasi Profesi
1. Kasus
Seorang ibu yang ingin bersalin di BPM. Sejak awal kehamilan, ibu tersebut
sudah sering memeriksakan kehamilannya. Menurut hasil pemeriksaan bidan,
ibu tersebut memiliki riwayat hipertensi, maka kemungkinan lahir pervagina
sangat beresiko saat persalinan tiba. Tekanan darah ibu menjadi tinggi. Jika
tidak rujuk, maka beresiko terhadap janin dan kondisi si ibu itu sendiri. Resiko
pada janin bisa terjadi gawat janin dan pendarahan pada ibu. Bidan sudah
mengerti resiko yang akan terjadi. Tapi bidan lebih mementingkan egonya
sendiri karena takut kehilangan komisinya daripada dirujuk ke rumah sakit.
Setelah janin lahir, ibu mengalami pendarahan hebat, sehingga kejang-kejang
dan meninggal. Saat berita itu terdengar, Organisasi Profesi Bidan (IBI),
memberikan sanksi yang setimpal bahwa dari kecerobohannya sudah
merugikan orang lain. Sebagai gantinya, ijin praktik (BPM) bidan A dicabut
dan dikenakan denda sesuai dengan pelanggaran tersebut.
19
2. Isu
a) Terjadi malpraktik
b) Pelnggaran wewenang bidan
3. Dilema
Perlu disadari bahwa dalam pelayanan kebidanan sering kali muncul masalah
atau isu di masyarakat yang berkaiatan dengan etik dan moral, dilema serta
konflik yang dihadapi bidan sebagai praktiksi kebidanan. Isu adalah masalah
pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum
tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Bidan dituntut berperilaku hati-
hati dalam setiap tindakannya dalam memberikan asuhan kebidanan dengan
menampilkan perilaku yang etis professional.
C. Isu Etik yang Terjadi Dalam Pelayanan Kebidanan
Perlu juga di sadari bahwa dalam pelayanan kebidanan seringkali muncul masalah
atau isu di masyarakat yang berkaitan dengan etik dan moral, dilema serta konflik yang
dihadapi bidan sebagai praktisi kebidanan.
Beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayanan kebidanan, adalah berhubungan
dengan :
• Agama / kepercayaan
• Hubungan dengan pasien
• Hubungan dokter dengan bidan
• Kebenaran
• Pengambilan keputusan
• Kematian
• Kerahasiaan
• Aborsi
• AIDS
• In-vitro Fertilization
D. Isu Moral, Dilema, dan Konflik Moral
a. Isu Moral
Isu moral adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan
20
orang sehari-hari, menyangkut kasus abortus euthanasia, keputusan untuk terminasi
kehamilan.
a) Kasus abortus
b) Euthanansia
c) Keputusan untuk terminasi kehamilan
b. Dilema Moral
Dilema merupakan suat keadaan di mana dihadapkan pada dua alternatif, yang
kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema
muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan
antara nilai nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada. (Purwoastuti dkk,
2015: 106).
Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana dihadapkan pada
dua alternatif pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan
pemecahan masalah. Dalam mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat
akan tanggung jawab profesionalnya, yaitu :
c. Konflik Moral
Konflik moral menurut Johnson adalah bahwa konflik atau dilema pada dasarnya
sama, kenyataanya konflik berada diantar prinsip moral dan tugas yang mana sering
menyebabkan dilema. Ada 2 tipe konflik yaitu ;
21
Contoh studi kasus mengenai konflik moral :
“Ada seorang bidan yang berpraktik mandiri di rumah. Ada seorang pasien inpartu
datang ke tempat praktiknya. Status obstretik pasien adalah GI PO AO hasil
pemeriksaan penapisan awal menunjukkan presentase bokong dengan taksiran
berat janin 3900 gram, dengan kesejahteraan ibu dan janin baik. Maka bidan
tersebut menganjurkan dan memberikan konseling pada pasien mengenai
kasusnya dan untuk dilakukan tindakan rujukan. Namun pasien dan keluarganya
menolak dirujuk dan tetap bersikukuh untuk tetap melakukan persalinan di bidan
tersebut karena pertimbangan biaya dan kesulitan lainnya”.
