Anda di halaman 1dari 16

TEORI HUKUM UNTUK ANALISIS YURIDIS PELIMPAHAN WEWENANG

TERHADAP BIDAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 2019

TENTANG KEBIDANAN

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Ilmu Hukum

Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, S. H., L. L. M., Ph. D

Disusun oleh :

Fitri Setiawati, SST., M. Kes

NIM : 21040030

SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER TNI – AD


PROGRAM MAGISTER HUKUM KESEHATAN
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 3

1.1 Latar Belakang ........................................................... 3


1.2 Tujuan Penulisan ....................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 6

2.1 Teori Kewenangan ..................................................... 6

2.2 Teori Kepastian Hukum ............................................. 8

2.3 Teori Perlindungan Hukum ......................................... 10

BAB III KESIMPULAN ................................................................. 14

3.1 Kesimpulan ................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.1 Pasal 1 ayat (6)

Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyatakan

yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah : “Setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan

dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis

tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.2

Bidan merupakan salah satu tenaga profesi dalam bidang kesehatan.

Bidan dalam melakukan praktik kebidanan harus sesuai dengan standar.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dalam

pasal 58 ayat (1) huruf a menyebutkan bahwa : “Tenaga Kesehatan dalam

menjalankan praktik wajib memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional,

dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan

Kesehatan”.3 Adapun yang dimaksud dengan standar adalah pedoman yang

harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi.

1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H
2
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 ayat 6
3
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dalam pasal 58 ayat (1)

3
Selanjutnya pada pasal 65 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang

Tenaga Kesehatan juga menyebutkan tentang pelimpahan kewenangan bagi

tenaga kesehatan.4

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

2019 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan pasal 1 ayat (1)

menyatakan bahwa : “Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari

pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang- undangan”.5 Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang

diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya dengan

tujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak guna tercapainya keluarga

yang berkualitas, bahagia, dan sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan

adalah individu, keluarga, dan masyarakat, yang meliputi upaya peningkatan,

pencegahan, penyembuhan serta pemulihan.

Penyelenggaraan praktik bidan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 pasal 22 menyatakan tentang

pelimpahan kewenangan berupa mandat yang diberikan oleh dokter, dan pada

pasal 27 ayat (4) menyatakan bahwa : “Tindakan pelayanan kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab dokter pemberi

mandat, sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang

diberikan”.6 Tindakan medis yang dilakukan oleh bidan hanya atas dasar instruksi

baik lisan maupun tertulis di catatan rekam medis pasien, sering menimbulkan

4
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 pasal 65
5
Permenkes RI Nomor 4 Tahun 2019
6
Permenkes RI Nomor 28 Tahun 2017 pasal 22

4
komplain dari pasien atau keluarganya, sedangkan bidan dalam melaksanakan

pelayanan kebidanan di pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kewenangan

yang dimilikinya. Pelimpahan wewenang secara delegatif yang diberikan oleh

dokter kepada bidan, secara jelas belum diatur. Walaupun, dalam peraturannya

menyebutkan tentang pelimpahan wewenang secara mandate oleh dokter

kepada bidan, namun secara jelas belum mengatur tentang jenis tindakan apa

yang dilimpahkan, misalkan tindakan yang dapat dilimpahkan secara delegatif

ataukah secara mandat.7

Dalam hal ini fokus kajian yang menjadi persoalan menyangkut

pertanyaan yaitu bagaimanakah bentuk perlindungan hukum profesi bidan

sehubungan dengan adanya pelimpahan wewenang dalam melaksanakan

tindakan medis. Hal ini sangat beralasan mengingat ketentuan hukum yang

berlaku harus diperhatikan oleh para pihak yang terlibat didalam pelayanan

kesehatan untuk membangun derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar kita bisa mengkaji dan

menganalisa kekuatan mengikat dari pelimpahan wewenang yang diberikan

pada bidan dan bagaimana dampak yuridisnya.

7
Undang-undang no 4 tahun 2019 tentang kebidanan

5
BAB II

PEMBAHASAN

Tenaga kesehatan merupakan komponen utama pemberi pelayanan

kesehatan kepada masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan

kesehatan yang sesuai dengan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh

konstitusi. Selaku komponen utama pemberi pelayanan kesehatan tentunya

keberadaan, peran dan tanggung jawab tenaga kesehatan sangatlah penting

dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta terlindungi baik bagi tenaga

kesehatan itu sendiri maupun bagi masyarakat yang menerima pelayanan

kesehatan tersebut tentu perlu pengaturan yang dituangkan dalam bentuk

peraturan perundang-undangan. Dalam praktek bidan, kewenangan yang dimiliki

dalam memberikan pelayanan kesehatannya terdiri dari pelayanan kesehatan

ibu, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan

dan keluarga berencana. Seorang bidan dalam menjalankan kewenangan harus

sesuai standar profesi peraturan perundang-undangan, memiliki keterampilan

dan kemampuan untuk melakukan tindakan yang dilakukan dan mengutamakan

kesehatan ibu dan bayi atau janin.

