Anda di halaman 1dari 39

PERLINDUNGAN HUKUM

BAGI TENAGA KESEHATAN


DAN RUMAH SAKIT
PADA YANKES BERBASIS DIGITAL

BUDI SAMPURNA
Fakultas Kedokteran UI / RS Cipto Mangunkusumo
PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS DIGITAL

• ISU PENTINGNYA BUKAN SEKEDAR ELECTRONIC HEALTH RECORD


DAN TELEMEDISIN.
– PROTEKSI (BIG) DATA, KEPEMILIKAN DATA, PRIVASI, KERAHASIAAN
– PRAKTIK TIDAK TATAP MUKA, IoT, PEMERIKSAAN FISIK JARAK JAUH,
DENGAN APLIKASI DAN DEVICE, TERMASUK ARTIFICIAL INTELLIGENT
DAN MACHINE LEARNING, PREDICTIVE ANALYTIC, ROBOT, WEARABLE
MONITOR, RESEP ELEKTRONIK, DLL
– KEAKURASIAN, PROFESSIONAL LIABILITY vs PRODUCT LIABILITY, HUMAN
DIGNITY, AUTONOMY
• SAMPAI DIMANA PERKEMBANGAN DI INDONESIA?
PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS DIGITAL

• ISU HUKUM YANG SUDAH DI DEPAN MATA:


– EHR: KEPEMILIKAN, PRIVASI, KERAHASIAAN, TRANSFER,
KEAMANAN, SHARING, PEMBUKAAN KARENA UNDANG2, DLL
– BIG DATA: KEPEMILIKAN, PDP, NON IDENTIFIABLE DATA,
PENGOLAHAN DATA, ARTIFICIAL INTELLIGENT, MACHINE LEARNING
(ML-CDSS), PREDICTIVE ANALYSIS, DLL
– VIRTUAL HEALTHCARE: TELEMEDISIN, TELEMONITOR, ETIK,
CONSENT, LIMITASI KASUS, LIMITASI PASIEN, DLL
– ROBOTIC: SERVICE, SURGERY, DIAGNOSTIC DEVICE, DLL
PERKARA HUKUM YG TIMBUL PADA
PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS DIGITAL

DAPAT BERUPA PERKARA PIDANA ATAU PERDATA


1. PELAYANAN YANG TIDAK MENGHORMATI HAK PASIEN
(PRIVASI, KERAHASIAAN, PERSETUJUAN, INFORMASI, DLL)
2. PELAYANAN YANG BELUM MERUPAKAN PELAYANAN
KESEHATAN YANG TELAH BERBASIS BUKTI
3. PELAYANAN KESEHATAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN
STANDAR PROFESI ATAU STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
….. MENGAKIBATKAN KERUGIAN/CEDERA/KEMATIAN
PENYEBAB TUNTUTAN (MENURUT PASIEN)
that the medical team :
• was lying to them,
• was covering something up,
• did not talk to them at all, or simply did not provide
a credible story about what had happened,
• had not listened or informed to them before the
bad result American Society of Hematology, 2005

AKAN SEMAKIN SERING TERJADI


The Montgomery Test
untuk buktikan proses Persetujuan

• The Montgomery test highlights the importance of


consent and discussion; where only the principle of
Bolam ensuring the standard of care does not suffice
• Intinya dokter perlu menjelaskan risiko dan manfaat,
mendiskusikan opsi yang tersedia, dan akhirnya sharing
decision making mengenai rencana terapinya (treatment
plan)

Pradhan S. Medicolegal issues in Obstetrics and


Gynecology. Nep J Obstet Gynecol. 2020;15(31):8–14.
Daubert Standard
untuk buktikan keilmiahan
Under the Daubert standard, the factors that may be considered in
determining whether the methodology (expert evidence) is valid
are:
• (1) whether the theory or technique in question can be and has
been tested;
• (2) whether it has been subjected to peer review and publication;
• (3) its known or potential error rate;
• (4) the existence and maintenance of standards and controls
• (5) the degree to which the technique or theory has been
generally accepted in the scientific community
The Bolam Test
untuk buktikan kesesuaian dg standar

• The Bolam test is the principle used by the court to test


the standard of care given by a clinician dealing with a
patient. The standard of care which is accepted by a
responsible body of medical opinion at the relevant
time. The body of opinion need not be a majority body.
Pradhan S. Medicolegal issues in Obstetrics and Gynecology.
Nep J Obstet Gynecol. 2020;15(31):8–14.