Melihat kasus ini maka bidan dihadapkan pada konflik moral yang bertentangan
dengan prinsip moral dan otonomi maupun kewenangan dalam pelayanan
kebidanan. Bahwa sesuai Kepmenkes Republik Indonesia
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan, bidan tidak
berwenang memberikan persalinan pada primigravida dengan presentasi bokong,
di sisi lain ada prinsip nilai moral dan kemanusiaan yang dihadapi pasien, yaitu
ketidak mampuan sosial ekonomi dan kesulitan lainnya.
22
E. Pengambilan Keputusan dalam Pelayanan Kebidanan
1. Pendekatan penyelesaian masalah
a. Identifikasi Masalah
Agar masalah dapat diselesaikan, pertama-tama perlu diidentifikasi terlebih
dahulu apa sebenarnya esensi dari masalah tersebut, agar langkah berikutnya
tepat.
b. Sintesis
Sintesis adalah tahap proses kreatif di mana bagian-bagian masalah yang
terpecah dibentuk menjadi kesatuan yang menyeluruh. Di sini kreativitas
sangat pentin
c. Analisis
Analisis adalah tahap dimana kesatuan itu dipecah kembali menjadi bagian-
bagiannya. Kebanyakan edukasi teknik akan fokus pada tahap ini. Kunci dari
analisis adalah menerjemahkan problem fisik tersebut menjadi sebuah model
matematika. Analisis menggunakan logika untuk membedakan fakta dari
opini, mendeteksi kesalahan, membuat keputusan yang berdasarkan bukti,
menyeleksi informasi yang relevan, mengidentifikasi kekosongan dari
informasi, dan mengenali hubungan antar bagian.
d. Aplikasi
Aplikasi adalah proses dimana informasi yang cocok dan akurat diidentifikasi
untuk penerapan pada permasalahan yang hendak dipecahkan.
e. Komprehensif
Yaitu tahap dimana teori yang sesuai dan data yang berhasil dikumpulkan
disatukan dalam sebuah rumus komprehensif yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah. Jika pada tahap ini masalah masih belum selesai,
maka kita dapat kembali pada tahap ke tahap sintesis, dan mencoba lagi.
2. Pengambilan keputusan yang etis
Pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktek suatu
profesi dan keberadaannya sangat penting karena akan menentukan tindakan
23
selanjutnya. Dalam bidang kesehatan khususnya pelayanan kebidanan, pengambilan
keputusan harus dilakukan melalui pemikiran mendalam, karena objek yang akan
dipengaruhi oleh keputusan tersebut adalah manusia, tidak hanya klien atau pasien
dan keluarganya, tetapi juga tenaga kesehatan(bidan,dokter, perawat dan lain-lain)
serta system pelayanan kesehatan itu sendiri (Soepardan, 2008).
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah mempelajari aspek legal dan legislasi dalam pelayanan kebidanan kami
sebagian penulis menyimpulkan bahwa setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan kode etik bidan Indonesia, dengan
aspek legal dan legislasi dalam pelayanan kebidanan yang meliputi sertifikasi, registrasi
dan lisensi.
Isu etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan masyarakat mempunyai
hubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan. Seorang bidan
dikatakan professional bila ia mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya
yang bertanggung jawab sesuai kewenangan. Bidan yang praktik mandiri menjadi pekerja
yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap
kemungkinan terjadi nya penyimpangan etik. Pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternative perilaku tertentu dari dua atau lebih alternative yang ada. Strategi pengambilan
keputusan yang dipengaruhi oleh kebijakan organisasi / pimpinan, fungsi pelayanan.
3.2 Saran
Dalam makalah ini terdapat penjelasan tentang “Aspek Legal dan Statuta dalam
Kebidanan dan Isu Profesional yang terjadi dalam pelayanan kebidanan (issue moral)”
berharap agar mahasiswi dapat mengetahui Aspek Legal dan Issue etik yang terjadi dalam
pelayanan kebidanan.
25
DAFTAR PUSTAKA
26