Anda di halaman 1dari 15

“HUBUNGAN HUKUM PELAYANAN KESEHATAN DENGAN PASIEN’’

Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai Mata Kuliah Hukum Kesehatan
Dosen Pengampu : DR. Maryati Sutarno, SPd, SST, MARS

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

1. ENY SUSANTI 210605022


2. FIRDA WIDIANA 210605026
3. GINA DWIYANTI FARIDAH 210605028
4. LINA ROSLINA 210605044
5. NURMALA 210605065
6. YUSNIAR 210605111
7. SUSILAWATI 210605238

STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA


PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
TAHUN
2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah untuk mata kuliah Hukum Kesehatan dengan judul
“Hubungan Hukum Pelayanan Kesehatan Dengan Pasien“
Adapun dalam pembuatan makalah ini penulis berusaha semaksimal mungkin
dan dengan bantuan berbagai pihak dan berbagai sumber untuk dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak dan sumber yang telah membantu penulis dalam
pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari makalah ini masih
terdapat kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran  yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dari makalah tentang pelayanan
kesehatan pada remaja ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inpirasi bagi pembaca.

Karawang, September 2022


Salam Hormat,

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….. 3
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penulisan……………………………………... 3
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………… 4
2.1 Definisi…..………………………………………………………………. 4
2.2 Hubungan Hukum Pelayanan Kesehatan dengan Pasien..……. 6
BAB III PENUTUP………………..……………………………………………. 10
3.1 Simpulan……….……………………………………………………….. 10
3.2 Saran…………………………………………………………………….. 11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu unsur terpenting dari perkembangan suatu negara adalah
index kesehatan warga negaranya yang baik, untuk itu setiap negara harus
memiliki sistem pengaturan pelaksanaan bidang kesehatan tersebut agar tujuan
menyehatkan masyarakat tercapai. Sistem pengaturan tersebut dituangkan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang nantinya dapat dijadikan
sebagai pedoman yuridis dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada warga
negara. Untuk itu pemahaman tentang hukum kesehatan sangat penting tidak
hanya bagi profesi tenaga kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen
pelayanan kesehatan tetapi juga bagi pihak akademisi dan praktisi hukum.
Pemahaman hukum kesehatan sangat penting untuk diketahui agar dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur yang telah buat oleh
pihak tenaga kesehatan dan apabila terdapat kesalahan dalam pelayanan
kesehatan (malpraktek medis) dapat diselesaikan dengan pengetahuan hukum
kesehatan tersebut.
Kesehatan merupakan anugerah yang diberikan pencipta kepada setiap
manusia untuk dijaga, karena dengan adanya anugerah kesehatan tersebut
semua manusia dapat melakukan aktifitas dengan baik dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Namun tidak semua manusia dapat menjaga dan
memelihara kesehatannya dengan baik, sehingga adakalanya manusia
mengalami sakit yang membutuhkan perawatan medis untuk dipulihkan
kesehatannya. Dalam hal memperoleh pelayanan kesehatan dari tenaga ahli
kesehatan adakalanya hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang
diharapakan, baik itu karena kondisi manusianya yang tidak baik atau prosedur
penangan pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan prosedur yang
seharusnya. Permasalahan ini sering menjadi permasalahan dalam ranah hukum
apabila pihak yang dirawat tidak menerima hasil dari pelayanan kesehatan
tersebut. Untuk itulah dibutuhkan sebuah pengaturan dalam menyelesaikan
masalah pelayanan kesehatan agar mendapatkan kepastian hukum yang jelas.

