Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASPEK HUKUM RUMAH SAKIT


ASPEK TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT PERAWAT
DALAM UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

Disusun oleh:
KELOMPOK 6

ADIS SADIKIN
AJAT MUNAJAT
ASEP MULYANA
FITRI EKA HANDAYANI

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN TRANSFER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang
diridhoi Allah SWT.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami
tentang ASPEK HUKUM RUMAH SAKIT & ASPEK TANGGUNG JAWAB
DAN TANGGUNG GUGAT PERAWAT DALAM UPAYA PELAYANAN
KESEHATAN. mudah-mudahan makalah ini bisa membantu bagi mahasiswa
untuk bekal nanti di lapangan.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
yang membuat dan umumnya bagi yang membaca makalah ini. Amin.

Sukabumi, September 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Aspek Hukum Rumah Sakit ................................................................. 3
1. Pengertian Rumah Sakit ................................................................. 3
2. Hukum Rumah Sakit ..................................................................... 4
3. Hospital Bylaw ............................................................................... 6
4. Aspek Hukum Rumah Sakit ........................................................... 9
B. Tanggung Jawab Dan Tanggung Gugat Perawat Dalam Upaya
Pelayanan Kesehatan ............................................................................ 12
1. Pengertian Tanggung Jawab Perawat............................................. 12
2. Jenis atau macam-macam tanggung jawab perawat....................... 14
3. Pengertian Tanggung Gugat Perawat ............................................. 17
4. Jenis atau macam-macam tanggung gugat perawat ....................... 18

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................... 21
B. Saran ..................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua bidang kehidupan masyarakat sudah terjamah aspek hukum.Hal
ini disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup
teratur. Akan tetapi keteraturan bagi seseorang belum tentu sama dengan
keteraturan bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan kaidah-kaidah yang
mengatur hubungan antar manusia melalui keserasian antara ketertiban dan
landasan hukum. Suatu norma hukum biasanya dirumuskan dalam bentuk
perilaku yang dilarang dengan mendapat sanksi apabila larangan tersebut
dilanggar. Norma hukum ada yang tertulis dan ada pula yang tidak tertulis.
Hukum tertulis biasanya disamakan dengan peraturan perundangundangan.
Hukum kesehatan merupakan suatu bidang spesialisasi ilmu hukum yang
relatifmasih baru di Indonesia.Hukum kesehatan mencakup segala peraturan
dan aturan yang secara langsung berkaitan dengan pemeliharaan dan
perawatan kesehatan yang terancam atau kesehatan yang rusak.Hukum
kesehatan mencakup penerapan hukum perdata dan hukum pidana yang
berkaitan dengan hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan tugasnya dokter dan tenaga kesehatan harus
mematuhi segala aspek hukum dalam kesehatan. Kesalahan dalam
melaksanakan profesi kedokteran merupakan masalah penting, karena
membawa akibat yang berat, terutama akan merusak kepercayaan masyarakat
terhadap profesi kesehatan. Suatu kesalahan dalam melakukan profesi dapat
disebabkan karena. Kekurangan pengetahuan, pengalaman, pengertian. Ketiga
faktor tersebut menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan atau
penilaian.

1
B. Rumusan Masalah
Penulis dalam makalah ini ingin menyampaikan beberapa permasalah
yang menjadi dasar penulisan makalah ini
1. Aspek Hukum Rumah Sakit
2. Tanggung jawab dan tanggung gugat perawat dalam upaya pelayanan
kesehatan

C. Tujuan penulisan
1. Untuk Mengetahui Aspek Hukum Rumah Sakit
2. Untuk Mengetahui Aspek Tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
dalam upaya pelayanan kesehatan

D. Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memahami Aspek Hukum
Rumah Sakit dan memberikan informasi tentang Aspek Tanggung jawab dan
tanggung gugat perawat dalam upaya pelayanan kesehatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aspek Hukum Rumah Sakit


