Anda di halaman 1dari 29

ASPEK LEGAL DAN STATUS DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

DAN ISU PROFESIONAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Dosen Pengampu : Dr. Samsidar Sitorus, SST,M.Kes

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5 :

DITA ANNISA LUBIS

PUTRI RAHAYU WIJAYATI

SELLA TRIRAHMAYANI SAGALA

VENTIKA BR GINTING

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN

JURUSAN ALIH JENJANG D-IV KEBIDANAN MEDAN

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat juga hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengantar kebidanan oleh
dosen pembimbing Dr. Samsidar Sitorus, SST,M.Kes . Penulis ucapkan terima kasih kepada
beliau atas bimbingan dan saran untuk Penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Tak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun Penulis harapkan dan semoga apa yang tersajikan
dalam makalah ini berguna bagi pembaca pada umumnya.

Harapan Penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya
dalam upaya peningkatan wawasan wacana kesehatan.

Akhir kata Penulis mengucapkan terimakasih dan semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua.

Medan, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………...……………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………...……………………. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………….. 1

1.3 Manfaat……………………………………………………………...…………………… 1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..………….. 2

2.1 Aspek Legal dan Status Dalam Pelayanan Kebidanan…………………………...…….. 2

2.2 Issu Profesional Dalam Pelayanan Kebidanan………………………………………….. 16

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………… 25

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………. 25

3.2 Saran…………………………………………………………………………….……….. 25

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….…… 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tiap profesi pelayanan kesehatan dalam menjalankan tugasnya di suatu institusi


mempunyai batas jelas wewenangnya yang telah disetujui oleh antar profesi dan merupakan
daftar wewenang yang sudah tertulis. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi
pelayanan kepada masyarakat harus memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung
program pemerintah untuk pembangunan dalam negeri, salah satunya dalam aspek kesehatan.

Profesi kesehatan yang berada pada bidang praktek mandiri seperti bidan akan menjadi
pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar pengaruhnya terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan etik. Sehingga dalam perjalanannya, seorang bidan
harus mengerti makna etik, etis, moral dan penerapannya, serta isu-isu yang terkait dalam
praktek kebidanan. Bidan dituntut untuk berperilaku hati-hati dalam setiap tindakannya
dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku yang etis dan
profesional.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja hal hal yang berkaitan dengan aspek legal dan statuta dalam kebidanan?
2. Apa yang dimaksud dengan isu profesional dalam kebidanan
1.3. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui asepk legal dan satuta dalam pelayanan kebidanan
2. Untuk memahami isu profesional dalam kebidanan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Aspek Legal dan Status Dalam Pelayanan Kebidanan


A. Definisi Aspek Legal dan Statuta Dalam Pelayanan Kebidanan

Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan membantu


melayani apa yang dibutuhkan oleh seseorang, selanjutnya menurut kamus besar Bahasa
Indonesia, jika dikaitkan dengan masalah kesehatan diartikan pelayanan yang diterima
oleh sesorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu
gangguan kesehatan tertentu.

Menurut Ps. 1 UU Kesehatan No: 36 Th. 2009], dalam Ketentuan Umum, terdapat
pengertian pelayanan kesehatan yang lebih mengarahkan pada obyek pelayanan. Yaitu
pelayanan kesehatan yang ditujukan pada jenis upaya, meliputi upaya peningkatan
(promotif) pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).

Pengertian pelayanan kebidananan yang termuat dalam Kepmenkes. RI Nomor:


369/Menkes/SK/III/2007 tentang standart profesi bidan, Pelayanan Kebidanan adalah
bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah
terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

Aspek Legal dalam Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan norma hukum yang
telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk menjadi sumber hukum yang paling utama
dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan membantu memenuhi kebutuhan seseorang
atau pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan.

Statuta dalam kebidanan merupakan pedoman dasar dalam pelayanan yang diberikan
oleh bidan sesuai dgn kewenangan yang diberikan dgn maksud meningkatkan kesehatan
ibu dan anak dalam rangka terciptanya keluarga bahagia dan sejahtera.

2
B. Latar Belakang Sistem Legislasi Dalam Pelayanan Kebidanan
1. UUD 1945

Amanat dan pesan mendasar dari UUD 1945 adalah upaya pembangunan nasional
yaitu pembangunan disegala bidang guna kepentingan, keselamatan, kebahagiaan, dan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.

