DISUSUN OLEH:
PUTRI REGINA
NUR AZIZAH
USWATUN HASANAH ATRY
WIWI WULANDARI
WIDYA ASTUTI
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Aspek Hukum dalam
makalah ini.
penyusunan makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang
telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga
kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat berguna serta bermanfaat
demi terciptanya ilmu dan pengetahuan mengenai aspek hukum yang terdapat dalam
keperawatan.
Penulis
Kelompok
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................
C. Tujuan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.........................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berdampak
besar terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawtan
yang dilaksanakan oleh tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya dapat
bekerja secara mandiri dan dapat pula bekerja sama dengan tim medis nya.
Tugas tenaga kesehatan berdasarkan ketentuan pasal 50 UU 1992 adalah
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang
keahliannya atau kewenangannya masing-masing. Agar tugas perawat terlaksana
dengan baik, pasal 3 PP 1996 menentukan setiap sikap tenaga kesehatan wajib
memilki keahlian dan keterampilan sesuai dengan jenis dan jenjang
pendidikannya yang dibuktikan dengan ijazah. Ketentuan pasal 53 ayat 2 UU
1992 dan pasal 21 ayat 1 PP 1992 tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas
diwajibkan untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan adalah tenaga profesi perawat. Perawat merupakan tenaga
profesional yang memiliki body of knowledge yang khusus dan spesifik dan dalam
menjalankan praktik profesinya memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat,
sehingga perawat juga sangat terikat oleh aturan hukum yang mengatur praktik
dalam keperawatan.
Aspek hukum praktik keperawatan merupakan perangkat hukum atau
aturan hukum yang secara khususmenetukan hal-hal yang seharusnya dilakukan
atau larangan perbuatan sesuatu bagi profesi perawat dalam menjalankan
profesinya. Aspek hukum yang terkait langsung dengan praktik keperawatan
diantaranya adalah UU 1992 tentang kesehatan, PP 1996 tentang tenga kesehatan,
Kep. Men. Kes 1239/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat, Keputusan
Direktur Jendral Pelayanan Medik No. Y. M. 00. 03. 26. 956 tentang hak dan
kewajiban perawat. Sampai saat ini profesi keperawatan di Indonesia belum
memiliki aturan hukum khusus tentang praktik perawat setingkat UU.
1
Pemahaman perawat tentang aspek hukum tersebut akan menuntun
perawat untuk melaksanakan praktiknya secara profesional, bertanggung jawab
dan tanggung jawab gugat. Kondisi tersebut nampaknya sesuai dengan pendapat
yang disampaikan oleh Green, yaitu perilaku seseorang dipengaruhi dan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, dan kepercayaannya. Dengan demikian faktor
pengetahuan akan sangat mempengaruhi perawat dalam pemenuhan hak-hak
pasien.
Pada perkembangannya dalam melayani pasien di rumah sakit, perawat
nampaknya belum begitu terpapar dengan pemahaman tentang aspek hukum
kesehatan khususnya yang menyangkut aturan hukum yang akan mengatur praktik
keperawtan. Kondisi tersebut bisa dilihat dari hasil penelitian Hariyati di rumah
sakit Bakti Yudha Depok, menyatakan bahwa 64,29% perawat yang disurvei
memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tentang aspek hukum praktik perawat.
Peningkatan kesadaran masyarakat guna untuk pelayan keperawatan yang
bermutu, mendorong profesi profesi perawat untuk lebih meningkatkan kualitas
pelayanannya. Perkembangan masyarakat terhadap pemahaman hukum harus
diikuti oleh pemahaman perawat terhadap konsekuensi hukum dari semua
tindakan keperawatan. Perawat harus menyadari perubahan yang terjadi pada
masyarakat saat ini terkait kesadaran akan hak-haknya. Perawat sebagai salah satu
anggota dari kesehatan yang harus mengantisipasi dirinya dengan meningkatkan
pemahaman dan kesadaran tentang aspek hukum yang berhubungan dengan jasa
pelayanan keperawatan, demikian juga kesadaran untuk melakukan tugas sesuai
dengan standar profesi.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.