1
Hukum menurut artinya dapat diartikan dalam tiga hal, yaitu adil, peraturan
perundang-undangan, dan hak. Hukum dalam arti yang pertama dan ketiga
biasanya disebut sebagai hukum subjektif, sedang hukum dalam arti yang kedua
disebut sebagai hukum objektif. Hukum dalam arti yang kedua inilah yang akan
dibahas berkaitan dengan tujuannya untuk mencapai suatu kehidupan dalam
masyarakat yang tenteram dan sejahtera.
Masyarakat semakin menyadari hak-haknya sebagai konsumen
kesehatan. Seringkali mereka mempertanyakan tentang penyakit, pemeriksaan,
pengobatan, serta tindakan yang akan diambil berkenaan dengan penyakitnya.
Hak-hak konsumen kesehatan masih cenderung sering dikalahkan oleh
kekuasaan pemberi pelayanan kesehatan, kekalahan tersebut bisa berupa
kerugian moral dan material yang cukup besar Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
mempunyai 2 sasaran pokok, yaitu memberdayakan konsumen dalam
hubungannya dengan pelaku usaha (publik atau privat) barang dan atau jasa;
mengembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab lalu
pertanyaannya, apakah pasien dapat disebut sebagai konsumen, dan pemberi
pelayanan kesehatan (dokter) sebagai pelaku usaha.
Pengertian konsumen dan pelaku usaha berdasarkan UUPK yaitu,
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, sedangkan produk
berupa barang, misalnya, obat-obatan, suplemen makanan, alat kesehatan, dan
produk berupa jasa, misalnya: jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
dokter, dokter gigi, jasa asuransi kesehatan Untuk mengetahui, apakah profesi
pemberi pelayanan kesehatan (dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya)
merupakan pelaku usaha atau bukan maka kita harus melihat Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Hak-hak pasien
harus dipenuhi mengingat kepuasan pasien menjadi salah satu barometer mutu
layanan sedangkan ketidakpuasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan
hukum.

2
Kesehatan menjadi kebutuhan dasar masyarakat, baik masyarakat
sebagai kumpulan individu, maupun lingkungan tempat individu-individu tersebut
tinggal dan berdiam. Sebegitu pentingnya arti kesehatan, sehingga kesehatan
dimasukkan sebagai salah satu hak yang paling mendasar bagi manusia dan
dimasukkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Undang-undang Dasar Negara Kesatuan RI Tahun 1945 misalnya,
menegaskan pada Pasal 28 H ayat (1) bahwa “setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”. Lahirnya hak untuk memperoleh “pelayanan kesehatan”
dapat dipastikan berasal dari adanya hak sehat itu sendiri. Termasuk untuk
menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai yang tercantum di
dalam UU. No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Pasal 65 ayat (1) undang undang ini menegaskan bahwa
lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan bagian dari Hak Asasi
Manusia (HAM).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
akan dikaji dalam penulisan ini adalah:
1. Apkah definisi dari hukum, pelayanan kesehatan, dan pasien?
2. Bagaimana hubungan hukum pelayanan kesehatan dengan pasien?

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penulisan


Tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi dari hukum, pelayanan kesehatan, dan pasien.
2. Untuk mengetahui hubungan hukum pelayanan kesehatan dengan pasien.

Sedangkan manfaat penulisan ini yang diharapkan adalah:


1. Menambah ilmu pengetahuan pembaca tentang hukum dan pelayanan
kesehatan dengan pasien.
2. Menjadi masukan bagi penulis lainnya dalam penyusunan penelitian lainnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kata hukum berasal dari bahasa Arab hukum yang berarti putusan,
ketetapan, perintah, pemerintahan, kekuasaan, dan hukuman. Hukum adalah
kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi . Hukum ialah
sesuatu yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia merujuk pada sistem
yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan penegakan
hukum oleh kelembagaan penegak hukum karena segala kehidupan manusia
dibatasi oleh hukum.
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,
keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.
Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh
pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan
atau ketetapan/ ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk
mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang
melanggar hukum.
Menurut Thomas Hobbes adalah filsuf asal Inggris yang beranggapan
bahwa hukum adalah suatu aturan yang menguasai kehidupan masyarakat baik
secara paksa atau memerintah dan dibuat oleh pihak-pihak yang berkuasa
dalam lingkungan masyarakat tersebut.
Hukum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Hukum berdasarkan Bentuknya: Hukum tertulis dan Hukum tidak tertulis.
2. Hukum berdasarkan Wilayah berlakunya: Hukum lokal, Hukum nasional dan
Hukum internasional.
3. Hukum berdasarkan Fungsinya: Hukum materil dan Hukum formal.
4. Hukum berdasarkan Waktunya: Ius Constitutum, Ius Constituendum,
Lex naturalis/ Hukum Alam.
5. Hukum Berdasarkan Isinya: Hukum Publik, Hukum Antar waktu dan