2.1 Teori Kewenangan

Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)

adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan

tanggung jawab kepada orang lain.8 Kewenangan memiliki arti yang lebih

luas, tidak hanya melakukan praktek kekuasaan, tetapi kewenangan juga

8
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Diakses pada : https://kbbi.web.id/kewengan. Diakses pada 11
Juli 2022

6
diartikan dalam konteks menerapkan dan menegakan hukum, adanya

ketaatan yang pasti, mengandung perintah, memutuskan, adanya

pengawasan yuridiksi bahkan kewenangan dikaitkan dengan kewibawaan,

kharisma bahkan kekuatan fisik yang memungkinkan hubungan-hubungan

sosial dalam logika arus kuat dan lemah. Namun ada perbedaan antara

pengertian kewenangan dengan wewenang. Kewenangan (autority gezag)

adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari

kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang. Sedangkan pengertian dari

wewenang (competence bevoegheid) hanya mengenai suatu ”onderdeel”

(bagian) tertentu saja dari kewenangan.9’10

Konsep kewenangan diawali dari ciri khas suatu negara yaitu adanya

kekuasaan yang memiliki kewenangan. Kekuasaan terbentuk karena adanya

hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain

yang diperintah (the rule and the ruled). Kekuasaan merupakan inti dari

penyelenggaraan Negara agar Negara dalam keadaan bergerak (de staat in

beweging) sehingga negara itu dapat berkiprah, bekerja, berkapasitas,

berprestasi, dan berkinerja melayani warganya. Oleh karena itu Negara

harus diberi kekuasaan. Pengertian Kekuasaan menurut Miriam Budiardjo

adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk

mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa

sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau

Negara.11 Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe

9
Ateng Syafrudin. 2000. Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggungjawab.
Jurnal Pro Justisia Edisi IV. Universitas Parahyangan, Bandung. hlm.22
10
Stajipto Rahardjo. 2002. Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Genta, Yogyakarta,
Cetakan IV, Edisi Revisi, hlm.18
11
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 35

7
voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat

keputusan pemerintah, tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan

tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.12

Dalam menjalankan organ pemerintah, ada kalanya tindakan tidak

didasarkan atas aturan yang ada, melainkan atas diskresi organ administrasi.

Pengertian kewenangan diskresioner yaitu adanya keleluasan bertindak

organ pemerintah atas dasar hukum dan atau kebijaksanaan. Dua aspek

pokok pada kewenangan diskresioner adalah; Pertama, kebebasan

menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam

peraturan dasar wewenangnya atau kebebasan menilai yang bersifat

obyektif. Kedua, kebebasan untuk menentukan sendiri dengan cara

bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki administrasi negara itu

dilaksanakan atau dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat

subyektif.13

2.2 Teori Kepastian Hukum

Kepastian merupakan perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau

ketetapan. Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman

kelakukan dan adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu

tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan

dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya. Kepastian hukum

12
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 35
13
Mohammad Yuhdi. Peranan Diskresi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan. Likhitaprajna. Jurnal Ilmiah.
Universitas Wisnuwardhana. ISSN: 1410-8771. Volume. 15, Nomor 1, Hal 69-83.

8
merupakan pertanyaan yang hanya bias dijawab secara normatif, bukan

sosiologi.14

Menurut Kelsen, hukum merupakan sebuah sistem norma. Norma

merupakan pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das

sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus

dilakukan. Norma-norma merupakan produk dan aksi manusia yang

deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum

menjadi pedoman terhadap individu bertingkah laku dalam bermasyarakat,

baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya

dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan terhadap masyarakat

dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya

aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.15

Kepastian hukum secara normatif merupakan ketika suatu peraturan

dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan

logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan

logis. Jelas dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain

sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian

hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten

dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-

keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar

tuntutan moral, melainkan secara factual mencirikan hukum. Suatu hukum

14
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hal. 59.
15
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta , 2008, hal. 158.

9
yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk.16

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang

didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang

cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri,

karena terhadap penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan

aturan. Terhadap penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar

menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan

oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang

bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa

hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan,

melainkan semata-mata untuk kepastian.17

Dalam hal ini, jika dikaitkan antara teori kepastian hukum dengan

perlindungan hukum bagi bidan dalam pemberian pelayanan kesehatan

adalah relevan, dimana bidan dalam melakukan suatu pelayanan kesehatan

harus memiliki kepastian hukum untuk mencegah permasalahan yang terjadi

di masyarakat, baik itu dari segi peraturan dan juga segi pelaksanaan

pemberian pelayanan sehingga akan menghasilkan suatu kepastian dalam

pemberian pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan pada

masyarakat/ kliennya.