2. Fungsi Hukum dalam Pelayanan Keperawatan.
3. Hubungan Hukum dengan Bidang Kesehatan.
4. Instrumen Normatif dalam Praktik Keperawatan.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan perawat yang
dilakukan konsisten dengan prinsip hukum.
2
2. Melindungi perawat dari liabilitas atau yang bisa disebut pelayanan yang harus
dilakukan pada masa datang pada pihak lain.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
etika dan standar profesinya. Profesi perawat memiliki kewajiban untuk mampu
memberikan jaminan pelayanan keperawatan yang profesional kepada masyarakat
umum. Kondisi demikian secara langsung akan menimbulkan adanya konsekuensi
hukum dalam praktik keperawatan. Sehingga dalam praktik profesinya dalam
melayani masyarakat perawat terikat oleh aturan hukum, etika dan moral.
Di Indonesia salah satu bentuk aturan yang menunjukkan adanya
hubungan hukum dengan perawat adalah UU No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa “Tenaga Kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.
Berdasarkan PP No. 32/1996 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) perawat diketagorikan
sebagai tenaga keperawatan.
Undang – undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, merupakan UU
yang memberikan kesempatan bagi perkembangan profesi keperawatan, dimana
dinyatakan standar praktik, hak-hak pasien kewenangan, maupun perlindungan
hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. UU No. 23 Tahun 1992
telah mengakui profesi keperawatan, namun dalam praktik profesinya, profesi
keperawatan harus berjuang untuk mendapat pengakuan dari profesi kesehatan
lain, dan juga dari masyarakat.
Profesi perawat dikatakan akuntabel secara hukum bila benar-benar
kompeten dan melaksanakan profesinya sesuai dengan etika dan standar
profesinya. Standar profesi memiliki tiga komponen utana yaitu standar
kompetensi, standar perilaku dan standar pelayanan. Tugas tenaga kesehatan yang
di dalamnya termasuk tugas perawat berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU No. 23
Tahun 1992 adalah menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai
dengan bidang keahlian dan kewenangan masing masing. Agar tugas
terlaksanakan dengan baik. Pasal 3 PP No. 32 Tahun 1996 menentukan “Setiap
tenaga kesehatan wajib memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan jenis
dan jenjang pendidikannya yang dibuktikan dengan ijazah”. Dengan demikian,
tugas dan kewenangan tenaga kesehatan/perawat akan ditentukan berdasarkan
ijazah yang dimilikinya.
5
Ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU No. 23 Tahun 1992 Pasal 21 ayat (1) PP
No. 32 tahun 1996 tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya diwajibkan
untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Standar profesi
merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam
menjalankan upaya pelayanan kesehatan, khususnya terkait dengan kebutuhan
pasien, kecakapan, dan kemampuan tenaga serta ketersediaan fasilitas dalam
sarana pelayanan kesehatan yang ada.
Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu, yaitu yang berhubungan langsung
dengan pasien, seperti dokter dan perawat berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1)
PP No. 32 Tahun 1996 dalam menjalankan tugas profesinya wajib untuk
menghormati hak pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan
pribadi pasien, memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan
tindakan yang akan dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan, dan membuat memelihara rekam medis. Pelaksanaan tugas tenaga
kesehatan sesuai dengan standar profesi sekaligus memberikan perlindungan
hukum bagi tenaga kesehatan maupun pasien, sebagaimana ketentuan pada pasal
53 ayat (1) UU No. 23 Tahum 1992 Pasal 24 ayat (1) PP No. 32 tahun 1996.