4
Hukum Private. Hukum Publik sendiri dibagi menjadi Hukum Tata Negara,
Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana dan Hukum Acara. Sedangkan
Hukum Privat dibagi menjadi Hukum Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum
Kekayaan, dan Hukum Waris.
6. Hukum  Berdasarkan Pribadi: Hukum satu golongan, Hukum semua golongan
dan Hukum Antar golongan.
7. Hukum Berdasarkan Wujudnya: Hukum Obyektif dan Hukum Subyektif.
8. Hukum Berdasarkan Sifatnya: Hukum yang memaksa dan Hukum yang
mengatur.

Pelayanan kesehatan atau perawatan kesehatan (bahasa Inggris: health


care) adalah pemeliharaan atau peningkatan status kesehatan melalui usaha-
usaha pencegahan, diagnosis, terapi, pemulihan, atau penyembuhan
penyakit, cedera, serta gangguan fisik dan mental lainnya. Pelayanan kesehatan
diberikan secara profesional oleh tenaga kesehatan dan tenaga pendukung
kesehatan, misalnya dokter, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, beserta
asisten-asistennya. Kegiatan pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas
kesehatan primer, sekunder, tersier, serta mencakup kesehatan masyarakat.
Jenis pelayanan kesehatan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan
kedokteran meliputi semua jenis pelayanan yang memiliki pengorganisasian
yang bersifat mandiri maupun pengorganisasian yang bersifat kerja sama.
Pelayanan kedokteran utamanya bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan
memilihkan kesehatan. Sasaran pasien yang diutamakan adalah perseorangan
dan keluarga. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat memiliki
pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi.
Tujuan pelayanan kesehatan masyarakat utamanya untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dalam lingkup kelompok dan
masyarakat.
Pelayanan pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kegiatan yang
pelaksanaannya sebahagian besar diselenggarakan oleh pemerintah dalam
bentuk barang maupun jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai bentuk kegiatan yang

5
dilaksanakan oleh pemerintah, maka pelayanan kesehatan termasuk ke dalam
pelayanan publik. Pelayanan publik itu sendiri merupakan segala bentuk
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (KEMENPAN No. 63/ KEP/ M.PAN/
7/ 2003).
Terlepas dari pengertian tersebut di atas, Pelayanan kesehatan menurut
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 seperti dalam penjelasannya adalah,
bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan baik itu perseorangan maupun
masyarakat sangat dijamin dalam UU tersebut, dalam beberapa pasal sangat
jelas ditegaskan bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka
pemerintah mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam
upaya mencapai Indonesia yang sehat.
Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan medis.
Sering kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan
bantuan dokter untuk memulihkannya. Kata pasien dari bahasa
Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa Inggris yang artinya sabar.
Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan arti
dengan kata kerja pati yang artinya "menderita".

2.2 Hubungan Hukum Pelayanan Kesehatan dengan Pasien


Hubungan hukum antara pelayanan kesehatan/ penyedia pelayanan
kesehatan (dokter, bidan, dll) dengan pasien telah terjadi sebagai seorang yang
memberikan pengobatan terhadap orang yang membutuhkannya. Hubungan ini
merupakan hubungan yang sangat pribadi karena didasarkan atas kepercayaan
dari pasien terhadap pelayanan kesehatan/ penyedia pelayanan kesehatan yang
disebut dengan transaksi terapeutik. Transaksi terapeutik adalah perjanjian
antara pelayanan kesehatan/ penyedia pelayanan kesehatan dan pasien berupa
hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban kedua belah Pihak. Objek
dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk menyembukan pasien.
Hubungan hukum antara pelayanan kesehatan/ penyedia pelayanan
kesehatan dengan pasien ini berawal dari pola hubungan vertikal paternalistik
seperti antara bapak dengan anak yang bertolak dari prinsip “father knows best”