2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Tujuan dan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan


dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga Negara Indonesia melalui upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya
manusia yang berkualitas.

Dengan adanya arus globalisasi salah satu focus utama agar mampu mempunyai
daya saing adalah bagaimana peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas
sumber daya manusia dibentuk sejak janin di dalam kandungan, masa kelahiran dan
masa bayi serta masa tumbuh kembang balita. Hanya sumber daya manusia yang
berkualitas, yang memiliki pengetahuan dan kemampuan sehingga mampu survive
dan mampu mengantisipasi perubahan serta mampu bersaing.

3. Bidan erat hubungannya dengan penyiapan sumber daya manusia.

Karena pertayanan bidan meliputi kesehatan wanita selama kurun kesehatan


reproduksi wanita, sejak remaja, masa calon pengantin, masa hamil, masa persalinan,
masa nifas, periode interval, masa klimakterium dan menopause serta memantau
tumbuh kembang balita serta anak pra sekolah.

4. Visi Pembangunan Kesehatan Indonesia sehat 2010 adalah derajat kesehatan yang
optimal dengan strategi : paradigma sehat, profesionalisme, JPKM, dan
desentralisasi.

C. Otonomi Bidan Dalam Praktik Pelayanan Kebidanan

Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah


pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang
dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis
kompetensi dan didasari suatu evidence based. Accountability diperkuat dengan satu
landasan hukum yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.

3
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak
otonomi dan mandini untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan
berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.

Praktik kebidanan merupakan inti dan berbagai kegiatan bidan dalam


penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya
melalui:

1) Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan


2) Penelitian dalam bidang kebidanan
3) Pengembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan
4) Akreditasi
5) Sertifikasi
6) Registrasi
7) Uji kompetensi
8) Lisensi

Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari dan terkait dengan
pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:

1. Permenkes No. 28 Tahun 2017 Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

2. Permenkes No. 1464/MENKES/ X/2010 Tentang Registrasi dan Praktik Bidan

3. PP No 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

4. Kepmenkes Republik Indonesia 1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi dan


Tata Kerja Kemenkes

5. UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

6. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007 Tentang Standar


Profesi Bidan

7. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

8. UU Tentang Aborsi, Adopsi, Bayi Tabung, dan Transplantasi

9. KUHAP, dan KUHP, 1981

4
10. Permenkes No. 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medis.

11. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan keluarga Berencana;

a. UU no. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan Pembangunan


Keluarga Sejahtera

b. UU no.23/ 2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan di


Dalam Rumah Tangga.

12. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996:


a. Tenaga kesehatan sarjana yaitu dokter, dokter gigi, apoteker,sarjana lain dalam
bidang kesehatan.
b. Tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah misalo asisten
apoteker, perawat, bidan
D. Legislasi Pelayanan Kebidanan
 Peran Legislasi adalah
a. Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi
sendiri
b. Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan profesional.
Bidan dikatakan profesional, memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
• Mandiri
• Peningkatan kompetensi
• Praktik berdasarkan evidence based
• Penggunaan berbagai sumber informasi

Masyarakat membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas, serta butuh


perlindungan sebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa hal yang menjadi sumber
ketidakpuasan pasien atau masyarakat, yaitu :

• Pelayanan yang aman


• Sikap petugas yang kurang baik
• Komunikasi yang kurang
• Kesalahan prosedur
• Sarana kurang baik
• Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau
pendidikan kesehatan.

5
Legislasi adalah proses pembuatan Undang-undang atau penyempurnaan
perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan Sertifikasi
(pengaturan kompetensi), Registrasi (pengaturan kewenangan), dan Lisensi
(pengaturan penyelenggaraan kewenangan).

Tujuan Legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat


terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut adalah
meliputi:

• Mempertahankan kualitas pelayanan


• Memberikan kewenangan
• Menjamin perlindungan hukum
• Meningkatkan profesionalisme

Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang


diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai
dengan kewenangan dan kemampuannya.

E. Model Dasar Praktik Kebidanan


1. Sertifikasi (Pengaturan Kompetensi)

Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu melalui kegiatan


pendidikan formal maupun non formal (Pendidikan berkelanjutan). Lembaga
pendidikan non formal misalnya organisasi profesi, rumah sakit, LSM bidang
kesehatan yang akreditasinya ditentukan oleh profesi. Sedangkan sertifikasi dan
lembaga non formal adalah berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar
nasional.