Perlindungan hukum bagi pasien di atur dalam Pasal 55 ayat (1) No.23
tahun 1992. “Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan”, sedangkan perlindungan hukum bagi
tenaga kesehatan diatur dalam pasal 23 aya (1) PP No. 32 tahun 1996 yang
menentukan pemberian perlindungan bagi hukum bagi tenaga kesehatan yang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesinya. Dengan kata lain, pasien
yang gagal untuk sembuh tidak berhak atas ganti rugi, sepanjang pelayanan
kesehatanyang dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat sudah
dilakukan sesuai dengan standar profesinya atau tenaga kesehatan yang sudah
menjalankan tugasnya sesuai standar profesinya tidak dapat digugat oleh pasien
atas kegagalan upaya pelayanan kesehatan yang dilakukannya.
Hubungan hukum antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan di
rumah sakit dalam upaya mencari kesembuhan, dikontruksikan dalam hubungan
perikatan dalam upaya pelayanan kesehatan rumah sakit khususnya yang
menyangkut perawat, yaitu:
6
1. Hubungan antara rumah sakit dengan perawat di atur oleh perjanjian kerja
dalam Pasal 1601 KUH Perdata bagi rumah sakit swasta, sedangkan bagi
perawat yang bekerja di rumah sakit pemerintah tunduk pada ketentuan hukum
kepagaiwaian. Berdasarkan Pasal 1601 KUH Perdata hubungan perawat
dengan rumah sakit termasuk dalam perjanjian perburuhan, yaitu persetujuan
berdasarkan syarat tertentu pihak yang satu, dalam hal ini perawat, mengikat
dirinya untuk di bawah perintah pihak lain, rumah sakit, untuk suatu waktu
tertentu melakukan pekerjan dengan menerima upah. Aspek keahlian dan
keterampilan yang dimiliki oleh perawat niscaya menentukan macam dan
lingkup tugas yang akan di berikan kepada perawat. Dalam melaksanakan
tugasnya, perawat diikat oleh standar pelayanan keperwatan dan kode etik
keperawatan.
2. Hubungan antara dokter dengan perawat, dalam satu tindakan medik tertentu
dokter memerlukan bantuan perawat. Perawat dalam tindakan medis hanya
sebatas membantu dokter, karana nya yang dilakukan sesuai order dan
petunjuk dokter. Perawat tidak bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
kesalahn tindakan medis yang dilakukan oleh dokter.
Dalam melaksanakan intervensi keperawatan selain bertanggung jawab
kode etik keperawatan, perawat harus memperhatikan hal-hal penting yang dapat
melindungi perawat secara hukum, mengatakan bahwa dalam melaksanakan tugas
perawat harus mengetahui pembagian tugas mereka. Perawat harus bekerja sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan di tempat kerja. Dalam
melaksanakan tugasnya perawat harus melakukan sesuai prosedur yang tepat.
Dokumen semuan proses keperawatan yang diberikan dengan cepat dan akurat.
Pencatatan harus menunjukan bahwa perawat melakukan tindakan tersebut dan
melakukan supervisi pasien setiap hari.
Dalam melakukan tindakan-tindakan keperawatan perawat harus
menerapkan informed consent, sabagai bagian dari pertimbangan aspek hukum.
Perawat juga harus mencatat kecelakaan yang terjadi pada pasien, catatan ini
segara dibuat untuk memudahkan analisa sebab kecelakaan dan mencegah
pengulangan kemabali. Dalam melaksanakan tugasnya perawat harus
mempertahankan hubungan saling percaya yang baik dengan pasien. Pasien harus
7
mengetahui tentang diagnosa an rencana tindakan, serta perkembangan keadaan
pasien.
Beberapa masalah hukum yang sering terjadi di keperawatan adalah
kecerobohan Tort yaitu kesalahan yang melanggar seseorang atau
kepunyaan/harta benda seseorang. Tort dapat disengaja atau tidak di sengaja.
1. Tort yang di sengaja : menipu, melanggar privasy pasien, memuat dokumentasi
yang salah, tidak menerapkan informed consent, menyentuh pasien tanpa ijin.