6
yang melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik. Hubungan hukum timbul
bila pasien menghubungi pelayanan kesehatan/ penyedia pelayanan kesehatan,
karena ia merasa ada sesuatu yang dirasakannya membahayakan
kesehatannya. Keadaan psikobiologisnya memberikan peringatan bahwa ia
merasa sakit, dan dalam hal ini pelayanan kesehatan/ penyedia pelayanan
kesehatan yang dianggapnya mampu menolongnya dan memberikan bantuan
pertolongan. Jadi, kedudukan pelayanan kesehatan/ penyedia pelayanan
kesehatan dianggap lebih tinggi oleh pasien dan peranannya lebih penting
daripada pasien.
Dokter sebagai tenaga professional penyedia pelayanan kesehatan yang
bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap
pasien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada niat baik
yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang
dilandasi dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar profesinya
untuk menyembuhkan atau menolong pasien.
Dokter sebagai tenaga professional penyedia pelayanan kesehatan
sebenarnya harus melakukan prestasi menyembuhkan pasien dari penyakitnya.
Tetapi penyembuhan itu tidak pasti selalu dapat dilakukan sehingga seorang
dokter hanya mengikatkan dirinya. untuk memberikan bantuan sedapat-
dapatnya, sesuai dengan ilmu dan ketrampilan yang dikuasainya. Artinya, dia
berjanji akan berdaya upaya sekuat-kuatnya untuk menyembuhkan pasien.
Tanggung Jawab Perdata Dokter Karena Perbuatan Melanggar Hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Adanya tindakan
atau perbuatan Unsur-unsur yang tersimpul dari perumusan Pasal 1365 adalah:
1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrecht matigedaad)
2. Pelakunya mempunyai unsur salah
3. Tindakan atau perbuatan itu menimbulkan kerugian

Berdasarkan Pasal 1366 KUH Perdata, seorang dokter selain dapat


dituntut atas dasar wanprestasi dan melanggar hukum seperti tersebut di atas,
dapat pula dituntut atas dasar lalai, sehingga menimbulkan kerugian. Gugatan
atas dasar kelalaian ini diatur dalam Pasal 1366 KUH Perdata, menyatakan :
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

7
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya”.

Berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata, apabila kita simpulkan maka dari
segi hukum perdata, tanggung jawab tersebut dapat mengandung beberapa
aspek yaitu dapat ditimbulkan karena “wanprestasi” (tidak memenuhi prestasi),
karena perbuatan melanggar hukum (onrecht matigedaad), dapat juga karena
kurang hati-hatinya mengakibatkan matinya orang (moedwillige/onrecht
matigedoodslag) dan juga karena kurang hati-hatinya mengakibatkan cacat
badan.
Hubungan hukum dokter-pasien akan menempatkan dokter dan pasien
berada pada kesejajaran, sehingga setiap apa yang dilakukan oleh dokter
terhadap pasien tersebut harus melibatkan pasien dalam menentukan apakah
sesuatu tersebut dapat atau tidak dapat dilakukan atas dirinya. Salah satu
bentuk kesejajaran dalam hubugan hukum dokter pasien adalah melalui
informed consent atau persetujuan tindakan medik. Pasien berhak memutuskan
apakah menerima atau menolak sebagian atau seluruhnya rencana tindakan
dan pengobatan yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran, khusunya mengatur tentang Hak dan Kewajiban Dokter
atau tenaga medis, dokter mempunyai hak :
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional.
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dan pasien atau keluarganya.
4. Menerima imbalan jasa.

Hubungan hukum pelayanan kesehatan dengan pasien adalah sebuah


hubungan perdata yang menekankan pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban masing-masing pihak secara timbal balik. Pelayanan kesehatan
berkewajiban untuk memenuhi hak-hak pasien dan sebaliknya pasien