Ada dua bentuk kelulusan, yaitu:

a. Ijazah

Merupakan dokumentasi penguasaan kompetensi tertentu, mempunyai kekuatan


hukum atau sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan diperoleh dari pendidikan
formal.

6
b. Sertifikat

Dokumen penguasaan kompetensi tertentu, bisa diperoleh dari kegiatan pendidikan


formal atau pendidikan berkelanjutan maupun lembaga pendidikan non formal yang
akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.

Tujuan umum sertifikasi adalah sebagai berikut :

a. Melindungi masyarakat pengguna jasa profesi.


b. Meningkatkan mutu pelayanan
c. Pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan.

Tujuan khusus sertifikasi adalah sebagai berikut :

a. Menyatakan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan perilaku (kompetensi)


tenaga profesi.
b. Menetapkan kualifikasi dari lingkup kompetensi.
c. Menyatakan pengetahuan, keterampilan dan perilaku (kompetensi) pendidikan
tambahan tenaga profesi.
d. Menetapkan kualifikasi, tingkat dan lingkup pendidikan tambahan tenaga profesi.
e. Memenuhi syarat untuk mendapat nomor registrasi.

2. Registrasi ( Pengaturan Kewenangan)

Registrasi adalah sebuah proses di mana seorang tenaga profesi harus


mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna mendapatkan
kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan profesionalnya setelah memenuhi
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh badan tersebut.

Pengertian Menurut Permenkes No 1464/Menkes/X/2010, registrasi adalah proses


pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan
memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang
ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik
profesinya.

Tujuan umum registrasi adalah :

Melindungi masyarakat dari mutu pelayanan profesi.

7
Tujuan khusus registrasi adalah :

a. Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu


pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat.
b. Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam penyelesaian
kasus mal praktik.
c. Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik.

Syarat registrasi sebagai berikut :

a. Fotokopi ijasah bidan


b. Fotokopi transkrip nilai akademik
c. Surat keterangan sehat dari dokter
d. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak2 (dua) lembar.
e. Surat sumpah profesi
f. Surat patuh etika profesi
g. Sertifikat Uji kompetensi.

Dengan diselenggarakannya uji kompetensi diharapkan bahwa bidan yang


menyelenggarakan praktik kebidanan adalah bidan yang benar-benar kompeten.Upaya
ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, mengurangi
medical error atau malpraktik dalam tujuan utama untuk menurunkan angka kematian
ibu dan anak.

Dalam rancangan uji kompetensi apabila bidan tidak lulus uji kompetensi, maka
bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) setempat. Materi uji
kompetensi sesuai area kompetensi dalam standard profesi bidan Indonesia. Namun
demikian uji kompetensi belum di bakukan dengan suatu dasar hukum, sehingga baru
pada tahap draft atau rancangan.

3. Lisensi (Pengaturan Penyelenggaraan Kewenangan)

Pengertian lisensi adalah proses ministrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau
yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang
telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.

8
Tujuan umum lisensi adalah :

Melindungi masyarakat dan pelayanan profesi.

Tujuan khusus lisensi adalah :

 Memberikan kejelasan batas wewenang.


 Menetapkan sarana dan prasarana.

Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk SlPB (Surat Ijin
Praktik Bidan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh depkes RI kepada
tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan. Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB yang yang
diperoleh dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota setempat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

• Fotokopi STR yang masih berlaku


• Fotokopi ijazah bidan
• Surat persetujuan atasan
• Surat keterangan sehat dari dokter
• Rekomendasi dari organisasi profesi
• Pas foto

Menurut Permenkes No. 28 tahun 2017 SIPB berlaku sepanjang STR belum habis
masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28


TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat penerima pelayanan kesehatan, setiap


tenaga kesehatan yang akan menjalankan praktik keprofesiannya harus memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

9
b. bahwa Bidan merupakan salah satu dari jenis tenaga kesehatan yang memiliki
kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan
bidang keahlian yang dimiliki;
c. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan hukum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang- Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5607);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan; (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 122);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 977);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Pendayagunaan Tenaga
Kesehatan Warga Negara Asing (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 1320);

10
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1508);
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Bidan;

MEMUTUSKAN: MENETAPKAN : PERATURAN MENTERI KESEHATAN


TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan;

1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan


yang telah teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang
dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan.
3. Surat Tanda Registrasi Bidan yang selanjutnya disingkat STRB adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada Bidan yang telah
memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
kebidanan.
5. Praktik Mandiri Bidan adalah tempat pelaksanaan rangkaian kegiatan
pelayanan kebidanan yang dilakukan oleh Bidan secara perorangan.
6. Instansi Pemberi Izin adalah instansi atau satuan kerja yang ditunjuk
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menerbitkan izin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik

11
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
8. Organisasi Profesi adalah wadah berhimpunnya tenaga kesehatan
bidan di Indonesia.
9. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.