1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan dan
memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang
terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitative
untuk orang-orang yang menderitasakit, terlukadanuntuk yang melahirkan
(World Health Organization).
UU NO.44 tahun2009 tentang rumah sakit , rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat Pelayanan rumah sakit juga diatur
dalam KODERSI/kode etik rumah sakit, dimana kewajiban rumah sakit
terhadap karyawan, pasien dan masyarakat diatur.
Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf f dalam UU No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit sebenarnya memiliki fungsi sosial
yaitu antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi
misi kemanusiaan. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut bisa berakibat
dijatuhkannya sanksi kepada Rumah Sakit tersebut, termasuk sanksi
pencabutan izin.
Selain itu, dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU 44/2009, pemerintah
dan pemerintah daerah juga bertanggung jawab untuk menjamin
pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau
orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jadi, secara umum penyanderaan pasien oleh Rumah Sakit tidak bisa
dikategorikan sebagai penahanan (perampasan kemerdekaan) ataupun
pelanggaran HAM.meski demikian, Anda dapat saja melaporkan kepada

3
polisi jika ada indikasi penyanderaan tersebut telah merampas
kemerdekaan si pasien

2. Hukum Rumah Sakit


Hukum kesehatan eksistensinya masih sangat relatif baru, dalam
perkembangannya di Indonesia, semula dikembangkan oleh Fred Ameln
dan Almarhum Prof. Oetama dalam bentuk ilmu hukum kedokteran.
Perkembangan kehidupan yang pesat di bidang kesehatan dalam bentuk
sistem kesehatan nasional mengakibatkan di perlukannya pengaturan yang
lebih luas, dari hukum kedokteran ke hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan (hukum kesehatan).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam rangka memberikan
kepastian dan perlindungan hukum, baik bagi pemberi jasa pelayanan
kesehatan maupun bagi penerima jasa pelayanan kesehatan, untuk
meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi pembangunan di
bidang kesehatan diperlukan adanya perangkat hukum kesehatan yang
dinamis. Banyak terjadi perubahan terhadap kaidah-kaidah kesehatan,
terutama mengenai hak dan kewajiban para pihak yang terkait di dalam
upaya kesehatan serta perlindungan hukum bagi para pihak yang terkait.
Sesuai dengan pengertian hukum kesehatan, maka hukum rumah
sakit dapat disebut sebagai semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan
penerapannya serta hak dan kewajiban segenap lapisan masyarakat sebagai
penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara
pelayanaan kesehatan yaitu rumah sakit dalam segala aspek organisasi,
sarana, pedoman medik serta sumber-sumber hukum lainnya.
Selanjutnya apabila dilihat dari hubungan hukum yang timbul antara
pasien dan rumah sakit dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu :
a. Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit
dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan
dan di mana tenaga perawatan melakukan tindakan perawatan.

4
b. Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat kesepakatan antara
rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan
berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui
tindakan medis Inspannings Verbintenis (Fred Ameln, 1991: 75-76).
Rumah sakit dalam menjamin perlindungan hukum bagi dokter/
tenaga kesehatan agar tidak menimbulkan kesalahan medik dalam
menangani pasien, sekaligus pasien mendapatkan perlindungan hukum
dari suatu tanggungjawab rumah sakit dan dokter/ tenaga kesehatan.
Dalam kaitan dengan tanggung jawab rumah sakit, maka pada
prinsipnya rumah sakit bertanggung jawab secara perdata terhadap semua
kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan bunyi pasal
1367 (3) KUHPerdata. Selain itu rumah sakit juga bertanggungjawab atas
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (1243, 1370, 1371, dan 1365
KUHPerdata) (Fred Ameln, 1991: 71).
Peran dan fungsi Rumah Sakit sebagai tempat untuk melakukan
pelayanan kesehatan (YANKES) yang profesional akan erat kaitannya
dengan 3 (tiga) unsur, yaitu yang terdiri dari :
a. Unsur mutu yang dijamin kualitasnya;
b. Unsur keuntungan atau manfaat yang tercermin dalam mutu
pelayanan; dan
c. Hukum yang mengatur perumahsakitan secara umum dan kedokteran
dan atau medik khususnya (Hermien Hadiati Koeswadji, 2002: 118).
Dalam hal ini dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu memahami
adanya landasan hukum dalam transaksi terapetik antara dokter dengan
pasien (kontrak-terapetik), mengetahui dan memahami hak dan kewajiban
pasien serta hak dan kewajiban dokter dan adanya wajib simpan rahasia
kedokteran, rahasia jabatan dan pekerjaan (M.Jusuf Hanafiah dan Amri
Amir, 1999: 29).
Didalam memberikan pelayanan kepada pasien dan bermitra dengan
dokter rumah sakit memiliki hak dan kewajiban yang diatur sesuai dengan
Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI), Surat Edaran Dirjen Yan Med No:

5
tentang Pedoman Hak & Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah
Sakit02.04.3.5.2504

3. Hospital Bylaw
Istilah Hospital Bylaw itu terdiri dari dua kata ‘Hospital’ dan
‘Bylaw’. Kata ‘Hospital’ mungkin sudah cukup familiar bagi kita, yang
berarti rumah sakit. Sementara kata ‘Bylaw’ terdapat beberapa definisi
yang dikemukakan para ahli. Menurut The Oxford Illustrated
Dictionary:Bylaw is regulation made by local authority or corporation.
Pengertian lainnya, Bylaws means a set of laws or rules formally adopted
internally by a faculty, organization, or specified group of persons to
govern internal functions or practices within that group, facility, or
organization (Guwandi, 2004). Dengan demikian, pengertian Bylaw
tersebut dapat disimpulkan sebagai peraturan dan ketentuan yang dibuat
suatu organisasi atau perkumpulan untuk mengatur para anggota-
anggotanya. Keberadaan Hospital Bylaw memegang peranan penting
sebagai tata tertib dan menjamin kepastian hukum di rumah sakit. Ia
adalah ‘rules of the game’ dari dan dalam manajemen rumah sakit.
Ada beberapa ciri dan sifat Hospital Bylaw yaitu pertama tailor-
made. Hal ini berarti bahwa isi, substansi, dan rumusan rinci Hospital
Bylaw tidaklah mesti sama. Hal ini disebabkan oleh karena tiap rumah
sakit memiliki latar belakang, maksud, tujuan, kepemilikan, situasi, dan
kondisi yang berbeda. Adapun ciri kedua, Hospital Bylaw dapat berfungsi
sebagai ‘perpanjangan tangan hukum’. Fungsi hukum adalah membuat
peraturan-peraturan yang bersifat umum dan yang berlaku secara umum
dalam berbagai hal. Sedangkan kasus-kasus hukum kedokteran dan rumah
sakit bersifat kasuistis. Dengan demikian, maka peraturan perundang-
undangannya masih harus ditafsirkan lagi dengan peraturan yang lebih
rinci, yaitu Hospital Bylaw. Sebagaimana diketahui, hampir tidak ada
kasus kedokteran yang persis sama, karena sangat tergantung kepada
situasi dan kondisi pasien, seperti kegawatannya, tingkat penyakitnya,

6
umur, daya tahan tubuh, komplikasi penyakitnya, lama pengobatan yang
sudah dilakukan, dan sebagainya. Ketiga, Hospital Bylaw mengatur
bidang yang berkaitan dengan seluruh manajemen rumah sakit meliputi
administrasi, medik, perawatan, pasien, dokter, karyawan, dan lain-lain.
Keempat, rumusan Hospital Bylaw harus tegas, jelas, dan terperinci.
Hospital Bylaw tidak membuka peluang untuk ditafsirkan lagi secara
individual. Kelima, Hospital Bylaw harus bersifat sistematis dan
berjenjang.
Hospital Bylaw merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi
antara lain: tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan
kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik,
visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komite medik,
panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak akses dokter
terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan
kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan. Adapun
bentuk HBL dapat merupakan kumpulan dari Peraturan Rumah Sakit,
Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan,
Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Namun demikian,
peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan
diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan
Pemerintah dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan
tersebut harus selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.
Belakangan ini tidak jarang keluhan masyarakat bahwa rumah sakit
tidak melayani masyarakat dengan baik. Bahkan beberapa rumah sakit saat
ini telah dituntut karena pelayanan yang tidak sesuai harapan. Ini bisa
menjadi salah satu indikasi bahwa masih ada rumah sakit yang belum
mempunyai aturan rumah sakit yang jelas, sistematis, dan rinci. Karena
itu, sesuai prinsip tailor made rumah sakit seharusnya mempunyai
Hospital Bylaw yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