8
berkewajiban memenuhi hak pelayanan kesehatan. Kegagalan salah satu pihak
memenuhi hak-hak pihak lain, apakah karena wanprestasi atau kelalaian akan
berakibat pada gugatan atau tuntutan perdata yang berupa ganti rugi atas
kerugian yang dialami oleh pasien.
Dalam hal ini, penyedia pelayanan kesehatan harus dapat memberikan
perlindungan dan kepastian hukum bagi seluruh tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan melalui pembentukan berbagai perangkat
aturan meliputi, peraturan internal staf medis, standar prosedur operasional dan
berbagai pedoman pelayanan kesehatan serta melalui penyediaan SDM yang
memiliki kompetensi dalam bidang medikolegal.
Permasalahan hukum yang dihadapi tenaga medis/kesehatan atau dokter
dalam pelayanan medis/kesehatan. Adapun dalam suatu sistem kesehatan,
interaksi yang nampak adalah interaksi antara dokter dan pasien yang mungkin
juga melibatkan unsur-unsur lainnya. Unsur-unsur lain tersebut mungkin para
medis baik bagian perawatan maupun non perawatan, pekerja sosial dan rumah
sakit, di mana mereka secara pribadi atau bersama-sama terikat oleh kaidah-
kaidah tertentu, baik kaidah-kaidah hukum maupun kaidah sosial lainnya.
Sistem kesehatan adalah profesi kedokteran, karena menurut anggapan
umum, seseorang yang mempunyai profesi ini adalah menyenangkan, yaitu
dianggap merupakan profesi yang mulia. Oleh karena itu perlunya ditinjau
kembali perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran
dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal
dan kepentingan pemerintah, sedangkan porsi profesi masih sangat kurang.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,
keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.
Pelayanan kesehatan atau perawatan kesehatan (bahasa Inggris: health
care) adalah pemeliharaan atau peningkatan status kesehatan melalui usaha-
usaha pencegahan, diagnosis, terapi, pemulihan, atau penyembuhan
penyakit, cedera, serta gangguan fisik dan mental lainnya.
Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan medis.
Sering kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan
bantuan dokter untuk memulihkannya.
Hubungan hukum antara pasien dengan tenaga medis dalam memberikan
pelayanan kesehatan yaitu bersumber pada kepercayaan pasien terhadap
tenaga medis (dokter atau perawat) sehingga pasien bersedia memberikan
persetujuan tindakan medis (informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien
untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hal ini
dilakukan setelah ia mendapat informasi dari dokter mengenai upaya medis
yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, termasuk memperoleh informasi
mengenai segala risiko yang mungkin terjadi. Adapun di Indonesia informed
consent dalam pelayanan kesehatan, telah memperoleh pembenaran secara
yuridis melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
290/MENKES/PER/III/2008. Hubungan tersebut lahir dan memenuhi syarat
sahnya transaksi terapeutik didasarkan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu, syarat
subyektif dan syarat obyektif.

10
3.2 Saran
Disarankan agar segala sesuatu yang dilakukan oleh dokter/ pelayanan
kesehatan terhadap pasiennya dalam upaya penyembuhan penyakit pasien
adalah merupakan perbuatan hukum yang kepadanya dapat dimintai
petanggung jawaban hukum, dituntut profesionalisme, memberikan pelayanan
medik adalah sebuah perbuatan hukum. Hanyalah tindakan profesional
kedokteran harus sesuai dengan kode etik profesional dan sumpah jabatan
dokter.

11
DAFTAR PUSTAKA

Endang, 2003, Hubungan Antara Dokter dan Pasien Dalam Upaya Pelayanan
Medis, Semarang.

Fuady Munir, 2005, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Bandung, PT. Citra
Aditya.

Kancil, CST, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta.
Kusumah Astuti.

Nasution, Barder Johan, 2008, Hukum Kesehatan, Pertanggungjawaban Dokter,


Jakarta, Rineka Cipta.

Suparman, Eman, 2005, Tanggung Jawab Hukum dan Etika Profesi Tenaga
Kesehatan, Malang.

https://jdih-dprd.bangkaselatankab.go.id/publikasi/detail/2-pengertian-hukum , Di
akses pada tanggal 5 September 2022.

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum , Di akses pada tanggal 5 September 2022.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_kesehatan , Di akses pada tanggal 5


September 2022.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pasien , Di akses pada tanggal 7 September 2022.

12

Anda mungkin juga menyukai