BAB II

PERIZINAN

Bagian Kesatu Kualifikasi Bidan

Pasal 2

Dalam menjalankan Praktik Kebidanan, Bidan paling rendah memiliki kualifikasi


jenjang pendidikan diploma tiga kebidanan.

Bagian Kedua STRB

Pasal 3

1) Setiap Bidan harus memiliki STRB untuk dapat melakukan praktik


keprofesiannya.
2) STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah Bidan
memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3) STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun.
4) Contoh surat STRB sebagaimana tercantum dalam formulir II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

12
Pasal 4

STRB yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang selama


memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Bagian Ketiga

SIPB

Pasal 5

(1) Bidan yang menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki SIPB. (2)
(2) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Bidan yang
telah memiliki STRB. (3)
(3) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu) Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. (4)
(4) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama STR Bidan
masih berlaku, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

Pasal 6

(1) Bidan hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua) SIPB.


(2) Permohonan SIPB kedua, harus dilakukan dengan menunjukan SIPB
pertama.

Pasal 7

(1) SIPB diterbitkan oleh Instansi Pemberi Izin yang ditunjuk pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Penerbitan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditembuskan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3) Dalam hal Instansi Pemberi Izin merupakan dinas kesehatan
kabupaten/kota, Penerbitan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak ditembuskan.

13
Pasal 8

(1) Untuk memperoleh SIPB, Bidan harus mengajukan permohonan kepada


Instansi Pemberi Izin dengan melampirkan:
a. fotokopi STRB yang masih berlaku dan dilegalisasi asli; b.
b. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin praktik; c.
c. surat pernyataan memiliki tempat praktik; d.
d. surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat
Bidan akan berpraktik;
e. pas foto terbaru dan berwarna dengan ukuran 4X6 cm sebanyak 3
(tiga) lembar;
f. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat; dan
g. rekomendasi dari Organisasi Profesi.
(2) Persyaratan surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
tempat Bidan akan berpraktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dikecualikan untuk Praktik Mandiri Bidan.
(3) Dalam hal Instansi Pemberi Izin merupakan dinas kesehatan
kabupaten/kota, persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f tidak diperlukan.
(4) Untuk Praktik Mandiri Bidan dan Bidan desa, Rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f dikeluarkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota setelah dilakukan visitasi penilaian pemenuhan persyaratan
tempat praktik Bidan.
(5) Contoh surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana tercantum
dalam formulir III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(6) Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam formulir IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

(1) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diterima dan
dinyatakan lengkap, Instansi Pemberi Izin harus mengeluarkan SIPB
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

14
(2) Pernyataan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan surat tanda penerimaan kelengkapan berkas.

Pasal 10

SIPB dinyatakan tidak berlaku dalam hal:

a. tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB;


b. masa berlaku STRB telah habis dan tidak diperpanjang;
c. dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin; atau
d. Bidan meninggal dunia.

Pasal 11

(1) Bidan warga negara asing yang akan menjalankan Praktik Kebidanan di
Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi, STR sementara, dan SIPB.
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
Bidan warga negara asing setelah lulus evaluasi kompetensi.
(3) Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh STR sementara.
(4) Untuk memperoleh SIPB, Bidan warga negara asing harus melakukan
permohonan kepada Instansi Pemberi Izin dan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
(5) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan warga
negara asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

STR sementara dan SIPB bagi Bidan warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya.

Pasal 13

(1) Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan
Praktik Kebidanan di Indonesia harus memiliki STRB dan SIPB.

15
(2) STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah melakukan
proses evaluasi kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan
warga negara Indonesia lulusan luar negeri harus melakukan permohonan
kepada Instansi Pemberi Izin dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49

Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2.2. Issu Profesional Dalam Kebidanan


A. Definisi Isu Profesional Dalam Kebidanan

Isu adalah masalah pokok yang berkembang di suatu masyarakat atau suatu
lingkungan belum yang belum tentu benar, yang membutuhkan pembuktian. Isu
merupakan topik yang menarik untuk di diskusikan, argumentasi yang timbul akan
bervariasi dan muncul karena adanya perbedaan nilai-nilai dan kepercayaan.

Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia
dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu
baik atau buruk.

Isu etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang berkembang
di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan yang berhubungan
dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut baik dan buruknya.

Isu moral adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari – hari.

16
Dilema yaitu suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternatif pilihan, yang
kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema
muncul Karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara
nilainilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada.

Dilema Etik adalah situasi yang menghadapkan individu pada dua pilihan, dan tidak
satupun dari pilihan itu dianggap sebagai jalan keluar yang tepat.

B. Contoh Isu Etik yang Berhubungan Dengan Kebidanan


a. Isu etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga, masyarakat
1. Kasus
Seorang perempuan hamil G1PₒAₒ hamil 38 minggu datang ke polindes
dengan keluhan perutnya terasa mengencang sejak 5 jam yang lalu.
Setelah dilakukan VT, pembukaan 3, janin letak sunsang. Bidan
merencanakan dirujuk ke rumah sakit. Keluarga klien terutama suami
menolak untuk dirujuk dengan alasan tidak punya biaya. Bidan
memberikan penjelasan persalinan anak letak sungsang bukan
kewenangannyadan menyampaikan tujuan dirujuk demi keselamatan bayi
dan juga ibunya, tetapi keluarga tetap ingin ditolong oleh bidan polindes.
Karena keluarga memaksa, akhirnya bidan menuruti kemauan klien dan
keluarga untuk menolong persalinan. Persalinan berjalan sangat lama
karena kepala janin tidak bisa keluar. Setelah bayi lahir ternyata bayi
meninggal. Keluarga menyalahkan bidan bahwa bidan tidak dapat bekerja
secara professional dan dalam masyarakat pun tersebar bahwa bidan
tersebut dalam melakukan tindakannya sangat lambat dan tidak sesuai
prosedur.
2. Konflik
Keluarga / suami menolak untuk dirujuk ke rumah sakit dengan alas an
ridak mempunyai biaya untuk melakukan operasi.
3. Isu
Di mata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan atau melakukan
tindakan tidak sesuai prosedur dan tidak professional. Masyarakat juga
menilai bahwa bidan tersebut dalam menangani pasien dengan kelas
ekonomi rendah sangat lambat atau membeda-bedakan antara pasien yang
ekonomi atas dengan ekonomi rendah.

17
4. Dilema
Kenyataan di lapangan, bidan merasa kesulitan untuk memutuskan rujukan
karena keluarga memaksa ingin ditolong bidan. Dengan segala
keterbatasan kemampuan dan sarana, bidan melakukan pertolongan
persalinan yang seharusnya dilakukan di rumah sakit dan ditolong oleh
spesialis kebidanan.
b. Isu Etik yang terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat
1. Kasus
Di suatu desa yang tidak jauh dari kota dimana di desa tersebut ada dua orang
bidan yaitu bidan “A” dan bidan “B” yang sama-sama memiliki BPM (Bidan
Praktik Mandiri) dan ada persaingan di antara dua bidan tersebut. Pada suatu
hari datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPM bidan “B” yang
lokasinya tidak jauh dengan BPM bidan “A”. setelah dilakukan pemeriksaan
ternyata pembukaan masih belum lengkap dan bidan “B” menemukan letak
sungsang dan bidan tersebut tetap akan menolong persalinan tersebut
meskipun mengetahui bahwa hal tersebut melanggar wewenang sebagai
seorang bidan demi mendapatkan banyak pasien untuk bersaing dengan bidan
“A”. Sedangkan bidan “A” mengetahui hal tersebut. Jika bidan “B” tetap akan
menolong persalinan tersebut, bidan “A” akan melaporkan bidan “B” untuk
menjatuhkan bidan “B” karena melanggar wewenang profesi bidan.
2. Isu
Seorang bidan melakukan pertolongan persalinan sungsang.
3. Konflik
Menolong persalinan sungsang untuk mendapatkan pasien demi persaingan
atau dilaporkan oleh bidan “A
4. Dilema
a) Bidan “B” tidak melakukan pertolongan persalinan sungsang tersebut
namun bidan kehilangan satu pasien.
b) Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan oleh bidan
“A” dengan dilaporkan oleh lembaga yang berwenang.
c. Isu Etik Bidan dengan Team Kesehatan lainnya
1. Kasus
Seorang wanita berusia 35 tahun mengalami jatuh dan pendarahan hebat.
Suami memanggil bidan dan bidan memberikan pertolongan pertama. Bidan