7
Banyaknya kasus malapraktik di negara ini merupakan salah satu
bentuk dari kurang demokratisnya dokter dalam melayani pasien. Tidak
dapat disangkal bahwa di negara ini masih banyak rumah sakit yang
menerapkan doctor-oriented. Padahal, seharusnya manajemen rumah sakit
menetapkan patient-oriented.
Akibat manajemen rumah sakit yang kerap kali ”menganakemaskan”
para dokternya, dalam artian mengelola rumah sakit berdasarkan keinginan
para dokter, telah menjadi bumerang bagi perkembangan rumah sakit di
negara ini. Contoh kecil berkembangnya sikap doctor-oriented dapat
dilihat dari perekrutan dokter oleh pihak pengelola rumah sakit. Dalam hal
ini, pihak manajemen akan mempekerjakan dokter-dokter yang sudah
terkenal dan mempunyai pasien tetap.
Secara ekonomis, praktik seperti ini memang menguntungan. Pasien-
pasien dokter yang direkrut tersebut akan berpindah ke rumah sakit di
mana si dokter berpraktik, selain berpraktik secara pribadi. Padahal, hal
seperti ini tidak boleh dilakukan karena dokter dengan kemampuannya
yang terbatas, tidak mungkin bisa menangani begitu banyak pasien. Otak
dan tubuh kita perlu istirahat setelah digunakan dalam jangka waktu
tertentu. Tapi, hal ini sering diabaikan karena sejumlah dokter lebih
mementingkan nilai material yang dapat diraihnya.
Dengan demikian, kepentingan Hospital Bylaw dapat dilihat dari
tiga sudut yaitu pertama, untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan.
Dalam hal ini Hospital Bylaw dapat menjadi instrumen akreditasi rumah
sakit. Rumah sakit perlu membuat standar-standar yang berlaku baik untuk
tingkat rumah sakit maupun untuk masing-masing pelayanan misalnya
pelayanan medis, pelayananan keperawatan, administrasi dan manajemen,
rekam medis, pelayanan gawat darurat, dan sebagainya. Standar-standar
ini terdiri dari elemen struktur, proses, dan hasil. Adapun elemen struktur
meliputi fasilitas fisik, organisasi, sumber daya manusianya, sistem
keuangan, peralatan medis dan non-medis, AD/ART, kebijakan,
SOP/Protap, dan program. Proses adalah semua pelaksanaan operasional

8
dari staf/unit/bagian rumah sakit kepada pasien/keluarga/masyarakat
pengguna jasa rumah sakit tersebut. Hasil (outcome) adalah perubahan
status kesehatan pasien, perubahan pengetahuan/pemahaman serta perilaku
yang mempengaruhi status kesehatannya di masa depan, dan kepuasan
pasien.
Kepentingan yang kedua, dilihat dari segi hukum Hospital Bylaw
dapat menjadi tolak ukur mengenai ada tidaknya suatu kelalaian atau
kesalahan di dalam suatu kasus hukum kedokteran. Di dalam Hukum
Rumah Sakit pembuktian yang lebih rinci harus terdapat dalam Hospital
Bylaw. Ketiga, dilihat dari segi manajemen risiko, maka HBL dapat
menjadi alat (tool) untuk mencegah timbulnya atau mencegah terulangnya
suatu risiko yang merugikan. Dengan demikian, pasien akan semakin
terlindungi sesuai prinsip patient safety. Hospital Bylaw juga akan
memperjelas fungsi dan kedudukan dokter dalam sebuah rumah sakit .
Sebagai tenaga medis, dokter dituntut melakukan tindakan medis sesuai
dengan standar profesi yang ditetapkan dalam upaya pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan. Apalagi, berdasarkan strategi WTO
pada tahun 2010 Indonesia akan membuka peluang dokter asing untuk
berpraktik. Sementara itu, ASEAN bersepakat dua tahu lebih cepat yaitu
pada tahun 2008 membuka peluang yang sama untuk tenaga kesehatan.