2. Tort yang tidak disengaja, yaitu:
a. Kelalaian (Negligence) adalah melakukan sesuatu yang oleh orang dengan
klasifikasi yang sama dapat dilakukan dalam situasi yang sama. Kelalaian
sering terjadi karena kegagalan dalam menerapkan pengetahuan dalam
praktik yang lain disebabkan karena kurang pengetahuan.
b. Malpraktik yaitu kelalaian yang dilakukan oleh tenaga profesional yang
menyebabkan kerusakan, cidera atau kematian. Kegagalan ini dalam
melaksanakan suatu fungsi tertentu yang berkaitan dengan peran dalam
memberikan asuhan keperawatam.
Dalam perjuangan memajukan perawat di Indonesia, profesi perawat
mempunyai organisasi profesi perawat yaitu Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI). Melalui PPNI profesi perawat berjuang untuk meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan kepada masyarakat PPNI telah berhasil
memperjuangkan legislasi dalam keperawatan. Yang terdiri dari dua kompenen
yaitu registrasi dan lisensi keperawatan. Registrasi adalah upaya untuk menjamin
tingkat kemampuan tenaga keperawatan untuk dapat memberikan pelayanan yang
memenuhi standar profesi. Lisensi adalah pemberian ijin melaksanakan
keperawatan sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan.
Aturan yang berhasil diperjuangkan oleh PPNI adalah Keputusan Menteri
Penyalahgunaan Aparatur Negara No. 94/KEP/M.PAN/II/2001 tentang Jabatan
Fungsional Perawat dan Angka Kredit Seorang Perawat dan Keputusan Menteri
KesehatanNo. 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 14 PPNI saat ini sedang
memperpanjang adalah mengembangkan peraturan atas dasar hukum yang
8
berfungsi melindungi masyarakat dan profesi keperawatan dari pihak yang tidak
bermutu. Legislasi keperawatan juga diharapkan menjadi dasar bagi keperawatan
untuk terlibat dalam penyusunan perundangan-undangan yang mempunyai kaitan
dengan keperawatan, seperti bidang pendidikan, kesejahteraan, ketenagakerjaan.
Pada akhirnya nanti, perawat yang tidak diperkenankan untuk menjalankan
praktik keperawatan. (Astuti.W, 1996)
9
pelaksanaan profesi keperawatan meliputi : terapi harus dilakukan dengan
teliti; harus sesuai dengan ukuran ilmu pengetahuan keperawatan; sesuai
dengan kemampuan rata-rata yang dimiliki oleh perawat dengan kategori
keperawatan yang sama; dengan sarana dan upaya yang wajar sesuai dengan
tujuan kongkret upaya pelayanan yang dilakukan. Dengan demikian, Jurnal
Kesehatan Kartika Stikes A.Yani 15 manakala perawat telah berupaya dengan
sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuannya dengan pengalaman rata-rata
seorang perawat dengan kualifikasi yang sama, maka dia telah bekerja dengan
memenuhi standar profesi.
3. Standar Asuhan Keperawatan
Pelayanan keperawatan dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit
merupakam faktor penentu citra dan mutu rumah sakit. Di samping itu,
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan perawatan yang bermutu semakin
meningkat seiring dengan meningkatnyakesadaran akan hak dan kewajiban
dalam masyarakat.
4. Kode Etik Keperawatan
Kode Etik Keperawatan Indonesia terdapat dalam Keputusan Musyawarah
Nasional Indonesia No. 09/MUNAS IV/PPNI/1989 tentang pemberlakuan
Kode Etik Keperawatan Indonesia (Kode etik dapat ditinjau dari empat segi,
yaitu segi arti,fungsi,isi dan bentuk. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A.Yani
16, yaitu:
a. Arti kode etik atau etika adalah pedoman perilaku bagi pengembangan
profesi. Kode etik profesi merupakan sekumpulan norma yang ditetapkan
dan diterima oleh kelompok profesi yang mengarahkan atau memberi
petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat menjalankan
profesinya dan sekaligus menjamin mutu moral profesi tersebut dimata
masyarakat. Berkait dengan profesi, etika erat hubungannya dengan perilaku
yang berisikan hak dan kewajiban berdasarkan pada perasaan moral dan
perilaku yang sesuai dan/atau mendukung standar proofesi.