Indonesia tidak menganut Bolam Test secara utuh, khususnya tidak wajib memperoleh
pendapat dari responsible body of medical opinion, namun memperoleh keterangan ahli
dari perwakilan dari perhimpunan dokter yang sama bidang dan tingkat keahliannya (peer).
NEAR MISS
Adalah tindakan yg dapat mencederai pasien,
E S tetapi tidak mengakibatkan cedera karena
B L T faktor kebetulan, pencegahan atau mitigasi
ERRORS N
TA V E
EN E
VIOLATION Setiap cedera yang lebih disebabkan oleh
EV SE manajemen medis drpd akibat penyakitnya
PR VER
AD ADVERSE
EVENTS

UNPREVENTABLE

ACCEPTABLE UNFORESEEABLE DISEASE /


RISKS RISKS COMPLICATION
ADVERSE OUTCOME
RATIONALE TO EVALUATE
Preventable: Unpreventable
• Medical error • Proper procedure followed
• Substandard treatment • Patient highly susceptible
• Inadequate monitoring • Could not have anticipated
• Patient’s conditions complex
• Inadequate assessment
• Necessary treatment not provided
Unpreventable
• Event rarely happens
• Poor or absent of
• Poor communication documentation
• Flawed safety system • Medical care complex
• Breakdown in environment • Patient’s condition complex

DOHHS, 2010
ADAKAH PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI TENAGA KESEHATAN DAN
BAGI RUMAH SAKIT?
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM UU 1
Pasal 27 UU 36/2009 KESEHATAN
1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki.
3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM UU 2
Pasal 50 UU29/2004 PRAKTIK KEDOKTERAN, KEPERAWATAN,
KEBIDANAN, TENAGA KESEHATAN
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional (kedokteran)
b. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi,
standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan
Perundang- undangan (keperawatan)
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM UU 3
Pasal 50 UU29/2004 PRAKTIK KEDOKTERAN, KEPERAWATAN,
KEBIDANAN, TENAGA KESEHATAN
• memperoleh pelindungan hukum melaksanakan tugas sesuai
dengan kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik,
standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar
prosedur operasional; (kebidanan)
• memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan
Profesi, dan Standar Prosedur Operasional; (tenaga Kesehatan)
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM UU 4
Pasal 30 HAK RUMAH SAKIT, UU29/2004
• menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian
• mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan
• mempromosikan layanan kesehatan yang ada di
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
MAKNA PERLINDUNGAN HUKUM
• Perlindungan hukum merupakan suatu pemberian jaminan
atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang
telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang
bersangkutan merasa aman.
• Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan
hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan)
maupun dalam bentuk yang bersifat represif
(pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis
dalam rangka menegakkan peraturan hukum.
MAKNA PERLINDUNGAN HUKUM
• Dokter/Nakes dapat bekerja secara profesional dan
kebebasan profesi sesuai peraturan perUUan
• Dokter/Nakes dapat bekerja secara sah tanpa ancaman
kekerasan atau intimidasi lain (perizinan)
• Dokter/Nakes memperoleh kesempatan membela diri apabila
diduga melakukan kesalahan
• Dokter/Nakes tidak dipersalahkan sepanjang memenuhi
standar profesi dan SOP
MAKNA PERLINDUNGAN HUKUM
• Preventif
– Kepastian hukum dalam berpraktik profesi (kompetensi, registrasi,
izin, kewenangan)
– Kepastian hukum memiliki kebebasan profesi (etika, standar
profesi, SOP, informed consent)
• Represif
– Dianggap benar bila bekerja sesuai standar dan dengan itikad baik
– Proses yg adil (UU yang tepat, norma profesi yg tepat, kesempatan
pembelaan)
Bebas dari tuntutan pidana?
Pasal 66 UU 29/2004 Praktik Kedokteran
• (3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau
menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
BERLAKUNYA ATURAN PIDANA
• (1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada (Pasal 1 KUHP)
• Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia
(Pasal 2 KUHP)
KESALAHAN (Schuld)