4. Aspek Hukum Rumah Sakit


a. Pidana
Pertanggungjawaban dari aspek hukum pidana terjadi jika
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
medis di rumah sakit memenuhi tiga unsur. Ketuga unsur tersebut
adalah adanya kesalahan dan perbuatan melawan hukum serta unsur
lainya yang tercantum dalam ketentuan pidana yang bersangkutan.
Perlu dikemukakan bahwa dalam sistem hukum pidana kita,
dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka pengurusnya

9
dapat dikenakan pidana penjara dan denda. Sedangkan untuk
korporasi, dapat dijatuhi pidana denda dengan pemberatan.
Ketentuan pidana ( UU No.44 Tahun 2009 pasal 62-63 )
1) setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan rumah sakit
tidak memiliki izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
tahun dan denda paling banyak 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah)
2) apabila tindakan pidana tersebut dilakukan koorporasi, selain
pidana penjara dan denda terhadap koorporasi berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
3) selain pidana denda terhadap koorporasi tersebut, koorporasi
dijauhi pidana tambahan berupa
 pencabutan izin usaha, dan/atau
 pencabutan status badan hukum
b. Perdata
Merujuk pendapat Triana Ohoiwutun(2007:81), hubungan
hukum ini menyangkut dua macam perjanjian yaitu perjanjian
perawatan dan perjanjian pelayanan medis. Perjanjian perawatan
adalah perjanjian antara rumah sakit untuk menyediakan perawatan
dengan segala fasilitasnya kepada pasen. Sedangkan perjanjian
pelayanan medis adalah perjanjian antra rumah sakit dan pasen untuk
memberikan tindakan medis sesuai kebutuhan pasen.
Jika terjadi kesalahan dalam pelayanan kesehatan, maka menurut
mekanisme hukum perdata pihak pasien dapat menggugat dokter
berdasarkan perbuatan melawan hukum. Sedangkan gugatan terhadap
rumah sakit dapat dilakukan berdasarkan wan prestasi (ingkar janji), di
samping perbuatan melawan hukum. ”
Sikap/tindakan semua orang yang turut terlibat dalam organisasi
rumah sakit. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1367 yang
berbunyi: "Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang
disebabkan perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang

10
disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya....".
Tanggung jawab rumah sakit dalam garis besarnya dapat dibagi
dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Yang menyangkut personalia, termasuk sikap-tindak atau kelalaian
semua orang yang terlibat dalam kegiatan rumah sakit.
2) Yang menyangkut mutu pemberian pelayanan kesehatan (Standard
of Care) di rumah sakit.
3) Yang menyangkut sarana dan peralatan yang disediakan, baik di
bidang medis maupun non-medis.
Menurut hukum kedokteran, ada 4 bentuk risiko yang harus
ditanggung oleh pasien itu sendiri, yaitu:
1) Kecelakaan (accident, mishap, mischance, misad venture)
2) Risiko pengobatan (risk of treatment)
3) Kesalahan penilaian profesional (error of clinical judgment)
4) Kelalaian pasien (contributory negligence)
c. Administratif
Pertanggungjawaban rumah sakit dari aspek hukum administratif
berkaitan dengan kewajiban atau persyaratan administratif yang harus
dipenuhi oleh rumah sakit khususnya untuk mempekerjakan tenaga
kesehatan di rumah sakit.
UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang
menentukan antara lain kewajiban untuk memiliki kualifikasi
minimum dan memiliki izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Selain itu UU Kesehatan menentukan bahwa
tenaga kesehatan harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar
prosedur operasional.
Jika rumah sakit tidak memenuhi kewajiban atau persyaratan
administratif tersebut, maka berdasarkan Pasal 46 UU RS, rumah sakit

11
dapat dijatuhi sanksi administratif berupa teguran, teguran tertulis,
tidak diperpanjang izin operasional, dan/atau denda dan pencabutan
izin.