b. Fungsi kode etik adalah sebagai pedoman perilaku bagi para pengemban
profesi, dalam hal ini perawat, sebagai tenaga kesehatan dalam upaya
pelayanan kesehatan. Kode etik merupakan norma etik yang mencerminkan
10
nilai dan pandangan hidupyang dianut oleh kalangan profesiyang
bersangkutan. Kode etik merupakan norma etik yang dapat berfungsi
sebagai sarana kontrol sosial, sebagai pencegah campur tangan pihak lain,
sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik. Kode etik memuat hak dan
kewajiban profesional anggotanya sehingga setiap anggola profesi dapat
mengawasi apakah kewajiban profesi telah profesionalnya, kode etik telah
menentukan standarnya sehingga masyarakat dan pemerintah tidak perlu
campur tangan dalam hal ini. Kode etik sekaligus mencegah
kesalahpahaman dan konflik karena merupakan kristalisasi perilaku yang
dianggap benar menurut pendapat umum dan berdasarkan pertimbangan dan
kepentingan profesi.
c. Isi Kode Etik. Kode etik berisi prinsip-prinsip etik yang dianut oleh profesi
tertentu. Prinsip-prisip etik yang terpenting dalam upaya pelayanan
kesehatan adalah prinsip otonomi yang berkaitan dengan prinsip veracity,
nonmaleficence, benefincence, convidentiality, dan justice. Otonomi
merupakan bentuk kebebasan seseorang untuk bertindak berdasarkan
rencana untuk bertindak berdasarkan rencana yang telah ditentukannya
sendiri. Di dalam prinsip ini setidaknya terkandung tiga elemen yaitu
kebebasan untuk memutuskan, kebebasan untuk bertindak, kebebasan untuk
mengakui dan menghargai martabat dan otonomi pihak lain. Prinsip
veracity mewajibkan kedua belah pihak, perawat dan pasien, untuk
menyatakan yang sebenarnya tentang kondisi pasien dan pengobatannya
yang dilakukan. Prinsip nonmaleficence berarti bahwa perawat dalam
memberikan upaya pelayanan kesehatan senantiasa dengan niat untuk
membantu pasien mengatasi kesehatannya. Berdasarkan prinsip beneficence,
perawat memberikan upaya pelayanan kesehatan dengan menghargai
otonomi pasien. Hal ini dilakukan sesuai dengan kemampuan dan
keahliannya. Prinsip confidentiality berarti bahwa perawat wajib Jurnal
Kesehatan Kartika Stikes A.Yani 17 merahasiakan segala sesuatu yang telah
dipercayakan pasien kepadanya, yaitu berupa informasi mengenai
penyakitnya dan tindakannya yang telah , sedang, dan akan dilakukan,
kecuali jika pasien mengijinkan atas perintah undang-undang untuk
11
kepentingan pembuktian dalam persidangan. Prinsip justice berarti bahwa
setiap orang berhak atas perlakuan yang sama dalam upaya pelayanan
kesehatan tanpa mempertimbangkan suku, agama, ras, golongan, dan
kedudukan sosial ekonomi. Idealnya perbedaan yang mungkin adalah hal
pengobatan dan atau perawatan.
12
bukan PNS, kecuali apabila perawat tersebut bekerja pada sarana pelayanan
kesehatan yang memberlakukan aturan bagi perawat yang mengacu pada
Kepmenpad 94/2001.