18
menjelaskan pada keluarga, agar istrinya dibawa ke rumah sakit untuk
dilakukan kuretase. Keluarga menlak dan menginginkan agar bidan saja yang
melakukan kuretase. Bidan kemudian melakukan kuretase dan 2 hari
kemudian, pasien mengalami pendarahan dan dibawa ke rumah sakit. Dokter
menanyakan riwayat kejadian pada suami pasien. Suami pasien kemudian
mengatakan bahwa 2 hari lalu istrinya mengalami pendaharan dan dilakukan
kuratase oleh bidan. Dokter kemudian memanggil bidan tersebut dan terjadilah
konflik antara bidan dengan dokter tersebut.
2. Isu
Malpraktik bidan melakukan tindakan diluar wewenangnya
3. Konflik
Bidan melakukan kurentase diluar wewenangnya sehingga terjadilah konflik
antara bidan dan dokter
4. Dilema
Jika tidak segera dilakukan tindakan dikuatirkan dapat merenggut nyawa
pasien karena BPM jauh dari RS. Namun, jika dilakukan tindakan, bidan
merasa melanggar kode etik kebidanan dan merasa melakukan tindakan diluar
wewenangnya.
d. Isu Etik yang terjadi antara Bidan dan Organisasi Profesi
1. Kasus
Seorang ibu yang ingin bersalin di BPM. Sejak awal kehamilan, ibu tersebut
sudah sering memeriksakan kehamilannya. Menurut hasil pemeriksaan bidan,
ibu tersebut memiliki riwayat hipertensi, maka kemungkinan lahir pervagina
sangat beresiko saat persalinan tiba. Tekanan darah ibu menjadi tinggi. Jika
tidak rujuk, maka beresiko terhadap janin dan kondisi si ibu itu sendiri. Resiko
pada janin bisa terjadi gawat janin dan pendarahan pada ibu. Bidan sudah
mengerti resiko yang akan terjadi. Tapi bidan lebih mementingkan egonya
sendiri karena takut kehilangan komisinya daripada dirujuk ke rumah sakit.
Setelah janin lahir, ibu mengalami pendarahan hebat, sehingga kejang-kejang
dan meninggal. Saat berita itu terdengar, Organisasi Profesi Bidan (IBI),
memberikan sanksi yang setimpal bahwa dari kecerobohannya sudah
merugikan orang lain. Sebagai gantinya, ijin praktik (BPM) bidan A dicabut
dan dikenakan denda sesuai dengan pelanggaran tersebut.

19
2. Isu
a) Terjadi malpraktik
b) Pelnggaran wewenang bidan
3. Dilema
Perlu disadari bahwa dalam pelayanan kebidanan sering kali muncul masalah
atau isu di masyarakat yang berkaiatan dengan etik dan moral, dilema serta
konflik yang dihadapi bidan sebagai praktiksi kebidanan. Isu adalah masalah
pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum
tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Bidan dituntut berperilaku hati-
hati dalam setiap tindakannya dalam memberikan asuhan kebidanan dengan
menampilkan perilaku yang etis professional.
C. Isu Etik yang Terjadi Dalam Pelayanan Kebidanan

Perlu juga di sadari bahwa dalam pelayanan kebidanan seringkali muncul masalah
atau isu di masyarakat yang berkaitan dengan etik dan moral, dilema serta konflik yang
dihadapi bidan sebagai praktisi kebidanan.

Beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayanan kebidanan, adalah berhubungan
dengan :

• Agama / kepercayaan
• Hubungan dengan pasien
• Hubungan dokter dengan bidan
• Kebenaran
• Pengambilan keputusan
• Kematian
• Kerahasiaan
• Aborsi
• AIDS
• In-vitro Fertilization
D. Isu Moral, Dilema, dan Konflik Moral
a. Isu Moral

Isu moral adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan

20
orang sehari-hari, menyangkut kasus abortus euthanasia, keputusan untuk terminasi
kehamilan.

Contoh isu moral dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :

a) Kasus abortus
b) Euthanansia
c) Keputusan untuk terminasi kehamilan

b. Dilema Moral

Dilema merupakan suat keadaan di mana dihadapkan pada dua alternatif, yang
kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema
muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan
antara nilai nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada. (Purwoastuti dkk,
2015: 106).

Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana dihadapkan pada
dua alternatif pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan
pemecahan masalah. Dalam mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat
akan tanggung jawab profesionalnya, yaitu :

a) Tindakan selalu ditujukan untuk peningkatan kenyamanan, kesejahteraan


pasien atau klien
b) Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkan sesuatu bagian,
(omission), disertai rasa tanggung jawab, memperhatikan kondisi dan
keamanan pasien atau klien.

c. Konflik Moral

Konflik moral menurut Johnson adalah bahwa konflik atau dilema pada dasarnya
sama, kenyataanya konflik berada diantar prinsip moral dan tugas yang mana sering
menyebabkan dilema. Ada 2 tipe konflik yaitu ;

a. Konflik berhubungan dengan prinsip


b. Konflik yang berhubungan dengan otonomi Dua tipe konflik ini adalah dua
bagian yang tidak bisa terpisahkan.

21
Contoh studi kasus mengenai konflik moral :

“Ada seorang bidan yang berpraktik mandiri di rumah. Ada seorang pasien inpartu
datang ke tempat praktiknya. Status obstretik pasien adalah GI PO AO hasil
pemeriksaan penapisan awal menunjukkan presentase bokong dengan taksiran
berat janin 3900 gram, dengan kesejahteraan ibu dan janin baik. Maka bidan
tersebut menganjurkan dan memberikan konseling pada pasien mengenai
kasusnya dan untuk dilakukan tindakan rujukan. Namun pasien dan keluarganya
menolak dirujuk dan tetap bersikukuh untuk tetap melakukan persalinan di bidan
tersebut karena pertimbangan biaya dan kesulitan lainnya”.

Melihat kasus ini maka bidan dihadapkan pada konflik moral yang bertentangan
dengan prinsip moral dan otonomi maupun kewenangan dalam pelayanan
kebidanan. Bahwa sesuai Kepmenkes Republik Indonesia
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan, bidan tidak
berwenang memberikan persalinan pada primigravida dengan presentasi bokong,
di sisi lain ada prinsip nilai moral dan kemanusiaan yang dihadapi pasien, yaitu
ketidak mampuan sosial ekonomi dan kesulitan lainnya.

Kerangka pengambilan keputusan dalam asuhan kebidanan memperhatikan


sebagai hal-hal berikut :

a. Bidan harus mempunyai responbility dan accounbility


b. Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani dengan rasa
hormat
c. Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety dan wellbeing mother
d. Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan dan
menyatakan pilihannya pada pengalaman situasi yang aman.
e. Sumber proses pengambilan keputusan dalam kebidanan adalah knowledge,
ajaran intrinsic, kemampuan berfikir kritis, kemampuan membuat keputusan
klinis yang logis

22
E. Pengambilan Keputusan dalam Pelayanan Kebidanan
1. Pendekatan penyelesaian masalah

Pendekatan penyelesaian masalah teknik perlu dilakukan dengan cara yang


bertahap dan berurutan. Langkah-langkah awal bersifat kualitatif dan umum, dan
langkah-langkah berikutnya lebih bersifat kuantitatif dan spesifik.

a. Identifikasi Masalah
Agar masalah dapat diselesaikan, pertama-tama perlu diidentifikasi terlebih
dahulu apa sebenarnya esensi dari masalah tersebut, agar langkah berikutnya
tepat.
b. Sintesis
Sintesis adalah tahap proses kreatif di mana bagian-bagian masalah yang
terpecah dibentuk menjadi kesatuan yang menyeluruh. Di sini kreativitas
sangat pentin
c. Analisis
Analisis adalah tahap dimana kesatuan itu dipecah kembali menjadi bagian-
bagiannya. Kebanyakan edukasi teknik akan fokus pada tahap ini. Kunci dari
analisis adalah menerjemahkan problem fisik tersebut menjadi sebuah model
matematika. Analisis menggunakan logika untuk membedakan fakta dari
opini, mendeteksi kesalahan, membuat keputusan yang berdasarkan bukti,
menyeleksi informasi yang relevan, mengidentifikasi kekosongan dari
informasi, dan mengenali hubungan antar bagian.
d. Aplikasi
Aplikasi adalah proses dimana informasi yang cocok dan akurat diidentifikasi
untuk penerapan pada permasalahan yang hendak dipecahkan.
e. Komprehensif
Yaitu tahap dimana teori yang sesuai dan data yang berhasil dikumpulkan
disatukan dalam sebuah rumus komprehensif yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah. Jika pada tahap ini masalah masih belum selesai,
maka kita dapat kembali pada tahap ke tahap sintesis, dan mencoba lagi.
2. Pengambilan keputusan yang etis

Pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktek suatu
profesi dan keberadaannya sangat penting karena akan menentukan tindakan

23
selanjutnya. Dalam bidang kesehatan khususnya pelayanan kebidanan, pengambilan
keputusan harus dilakukan melalui pemikiran mendalam, karena objek yang akan
dipengaruhi oleh keputusan tersebut adalah manusia, tidak hanya klien atau pasien
dan keluarganya, tetapi juga tenaga kesehatan(bidan,dokter, perawat dan lain-lain)
serta system pelayanan kesehatan itu sendiri (Soepardan, 2008).

Keterlibatan bidan yang kurang dalam proses pengambilan keputusan sebenarnya


menimbulkan berbagai masalah, seperti adanya jarak antara bidan dan ibu, padahal
hubungan baik antara bidan dan ibu merupakan komponen penting dalam mencapai
keberhasilan proses perawatan ibu dan bayi. Agar bidan dapat terlibat langsung dalam
proses pengambilan keputusan, diperlukan hubungan yang baik dengan klien, rekan
kerja, dan stoke holder(penyedia layanan kesehatan). Bidan tidak hanya bertanggung
jawab menyediakan layanan, namun juga bertanggung jawab terhadap penggunaan
sumber daya secara efektif.

Ciri-ciri keputusan etis :

a. Mempunyai pertimbangan tentang apa yang benar dan salah


b. Sering menyangkut pilihan yang sukar
c. Tidak mungkn diletakkan
d. Dipengaruhi oleh norma norma, situasi, imun, tabiat, dan lingkungan social

Dasar seseorang dalam membuat atau mengambil keputusan adalah :

a. Ketidaksanggupan artinya membiarkan kejadian berlalu, tanpa berbuat apa-


apa.
b. Keterpaksaan, karena suatu krisis, yang menuntut sesuatu untuk segera
dilakukan.
c. Pengambilan keputusan dapat ditangguhkan.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah mempelajari aspek legal dan legislasi dalam pelayanan kebidanan kami
sebagian penulis menyimpulkan bahwa setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan kode etik bidan Indonesia, dengan
aspek legal dan legislasi dalam pelayanan kebidanan yang meliputi sertifikasi, registrasi
dan lisensi.

Isu etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan masyarakat mempunyai
hubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan. Seorang bidan
dikatakan professional bila ia mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya
yang bertanggung jawab sesuai kewenangan. Bidan yang praktik mandiri menjadi pekerja
yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap
kemungkinan terjadi nya penyimpangan etik. Pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternative perilaku tertentu dari dua atau lebih alternative yang ada. Strategi pengambilan
keputusan yang dipengaruhi oleh kebijakan organisasi / pimpinan, fungsi pelayanan.

3.2 Saran

Dalam makalah ini terdapat penjelasan tentang “Aspek Legal dan Statuta dalam
Kebidanan dan Isu Profesional yang terjadi dalam pelayanan kebidanan (issue moral)”
berharap agar mahasiswi dapat mengetahui Aspek Legal dan Issue etik yang terjadi dalam
pelayanan kebidanan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arimbi, Diah, 2014, Etikolegal Kebidanan.Pustaka Rihama: Yogyagkarta.


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017. Izin dan
Penyelenggaran Praktik Bidan. IBI : Jawa Barat.
Purwoastuti,Endang. Elisabeth Siwi Walyani. 2015. Etikolegal Dalam Praktik
Kebidanan. Pustaka Baru Press: Yogyakarta. Kemenkes RI.2015.
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Kemenkes RI: Jakarta
Marimbi, Hanum. 2009. Etika Dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Jogjakarta : Mitra
Cendikia
Purwoastuti Endang, dkk. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan Yogaykarta : 2015.
Ristica, dkk. 2014. Prinsip Etika dan Moralitas dalam Pelayanan Kebidanan.
Yogyakarta : Deepublish.
Wahyuningsih, Heni Puji. 2008. Etika Profesi Kebidanan Yogyakarta : Katalog
Dalam Terbitan.

26

Anda mungkin juga menyukai