B. Tanggung Jawab Dan Tanggung Gugat Perawat Dalam Upaya Pelayanan


Kesehatan
1. Pengertian Tanggung Jawab Perawat
Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan
terpercaya. Sebutan ini menunjukkan bahwa perawat professional
menampilkan kinerja secara hati – hati, teliti dan kegiatan perawat
dilaporkan secara jujur.(Koziers 1983:25) Klien merasa yakin bahwa
perawat bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan
keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya.
Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan
muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang merawatnya
kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang
berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas
dalam sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi.
Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung
jawabnya :
a. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere
intereset). Contoh: “Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan
kesehatan ibu saya akan mengganti balutan atau mengganti spreinya”.
b. Bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia
memberikan penjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanantion
about the delay). Misalnya ; “Mohon maaf pak saya memprioritaskan
dulu klien yang gawat dan darurat sehingga harus meninggalkan bapak
sejenak”.
c. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang
ditunjukkan dengan perilaku perawat. misalnya mengucapkan salam,
tersenyum, membungkuk, bersalaman dsb.

12
d. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects
the patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat
misalnya “Coba ibu jelaskan bagaimana perasaan ibu saat ini”.
Sedangkan apabila perawat berorientasi pada kepentingan perawat ; “
Apakah bapak tidak paham bahwa pekerjaan saya itu banyak, dari pagi
sampai siang, mohon pengertiannya pak, jangan mau dilayani terus”
e. Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud
menghina (derogatory) ,misalnya “ pasien yang ini mungkin harapan
sembuhnya lebih kecil dibanding pasien yang tadi”
f. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam
sudut pandang klien (see the patient point of view). Misalnya perawat
tetap bersikap bijaksana saat klien menyatakan bahwa obatnya tidak
cocok atau diagnosanya mungkin salah.
Pengertian Tanggung Jawab menurut Barbara kozier (dalam
Fundamental of nursing 1983:25): Tanggung jawab perawat berarti
keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukan
bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti
dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur.
Pengertian Tanggung jawab perawat menurut ANA: Penerapan
ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas yang berhubungan
dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam
Pengetahuan, Sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985).
Menurut pengertian tersebut, agar memiliki tanggung jawab maka
perawat diberikan ketentuan hukum dengan maksud agar pelayanan
perawatannya tetap sesuai standar.Misalnya hukum mengatur apabila
perawat melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan
pungutan liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap
menerima hukuman (punishment) secara hukum kalau perawat terbukti
bersalah atau melanggar hukum.
Pengertian Responsibility menurut Berten , (1993:133): Keharusan
seseorang sebagai mahluk rasional dan bebas untuk tidak.mengelak serta

13
memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrosfektif atau
prosfektif (Bertens, 1993:133). Berdasarkan pengertain di atas tanggung
jawab diartikan sebagai kesiapan memberikan jawaban atas tindakan-
tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau tindakan yang
akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya bila perawat dengan
sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan klien maka akan
berdampak pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan
padahal memiliki keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara
retrospektif harus bisa mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan
perawat tersebut diangap benar menurut pertimbangan medis.
Kode etik Keperawatan Indonesia telah disusun oleh Dewan
Pimpinan Pusat Perawat Nasional Indonesia, melalui Munas PPNI di
Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Kode etik tersebut terdiri atas 5
BAB dan 17 Pasal, dimana:
 BAB 1 menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap
individu, keluarga dan masyarakat (4 pasal)
 BAB 2 menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap
tugasnya (5 pasal)
 BAB 3 menjelaskan tentang tanggung jawab terhadap sesama perawat
dan profesi kesehatan lainnya (2 pasal)
 BAB 4 menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi
keperawatan (4 pasal)
 BAB 5 menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap pemerintah,
bangsa, dan tanah air (2 pasal)

2. Jenis atau macam-macam tanggung jawab perawat


Tanggung jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
a. Tanggung jawab perawat terhadap Tuhannya saat merawat klien
Dalam sudut pandang etika Normatif, tanggung jawab perawat
yang paling utama adalah tanggung jawab di hadapan Tuhannya.