Bagi rumah sakit swasta, pemberian layanan kesehatan mengikuti standar yang
ditentukan oleh pemerintah,sedangkan pembinaan kepegawaian,termasuk
perawat,dapat saja merupakan otoritas rumah sakit karena bersifat intern,hanya
saja pengaturan yang ditetapkan dan diberlakukan oleh pemilik dan/atau
pengelolah rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan norma hukum,norma
agama,noema susila,dan norma sopan santun yang berlaku dalam
masyarakat,termasuk peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah.
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/X1/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Keperawatan
Keputusan menteri kesehatan nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 (selanjutnya
disebut Kepmenkes 1239/2001) berlaku bagi seluruh perawat di indonesia.
Kepmenkes 1239/2001 aspek legal atau berisi ketentuan prosedur registrasi
yang harus dilakukan oleh perawat, baik yang akan melakukan praktik perawat
perorangan / kelompok maupun yang tidak berprakti (bekerja di sarana
pelayanan kesehatan, dengan berstatus sebagai pegawai). Perawat yang
bermaksud untuk menjalankan praktik keperawatan baik perrorangan maupun
kelompok, harus mengakjukan permohonan kepada pejabat berwenang,yang
dalam hal ini adallah kepala dinas kesehatan kabupaten/kota,denbgan
memenuhi syarat syarat yang ditentukan.
Permohonan tersebut diterima atau ditolak harus disampaikan oleh pejabat
berwenang kepada pemohon selambatnya satu bulan sejak permoonan
diterima.permohonan yang diterima harus segera diikuti dengan pemberian
surat ijin praktik keperawatan,sedangkan permohonan yang ditolak pejabat
yang berwenang haru memberikan alasan penolakan, kewenangan pembinaan
dan pengawasa terhadap praktik keperawatan dan pekerjaan keperawatan
berada pada organisasi profesi,kepala dinas kesehatan kabupaten/kota,dan
majelis disiplin atau majelis pembinaan dan ppengawasan etika pelayanan
medis.
13
Pedoman lebih lanjut bagi perawat untuk menerapkan kompetensi
keperawatannya berdasarkan Kepmenkes 1239/2001, Direktorat jenderal
pelayanan medik, direktorat pelayanan keperawatan, departemen kesehatan
mengeluarkan petunjuk pelaksanaan keputusan menteri kesehatan nomor
1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat. dalam jutlak
tersebut di tentukan tindakan-tindakan yang harus dan boleh dilakukan oleh
perawat dalam memberikan pelayanaan keperawatan dan pelayanaan
kesehatan,baik perawat yang mejalankan tugasnya pada sarana pelayanan
kesehatan maupun perawat yang melakukan praktik keperawatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mencapai tujuan nasional, diselenggarakan upaya untuk
membangun peran perawat berkesinambungan merupakan suatu rangkaian yang
menyeluruh terarah dan terpadu. Termasuk diantaranya pembangunan kesehatan
secara umum dan menyediakan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Pelayanan kesehatan di Indonesia bersifat komprehensif dan struktural
karena disusun oleh beberapa aspek hukum. Aspek-aspek hukum terkait
pelayanan kesehatan antara lain : Aspek hukum tata negara, Aspek hukum
lingkungan, Aspek hukum administrasi, Aspek hukum perdata, Aspek hukum
disiplin, dan Aspek hukum pidana.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan atau yang berwewenang diharapkan dapat
menjalankan tugasnya lebih hati-hati dan mematuhi etika atau standar profesinya.
Selain itu, penyuluhan hukum pun perlu diikuti supaya lebih memahami dan
mengerti hukum. Peran lembaga pengawasan terhadap pelanggaran kode etik
perlu ditingkatkan dan diharapkan bertindak secara objektif.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, T. D. dan Catalon, J. T. (1994). Legal Ethical and Political Issues in Nursing.
Philadeplphia: F. A. Davis company
Hariyati, Rr. T. S. (1999). Hubungan antara pengetahuan aspek hokum dari perawat
,dan karakteristik perawat dengan kualitas pendokumentasian asuhan
keperawatan.
15