2.3 Teori Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula

dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum

16
Christine, S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, Kamus Istilah Hukum, Jakarta,
2009, hal. 385
17
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Toko Gunung Agung,
Jakarta, 2002, hal. 82-83

10
alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles

(murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam

menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal

dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para

penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan

dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang

diwujudkan melalui hukum dan moral.18

Fitzgerald menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond bahwa

hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai

kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,

perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan

cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum

adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki

otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur

dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni

perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan

hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan

kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara

anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah

yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat19

Perlindungan hukum merupakan tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa

yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan

18
Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2000, hal 53
19
Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2000, hal 53

11
ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati

martabatnya sebagai manusia.20 Berikut merupakan pengertian mengenai

perlindungan hukum dari pendapat para ahli, yakni sebagai berikut:

a. Menurut Muktie, A. Fadjar perlindungan hukum merupakan

penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan

oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait

pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki

oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan

sesame manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum

manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan

hukum.

b. Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum

merupakan perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan

terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum

berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan

c. Menurut CST Kansil perlindungan hukum merupakan berbagai upaya

hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk

memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari

ganguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

d. Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum

merupakan memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia

yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

20
Setiono, Rule Of Law (supremasi hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, 2004, hal.3.

12
masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum.

e. Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum merupakan sebagai

kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu

hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum

memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu

yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.

f. Menurut Muktie, A. Fadjar perlindungan hukum merupakan

penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan

oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait

pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki

oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan

sesame manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum

manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan

hukum.

Jika dikaitkan antara teori perlindungan hukum dengan konteks

perlindungan hukum bagi bidan dalam pemberian pelayanan

kesehatan adalah relevan, dimana bidan dalam melakukan suatu

pemberian pelayanan kesehatan harus mendapatkan sebuah

perlindungan hukum untuk mencegah permasalahan yang terjadi di

masyarakat, baik itu dari segi perlindungan hukum pada segi

peraturan dan juga segi pelaksanaan.

13
BAB III

KESIMPULAN

Pengertian kewenangan diskresioner yaitu adanya keleluasan

bertindak organ pemerintah atas dasar hukum dan atau kebijaksanaan.

Dalam hal ini, jika dikaitkan antara teori kepastian hukum dengan

perlindungan hukum bagi bidan dalam pemberian pelayanan kesehatan

adalah relevan, dimana bidan dalam melakukan suatu pelayanan kesehatan

harus memiliki kepastian hukum untuk mencegah permasalahan yang terjadi

di masyarakat, baik itu dari segi peraturan dan juga segi pelaksanaan

pemberian pelayanan sehingga akan menghasilkan suatu kepastian dalam

pemberian pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan pada

masyarakat/ kliennya. Antara teori perlindungan hukum dengan konteks

perlindungan hukum bagi bidan dalam pemberian pelayanan kesehatan

adalah relevan, dimana bidan dalam melakukan suatu pemberian pelayanan

kesehatan harus mendapatkan sebuah perlindungan hukum untuk

mencegah permasalahan yang terjadi di masyarakat, baik itu dari segi

perlindungan hukum pada segi peraturan dan juga segi pelaksanaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ateng Syafrudin. 2000. Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang

Bersih dan Bertanggungjawab. Jurnal Pro Justisia Edisi IV. Universitas

Parahyangan, Bandung. Hlm 22.

Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,

Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hal. 59.

Mahmud Marzuki, Peter. 2008. Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008,

hal. 158.

Christine, S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, 2009.

Kamus Istilah Hukum, Jakarta, hal. 385

Ali, Achmad . 2002. Menguak Tabir Hukum.(Suatu Kajian Filosofis dan

Sosiologis), Toko Gunung Agung, Jakarta, hal. 82-83

Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama. hlm. 35 .

Setiono, 2004. Rule Of Law (supremasi hukum), Magister Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Stajipto Rahardjo. 2002. Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan

Generasi. Genta, Yogyakarta, Cetakan IV, Edisi Revisi, hlm.18.

Mohammad Yuhdi. Peranan Diskresi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan.

Likhitaprajna. Jurnal Ilmiah. Universitas Wisnuwardhana. ISSN: 1410-

8771. Volume. 15, Nomor 1, Hal 69-83.

15
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Diakses pada :

https://kbbi.web.id/kewengan. Diakses pada 10 Juli 2022

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 Pasal 28H

Republik Indonesia, Pembukaan Undang–Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014

Tentang Tenaga Kesehatan

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik bidan.

Republik Indonesia, Undang-Undang no 4 tahun 2019 tentang Kebidanan

16

Anda mungkin juga menyukai