14
Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati akan dimintai
pertanggung jawabannya di hadapan Tuhan.
b. Tanggung Jawab Perawat terhadap Klien
Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu,
keluarga, atau komunitas, perawat sangat memerlukan etika
keperawatan yang merupakan filsafat yang mengarahkan tanggung
jawab moral yang mendasar terhadap pelaksanaan praktik
keperawatan, dimana inti dari falsafah tersebut adalah hak dan
martabat manusia.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat,
diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat dengan
masyarakat, yaitu sebagai berikut :
1) Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa
berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber dari adanya
kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga, dan
masyarakat.
2) Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan,
memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya, adapt istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari
individu, keluarga, dan masyarakat.
3) Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu,
keluarga, dan masyarakat, senantiasa diladasi rasa tulus ikhlas
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
4) Perawat menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga,
dan masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan
mengadakan upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada
umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi
kepentingan masyarakat.
c. Tanggung Jawab Perawat terhadap Tugas
1) Perawat memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi
disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta

15
keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu,
keluarga, dan masyarakat.
2) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
sehubungan dengan tugas yang diprcayakan kepadanya, kecuali
jika diperlukan oleh pihak yang berwenang sesuai denagan
ketentuan hokum yang berlaku.
3) Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang dimilikinya untuk tujuan yang bertentangan
dengan norma-norma kemanusian.
4) Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan sosial.
5) Perawat mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien atau
klien dalam melaksaakan tugas keerawatannya, serta matang dalam
mempertimbangkan kemempuan jika menerima atau mengalih-
tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan
kaperawatan.
d. Tanggung Jawab Perawat terhadap Sejawat
Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi
kesehatan lain adalah sebagai berikut :
1) Perawat memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan
tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasian
suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2) Perawat menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalamannya kepada sesame perawat, serta menerima
pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka
meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.

16
e. Tanggung Jawab Perawat terhadap Profesi
1) Perawat berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya
secara sendiri-sendiri dan bersama-sama dengan jalan menambah
ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang bermanfaat
bagi perkembangan keperawatan.
2) Perawat menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
menunjukan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
3) Perawat berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan
pelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam kegiatan
pelayanan dan pendidikan keperawatan.
4) Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
f. Tanggung Jawab Perawat terhadap Negara
1) Perawat melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijaksanaan
yang telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan
keperawatan.
2) Perawat berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran
kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan
keperawatan kepada masyarakat.

3. Pengertian Tanggung Gugat Perawat


Barbara kozier (dalam Fundamental of nursing 1983:7, 25).
Acountability : dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam
membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-
konsekunsinya.
Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat
dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu
konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat
artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
profesinya. Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau

17
tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengajukan
tiga pertanyaan berikut :
a. Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan ?
Sebagai tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung
gugat terhadap klien, sedangkan sebagai pekerja atau karyawan
perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai
profesional perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan profesi
dan sebagai anggota team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat
terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai contoh: perawat
memberikan injeksi terhadap klien. Injeksi ditentukan berdasarkan
advis dan kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya
dari tindakan dan pengobatan yang diberikan yang harus dibayarkan ke
pihak rumah sakit.Dalam contoh tersebut perawat memiliki tanggung
gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya.
b. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan
professional yang dilakukannya mulai dari mengganti laken,
pemberian obat sampai persiapan pulang.Hal ini bisa diobservasi atau
diukur kinerjanya.
c. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
Ikatan perawat, PPNI atau Asosiasi perawat atau Asosiasi
Rumah sakit telah menyusun standar yang memiliki krirteria-kriteria
tertentu dengan cara membandingkan apa-apa yang dikerjakan perawat
dengan standar yang tercantum.baik itu dalam input, proses atau
outputnya. Misalnya apakah perawat mencuci tangan sesuai standar
melalui 5 tahap yaitu.Mencuci kuku, telapak tangan, punggung tangan,
pakai sabun di air mengalir selama 3 kali dan sebagainya.