• “Tidak ada pidana tanpa  kesalahan” (Geen straf zonder schuld) 


• "Actus non facit reum, nisi mens sit rea" yang artinya "perbuatan tidak
membuat orang bersalah, terkecuali jika terdapat sikap batin yang jahat”:
– Actus reus : perbuatan – unsur obyektif
– Mens Rea : sikap batin – unsur subyektif

"Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan
yang didakwakan atas dirinya.” (UU Kekuasaan Kehakiman)
Bentuk Kesalahan

• 1. Kesengajaan (Dolus)
– Willens en welens = menghendaki dan mengetahui
– Ada 3 corak:
• Kesengajaan sebagai maksud
• Kesengajaan dengan sadar kepastian
• Kesengajaan dengan sadar kemungkinan

• 2. Kelalaian / Kealpaan (Culpa)


• Culpa lata (grove schuld): dengan sadar
• Culpa levis (lichte schuld)
5. ALASAN PEMBENAR
Contoh:
• Alasan Pembenar (rechtsvaardigingsgrond) adalah:
• Dalam keadaan darurat atau keterbatasan sumber daya,
alasan yang menghapus sifat melawan hukumnya
melakukan praktik kedokteran yang tidak sesuai dengan PPK
perbuatan
atau SPO
• –Berdasarkan
Pembelaan Terpaksa
ketentuan(Noodweer)
UU Wabah/UU terdapat dalamKesehatan
Karantina Pasal 49
Ayat (1) KUHP
melakukan karantina (pelanggaran HAM – non voluntary
–admission)
Melaksanakan Ketentuan
terhadap orangUndang Undang
yang diduga (Pasalpenyakit
terkena 50  KUHP)
(PCR
–positif)
Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
• Atas perintah
penguasa pejabat
yang yang berwenang
berwenang (misalnya
(Pasal 50 ayat kepala
(1) KUHP)
pemerintahan daerah) memerintahkan penduduk tidak boleh
masuk kantor/tempat kerja masing-masing
ALASAN PEMAAF

Adalah alasan yang meniadakan kesalahan dalam diri pelaku.


• Ketidakmampuan bertanggungjawab, PASAL 44 KUHP
• Daya paksa (overmacht), Pasal 48 KUHP
• Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, Pasal 49 (2)
KUHP
• Menjalan perintah jabatan tanpa wewenang , Pasal 51 (2)
KUHP
Arrest HR 14 Nov 1887 – W.5509, 3 Feb 1913 –
W.9459, N.I. 1913, 571 dan 25 April 1916 :

• bahwa (dalam pidana) kealpaan harus


memenuhi kekurang-hati-hatian yang besar /
berat, kesembronoan yang besar atau kealpaan
yang besar.
• Jadi untuk suatu kejahatan yang dilakukan
dengan kealpaan ringan (culpa levis) tidak
dipertanggungjawab-pidanakan kepada pelaku.

Demikian pula kealpaan yang tidak disadari (onbewuste


schuld) tidak dapat dituntut pertanggungjawaban pidana Noyon-Langemeijer
Kealpaan besar / Culpa Lata
• Gross negligence is the intentional failure to
perform a manifest duty in reckless disregard of the
consequences as affecting the life or property of
another.
• Gross negligence consist of conscious and
voluntary act or omission which is likely to result
in grave injury when in face of clear or present
danger of which alleged tortfeasor is aware
(Black’ law dictionary, 5th ed, 1979).
Jadi, praktik profesi
dapat dituntut pidana
• Kesengajaan melakukan tindak pidana:
– Aborsi,
– euthanasia,
– keterangan palsu,
– penipuan, fraud,
– kekerasan seksual, dll
• Kelalaian yang termasuk culpa lata
Bebas dari gugatan perdata?

Pasal 58 ayat (1) UU No 36 / 2009


• Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya
Perlindungan (perdata) bagi nakes

Pasal 58 ayat (2) UU No 36 / 2009


• Tuntutan ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
Perlindungan hukum RS ?
Pasal 45
• (1) Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum
apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau
menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif.
• (2) Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan
tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.
Tanggungjawab hukum RS
Pasal 46
• Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
di Rumah Sakit.

