Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang


menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada
keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu
tujuan dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang
termasuk didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien
tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium
lanjut tidak mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan
itu pada akhirnya berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam
menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk
mengambil tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala usaha
penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif. Padahal seharusnya, palliative
care dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan rehabilitasi baik
pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari
palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan
bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang
mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif
ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita
penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak
adanya. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah
tentang Patofiologi penyakit terminal Gagal Ginjal Kronik /CKD

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi Gagal Ginjal /CKD?
2. Apa saja Etiologi dari penyakit Gagal Ginjal /CKD?
3. Apa saja Masalah Keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal
/CKD?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang Patofisiologi Gagal Ginjal /CKD
2. Untuk mengetahui tentang Etiologi Gagal Ginjal /CKD
3. Untuk mengetahui Masalah Keperawatan Gagal Ginjal /CKD

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gagal ginjal kronis (Chronic Kidney Disease, CKD )


Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Disease) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk
kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible. (Baradero, Mary. 2008 ).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang, dan berat, (Mansjoer, 2007).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat
pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai
sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang
kita sadari bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea
dalam darah (Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2005).\
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total
seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat
disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
menyebabkan uremia.
2.2 Etiologi
Penyakit-penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus,
Glomerulonefritis kronis, Pielonefritis, Hipertensi yang tidak dapat
dikontrol, Obstruksi traktus urinarius, lesi Herediter seperti penyakit
Polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, (Syamsyir Alam dan Iwan
Hadibroto. 2008).
1. Tahapan Gagal Ginjal Kronik

3
Gagal Ginjal Kronik bekaitan dengan kerusakan nefron dan
penurunan progresif GFR. Tahapan gagal ginjal kronik didasarkan
pada kerusakan nefron dan tingkat GFR yang tersisa dan mencakup:
2. Stadium penurunan cadangan ginjal sekitar 40-75 % nefron tidak
berfungsi, laju glomerulus 40-50 % normal, BUN dan kreatinin serum
masih normal dan pasien asimtomatik.
3. Stadium ensufiensi ginjal, 75-80 % nefron tidak berfungsi, laju
glomerulus 20-40 % normal, BUN dan kreatinin serum mulai
meningkat, anemia ringan dan azotemia ringan
4. Stadium gagal ginjal apabila laju glomerulus 10-20 % normal, BUN
dan kreatinin serum meningkat, anemia , azotemia, dan asidosis
metabolik.
5. Penyakit ginjal stadium akhir, laju glomerulus kurang dari 5-10 %
lebih dari 85 % nefron tidak berfungsi.
Stadium gagal ginjal kronik; Tahap cronic kidney disease (CKD) menurut
kidney.org/professionals (2007) dan Kidney.org.uk (2007) adalah:
1. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat,
GFR > 90 ml/menit/1,73 m.
2. Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m.
3. Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m.
4. Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m.
5. Tahap V : gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin
Test) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin (ml/menit) = (140-
umur) x berat badan (kg) 72 x creatinin serum Pada wanita hasil tersebut
dikalikan dengan 0,85.

4
2.3 Anatomi dan Fisiologi

Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005), ginjal merupakan


organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena
tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas.
Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal
dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar terlindung dari trauma
langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi
iga, sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri
yang berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik
karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun
katub bawah ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara
bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula
renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya
oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh
dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri
renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal
dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali kedalam
vena kava inferior. Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12

5
sampai 13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci)
dan beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas
dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral
ginjal berbentk cekung karena adanya hilus.

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi


dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla
terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranidpiramid
tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini.
Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-
segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid
membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan ujung
pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks
mayor, selanjutnya membentuk pelvis ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar
satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan
fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang
mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke

6
duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari
tubulus proksimal.
Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan
kapsula bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan
nama ruang bowmen atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh
sel-sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk gepeng dan membentuk bagian
terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk
bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel
viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kakikaki yang dikenal sebagai
pedosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak
tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel
epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah
pori-pori.

Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri
renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut
menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya
membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis piramid-
piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriolaarteriola
interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks, arteri ini selanjutnya

7
membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yaitu
glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu membentuk
arteriola eferen yang bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler
yang mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular.

Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam


jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai
vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau
20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).
2.4 Fisiologi ginjal
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses
pembentukan urin menurut Syaeifudin (2006).
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam
fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi
diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol
dengan mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.

8
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3 4) Mengekresikan
produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan
darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.

2.5 Fatofisiologi pembentukan CKD


Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -
90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C
Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang


normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi

9
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 :
1448).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga


stadium yaitu:

 Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)


Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik.

 Stadium 2 (insufisiensi ginjal)


Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo
filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood
Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin
serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan,
timbul nokturia dan poliuri.

 Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)


Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo
filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit
atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum
nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price,
1992: 813-814)

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005) adalah:
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema
periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal
jantung kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi
pericardial, temponade pericardial.

10
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat
(pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi,
serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif,
kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis
dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum
kental dan liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis.
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan
perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan,
penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut,
kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan
stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran
gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang,
fraktur tulang, kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan,
konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas
pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak
mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati
perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler,
impotensi, penurunan libido, kemandulan.
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas
trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan
kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit,
peningkatan resiko infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi
berkemih, hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan
intoleran glukosa.

11
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan
serum kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi :
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan
hipokalsemia.
13. Funsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta
gangguan proses kognitif.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium darah
- Hematologi (Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, dan Trombosit)
- RFT (Renal Function Test); ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit (klorida, kalium, dan kalsium)
- Koagulasi studi (PTT dan PTTK)
- BGA
2. Urine (urine rutin dan urin khusus; benda keton, analisa kristal
batu)
3. Pemeriksaan kardiovaskuler (ECG dan ECO)
4. Radiagnostik (USG abdominal, CT scan abdominal, BNO/IVP,
FPA, Renogram, RPG; retio pielografi)

2.8 Proses Keperawatan


Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang


meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi
Na dan H2O.

12
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke
jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan.
2.9 Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :

mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah


dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan
sama dengan waktu pengisian kapiler:

a. Auskultasi bunyi jantung dan paru


R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b. Kaji adanya hipertensi


R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi
ginjal)

c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi,


beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas


R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

13
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi
Na dan H2O)
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input
dan output
Intervensi:

a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,


keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda
vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan


R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan

d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan


cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah
Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

14
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan
memerlukan intervensi

c. Beikan makanan sedikit tapi sering


R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan


R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

e. Berikan perawatan mulut sering


R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan
makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi


sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan:
Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret

b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam


R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c. Atur posisi senyaman mungkin


R: Mencegah terjadinya sesak nafas

d. Batasi untuk beraktivitas


R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak
atau hipoksia

15
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :

- Mempertahankan kulit utuh


- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa


R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

c. Inspeksi area tergantung terhadap udem


R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

d. Ubah posisi sesering mungkin


R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia

e. Berikan perawatan kulit


R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

f. Pertahankan linen kering


R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin


untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera

h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar

16
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang


tidak adekuat, keletihan
Tujuan:
Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:

a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas


b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
2.10 Implementasi
Melakukan secara bertahap sesuai dengan perencanaan dimasing-masing
diagnosa keperawatan.
2.11 Evaluasi
Mengevaluasi dari masing-masing perencanaan pada diagnosa dan
mengevaluasi secara menyeluruh dari satu diagnosa keperawatan yang
sudah dilakukan.

KESI

17
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan


meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan
lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang,
dan berat.

3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan:
1. Para mahasiswa Program studi ilmu Keperawatan dapat
memanfaatkan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
2. Diharapkan agar para mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti serta
mencermati denganbaik isi dari makalah ini.

18

Anda mungkin juga menyukai