4. Jenis atau macam-macam tanggung gugat perawat


Istilah tanggung gugat, merupakan istilah yang baru berkembang
untuk meminta pertanggung jawaban seseorang karena kelalaiannya

18
menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Di bidang pelayanan kesehatan,
persoalan tanggung gugat terjadi sebagai akibat adanya hubungan hukum
antara tenaga medis ( dokter, bidan, perawat) dengan pengguna jasa (
pasien) yang diatur dalam perjanjian. Tanggung Gugat dapat diartikan
sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan
belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat
hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang
menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya.Perawat harus mampu
untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya.
Macam-Macam Jenis Tanggung Gugat
a. Contractual Liability.
Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar janji,
yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak
dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan
kontraktual. Dalam kaitannya dengan hubungan terapetik, kewajiban
atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh health care provider adalah
berupa upaya (effort), bukan hasil (result). Karena itu dokter atau
tenaga kesehatan lain hanya bertanggunggugat atas upaya medik yang
tidak memenuhi standar, atau dengan kata lain, upaya medik yang
dapat dikatagorikan sebagai civil malpractice
b. Liability in Tort
Tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung gugat yang tidak
didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan
melawan hukum . Pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas
pada perbuatan yang berlawanan dengan hukum, kewajiban hukum diri
sendiri atau kewajiban hukum orang lain saja tetapi juga yang
berlawanan dengan kesusilaan yang baik & berlawanan dengan
ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang
lain atau benda orang lain (Hogeraad, 31 Januari 1919).

19
c. Strict Liability
Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa
kesalahan (liability whitout fault) mengingat seseorang harus
bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa; baik
yang bersifat intensional, recklessness ataupun negligence. Tanggung
gugat seperti ini biasanya berlaku bagi product sold atau article of
commerce, dimana produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya
malapetaka akibat produk yang dihasilkannya, kecuali produsen telah
memberikan peringatan akan kemungkinan terjadinya risiko tersebut
d. Vicarious Liability
Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat
oleh bawahannya (subordinate).Dalam kaitannya dengan pelayanan
medik maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam
kedudukan sebagai sub-ordinate (employee).

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum rumah sakit dapat disebut sebagai semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan
penerapannya serta hak dan kewajiban segenap lapisan masyarakat sebagai
penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanaan
kesehatan yaitu rumah sakit dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman
medik serta sumber-sumber hukum lainnya.
Perawat memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat dalam melakukan
praktik keperawatannya.Tangung jawab perawat berarti keadaan yang dapat
dipercaya dan terpercaya.Tanggung jawab perawat diidentifikasi menjadi
beberapa jenis, yaitu tanggung jawab terhadap klien baik individu, keluarga
maupun masyarakat, tanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya,
tanggung jawab terhadap sesame perawat dan tenaga kesehatan lain, serta
tanggung jawab terhadap pemerintah.
Tanggung gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat
dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu
konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat
artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
profesinya.Tanggung gugat memicu evaluasi efektifitas perawat dalam
praktik.

B. Saran
Sebaiknya seorang perawat harus lebih memahami apa saja tanggung
jawab dan tanggung gugat dalam keperawatan. Dalam menghadapi situasi
yang memerlukan keputusan untuk mengambil tindakan, seorang perawat
harus mampu memberikan tindakan sesuai dengan norma hukum yang
berlaku.

21
DAFTAR PUSTAKA

Nila, Hj. Ismani (2001). Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika. Potter,
Patricia A. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Proses adn
Practice 1st Edition. Jakarta:EGC.

Ismani Nila. (2000). Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika

Yosep Iyus. (2009). Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat dalam Sudut Pandang
Etik.

22

Anda mungkin juga menyukai