BENTUK AKUNTABILITAS RUMAH SAKIT


PERLINDUNGAN & BANTUAN HUKUM RS
BAGI TENAGA KESEHATAN DI RS
Pasal 29 KEWAJIBAN RUMAH SAKIT, UU 44/2009
• melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi
semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan
tugas
• menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
standar profesi dan etika serta peraturan perundang-
undangan
Bantuan Hukum RS bagi Nakes
• RS memiliki standar prosedur semua pelayanan klinis
• RS menyediakan forum untuk pembahasan dari sisi teknis
medis dan sisi medicolegal (audit)
• RS berada pada satu pihak dengan SDM Kesehatan RS,
memberi akses kepada seluruh informasi dan dokumen yang
dibutuhkan
• Bila perlu menyediakan advokat/penasihat hukum
• Memberi pengayoman, konsultasi psikologis, dll
DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH
Perlindungan hukum RS dan Nakes, khususnya tentang
Digitized Data dkk

• Rumah Sakit memiliki kebijakan mengenai penggunaan system


elektronik RM dan pelayanan telemedisin, sesuai perUUan.
• RS melaksanakan upaya pencegahan masalah hukum dalam
penggunaan data digital dan telemedisin, sesuai peraturan
dan/atau pedoman internasional (WMA)
• Pengolahan big data medis dilakukan sesuai peraturan dan/atau
pedoman internasional (GDPR)
• AI yang merupakan ”device”, termasuk AI-ML yang CDSS, sudah
diuji-klinik dan terregistrasi (WHO, FDA)
Tanggungjawab ganti rugi

• Pendekatan Pertama : Hanya ada satu pihak di dalam


RS, yaitu:
– RS bertanggungjawab seluruhnya
– Sediakan dana:
• Anggaran khusus,
• Kelola dana “cadangan” khusus, risk-sharing
• Anggaran untuk Asuransi indemnity, bagi RS dan/atau bagi tenaga
kesehatan
Tanggungjawab ganti rugi

• Pendekatan kedua: RS menganggap Tenaga


Medis yang non-organik sebagai “pihak lain”
– RS bertanggungjawab penuh untuk seluruh
pegawainya
– RS berbagi tanggungjawab dengan tenaga medis
yang non-pegawai
• Risk-sharing
• Mewajibkan tenaga medis terasuransi
Kesiapan Pendanaan
• Insurance (risk transfer)
– Membayar premi untuk asuransi indemnity
– RS bisa membayari, atau berbagi, atau mewajibkan dokter
• Self Insured (risk retain)
– Menyiapkan dana khusus untuk itu
• Dana amanah: Kontribusi semua komponen secara
proporsional (% penghasilan) – bukan hanya dokter
• Menganggarkan (RS Pemerintah: beli asuransi, atau diatur
sendiri – hati2 moral hazard)
– Mengatur tatacara penggunaannya

Penghindaran, pencegahan, pengurangan dampak tetap dilakukan


Kesimpulan
• Perlindungan hukum bukanlah ketentuan yang menghilangkan
adanya kemungkinan penuntutan hukum oleh orang lain, tetapi
memberikan perlindungan untuk:
– Beroperasi sesuai ketentuan perundangundangan
– Bekerja bebas sesuai profesi, tanpa paksaan dan ancaman oleh pihak lain
– Memperoleh kewenangan yang sesuai dengan kompetensi keprofesiannya
– Memperoleh kesempatan untuk membela diri dan diproses secara adil
apabila diduga melakukan pelanggaran profesi, baik di sidang profesi,
institusi RS, maupun di peradilan umum.
– Dinyatakan tidak bersalah apabila telah terbukti bekerja dengan benar
KESIMPULAN
Pembinaan pada umumnya harus memberi peluang pelaku untuk
sadar dan mencoba memperbaiki diri, tetapi harus cukup tegas
untuk “membunuh” pelaku yang sengaja dan sadar akibat buruk
perbuatannya

Whether you are a deer or a lion,


you have to run fast to survive

Sheikh Muhammad bin Rashid

Anda mungkin juga menyukai